i STUDI DESKRIPTIF TENTANG PERILAKU PROSOSIAL PENDONOR DARAH Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Nama : Devy Tumembouw NIM : 02 9114 035 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
STUDI DESKRIPTIF TENTANG PERILAKU PROSOSIAL
PENDONOR DARAH
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Nama : Devy Tumembouw
NIM : 02 9114 035
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
MOTTO
“Si Buta yang Bermata Hati”
Rahayune Urip
Rahayune uripira ana sanga:
Kaping pisan, lumuh mlarat ing karsane.
Kaping pindho, nampa lakon ingkang prihatin.
Kaping telu, andhap asor ing atine.
Kaping papat, ngorong marang kabeneran.
Kaping lima, welas asih ing wong liya.
Kaping nenem, ati resik ora lamis.
Kaping pitu, dhemen rukun marang tangga.
Kaping wolu, merga bener wani rekasa.
Kaping sanga, pasrah Gusti yen diwada.
Sabda Dalem Gusti iku mau lakonana
Bungah rena ganjaranmu swarga ndonya.
v
Kupersembahkan karya ini untuk:
� Ad Maiorem Dei Gloriam
� (Alm.) Oma Elisabeth T. Erry
� (Alm.) Papa M. L. Tumembouw dan Mama Tercinta
� Adikku Sherina Tumembouw
� Mama Olha Waworuntu
� Tiara Panji Suhatno
� Pendonor yang budiman.
vi
vii
ABSTRAK D. Tumembouw( 2007).Studi Deskriptif Tentang Perilaku Prososial Pendonor Darah. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perilaku prososial pendonor darah. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi segai status gejala pada saat penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan survey. Survey pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan skala perilaku prososial pendonor darah. Data yang diperoleh dari skala perilaku prososial pendonor darah kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for windows versi 12.00.Sampel dalam penelitian ini meliputi pendonor sukarela dan pengganti yang mendonorkan darah lewat PMI Cabang Kota Yogyakarta. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 168 orang yang terbagi menjadi 30 orang subjek untuk uji coba penelitian dan 138 orang subjek untuk penelitian. Hasil penelitian menunjukan (1) berdasarkan pengkategorisasian menunjukan pendonor darah memiliki tingkat perilaku prososial secara umum yang tinggi (170,92). Bila dikategorisasikan menjadi sebanyak 30 pendonor (21,73%)yang tinggi dan sangat tinggi sebanyak 108 pendonor (78,26%); kemudian (2) aspek yang menonjol dari perilaku prososial pendonor darah yang tampak adalah aspek menolong dengan rerata nilai empiris 28,78.(3) Pada variable usia menunjukan usia pendonor antara 18 sampai dengan 61 tahun. Persentase paling banyak terdapat pada usia 20-30 tahun.(4) Hasil pengujian variable jenis kelamin pria tercatat 115 orang atau 83,3% sedangkan wanita tercatat 23 orang atau 16,7% dari total responden..(5) Beberapa jenis pekerjaan dari pendonor yaitu pegawai swasta tercatat 54 orang atau 39,1% dari total responden, sedangkan pegawai negeri tercatat 5 orang atau 5,6% dari total responden. Pada pendonor yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebasar 7 orang atau 5,1% dari total responden. Tercatat juga pendonor yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa sebesar 59 orang atau 42,8% dari total responden sedangkan tercatat 13 orang atau 9,4% yang termasuk dalam kategori lain-lain.
viii
ABSTRACT
D. Tumembouw ( 2007). Yogyakarta :Descriptive Study about Blood Donor Prosocial Behaviour. Psychology Faculty Sanata Dharma University. The purposes of the research were to understand the prosocial behaviour of blood donor. It also to found out the prosocial behaviour levels and the aspect that caused prosocial behaviour of blood donor. The type of this research was the descriptive-quantitative research which was the research that designed to gathered an information about the status of symptoms when the research started by doing survey. The survey in this research were began with spreading the prosocial behaviour scale to the blood donor at PMI Yogyakarta. The information were checked by using computer program called SPSS for windows 12.00. The sample of these research included the routine blood donor voluntary and changable blood donor with total respondents is 168. the details is 3 blood donor subject for try-out research and 138 blood donor subject for research. The result of this research indicated that (1) in general the prososial behaviour of blood donor were high (170,92). The category were 30 blood donor were high (21,73%) and 108 blood donor were very high (78,26%). (2) the dominant aspect that could caused prososcial behaviour were helping aspect 28,78. (3) The range of age variable between 18 to 61 years old.(4) Sex variable there were 115 men blood donor (83,3%) and 23 women blood donor (16,7%). (5) The high status of blood donor job there were 54 or 39,1% of total responden working in non-govermental job and also student status there were 59 blood donor or 42,8% of total respondent.
ix
KATA PENGANTAR
Satu langkah lagi terlewati dari perjalanan hidup di bidang akademisku.
Selama 5 tahun itulah penulis telah mendalami ilmu Psikologi pada Universitas
Sanata Dharma. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan Sembah Nuwun
Engkang Gusti Sing Maha Kuasa karena telah melimpahkan berkah kalian rahmat
engkang kawulo sehingga penulis mampu menyelesaikan perjalanan akademis ini
dalam bentuk skripsi.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan matur nuwun
sanget kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moral maupun
materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih ini khususnya penulis sampaikan kepada :
1. P. Eddy Suhartanto, S. Psi, M. Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma serta Dosen Pembimbing yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian dan telah banyak memberikan masukan, meluangkan
waktu untuk konsultasi dan mendenganrkan keluh-kesah penulis selama
penyusunan skripsi ini .
2. Dr. A. Supratiknya, dengan segala keterbatasannya masih mau meluangkan waktu
menawarkan nilai-nilai kerendahan hati saat mendampingi penulis dalam proses
awal penyusunan skripsi.
x
3. Ibu Titik Kristiani, S. Psi, Bapak C. Adi Wijaya, S.Psi. dan Ibu Tanti Arini S. Psi.,
Psi, selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas bimbingan yang telah diberikan
selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Mas Gandung, Mbak Nanik dan Pak Giyono di sekretariat psikologi Universitas
Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses studi dan skripsi. Mas
Muji dan Mas Doni di Lab. Fakultas Psikologi yang telah membantu kelancaran
pelaksanaan praktikum-praktikum.
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bapak dan Ibu Dosen sekalian telah memberikan yang terbaik bagi penulis lewat
ilmu dan pengalaman hidup.
6. Robertus Pabiban, rekan yang mendampingi penulis selama penyusunan skripsi.
Terima kasih atas segala dialog-dialog yang muncul karena kebodohan penulis.
Cyrillus Hary kamu harus menjadi yang berikutnya, ya. Juga teman-teman 2002
lainnya.
7. Perkampungan Sosial Pingit dan komunitas Kolsani, yang dari tempat itu
ditemukan oase kehidupan, tawa, ceria, tangis, dari keluarga dan anak-anak.
Lewat-mulah aku merindukan keutuhan keluarga, tempat aku menemukan
keheningan malam, merasakan perkembangan jalan hidup. (Alm.) Bapak Glempo
yang menemani malam panjang dengan bau anggur. Juga rekan relawan yang
masih dalam perjiarahan.
xi
8. Dr. Titien Budhiaty sebagai wakil kepala unit transfusi darah Palang Merah Kota
Yogyakarta. Perhatian dan keprihatinan anda sungguh mendalam atas nama
kemanusiaan, dokter mengabdikan diri demi darah untuk kehidupan.
9. Keluarga Kemuning 3 No.13, tempat pelarian saat rasa kehilangan dan ancaman
datang bertubi-tubi. Saat saudara akan hidup dengan uang, tapi dari tempat inilah
rasa persaudaraan tumbuh atas dasar kasih mendalam.
10. Bapak Tukimin dan keluarga, yang menunjukan ketulusan seorang bapak saat
anak-anak yang bebal, tak tahu diri menyalah gunakan kepercayaannya. Bapak
matur nuwun atas segala pengertian dan kesederhanaan yang telah kau tampakan
sebagai kepala keluarga. Juga para penghuni yang memberikan nuansa serasa
omah dhewe di Krodan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa hasil karya ini belum dapat dikatakan
sempurna. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap agar karya
Tabel 11. Deskripsi Variabel Jenis Kelamin ................................................43
Tabel 12. Deskripsi Variabel Jenis Pekerjaan ..............................................44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Instrumen Penelitian
A.1 Skala Perilaku Prososial Pendonor Darah
Sebelum Uji Coba (Try out)…………………………………55
A.2 Skala Perilaku Prososial Pendonor Darah
Setelah Uji Coba (Setelah Try Out)………………………….56
B. Validitas dan Reliabilitas
B.2 Skala Perilaku Prososial …………….……………………….56
C. Deskripsi Data Penelitian…………………………………………62
D. Data Skor Item Try-Out dan Penelitian ………………………….72
E. Surat Ijin dan Surat Keterangan Penelitian……………………….109
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah merupakan sumber salah satu aset bernilai yang dimiliki sebuah negara.
Konsekuensinya semua komponen baik pemerintah maupun individu sebagai warga
negara harus menjaga persediaan darah (Androulaki, 2005). Dalam hal ini perilaku
donor darah pendonor menjadi suatu yang penting guna tercapainya pemenuhan
kebutuhan akan darah.
Donor darah itu dipahami sebagai salah satu bentuk perilaku prososial (Taylor,
Peplau, Sears, 2000). Perilaku ini sangat berkaitan dengan kemampuan diri individu
sebagai pendorongnya. Selain itu pendonor darah secara sukarela telah terbukti lebih
aman bagi pengguna dan layak untuk memenuhi persediaan kebutuhan darah di suatu
negara (Montoya dalam Androulaki, Z., Merkouris, A., Touras C., Androulakis M.
2005).
Perilaku prososial dapat diartikan sebagai tindakan menolong atau tindakan
yang terencana dari individu untuk menolong individu lain, tanpa disertai adanya
harapan akan suatu penghargaan (Batson dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000)
Palang Merah Indonesia Cabang Yogyakarta secara khusus memberi perhatian
pada pendonor dalam rangka pemenuhan kebutuhan darah. Pendonor sukarela, dalam
pengertian individu yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya
atas kerelaan, diberi perhatian dalam bentuk penghargaan oleh pihak Palang Merah
Indonesia (Pedoman dan Pelayanan Transfusi Darah, 2001).
2
Tampak angka kebutuhan darah (Harian Kompas, 6 Mei 2006), di kota
Yogyakarta sangat tinggi, setiap bulan diperkirakan kebutuhan rerata 3000-3500
kantong darah. Kebutuhan darah sebanyak itu dipenuhi separuhnya oleh pendonor.
Kebutuhan darah semakin tampak saat kota Yogyakarta terjangkit wabah demam
berdarah (Harian Kompas, 1 Maret 2006) yang kemudian ditetapkan sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB). Banyak individu dalam masyarakat yang menderita demam
berdarah dengue atau DBD membutuhkan darah trombosit. Pemenuhan kebutuhan
akan darah mau tidak mau hanya dipenuhi oleh pendonor.
Di tingkat nasional (Palang Merah Indonesia, 2006) kebutuhan akan darah
mencapai 4 juta kantong per tahun, sementara jumlah darah yang terkumpul dari
pendonor sukarela sekitar 1,2 juta kantong per tahun. Enam hingga sepuluh orang
Indonesia yang mendonorkan darah setiap 1000 penduduk. Angka itu walau dibilang
sedikit tetapi menunjukan masih adanya individu yang mau menjadi pendonor darah.
Di negara-negara Asia seperti Singapura, ada 24 pendonor sukarela per 1000
jiwa, dan di Jepang ada 68 pendonor darah per 1000 orang. Di negara maju seperti
USA berdasarkan penelitian (Boulware, dalam Androulaki, Z., Merkouris, A., Touras
C., Androulakis M., 2005), ditemukan angka persentasi yang sangat tinggi (59%) dari
populasi pendonor.
Partisipasi pendonor juga terbuka tanpa memandang perbedaan jenis kelamin.
Partisipasi itu ditunjukan dengan adanya perempuan, walau bisa dikatakan lebih
rendah dibanding laki-laki, tapi tetap saja ada yang menjadi pendonor. Dalam sebuah
penelitian (Paliavin dan Callero dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000) menunjukan
bahwa pendonor biasanya mendonorkan darah kepada teman atau keluarga. Artinya
dalam keterbatasan lingkup terkecil pun masih ada saja pendonor.
3
Perlu dibanggakan bila melihat kegunaan darah yang disumbangkan pendonor
(Palang Merah Indonesia, 2006), satu kantong darah yang didonorkan mempunyai
kegunaan bagi lebih dari satu pasien/individu lain. Kegunaan itu tampak pada, satu
kantong darah dapat lengkap (whole blood) dapat dipisahkan menjadi tiga bagian
yang punya masing-masing kegunaan. Pertama, satu kantong Trombosit Pekat
(Trombocyte Concentrate), dapat dipergunakan untuk pasien demam berdarah.
Kedua, satu kantong Plasma, misal untuk pasien dengan luka bakar yang luas.
Ketiga, satu kantong Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Cells), misal untuk pasien
Anemia dan pendarahan.
Berangkat dari pendonor sebagai sumber pemenuhan kebutuhan akan darah
dalam masyakarat, maka akan menjadi bermanfaat saat ada penjalasan deskriptif
tentang perilaku prososial pendonor itu. Seberapa tinggi perilaku prososial yang
dilakukan oleh pendonor. Hal ini diharapkan mampu menjadi acuan untuk
memotivasi masyarakat untuk berpatisipasi aktif untuk menjadi perndonor darah.
Oleh karena itu penelitian tentang deskripsi perilaku prososial pendonor darah
dapat dilihat sebagai suatu kebutuhan yang relevan untuk memberikan gambaran
bagaimana sebenarnya tingkat perilaku prososial. Penelitian ini sesungguhnya akan
melihat tingkatan perilaku prososial pendonor darah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang peneliti merumuskan permasalah penelitian ini
menjadi bagaimana tingkat perilaku prososial pendonor darah? Apakah tingkatan
perilaku sosial itu tinggi, sedang atau rendah?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui gambaran tentang tingkat
perilaku prososial pendonor darah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berbagai pihak, baik
itu manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah keragaman penelitian di bidang
psikologi khususnya bidang psikologi sosial tentang perilaku prososial.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan untuk masyarakat agar termotivasi
menjadi seorang pendonor.
b. Hasil penelitian ini bisa menjadi sumber informasi bagi masyarakat agar
mempunyai kepekaan untuk melakukan perilaku prososial khususnya donor darah
pada individu lain.
c. Bagi peneliti yang berminat dengan topik psikologi sosial, maka penelitian ini
dapat dijadikan dasar atau acuan untuk pengembangan ke arah penelitian
selanjutnya.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Donor Darah
1. Pengertian Pendonor Darah
Pengertian donor (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 1991) adalah
penderma; yang kemudian diberikan contoh dengan pendonor darah. Kemudian juga
dijelaskan bahwa pendonor adalah orang yang menyumbang darahnya untuk orang
lain yang memerlukannya.
2. Jenis Donor Darah
Jenis donor darah pada dasarnya (Pedoman Pelayanan Tranfusi Darah, 2001) ada
tiga macam donor, yaitu : donor keluarga, atau donor pengganti; donor komersial; dan
donor sukarela.
a. Donor Keluarga atau Donor Pengganti
Donor keluarga atau donor pengganti dimengerti sebagai pemenuhan kebutuhan
darah pasien dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien. Biasanya,
keluarga pasien diminta untuk menyumbangkan darahnya.
Ada dua bentuk cara mendonorkan darah seperti ini. Pertama, keluarga pasien
menyumbangkan darah dengan jumlah yang sama dengan yang diberikan kepada
kerabatnya. Darah ini ditambahkan pada persediaan UTD untuk kemudian
dipergunakan sesuai dengan kebutuhan darah. Donor tidak diberitahu identitas
penerima darahnya.
6
Bentuk kedua dikenal dengan nama donasi khusus (directed donation), yaitu saat
donor secara khusus minta agar darahnya diberikan kepada pasien tertentu, mungkin
karena khawatir atas keamanan darah dari donor yang tidak diketahui. Namun
demikian, sumbangan khusus ini sangat tidak dianjurkan oleh WHO/GPA dan Badan
Keamanan Darah Dunia (Global Blood Safety Initiative). Dalam ketentuan “Target
Minimum Pelayanan Transfusi Darah” (Minimum Target for Blood Transfusion)
(WHO, 1989), secara jelas dinyatakan bahwa :
“Sumbangan dari donor keluarga atau pengganti haruslah ditujukan kepada UTD dan tidak boleh “khusus ditujukan” kepada penerima tertentu. Perhatian ini Perlu dilaksanakan untuk menghindari adanya imbalan yang tersembunyi.”
b. Donor Komersial
Donor komersial menerima uang atau hadiah (yang dapat ditukarkan dengan
uang) untuk darah yang telah disumbangkannya. Mereka seringkali menyumbangkan
darah secara teratur, mungkin telah memiliki kontrak dengan UTD untuk memberikan
darah berdasarkan upah yang telah disetujui. Cara lainnya, mereka menjual darah
kepada lebih dari satu UTD atau mendekati para keluarga pasien dan menjual jasa
mereka sebagai donor pengganti. Donor komersial biasanya termotivasi oleh hal yang
akan mereka terima untuk darah mereka, bukan untuk keinginan menolong individu
lain.
c. Donor Sukarela
Donor darah sukarela adalah individu yang memberikan darah, plasma atau
komponen darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau
bentuk pembayaran lainnya. Motivasi mereka yang utama adalah membantu penerima
darah yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima suatu keuntungan.
Hal-hal yang biasanya tidak dipandang sebagai pembayaran atau sebagian
pengganti uang, ialah :
7
1) Tanda jasa atau penghargaan sederhana, seperti badge atau sertifikat, yang dinilai
tidak memiliki nilai komersial.
2) Penggantian biaya perjalanan yang secara khusus harus dilaksanakan dalam
rangka menyumbangkan darah.
3) Pemberian makan ringan sebelum, selama atau setelah penyumbangan darah.
3. Identifikasi Donor yang Tidak Cocok
Pengidentifikasian donor adalah adalah sesuatu yang penting untuk mengetahui
alasan individu-individu tertentu tidak cocok sebagai pendonor. Hanya ini karena
darah mereka mungkin mendatangkan resiko kepada pasien yang menerimanya.
Faktor–faktor tersebut (Pelayanan Transfusi Darah, 2001) disebutkan antara lain:
a. Status kesehatan dan gizi pendonor yang jelek
Donasi darah oleh individu yang menderita kekurangan gizi atau masalah
kesehatan lainnya berbahaya terhadap kesehatan diri mereka dan terhadap
penerimanya. Ada kemungkinan mereka tidak memenuhi kriteria tertentu seperti
tingkat berat badan atau haemoglobin dan juga ada kemungkinan mereka akan
pingsan pada waktu penyadapan darah. Pada masyarakat yang terdapat tingkat
kekurangan gizi berat atau derajat kesahatan yang rendah banyak dijumpai calon
donor yang tidak memenuhi syarat.
b. Donasi tidak sukarela
Sumber darah yang ideal adalah donor sukarela. Donasi darah dari instansi seperti
tentara, polisi atau lembaga permasyarakatan, ada keraguan tidak adanya
kesukarelaan karena para pendonor mungkin telah diperintah untuk memberikan
darahnya. Khususnya di lembaga permasyarakatan, kemudahan yang diterima setelah
8
menyumbangkan darah mungkin merupakan insentif yang penting. Hal itu sebenarnya
menyimpang dari etika donasi darah sukarela yang sebenarnya. Namun demikian,
para individu dari lembaga semacam ini dapat diterima untuk mendonorkan darah
asalkan memenuhi syarat yang telah ditentukan. Sering kali donor ini memiliki tanda-
tanda penyakit menular (infectious disease makers) yang tinggi dalam masyarakatnya.
Disamping itu, pelayanan transfusi darah memerlukan usaha untuk merekrut donor
darah sukarela yang memberikan darah mereka secara teratur.
c. Perilaku resiko donor darah
Perilaku prososial tertentu sangat memungkinkan calon pendonor terpapar pada
resiko. Individu mungkin memperoleh infeksi, seperti HIV, yang kemudian dapat
ditularkan pada penerima darah. Beberapa perilaku beresiko antara lain : individu
memiliki partner hubungan seks lebih dari satu, pelacuran, homoseksulitas,
biseksualitas. Pemakaian obat dengan suntikan merupakan jalur langsung penularan
infeksi melalui darah (blood-borne infection). Beberapa perilaku rawan lainnya,
seperti pelukaan kulit, tatoo.
4. Syarat-Syarat Pendonor Darah
Ada beberapa persyaratan individu untuk mendonor darah (PMI Kota Yogyakarta,
2006), yaitu umur 17-60 tahun; berat badan 45 kg atau lebih. Lalu juga kan dilihat
kadar haemoglobin 12,5/dl atau lebih. Beberapa syarat lainnya, yaitu tekanan
darah 100-180 atau 50-100 mmHg, nadi 50-100/menit teratur; tidak berpenyakit
jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit pendarahan, kejang, kanker,
dan penyakit kulit kronis.
Ada syarat-syarat tertentu bagi perempuan yang ingin mendonorkan darah. Syarat
itu adalah tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita). Sedangkan bagi donor
9
tetap, penyumbangan 5x setahun ada ketentuan seperti kulit lengan donor sehat;
tidak menerima transfusi darah atau komponen darah 6 bulan terakhir; tidak
menderita penyakit infeksi, malaria, hepatitis, HIV/AIDS; bukan pencandu alkohol
atau narkoba; tidak mendapat imunisasi dalam 2-4 minggu terakhir dan tidak
demam; tidak digigit binatang yang menderita rabies dalam 1 tahun terakhir;
beritahu petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir.
5. Manfaat Donor Darah sebagai Bentuk Perilaku Prososial
Manfaat donor darah sebagai bentuk perilaku prososial dapat dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, manfaat pendonor bagi dirinya sendiri. Dan kedua manfaat darah
yang didonorkan bagi individu lain.
a. Manfaat Donor bagi Diri Sendiri
Berdasarkan sumber dari PMI cabang Yogyakarta menyebutkan bahwa tidak ada
manfaat langsung menjadi donor darah. Namun dengan mendonorkan darah secara
rutin setiap 3 bulan sekali, maka tubuh akan terpacu untuk memproduksi sel-sel darah
merah baru. Sedangkan fungsi sel-sel darah merah baru adalah untuk oksigenisasi dan
mengangkut sari-sari makanan. Selain itu kesehatan pendonor akan selalu terpantau
karena setiap kali donor dilakukan pemerikasaan kesehatan sederhana dan
pemeriksaan uji saring darah tehadap infeksi yang ditularkan lewat darah.
b. Manfaat Darah yang Disumbangkan bagi Individu Lain
Saat ini UTDC (Unit Transfusi Darah Cabang) Kota Yogyakarta sudah dapat
mengolah darah menjadi komponen-komponen darah. Dari 1 kantong darah lengkap
(whole blood) dapat dipisahkan menjadi :
1) 1 kantong Trombosit Pekat (Trombocyte Concentrate), misal untuk pasien demam
berdarah.
10
2) 1 kantong Plasma, misal untuk pasien dengan luka bakar yang luas.
3) 1 kantong Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Cells), misal untuk pasien Anemia
dan pendarahan.
4) Selain melihat manfaat itu dapat diperkirakan sisi prososial individu saat
menolong individu lain dengan mendonorkan darah. Misalkan usia individu saat
ini 20 tahun. Kemudian individu secara rutin mendonorkan darah setiap 3 bulan
sekali (1 tahun = 4x donor). Ketika individu berusia 45 tahun bila dihitung sudah
menyumbangkan darah sebanyak 100 kantong. Padahal setiap kantong dapat
dibagi menjadi 3 macam komponen darah. Artinya, individu dengan mendonorkan
darah akan dapat menolong sebanyak 200-300 pasien.
B. Perilaku Prososial
1. Pengertian Perilaku Prososial
Perilaku prososial pada dasarnya adalah juga suatu perilaku. perilaku dapat
dipahami sebagai reaksi yang bersifat sederhana ataupun kompleks. Reaksi ini
muncul dalam bentuk sebuah perbuatan atau aktivitas yang dapat dilihat secara nyata
(Chaplin, 1977).
Pendapat lain (Icek Ajzen dan Martin Fishbein dalam Zanden, 1984), percaya
bahwa suatu perilaku terhadap suatu objek tertentu akan mempengaruhi semua pola
perilaku individu atas objek tersebut. Walaupun, perilaku individu itu tidak
memprediksikan secara spesifik suatu perilaku tertentu atas objek itu. Suatu perilaku
pasti berdasarkan atas suatu intensi tertentu (Ajzen dan Fishbein dalam Zanden,
1984). Pembentukan intensi itu menurut mereka mampunyai tiga faktor. Pertama,
perilaku tertentu dari individu dalam kehidupan yang dinilai mempunyai tingkat
11
kesenangan tinggi. Kedua, norma sosial yang menuntun suatu perilaku dalam suatu
situasi. Dan ketiga, motivasi individu yang menunjang tercapainya suatu tujuan.
Perilaku prososial dapat diartikan sebagai tindakan menolong atau tindakan yang
terencana dari individu untuk menolong individu lain, tanpa disertai adanya harapan
akan suatu penghargaan (Batson dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000). Hal serupa juga
terungkap (Staub dalam Widyastuti, 1990) bahwa perilaku prososial adalah suatu
perilaku yang dilakukan oleh individu, yang menguntungkan individu lain.
Pengertian perilaku prososial (Wrightsman dan Raux, 1981) dikatakan juga
sebagai perilaku yang punya konsekuensi sosial. Perilaku itu akan ditujukan bagi
kesejahteraan individu lain, secara fisik maupun psikologis. Perilaku prososial itu bisa
diartikan juga sebagai perilaku yang lebih menguntungkan individu lain dibanding
diri individu sendiri. Ada pula yang berpendapat bahwa perilaku prososial (Baron dan
Byrne, 1994) adalah perilaku sukarela individu untuk menolong orang lain dan
perilaku yang dilakukan itu bukan karena adanya paksaan.
Kemudian (William, 1981) ada uraian tentang perilaku prososial sebagai perilaku
individu yang berniat untuk mengubah resipien (penerima) yang kurang baik menjadi
lebih baik. Perubahan itu bisa dalam bentuk fisik ataupun psikologis.
Pengertian perilaku prososial perlu dibedakan dengan pemahaman perilaku
altruisme. Memang terkadang perilaku prososial sering disamakan dengan perilaku
altruistik (Staub dalam Widyastuti, 1990). Ada yang berpendapat (William, 1981)
perilaku altruistik pastilah perilaku prososial, tapi belum tentu sebaliknya. Perilaku
prososial belum tentu perilaku altruistik.
Berdasarkan kedua pemahaman itu dapat dilihat adanya perbedaan antar perilaku
altruistik dengan perilaku prososial. Perbedaan kedua perilaku itu ada pada motivasi
12
yang mendasari dan jenis penghargaan (reward) ataupun penguatan (reinforcement)
yang mengikuti perilaku tersebut.
Pada perilaku altruistik pengorbanan diri (self-sacrificing) tanpa memperhatikan
kepentingan diri sendiri. Perilaku altruistik juga berarti tidak mengharapkan adanya
penghargaan dalam bentuk apapun serta terkesan adanya unsur spontanitas.
Sedangkan perilaku prososial sangat berkaitan dengan adanya penghargaan internal.
Penghargaan itu berupa perasaan bangga ataupun penghargaan eksternal berupa
pujian dari individu lain.
Jadi berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diartikan bahwa perilaku prososial
adalah suatu perilaku menolong yang bersifat sukarela. Perilaku itu tanpa disertai
adanya paksaan. Perilaku prososial akan ditujukan untuk memberikan keuntungan
kepada individu lain. Berdasarkan pengertian dari beberapa tokoh juga dapat
disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah kemampuan individu untuk bertindak
menolong. Perilaku prososial sifatnya terencana dengan sukarela dengan tujuan untuk
mensejahterakan individu lain.
2. Faktor-Faktor Perilaku Prososial
Ada tiga faktor secara umum yang mempengaruhi perilaku prososial, yaitu,
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku prososial
dalam diri individu. Faktor internal itu meliputi,
1) Efek Psikologis dan Suasana Hati
Perasaan seseorang dapat mempengaruhi tindakan yang akan dilakukannya,
termasuk tindakan prososial. Ada penelitian yang (Isen dalam Baron & Byrne, 1991)
menunjukan bahwa seseorang sukses memberi bantuan lebih banyak dibandingkan
13
orang yang tidak sukses. Hal ini terjadi karena kegembiraan yang dirasakan dalam
mencapai kesuksesan menimbulkan pemikiran positif. Dan hal itu menjadi sarana
bagi munculnya perilaku prososial. Dapat diartikan juga bahwa suasana hati yang
positif dapat meningkatkan perilaku prososial.
2) Karakteristik Individual
Menurut pendapat para ahli, ada beberapa macam karakteristik individual dalam
diri seseorang. Macam-macam karakteristik itu seperti tipe kepribadian, harga diri,
dan penilaian moral, serta motif akan minat sosial yang akan mempengaruhi perilaku
prososialnya. Salah satu ciri kepribadian yang mempengaruhi perilaku prososial
adalah harga diri yang tinggi (Staub, dalam Widyastuti, 1990)
3) Pola Asuh Orang Tua
Suatu penelitian (Dayaksini, 1988) menunjukan bahwa perbedaan perilaku
prososial disebabkan adanya perbedaan pola asuh orang tua. Individu yang mendapat
pola asuh demokratis menunjukan kemampuan prososial yang lebih dibandingkan
individu yang mendapat pola asuh otoriter atau pun permisif. Keadaan ini didasarkan
pada pemahaman bahwa keluarga merupakan tempat utama bagi individu untuk
belajar ketrampilan sosial dan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
4) Usia
Ada penelitian yang mencoba mengungkapkan pengaruh usia terhadap perilaku
sosial. Pada penelitian itu menunjukan adanya korelasi positif antara usia dengan
perilaku prososial. Semakin bertambah usia akan meningkatkan pula kecenderungan
individu untuk melakukan perilaku prososial. Hal tersebut dapat terjadi karena seiring
dengan bertambahnya usia, maka individu akan dapat menerima norma-norma sosial
dan nilai-nilai tentang perilaku prososial (Peterson, 1983).
14
5) Keuntungan Pribadi (Self-Gain)
Individu akan melakukan perilaku prososial bila ada harapan untuk memperoleh
pujian atau penghargaan sosial. Selain itu individu juga, berusaha untuk menghindari
celaan atau pengucilan ataupun akibat-akibat negatif lain yang berasal dari
masyarakat.
6) Nilai-Nilai dan Norma-Norma Pribadi (Personal Values and Norms)
Nilai-nilai dan norma-norma sosial yang terinternalisasi oleh individu selama
proses sosial yang kemudian menjadi nilai dan norma personal. Saat individu
melakukan interaksi sosial (sosialisasi), individu selalu menerima nilai-nilai dan
norma-norma dari lingkungannya. Hal ini akan diinternalisasikan oleh individu
menjadi nilai-nilai dan norma-norma pribadi. Kemudian hal-hal itu akan
mempengaruhi individu untuk melakukan perilaku prososial.
7) Empati (Empathy)
Empati adalah kemampuan individu untuk ikut merasakan perasaan individu lain.
Kemampuan individu ini juga ditentukan oleh nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan
individu itu sendiri. Ada penelitian (Batson dalam Arronson, dkk, 2005) yang
membuktikan bahwa ketika individu merasakan empati terhadap individu lain yang
memerlukan bantuan, individu itu akan cenderung untuk melakukan perilaku
menolong. Perilaku menolong yang dilakukan oleh individu itu dilandasi dengan
alasan menolong, tanpa mengharapkan sesuatu, tetapi sebaliknya. Jika tanpa dilandasi
alasan menolong, maka kemungkinan tindakan menolong yang dilakukan individu itu
didasarkan oleh keuntungan pribadi (self-gain).
15
b. Faktor Situasi Sosial
Faktor ini dapat dimengerti sebagai keadaan lingkungan sosial tempat terjadinya
suatu kejadian. Faktor situasi sosial ini meliputi,
1) Pengaruh atas Kehadiran Orang Lain
Ada pendapat (Latane dan Darley dalam Baron & Byrne, 1992) perilaku individu
dalam menghadapi situasi menolong akan berbeda apabila individu tersebut hanya ada
sendiri atau ada kehadiran individu lain disekitarnya. Kemudian individu lain akan
dapat menimbulkan kekaburan tanggung jawab, karena tanggung jawab untuk
menolong itu terbagi dengan orang lain.
2) Biaya yang Harus Dikeluarkan Individu
Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh individu akan mempengaruhi
perilakunya dalam memberikan pertolongan. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan
oleh individu maka akan lebih memudahkan individu untuk melakukan perilaku
prososial. Juga sebaliknya, jika biaya dan waktu yangdibutuhkan semakin besar maka
semakin kecil kemungkinan individu untuk melukan perilaku prososial (Worchel &
Coper, 1983).
3) Derajat Kebutuhan
Tingkat kebutuhan orang yang akan ditolong juga mempunyai pengaruh terhadap
individu untuk memberikan pertolongan. Bila semakin besar derajat kebutuhan
individu yang memerlukan pertolongan, maka akan semakin mudah individu lain
untuk memberikan pertolongan. Tetapi apabila pertolongan yang diharapkan terlalu
besar maka individu akan mempertimbangkan keselamatan dirinya, usaha dan biaya
yang akan dikeluarkan (Sears, dkk, 1991).
16
c. Faktor Penerima Bantuan
Hal ini dapat dimengerti sebagai keadaan individu penerima bantuan baik secara
fisik maupun psikologis. Perilaku prososial juga dipengaruhi oleh subjek individu
yang hendak dikenai perilaku prososial. Individu–individu lain yang dikenal seperti
anggota keluarga atau teman dekat lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan
bantuan dibanding individu lain yang tidak dikenal (Wrightsman & Daux, 1981).
3. Aspek-Aspek yang Ada dalam Perilaku Prososial
Ada beberapa aspek dalam perilaku prososial (Simpson & Messer, dkk dalam
Cholidah, 1996), yaitu tindakan berbagi (sharing), bekerjasama (cooperating),
menolong (helping), jujur (honestly), menyumbang (donating), merawat (caring), dan
memberikan fasilitas bagi kesejahteraan individu lain. Simpson juga memberikan
penjelasan dari tiap aspek, yaitu
a. Berbagi (Sharing)
Berbagi mempunyai arti kemampuan individu memberikan kesempatan dan
perhatian kepada individu lain untuk mencurahkan isi hatinya.
b. Bekerjasama (Cooperating)
Kerjasama dapat diartikan sebagai kegiatan bersama individu lain termasuk di
dalamnya kegitan berdiskusi dan mempertimbangkan pendapat individu lain untuk
mencapai tujuan bersama.
c. Menolong (Helping)
Menolong dapat diartikan sebagai tindakan individu membantu atau meringankan
beban individu lain.
17
d. Jujur (Honesty)
Jujur mempunyai arti bila individu tidak berlaku curang, tulus dan iklas dalam
perkataan maupun perbuatannya.
e. Menyumbang (Donating)
Saat individu menyumbang artinya individu ikut menyokong dengan tenaga
pikiran, serta memberikan sesuatu kepada individu lain yang membutuhkan bantuan.
f. Merawat (Caring)
Merawat adalah tindakan individu untuk menampung masalah, menjaga,
memelihara atau melindungi individu lain terhadap sesuatu hal.
g. Memberikan Fasilitas bagi Kesejahteraan Individu Lain
Pemberian fasilitas ini diartikan sebagai pemberian sarana bagi individu lain untuk
mendapatkan kemudahan dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Perkembangan Perilaku Prososial
Perkembangan perilaku prososial seorang individu telah dimulai pada saat bayi
(Humprey, Arkit dan Simner dalam Peterson, 1983). Artinya bahwa perilaku prososial
akan tampak saat bayi akan menangis. Bayi akan menangis apabila mendengar suara
tangis dari bayi lain yang disebabkan adanya empati yang mulai tumbuh. Selanjutnya
pada masa kanak-kanak selanjutnya (Hoffman dalam Peterson, 1983) terlihat bahwa
seiring dengan bertambahnya usia anak maka akan berkembang pula empati anak itu.
Pola asuh ternyata juga menentukan perkembangan perilaku prososial individu.
Ada teori yang (Baron dan Byrne, 1991) menunjukan bahwa anak yang diasuh oleh
orang tua dalam suasana emosi yang hangat, penuh cinta serta tidak menggunakan
hukuman fisik dapat mengembangkan kontrol internal yang positif. Pola asuh seperti
18
itu tumbuh menjadi penguat positif bagi pengembangan perilaku prososial anak.
Kemudian anak akan cenderung akan mengulangi perilaku itu pada saat lain, juga
sebaliknya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial bersifat bawaan yang mulai
tumbuh sejak usia bayi dan dengan semakin berkembangnya usia anak, maka anak
akan semakin mengembangkan kemampuan memahami orang lain serta lebih
berorientasi kepada orang lain. Dengan kata lain perilaku prososial tumbuh sejak dini
dan akan semakin berkembang sejalan dengan bertambahnya usia.
C. Perilaku Prososial Pendonor Darah
Donor darah itu dipahami sebagai salah satu bentuk perilaku prososial (Taylor,
Peplau, Sears, 2000). Perilaku ini sangat berkaitan dengan kemampuan diri individu
sebagai pendorongnya.
Partisipasi pendonor juga terbuka tanpa memandang perbedaan. Partisipasi itu
ditunjukan dengan adanya perempuan, walau bisa dikatakan lebih rendah dibanding
laki-laki, tapi tetap saja ada yang menjadi pendonor. Dalam sebuah penelitian
(Paliavin dan Callero dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000) menunjukan bahwa
pendonor biasanya mendonorkan darah kepada teman atau keluarga. Artinya dalam
keterbatasan lingkup terkecil pun masih ada saja pendonor.
Perilaku prososial pada dasarnya adalah juga suatu perilaku. perilaku dapat
dipahami sebagai reaksi yang bersifat sederhana ataupun kompleks. Reaksi ini
muncul dalam bentuk sebuah perbuatan atau aktivitas yang dapat dilihat secara nyata
(Chaplin, 1977).
Perilaku prososial dapat diartikan sebagai tindakan menolong atau tindakan yang
terencana dari individu untuk menolong individu lain, tanpa disertai adanya harapan
19
akan suatu penghargaan (Batson dalam Taylor, Peplau, Sears, 2000). Hal serupa juga
terungkap (Staub dalam Widyastuti, 1990) bahwa perilaku prososial adalah suatu
perilaku yang dilakukan oleh individu, yang menguntungkan individu lain.
Dalam rangka melihat bagaimana perilaku prososial pendonor darah, seberapa
tinggi perilaku itu memerlukan pendeskripsian fakta berdasarkan beberapa aspek. Ada
beberapa aspek dalam perilaku prososial (Simpson & Messer, dkk dalam Cholidah,
1996), yaitu
a. Berbagi (Sharing)
Berbagi mempunyai arti kemampuan individu memberikan kesempatan dan
perhatian kepada individu lain untuk mencurahkan isi hatinya.
b. Bekerjasama (Cooperating)
Kerjasama dapat diartikan sebagai kegiatan bersama individu lain termasuk di
dalamnya kegitan berdiskusi dan mempertimbangkan pendapat individu lain untuk
mencapai tujuan bersama.
c. Menolong (Helping)
Menolong dapat diartikan sebagai tindakan individu membantu atau meringankan
beban individu lain.
d. Jujur (Honesty)
Jujur mempunyai arti bila individu tidak berlaku curang, tulus dan iklas dalam
perkataan maupun perbuatannya.
e. Menyumbang (Donating)
Saat individu menyumbang artinya individu ikut menyokong dengan tenaga
pikiran, serta memberikan sesuatu kepada individu lain yang membutuhkan bantuan.
20
f. Merawat (Caring)
Merawat adalah tindakan individu untuk menampung masalah, menjaga,
memelihara atau melindungi individu lain terhadap sesuatu hal.
g. Memberikan Fasilitas bagi Kesejahteraan Individu Lain
Pemberian fasilitas ini diartikan sebagai pemberian sarana bagi individu lain untuk
mendapatkan kemudahan dalam menjalankan pekerjaannya.
Ada beberapa faktor yang sangat tampak mempengaruhi pendonor darah untuk
melakukan perilaku prososial (Simpson & Messer, dkk dalam Cholidah, 1996). Faktor
pertama ialah faktor internal pendonor yaitu usia, semakin bertambahnya usia maka
semakin tinggi tingkat perilaku prososial yang dilakukan individu. Kemudian faktor
situasi sosial dalam bentuk jenis pekerjaan dimengerti sebagai kemampuan ekonomi
yang dimiliki pendonor. Artinya tingkat ekonomi yang tampak lewat jenis pekerjaan
akan membuat pendonor lebih mudah untuk melakukan perilaku prososial.
Berdasarkan jenis pendonor maka dapat dilihat juga variasi tingkat perilaku
prososial (Pedoman Pelayanan Tranfusi Darah, 2001). Pendonor sukarela akan
melakukan perilaku prososial sungguh tanpa mengharapkan adanya balas jasa.
Sementara pendonor pengganti hanya akan melakukan perilaku prososial pada
keluarga, sahabat, teman, artinya dalam batas ruang lingkup tertentu yang lebih kecil.
Lalu pendonor komersial akan melakukan perilaku prososial bila ada imbalan jasa.
D. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana tingkat perilaku prososial pendonor darah, apakah termasuk kategori
tinggi, sedang atau rendah?
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah
penelitian yang mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang suatu keadaan
atau peristiwa. Subjek yang akan diteliti berdasarkan pada fakta di lapangan / fact
finding (Furchan, 1982).
Berdasarkan teori itu penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Artinya data
yang diperoleh melalui proses analisis skor jawaban subjek pada skala. Hal itu
digunakan untuk menggambarkan perilaku prososial pendonor darah dan membuat
kesimpulan secara umum berdasarkan setiap item pada skala perilaku prososial.
Jenis penelitian ini adalah desakriptif kuantitatif dengan tujuan memberikan
gambaran tentang perilaku prososial pendonor darah.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek yang digunakan dalam suatu penelitian
(Arikunto, 1998) atau objek yang akan menjadi perhatian dalam suatu penelitian.
Penelitian ini bersifat deskriptif, oleh karena itu tidak ada kontrol variabel, sehingga
dilihat berdasarkan data yang diperoleh. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
ialah perilaku prososial.
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional suatu penelitian dapat diartikan sebagai suatu penjelasan
terhadap suatu konstruk dengan menspesifikasikan dalam bentuk kegiatan yang dapat
diukur. Variabel atau konstruk ini memiliki arti yang dapat diukur (Nasir, 1988).
22
Selanjutnya ada penjelaskan (Kerlinger, 1985) bahwa definisi operasional lebih
kepada penetapan kegiatan-kegiatan nyata atau tindakan-tindakan yang dijabarkan
dari variabel konstruk yang diukur.
1. Perilaku Prososial
Perilaku prososial donor darah adalah kemampuan individu untuk bertindak
menolong yang terencana terhadap individu lain secara sukarela dengan tujuan untuk
mensejahterakan masyarakat. Perilaku prososial donor darah dapat diungkap dengan
skala prososial donor darah berdasarkan aspek-aspek tersebut (Simpson & Messer,
dkk dalam Cholidah, 1996).
Aspek-aspek prososial yang mau diukur dari perilaku donor darah adalah : berbagi
(sharing), berarti kemampuan memberikan kesempatan dan perhatian kepada orang
lain; bekerjasama (cooperating), dapat diartikan sebagai kemampuan melakukan
kegiatan bersama individu lain; menolong (helping) diartikan sebagai tindakan
individu membantu atau meringankan beban individu lain. jujur (honesty), berarti
kemampuan tidak berlaku curang, tulus dan iklas; menyumbang (donating), artinya
kemampuan individu untuk ikut menyokong, serta memberikan sesuatu kepada orang
lain; merawat (caring), adalah kemampuan untuk menampung masalah, menjaga,
memelihara atau melindungi individu lain; serta memberikan fasilitas bagi
kesejahteraan individu lain, adalah kemampuan memberikan sarana bagi orang lain
individu lain.
Tingkat perilaku prososial akan ditentukan dari jumlah skor total subjek dari skala
perilaku prososial donor darah. Lalu tinggi rendahnya perilaku prososial donor darah
akan dapat terlihat dari skala perilaku prososial donor darah. Semakin tinggi skor
maka semakin tinggi pula perilaku prososial donor darah pada individu. Demikian
23
juga sebaliknya semakin rendah skor perilaku prososial donor darah maka semakin
rendah pula perilaku prososial donor darah yang dimiliki individu
D. Subjek Penelitian
Subjek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah para pendonor sukarela,
pengganti yang mendonorkan darah lewat PMI cabang Yogyakarta. Pendonor
sukarela mempunyai ciri, akan mendonorkan darah, plasma atau komponen darah
lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk
pembayaran lainnya. Donor keluarga atau pengganti yang mempunyai ciri, individu
akan mendonorkan darah atas adanya kebutuhan akan darah dari pasien tertentu.
Pasien itu bisa keluarga, kerabat atau seseorang yang kenal dengan individu
pendonor. Sedangkan donor komersial mempunyai ciri, individu akan mendonorkan
darah bila nantinya ditukarkan dengan uang atau hadiah. Mereka menjualkan darah
mereka sebagai donor pengganti.
Subjek penelitian dipilih melalui purposive sample atau sample bertujuan yaitu
pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu dan dalam hal ini
berupa keterbatasan waktu dan tenaga untuk penelitian sehingga tidak dapat
mengambil sample yang jauh dan besar, sehingga pengambilan sample didasarkan
atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang telah diketahui sebelumnya
(Arikunto, 1996 ; Hadi, 1996).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa skala. Skala yang
dipergunakan, yaitu skala perilaku sosial (donor darah) dengan menggunakan metode
Likert. Metode ini menggunakan metode urutan yang dijumlahkan (summated
24
ratings) yang disusun oleh penulis. Dalam metode ini setiap item terdapat beberapa
pilihan jawaban yang memiliki nilai interval.
Isian tentang data individu disertakan untuk mengetahui data tentang
responden, terdiri dari : nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, status pendonor serta
lama donor darah. Isian data tersebut disusun di halaman awal sebelum responden
menjawab skala. Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya, skala
diujicobakan terlebih dahulu pada sekelompok responden untuk mengetahui validitas
isi dan reliabilitas alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi kualifikasi validitas
isi dan reliabilitas inilah yang akan digunakan dalam penelitian dengan asumsi bahwa
alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa yang ingin diukur serta
konsisten dalam pengukuran (Azwar, 1999). Sesuai dengan data yang akan diambil
dalam penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang dipakai lebih dari satu.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2
macam yaitu :
1. Skala Perilaku Prososial
Skala ini disusun berdasarkan dari definisi operasional yang meliputi beberapa
menyumbang (donation), merawat (caring) dan memberikan fasilitas.
Dalam penelitian ini, subyek juga digolongkan dalam beberapa kelompok
berdasarkan skor perilaku prososial yaitu dengan menetapkan kriteria kategorisasi.
Subyek dikelompokkan kedalam lima (5) kategori, yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, sangat tinggi. Lewat kategori itu akan tampak pengukuran seberapa
tinggi pendonor dikatakan memiliki perilaku prososial. subyek penelitian terbagi
dalam 2 kategori skor yaitu kategori tinggi dan kategori sangat tinggi. Jumlah
pendonor dengan kategori tinggi 30 pendonor (21,73 %), dan kategori sangat tinggi
108 pendonor (78,26%). Tingginya kemampuan perilaku prososial pendonor sesuai
45
dengan pemahaman perilaku prososial dapat diartikan sebagai tindakan menolong
atau tindakan yang terencana dari individu untuk menolong individu lain, tanpa
disertai adanya harapan akan suatu penghargaan (Batson dalam Taylor, Peplau, Sears,
2000)
Hasil pengujian juga dilakukan berdasarkan aspek-aspek dari perilaku prososial
seperti berbagi (sharing), bekerjasama (cooperating), menolong (helping), jujur
(honesty), menyumbang (donation), merawat (caring) dan memberikan fasilitas.
Berdasarkan perbandingan ketujuh aspek terlihat bahwa ada tiga aspek yang
mempunyai rerata nilai yang tipis perbedaannya, yaitu aspek berbagi (28,46), aspek
menolong (28,78), dan aspek kejujuran (28,77)
Tampak dari ketiga aspek itu, aspek menolong (28,78) mempunyai rerata nilai
empirik tertinggi. Hal ini mau menunjukan bahwa aspek menolong adalah komponen
utama pembentuk perilaku prososial. Pendonor akan mampu melakukan perilaku
prosoial apabila indovidu itu mempuytai kemampuan untuk menolong individu lain.
Hal itu juga sesuai dengan pemahaman aspek menolong (Simpson & Messer, dkk
dalam Cholidah, 1996) bahwa aspek itu sebagai tindakan individu membantu atau
meringankan beban individu lain.
Pada aspek berbagi (28,46) aspek ini adalah suatu yang perlu bagi pendonor untuk
melakukan perilaku prososial. Dengan aspek ini seorang pendonor akan memberikan
kesempatan dan perhatian kepada individu lain untuk mencurahkan isi hatinya. Dalam
kaitan dengan perilaku prosoial aspek ini akan menjadi pintu masuk bagi pendonor
untuk mengetahui sebarapa jauh kebutuhan atau tingkat kesulitan individu lain yang
memerlukan bantuan. Selanjutnya aspek kejujuran (28,77) dipahami sebagai
46
kemampuan tidak berlaku curang, tulus dan iklas dalam perkataan maupun
perbuatannya.
Selain itu tampak aspek terendah adalah aspek bekerjasama (14,00) walau
memiliki nilai empirik terendah setiap aspek pembentuk perilaku prososial adalah
penting. Setiap aspek akan membentuk suatu kemampuan individu dalam melakukan
perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari.
Variabel lain yang juga dianalisa yaitu variabel jenis kelamin, usia dan jenis
pekerjaan. Pada hasil pengujian jenis kelamin pria tercatat 115 orang atau 83,3%
sedangkan wanita tercatat 23 orang atau 16,7% dari total responden. Persentase itu
menunjukan lebih banyak pendonor yang berjenis kelamin pria dibanding wanita.
Pada variable usia menunjukan usia pendonor antara 18 sampai dengan 61 tahun.
Persentase paling banyak terdapat pada usia 20-30 tahun. Variabel ini menjadi penting
untuk dicantumkan karena ada pemahaman bahwa seiring bertambahnya usia, maka
individu akan menerima norma-norma sosial dan nilai tentang perilaku prososial.
Harapannya bahwa akan lebih memiliki kepekaan terhadap perilaku prososial
(Worchel & Coper, 1983).
Pengujian variabel jenis pekerjaan, digolongkan ke dalam beberapa jenis
pekerjaan yaitu pegawai swasta tercatat 54 orang atau 39% dari total responden
sedangkan pegawai negeri tercatat 5 orang atau 5,6% dari total responden. Pada
pendonor yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebasar 7 orang atau 5,1% dari
total responden. Tercatat juga pendonor yang berstatus sebagai pelajar atau
mahasiswa sebesar 59 orang atau 42,8% dari total responden.sedangkan tercatat 13
orang atau 9,4% yang termasuk dalam kategori lain-lain. Pengujian itu menunjukan
47
bahwa pendonor paling banyak dari masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai
pelajar atau mahasiswa.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ada beberapa hal berdasarkan hasil penelitian yang penting untuk dijadikan
gambaran mengenai perilaku prososial pendonor yaitu
1. Tampak skor mean empiris skala perilaku prososial sebesar 170,92. artinya subjek
penelitian sebanyak 138 orang mempunyai kemampuan perilaku prososial yang
tinggi, karena mean empiris lebih tinggi dari mean teoritis sebesar 120.
2. Subyek dikelompokkan kedalam lima (5) kategori, yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, sangat tinggi. Lewat kategori itu akan tampak pengukuran
seberapa tinggi pendonor dikatakan memiliki perilaku prososial. subyek penelitian
terbagi dalam 2 kategori skor yaitu kategori tinggi dan kategori sangat tinggi.
Jumlah pendonor dengan kategori tinggi 30 pendonor (21,73 %), dan kategori
sangat tinggi 108 pendonor (78,26%).
3. Aspek menolong (28,78) mempunyai rerata nilai empirik tertinggi. Hal ini mau
menunjukan bahwa aspek menolong adalah komponen utama pembentuk perilaku
prososial. Pendonor akan mampu melakukan perilaku prosoial apabila individu itu
mempuytai kemampuan untuk menolong individu lain.
4. Variabel usia menunjukan usia pendonor antara 18 sampai dengan 61 tahun.
Persentase paling banyak terdapat pada usia 20-30 tahun.
49
5. Pada hasil pengujian jenis kelamin pria tercatat 115 orang atau 83,3% sedangkan
wanita tercatat 23 orang atau 16,7% dari total responden. Persentase itu
menunjukan lebih banyak pendonor yang berjenis kelamin pria dibanding wanita.
6. Beberapa jenis pekerjaan yaitu pegawai swasta tercatat 54 orang atau 39% dari
total responden. Pada pendonor yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebasar 7
orang atau 5,1% dari total responden. Tercatat juga pendonor yang berstatus
sebagai pelajar atau mahasiswa sebesar 59 orang atau 42,8% dari total
responden.sedangkan tercatat 13 orang atau 9,4% yang termasuk dalam kategori
lain-lain.
B. Saran
1. Bagi Unit Transfusi Darah PMI Cabang Yogyakarta
Palang Merah sebagai organisasi yang mengayomi para pendonor darah
hendaknya dapat lebih memberikan stimulus lagi akan tumbuhnya pendonor dalam
masyarakat, khususnya pemenuhan kebutuhan akan darah.
2. Bagi ilmu psikologi
Temuan dari penelitian ini hendaknya dapat dijadikan bahan untuk memperkaya
kajian dalam bidang psikologi, terutama kajian dalam bidang psikologi sosial.
khususnya penelitian tentang perilaku prososial pendonor dalam masyarakat.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Terus memperbaharui data (up to date) agar penelitian selanjutnya mampu
memberikan gambaran lebih akurat tentang perilaku prososial pendonor darah.
50
DAFTAR PUSTAKA
Androulaki, Z., Merkouris, A., Touras C., Androulakis M. (2005). Knowledge and
Attitude Towards Voluntary Blood Donation Among Sample of Student in Tei of Crete, Greece. Icus Nurs Web J
Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ahmadi, Abu (1990), Psikologi Sosial. Semarang, Rineka Cipta. Berkowitz, L. (1980). A Survey Of Social Psychology, 2nd edition. By Holt, Reinchart
& Winston, USA. Chaplin, J. P. (1967). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta. PT : Raja Grafindo Persada. Dayaksini, T. (1988). Perbedaan Intensi Prososial Siswa Ditinjau dari Polaasuh
Orangtua. Jurnal Psikologi Vol. 1. Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada.
Hadi, S. (1996). Statistik 1, Yogyakarta : Andi Offset. _____ . (1996). Statistik 2, Yogyakarta : Andi Offset. Harian Kompas, (2007). Demam Berdarah, Antisipasi Kebutuhan, Masyarakat
Universitas Gajah Mada Nasir, N. (1979). Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Pedoman Penulisan Skripsi (1998). Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Pedoman Pelayanan Transfusi Darah (2001). Sumbangan Darah Secara Aman.
Yogyakarta : Palang Merah Indonesia cabang Yogyakarta. Peterson, L (1983) Influence on Age, Task Competence and Responsibility Focus on
Children Altruism. Journal of Developmental Psychology. Vol 19. p 141-148.
Sears, D. O., Freedman, J. L., Peplau, L. A. (1991) Psikologi Sosial, Jilid II,
Terjemahan. Jakarta : Erlangga.
51
Sjafrudin, D.N. (1995) Hubungan Antara Intensi Prososial dengan Penalaran Moral. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada.
Supratiknya, A. (1998). Psikometri. Yogyakarta: Pusat Penerbitan dan Pengembangan
Sumber Belajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Suryabrata, S. (1982). Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV
Rajawali. Suryabrata, S. (1983). Metodologi Penelitian. Jakarta : Erlangga. Widyastuti, M. T. W. (1990) Intensi Prososial pada Remaja Awal Ditinjau dari
Persepsi Remaja tentang Hubungan dengan Orang Lain. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada.
William, S. (1981) Searching for the Source of Human Behaviour. New York :
McGraw-Hill Book Inc. Worchel, S.and Cooper, J. (1983) Understanding Social Psychology. Illinois : The
Dorsey Press. Wrightsman, L. S. & Deaux, K. (1981) Social Psychology in the 80’s. Monterey Book
/ Cole Publication Company. Zanden, V., James, W. (1984) Social Psychology 3rd edition. By Random House, Inc.
The covariance matrix is calculated and used in the analysis.The determinant of the covariance matrix is zero or approximately zero. Statisticsbased on its inverse matrix cannot be computed and they are displayed as systemmissing values.
Case Processing Summary
30 100,00 ,0
30 100,0
ValidExcludeda
Total
CasesN %
Listwise deletion based on allvariables in the procedure.