i Bidang Unggulan: Sosial Budaya Kode/Nama Bidang Ilmu: 511/ Sastra (dan Bahasa) Daerah (Jawa, Sunda, Batak dll) LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI RESTORASIKEARIFAN LOKAL DALAM NOVEL BERBAHASA BALI GUNA MEMPERKUAT JATIDIRI BUDAYA BALI Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M. Hum. NIDN 0031126517 (Ketua) Dr. Ni Made Suryati, M. Hum. NIDN 0031126073 (Anggota) Drs. I Wayan Suteja, M. Hum. NIDN 0004105813 (Anggota) Drs. I Nyoman Darsana, M. Hum. NIDN 0022125711(Anggota) Drs. I Nyoman Duana Sutika, M. Si. NIDN 0012016515 (Anggota) PROGRAM STUDI SASTRA BALI FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA JULI 2015 (DIBIAYAI OLEH DIPA PNBP UNIVERSITAS UDAYANA SESUAI SURAT PERJANJIAN PENUGASAN PELAKSANAAN PENELITIAN NO: 066/UN14.1.1/SPK/2015 TANGGAL 21 APRIL 2015)
56
Embed
PROGRAM STUDI SASTRA BALI FAKULTAS SASTRA …erepo.unud.ac.id/732/1/a3a4cd9e44f1004080dbf78d476961e9.pdf · Sudikan dalam Ratna, 2011: 32). Teori antropologi sastra merupakan pendekatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Bidang Unggulan: Sosial Budaya
Kode/Nama Bidang Ilmu: 511/ Sastra (dan Bahasa) Daerah
(Jawa, Sunda, Batak dll)
LAPORAN AKHIR
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
RESTORASIKEARIFAN LOKAL DALAM NOVEL BERBAHASA BALI
GUNA MEMPERKUAT JATIDIRI BUDAYA BALI
Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M. Hum. NIDN 0031126517 (Ketua)
Dr. Ni Made Suryati, M. Hum. NIDN 0031126073 (Anggota)
Drs. I Wayan Suteja, M. Hum. NIDN 0004105813 (Anggota)
Drs. I Nyoman Darsana, M. Hum. NIDN 0022125711(Anggota)
Drs. I Nyoman Duana Sutika, M. Si. NIDN 0012016515 (Anggota)
PROGRAM STUDI SASTRA BALI
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
JULI 2015
(DIBIAYAI OLEH DIPA PNBP UNIVERSITAS UDAYANA SESUAI SURAT
PERJANJIAN PENUGASAN PELAKSANAAN PENELITIAN
NO: 066/UN14.1.1/SPK/2015 TANGGAL 21 APRIL 2015)
ii
iii
RINGKASAN
Sastra dengan masyarakat memiliki hubungan yang timbal balik. Sebagai salah
satu kajian ilmu sastra, sosiosastra menduduki posisi dominan karena membicarakan
masalah-masalah kemasyarakatan. Ratna (2011: 24) bahkan lebih tajam menjustifikasi
bahwa karya sastra adalah masyarakat itu sendiri. Selain itu, dalam kaitan sastra dengan
budaya antropologi sastra mutlak diperlukan dengan pertimbangan kekayaan
kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang (Setya Yuwana
Sudikan dalam Ratna, 2011: 32). Teori antropologi sastra merupakan pendekatan model
baru dalam analisis karya sastra. Sejauh ini teori ini baru diperkenalkan dan belum
banyak orang yang menggunakannya (bahkan sejauh ini belum pernah digunakan
khususnya untuk mahasiswa S1). Oleh karena itu, ke depan penelitian ini diharapkan
akan menjadi salah satu model analisis karya sastra yang sejauh ini hanya berkutat pada
strukturalisme. Dengan demikian, analisis karya sastra akan semakin berkembang
dengan penerapan teori baru dan hasil yang baru pula. Implikasi lainnya adalah akan
memberi warna baru yang lebih segar dan lebih variatif lebih-lebih budaya Bali
bagaikan mozaik yang beraneka warna. Oleh karena itulah, penelitian terhadap novel
sebagai karya sastra modern berbahasa Bali penting dilakukan. Pertama, dari segi
penggunaan bahasa karya sastra novel jauh lebih banyak bahkan tidak terbatas jika
dibandingkan genre karya sastra lainnya (puisi dan drama). Kedua, improvisasi
pengarang dalam merefleksikan gagasannya lewat bahasa tersebut jauh lebih luas dan
lebih bebas, lebih dinamis dan, inovatif.
Berdasarkan klasifikasi dan pemilihan novel serta setelah dilakukan kritik, maka
beberapa buah novel dijadikan sebagai objek kajian, yaitu novel Nemoe Karma karya I
Wajan Gobiah, novel Gending Pengalu karya Nyoman Manda, novel Nembangan
Sayang karya Nyoman Manda, novel Suryak Suung Mangmung karya Djelantik
Santha. Hasil analisis menunjukkan bahwa novel-novel tersebut mengandung pesan-
pesan kearifan lokal yang patut untuk direstorasi, yakni menggali kembali nilai-nilai
kearifan lokal itu untuk dihayati, dipahami, dan disebarluaskan kembali kepada
masyarakat Bali khususnya. Nilai-nilai kearifan lokal ini diharapkan nantinya dapat
diwariskan kepada generasi mendatang sehingga identitas, jati diri budaya Bali bisa
ajeg lestari sepanjang zaman.
Beberapa kearifan lokal yang berhasil direstorasi adalah konsep Tri Kaya
Parisudha sebagai konsep sinergitas dalam berkehidupan sehari-hari khususnya dalam
iv
menata dan meniti rumah tangga dalam Nemoe Karma, etos kerja dalam Gending
Pengalu, konsep Tri hita karana dan bakti kepada Tuhan Yang Mahaesa dalam
Nembangan Sayang, mulat sarira/eling (introspeksi diri) dan sesonggan :pilih-pilih
bekul bakat buah bangiang dalam Suryak Suung Mangmung, salunglung sobayantakan
dalan novel Gita Ning Nusa Alit. Secara teknis, pemilihan nama-nama tokoh yang
sesuai dengan karakter dalam cerita pengarang lebih memilih secara dramatik.
Sebaliknya, bila nama-nama tokoh tidak tercermin dalam cerita biasanya pengarang
mendeskripsikan karakter tokoh dengan analistis. Namun hal ini tidak berlaku mutlak,
di sana-sini secara fragmentaris cara dramatik dan analitik digunakan secara bergiliran.
Kearifan lokal yang direstorasi tersebut di atas harus selalu dijadikan landasan
dalam berkehidupan sosial di masyarakat sehari-hari sehingga dirasakan sebagai
kebutuhan hidup. Dengan demikian, masalah-masalah sosial seperti egoisme,
individualistik, tidak berpikir prospektif, dan sejenisnya sebagai akibat dari globalisasi
bisa diminimalisasi bahkan bisa dihilangkan. Masyarakat Bali yang dicirikan dengan
sistem komunal dan etos kerja yang kuat didasari oleh filosofi agama Hindu akan
benar-benar menjadi jati diri budaya Bali.
v
PRAKATA
Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Mahaesa)
karena atas berkat-Nya “Laporan Akhir Hibah Program Studi” dapat diselesaikan
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan penelitian ini tentu
banyak hal yang menjadi hambatan namun berkat kerja sama tim semua rintangan itu
dapat diatasi.
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peneliti
sehingga kualitas penelitian semakin bertambah selain itu juga untuk menambah
kuantitasnya. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan menjadi model analisis baru
terkait dengan penerapan teori Antropologi Sastra yang relatif masih baru dan belum
banyak diterapkan dalam analisis karya sastra.
Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas juga dari peranan institusi mulai dari
tingkat jurusan/program studi atas rekomendasinya, fakultas, LPPM, dan Unud sebagai
payungnya yang telah memfasilitasi baik sarana maupun prasarana lainnya. Untuk itu,
ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Kaprodi Sastra Bali,
Dekan Fakultas Sastra dan Budaya, Ketua LPPM, dan Rektor Univ. Udayana.
Oleh karena laporan ini adalah laporan kemajuan tentu masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kepada semua penilai, pembaca dimohon untuk memberikan
masukan sehingga hasilnya benar-benar memadai. Kami dari tim peneliti mohon maaf
atas segala kekurangannya baik yang tersurat maupun yang tersirat dan selalu terbuka
atas semua saran yang konstruktif. Semoga budi baik Bapak, Ibu, Saudara/i mendapat
pahala yang selayaknya.
Denpasar, 30 Oktober 2015
Tim Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… ii
RINGKASAN …………………………………………………………….. iii
PRAKATA ………………………………………………………………… v
DAFTAR ISI……………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
Latar Belakang …………………………………………………….. 1
Masalah ……………………………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 4
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …………………… 7
Tujuan Khusus ……………………………………………………. 7
Urgensi …………………………………………………………… 7
BAB IV METODE PENEITIAN………………………………………….. 9
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 10
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 45
Simpulan ……………………………………………………………….. 45
Saran ………………………………………………………………… 46
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 49
LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kearifan lokal merupakan kematangan masyarakat di tingkat lokal yang
tercermin dalam sikap dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam
mengembangkan potensi dan sumber lokal baik berupa material maupun nonmaterial
(Balitbangsos, Depsos RI, 2005: 5-15). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
kearifan lokal tidak lain adalahpengetahuan asli (indigenious knowledge) atau
kecerdasan lokal (local genious) suatu masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur
tradisi budaya yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat (Sibarani, 2012: 122).
Dengan demikian, secara terminologis kearifan lokal merupakan kekhasan tersendiri
atau memiliki karakter tersendiri dalam suatu masyarakat yang dijadikan panutan
oleh anggota masyarakat yang lainnya.
Merujuk penelitian Soehartono (2010 dalam Parimartha, dkk, 2011: 43)
membuktikan bahwa telah terjadi degradasi dan kehilangan jejak nilai-nilai karakter
bangsa yang menjadi landasan pembangunan moral bangsa Indonesia sejak era
Reformasi. Hal ini dialami oleh semua masyarakat Indonesia sebagai sebuah
pengalaman kolektif yang memerlukan revitalisasi agar masa depan bangsa tidak
terjerumus di jurang kehancuran. Untuk itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah
merestorasi nilai-nilai kearifan lokal itu diangkat kembali ke permukaan agar terjadi
penguatan-penguatan sehigga eksistensi karakteristik suatu masyarakat menjadi
sebuah identitas dan jatidiri suatu masyarakat yang betul-betul nyata. Oleh karena
itu, nilai-nilai kearifan lokal menjadi modal dasar yang sangat vital dalam
pembangunan masyarakat.
2
Berkaitan dengan nilai-nilai itu, Bali sangat kaya dengan berbagai macam
kearifan lokalnya yang khas. Nilai-nilai kearifan lokal Bali bisa ditelusuri dari
berbagai ranah kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah melalui media seni
khususnya novel-novel berbahasa Bali.Sastra sebagai dunia mimesis atau tiruan
seperti yang digambarkan filosof Plato pada 2000-an tahun yang lalu bahwa seni
hanya dapat meniru dan membayangkan yang ada dalam kenyataan yang tampak
(Teeuw, 1988: 220). Khusus mengenai novel sebagai sebuah karya sastra merupakan
kronik sosial yang merefleksikan suatu kondisi sosial dalam masa tertentu (Anwar,
2012: 109). Novel sebagai sebuah karya sastra pada hakikatnya adalah proses
komunikasi antara pengarang dengan pembaca yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Oleh karena itu, sebuah novel memiliki esensi berbagai macam nilai
termasuk kearifan lokal sebagai salah satu gagasan pokoknya lebih-lebih novel yang
bercorak kedaerahan (segi bahasa dan settingnya). Kelahiran sebuah novel sangat
tergantung pada zamannya dan ditafsirkan berbeda pula oleh pembaca pada zaman
yang berbeda. Oleh karena itu, restorasi nilai-nilai kearifan lokal itu perlu digali
secara lebih mendalam selanjutnya dikembangkan untuk diaplikasikan sehingga
betul-betul menjadi ciri khas budaya Bali.
Secara historis, kelahiran sastra Bali modern tahun 1910 dengan terbitnya
cerpen-cerpen Made Pasek dan Mas Nitisastro (Putra, 2000: 9). Namun, khusus
novel berbahasa Bali ditandai dengan terbitnya novel Nemoe Karma karya I Wayan
Gobiah tahun 1931 (Putra, 2000: 17).Sejak saat itu mulai bermunculan sastra Bali
modern khusunya novel berbahasa Bali walau sebenarnya tidak terlalu banyak
(sejauh ini baru dapat dikumpulkan sebanyak 25 buah novel).
3
Masalah
Deskripsi latar belakang di atas menimbulakn permasalahan yang yang
diteliti adalah (i) aspek kearifan lokal apa saja yang ingin disampaikan pengarang?
(ii) bagaimana cara pengarang mengaktualisasikan idenya itu ke dalam karya
sebagai media komunikasi?
Adapun urgensi masalah-masalah yang akan diteliti adalah menggali potensi-
potensi yang tersembunyi secara mendalam mengenai kekayaan budaya Bali yang
adiluhung dalam bentuk novel sebagi genre sastra modern sehingga budaya Bali bisa
terus ajeg, lestari, selanjutnya dikembangkan sekaligus diaplikasikan kembali
sehingga menjadi ciri khas dan jatidiri masyarakat Bali. Hal ini dirasakan sangat
penting karena Bali sebagai bagaian dari tujuan utama wisata internasional tentu
menghadapi berbagai tantangan dan persoalan terhadap pandangan dan pola pikir
masyarakat. Selain itu, arus globalisasi yang demikian deras akan memberi pengaruh
yang signifikan terhadap penyerapan budaya asing yang cenderung pragmatis dan
hedonis. Realitas di masyarakat menunjukkan adanya perebutan warisan, kawin
paksa, kawin antarkasta, azas kegotong-royongan yang mulai memudar, janji
kesetiaan, dan lain-lain yang patut untuk diperdalam, dihayati, direnungkan kembali
sebagai wujud mulat sarira/eling (tanggung jawab moral atau introspeksi diri). Hal-
hal semacam ini akan digali selanjutnya untuk direnungkan kembali dan
dipublikasikan ke masyarakat luas. Novel berbahasa Bali tidaklah terlalu banyak
jika dibandingkan dengan novel-novel berbahasa Indonesia kurang lebih sekitar dua
puluh limaan buah. Namun demikian, tidak semua novel akan dibahas melainkan
sebagian saja sesuai dengan kriteria atau kualitas novel yang bersangkutan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa penelitian novel berbahasa Bali yang gayut dalam penelitian ini
dideskripsikan sebagai berikut.
(1) Genua (Prosiding, 2013) denganjudul tulisan “Nilai Kehidupan dalam
Legenda Rendo Rate Rua sebagai Jatidiri Masyarakat Kabupaten Ende NTT).
Teori yang digunakan adalah teori nilai dari Scheler yang berpandangan
bahwa nilai adalah harga suatu norma dan menjadi prinsip hidup yang
menjadi pegangan seseorang. Nilai digunakan sebagai dasar untuk atau alasan
untuk melakukan dan tidak melakukan. Ada lima nilai yang ditemukan dalam
legenda tersebut sebagai berikut. (1) Nilai kesejahteraan yang menjelaskan
bahwa dengan kesejahteraan akan tercipta suatu kehidupan yang bahagia dan
harmonis, (2) nilai kesakitan, yaitu perasaan sakit mengancam ingin
membunuh Redo, (3) nilai kelelahan, yaitu tidak bisa berenang dan tidak bisa
melawan arus air yang begitu dahsyat, (4) nilai keteguhan hati, yakni
ketetapan hati walaupun harus mengorbankan jiwa dan raga, (5) nilai
kecemasan yakni nlai yang berkaitan dengan perasaan gelisah, takut atau
khawatir (Genua, 2013: 1196).
(2) Apriani (Skripsi, 2009) yang berjudul “Novel Suryak Suung Mangmung
Karya Djelantik Santha: Pendekatan Sosiologi Sastra”. Dalam penelitian ini
digunakan teori sosiologi sastra dengan pandangan mempertimbangkan segi-
segi kemasyarakatan. Sosiologi sastra menaruh perhatian besar terhadap
aspek dokumenter sastra dengan landasan sastra sebagai cerminan jamannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan karmaphala dan punarbhawa sebagai dasar
karya sastra. Dasar sosiologi yang digunakan didasarkan pada padangan
5
bahwa kenyataan-kenyataan yang hidup di dalam masyarakat,cipta sastra
bukanlah hanya pengungkapan realita belaka, di dalamnya diungkapkan pula
nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekadar realita objektif itu. Hasil yang
diperoleh meiputi aspek mitos dan dalam tradisi masyarakat Bali terutama
masalah perkawinan antarkasta.
(3) Hardiningtyas (prosiding, 2014) dengan judul “Warna Lokal dalam
Kumpulan Cerpen Mandi Api: Upaya Regulasi Budaya Bali di Tengah Arus
Globalisasi. Teori yang digunakan adalah teori sosiologi sastra, antropologi,
serta teori konflik dan fungsional. Hipotesis yang diajukan adalah bawa
intensitas terjadinya perubahan-perubahan nilai sosial budaya seagai akibat
aktivitas kehidupan masyarakat Bali sangat dipengaruhi oleh kuat lemahnya
nilai-nilai tradisi dan adat sesuai dengan lingkungan sosial kultural yang
memberikan warna khas pada masing-masing kelompok masyarakat Bali
sehingga mampu bertahan di tengah perubahan globalisasi (Hardiningtyas,
2014: 793). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa cerpen Mandi Api
merupakan refleksi karakteristik dan relasi tokoh terhadap dinamika sosial
budaya masyarakat Bali. Kekuatan sistem kemasyarakatan di Bali menjadi
penopang perbedaan yang bersumber pada kasta, pemertahanan terhadap
sistem banjar, subak, dan sekaa berperan pranatasosial yang fungsinal dalam
masyarakat. Stratifikasi dan dinamika budaya masyarakat Bali sengaja
diciptakan kekuasaan krama banjar, tradisi catur wangsa, dan sistem sosial
yang otoriter. Bila dipandang secara tradisional maka dapat disebut sebagai
suatu keajegan dan kehadiran masyarakat tersebut dapat ditawarkan dengan
pola egaliter dan demokratis.
6
(4) Parasari (Skripsi, 2010) yang berjudul “Novel Gending Pengalu Karya
Nyoman Manda: Analisis Struktur”. Dalam penelitian ini digunakan teori
struktural yang berpandangan bahwa unsur-unsur karya sastra sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Hasil penelitian struktur intrinsik
mencakup insiden, alur, tokoh, latar, tema, dan amanat. Hasil analisis
ekstrinsik berkaitan dengan ekonomi, historis, religius.
(5) Putra (2010) dengan judul Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Buku ini
berisikan kritik terhadap beberapa karya sastra (termasuk sastra Bali). Buku
ini juga memuat perkembangan sejarah sastra Bali modern sejak awal
kelahirannya. Buku itu berisikan kritik beberapa karya sastra novel dan puisi,
biografi Wayan Gobiah sebagai penulis novel berbahasa Bali yang pertama.
(6) Alaini (Prosiding 2015) dengan judul “Tradisi Lisan Kecimol: Upaya
Penguatan Jatidiri Bangsa Melalui Kearifan Lokal”. Teori yang digunakan
adalah teori sosiologi sastra. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa syair-
syair yang dilantun kan dalam tradisi Kecimol Batik Rembang dapat
diteladani sebagai kearifan lokal masyaraakat Sasak yang berkitan dengan
kerja sama, hidup rukun, saling memaafkan, saling menghormati, dan
menjaga lisan.
Dari kelima penelitian dan buku yang diacu tersebut di atas, sama sekali
belum ditemukan penggunaan teori antropologi sastra lebih-lebih penelitian-
penelitian skripsi terjadi tumpang tindih antara sosiologi dengan pendekatan
struktural. Oleh karena itu, penggunaan teori antropologi sastra benar-benar
merupakan hal baru dan penting dalam studi sastra.
7
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai berkaitan dengan masalah yang diteliti
adalah (1) Menggali sebanyak mungkin aspek-aspek kearifan lokal budaya Bali
sebagi ciri khas budaya Bali yang harus terus dipertahankan selanjutnya
dikembangkan sekaligus diaplikasikan kembali ke masyarakat. (2) mengkaji struktur
atau pola penggarang dalam mengaktualisasikan ide karyanya itu, baik dari segi
frekuensi pengarang mengemukakan idenya itu maupun caranya (langsung atau tidak
langsung) melalui tokoh, konflik-konflik, atau melalui dialog-dialog antartokoh.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ratna (2011: 94) bahwa kearifan lokal
merupakan segmen pengikat berbagai bentuk kebudayaan yang sudah ada sehingga
disadari keberadaannya. Oleh karena lahir dan hidup di dalam semestaan yang
bersangkutan, maka kearifan lokal diharapkan dapat dipelihara dan dikembangkan
secara optimal. Lebih jauh Ratna (2011: 95) juga mengungkapkan bahwa kearifan
lokal berfungsi untuk mengantisipasi, menyaring bahkan metransformasikan
berbagai bentuk pengaruh budaya luar sehingga sesuai dengan ciri-ciri masyarakat
lokal.
Urgensi
Jika dilihat dari sudut urgensinya, selain untuk meningkatkan kompetensi
dan mutu penelitian, penelitian ini memiliki beberapa keutamaan seperti
meningkatkan kualitas materi pembelajaran baik menyangkut pengembangan teori
dan model pembelajaran. Selain itu, penelitian ini penting dilakukan karena realitas
di masyarakat tantangan modernitas demikian kuat dan perlu diimbangi dengan
8
penguatan pemahaman akan nilai-nilai kearifan lokal yang sudah diwariskan secara
turun-temurun sebagai identitas orang Bali dengan budaya Balinya. Kuatnya
tantangan modernitas yang cenderung pragmatis hedonis itu tidak hanya dialami oleh
masyarakat perkotaan maupun masyarakat daerah tujuan wisata tetapi sudah lebih
jauh menyebar ke berbagai lapisan masyarakat. Restorasi terhadap nilai-nilai
kearifan itu kiranya penting untuk direnkonstruksi ulang sebagai pegangan dalam
bermasyarakat sehingga harkat dan martabat orang Bali dengan identitas kebaliannya
tidak lenyap ditelan zaman. Oleh karena itu, hasil-hasil terhadap analisis yang telah
dilakukan akan disebarluaskan kepada khayalak melalui media pertemuan
ilmiah/seminar maupun nasional ataupun melalui jurnal nasional.
9
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian ini didasari oleh filosofis fenomenologis. Oleh karena itu akan
digunakan pendekatan kualitatif, yang diartikan sebagai bukan penghitungan
“angka” (Moleong, 1982: 2). Secara metodologis, penelitian ini dibagi dalam tiga
tahapan. Tahap pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan dengan
mencari naskah novel mulai novel yang pertama kali terbit sampai novel terbitan
tahun 2014. Sampai saat ini sudah berhasil dikumpulkan 25 buah novel (termasuk
novel Nemoe Karma karya I Wayan Gobiah sebagai novel pertama berbahasa Bali).
Setelah itu, akan dilakukan klasifikasi terhadap novel-novel yang akan dijadikan
sampel. Sampel ini akan diukur dari segi kualitas novel seperti seringnya dibicarakan
dalam berbagai pertemuan/seminar/penelitian (sudut intrinsiknya dari segi bahasa,
kompleksitas pola alur, konflik/peristiwa, dll), juara dalam sayembara penulisan
fiksi, frekuensi penerbitan, dan wawancara secara acak terhadap novel yang disukai.
Dalam analisis, akan digunakan metode kualitatif dengan teknik deskriptif analitis,
yakni dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh secara rinci. Dalam
penyajian hasil analisis, akan digunakan metode formal dan informal. Metode formal
dengan menggunakan lambang-lambang tertentu sedangkan metode informal dengan
menggunakan bahasa biasa dibantu dengan teknik berpikir induktif-dedutif atau
sebaliknya (Mahsun, 2005: 116). Kerangka dasar teoretis didasari oleh cara kerja
Abrams (dalam Teeuw, 1988: 50) yang berpangkal pada situasi karya sastra secara
menyeluruh seperti bagan berikut.
(Semesta)
Universe
Work (Karya)
(Pencipta) Artist Audience (Pembcaca)
10
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan klasifikasi dan kritik terhadap novel-novel yang diperoleh untuk
menentukan kualitas novel seperti bahasa, terbitan, penghargaan, apresiani
masyarakat baik untuk studi ilmiah maupun nonilmiah, maka ada sejumlah novel
yang layak untuk dianalisis dan disajikan sebagai berikut ini.
5.1 Restorasi Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal
1) Nemoe Karma „Ketemu Jodoh‟(1931) oleh I Wayan Gobiah. Novel ini
merupakan novel pertama yang berbahasa Bali. Kedudukan novel ini tentu
sangat penting dalam khazanah kesusastraan Bali modern. Betapa tidak,
inilah tonggak awal yang nantinya melahirkan novel-novel berbahasa Bali
berikutnya. Oleh Putra (2010) dikatakan bahwa novel ini sangat istimewa
karena diterbitkan oleh Balai Pustaka yang dicetak dalam jumlah yang besar
dan diedarkan secara luas. Sependapat dengan Putra (2010: 23) bahwa novel
ini memiliki alur renggang dan tidak fokus pada tema sentral yang
diperankan oleh tokoh utama. Sesuai dengan judulnya Nemoe Karma
„Ketemu Jodoh‟ didasari oleh tema kawin paksa dan utang budi. Keadaan in
terjadi ketika Pan Sangga ingin menikahkan anaknya (I Sangga) dengan
Soekarsi tetapi ditolaknya karena Soekarsi sudah mencintai Soedana (saudara
angkatnya) dan Soedana juga mencintai Soekarsi (sekaligus sebagai
pembayaran utang budi Soedana kepada orang tua Soekarsi karena telah
memungutnya.
Perjodohan kedua terjadi ketika Pan Sangga ingin menjodohkan anaknya I
Sangga dengan sepupu jauhnya (mindon) Ni Wiri tetapi keduanya tidak
11
saling mencintai sehingga rumah tangganya hancur berantakan, setiap hari
terjadi perselisihan yang berujung pada perceraian.
Tri Kaya Parisudha: harmonis sinergitas
Kalau ditelaah lebih mendalam bahwa pelajaran yang bisa diambil dari
contoh di atas adalah bahwa pernikahan seharusnya dilandasi oleh cinta sejati, cinta
yang suci, cinta yang tulus dari dalam hati yang paling dalam. Bagi orang Bali tali
cinta yang sejati sebagaimana yang ditulis oleh Gobiah: