ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA MEULABOH S K R I P S I OLEH TARMIZI NIM :09C10104124 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT 2013
70
Embed
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT ...repository.utu.ac.id/667/1/BAB I_V.pdfSaus tomat dan cabe merupakan salah satu bentuk olahan yang dipergunakan sebagai bahan penyedap makanan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT
DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA
MEULABOH
S K R I P S I
OLEH
TARMIZINIM : 09C10104124
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2013
i
ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT
DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA
MEULABOH
S K R I P S I
OLEH
TARMIZINIM : 09C10104124
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2013
i
iv
ABSTRAK
TARMIZI : Analisis Zat warna Rhodamin-b dalam Saus Tomat Dan CabeKemasan Plastik Yang Beredar Di kota Meulaboh, di bawah bimbingan BapakKiswanto, S. Pd, M. S i dan Bapak Jun Musnadi Is, SKM.
Saus tomat dan cabe merupakan salah satu bentuk olahan yang dipergunakansebagai bahan penyedap makanan, saus tomat adalah bubur kental yang diperolehdari pengolahan daging buah tomat yang masak dan segar dengan penambahanbumbu-bumbu dan dugunakan sebagai penyedap makanan. Dari pengujian yangdilakukan YLKI pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesiaternyata masih banyak saus tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat aslimelainkan ubi jalar dan pepaya selain itu menggunakan bahan pewarna tidaksesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Rhodamin Bmerupakan zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungukemerahan, tidak berbau serta mudah larut dalam larutan warna merah terangberflouresan sebagai bahan pewarna textil, saat ini masih ada produk makananyang di temukan mengandung rhodamin B salah satu nya adalah saus tomat dancabe.Tujuan Penelitian untuk mengetahiu apakah produk saus tomat dan cabe kemasanplastik yang beredar di Kota Meulaboh mengandung zat warna sintetis yaiturhodamin-b yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan cara melakukan pengujianlabolatorium, populasi penelitian adalah seluruh merek saus tomat dan cabekemasan plastik dan satu saus tidak bermerek yang beredar di Kota Meulaboh.Sampel dalam penelitian ini adalah saus tomat dan cabe kemasan plastik yangberedar di kota Meulaboh, dengan merek Dena, Dua ikan tradisional, Captain,ABC, dan saus tidak bermerek yang di ambil secara acak di pasar Kota Meulaboh.uji zat warna Rhodamin-b menggunakan metode kromatografi kertas di lakukan diAkademik Analis Kesehatan Banda Aceh.Kesimpulan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan sampel pada saus tersebut dilabolatorium akademik analis kesehatan Banda Aceh bahwa ke 5 saus tomat dancabe kemasan plastik dengan merek, Dena, Captain, Dua ikan tradisional, ABC,dan saus tidak Bermerek hasilnya Negatif yaitu bebas dari zat perwarnaRhodamin-b, Di sini penulis hanya meneliti satu zat warna saja yaitu Rhodamin-b.dari hasil penelitian maka kelima saus tersebut bebas dari zat pewarna rhodamin-b. Tetapi belum tentu bebas dari zat warna aditif lainnya karna benang wol yangdi panaskan tidak menunjukan warna hijau kotor, Untuk melindungi konsumendari bahaya produk makanan tersebut sebaiknya pemerintah melalui instansiterkait meningkatkan pengawasan terhadap produk makanan, pembinaan danpenyuluhan kepada produsen makanan tersebut, penyuluhan kepada masyarakatsebagai konsumen produk makanan tersebut dan sebagai pedagang makanan(bakso/mie).
Kata Kunci : Saus tomat, saus cabe, rhodhamin-b
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini Peran bahan tambahan pangan (BTP) khusus nya zat pewarna
makanan menjadi semakin meningkat sejalan dengan kemajuan teknologi produk
bahan tambahan pangan sintesis, banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk
lebih murni dan tersedia secara komersial dengan harga yang relatif murah, akan
mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan ( BTP ) yang berarti
meningkatnya komsumsi bahan tersebut bagi setiap individu ( Cahyadi ,2008). salah
satunya produk pangan olahan yang sering menggunkan bahan tambahan pangan
( BTP ) zat pewarna merupakan saus tomat dan cabe kemasan plastik yang diproduksi
oleh industri besar ataupun industri rumah tangga yang sering diberitakan di media
masa ataupun media cetak mengandung bahan pewarna sintetis yang membahayakan
kesehatan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa zat
pewarna telah mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa
teknologi yang ikut berkembang. Warna merupakan salah satu faktor penentu yang
dilihat oleh seseorang sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang
termasuk di dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna
cenderung lebih menarik untuk dipilih konsumen daripada makanan yang tidak
berwarna. Pemakaian zat pengawet, pemanis dan pewarna sintetik pada makanan dan
minuman telah banyak digunakan. Khususnya zat pewarna, masih banyak ditemukan
pemakaian zat pewarna sintetik yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,
1
2
contohnya: Rhodamin B, Sudan I, Metanil Yellow, Citrus Red, Violet dan lain-lain.
Pewarna tersebut dinyatakan berbahaya oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 239 / Men.Kes / Per / V / 85
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, Rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk
pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi
pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati, akan tetapi
sampai sekarang masih banyak produsen yang menggunakan Rhodamin B dalam
produk makanan dan minuman yang dihasilkannya. Rhodamin B banyak ditemukan
dalam produk kerupuk, jelli/agar-agar, aromanis, saus dan minuman serta dalam
terasi. Rhodamin B dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik
yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan
tumor pada organ tubuh manusia. (Trestiati, 2003),
Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan
rasa pedas atau tanpa rasa pedas). Saus mempunyai daya simpan panjang karena
mengandung asam, gula, garam, dan sering kali pengawet. Saus dibuat dari
campuran bubur buah tomat, cabe dan bumbu-bumbu lainnya, berwarna merah
muda dan agak orange sesuai dengan warna tomat dan cabe yang digunakan. Saus
yang baik berwarna merah tidak pucat, atau bahkan cenderung berwarna orange, bila
pucat dan berwarna merah kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli
melainkan sudah ditambah dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna.
3
Saus yang terbuat dari buah asli sebenarnya sama sekali tidak memerlukan zat
pewarna (Anonime, 2007).
Berita media masa sering kali memuat kasus keracunan pangan serta
penggunaan bahan kimia berbahaya yang membahayakan kesehatan. Kasus
keracunan pangan yang paling sering di laporkan di indonesia tahun 2004-2006
adalah keracunan akibat pangan rumah tangga, pangan jajanan, dan pangan olahan.
(Rahayu,2006)
Dari pengujian yang dilakukan yayasan lembaga konsumen indonesia (YLKI)
pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesia ternyata masih banyak saus
tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat asli melainkan ubi jalar dan pepaya
selain itu menggunakan bahan pewarna tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah produk
saus tomat yang beredar di Pasar Johar Kota Semarang mengandung zat warna
sintetis yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.
Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang
pada Januari 2010, menemukan beberapa jajanan sekolah yang mengandung zat-zat
berbahaya bagi manusia saat melakukan pemeriksaan rutin makanan di SD Negeri
Pendrikan Tengah 01-02 di Jalan Sadewa Semarang dan SD Masehi di Jalan Imam
Bonjol. Dari beberapa jajanan sekolah yang diperiksa ternyata ditemukan dua produk
jajanan yang mengandung zat berbahaya, yaitu formalin yang ditemukan pada mie
goreng dan Rhodamin B (pewarna tekstil) ditemukan pada kerupuk dan saus isi ulang
kemasan plastik. BPOM Makasar pada tahun 2009 sampai 2010 juga menemukan 72
sampel makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah
4
Rhodamin B.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk saus
yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel saus yang
diperiksa, (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5 (lima) sampel saus
yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang, Menurut
lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K), zat pewarna yang
ditambahkan secara tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan kemunduran kerja
otak, sehingga anak menjadi malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi
belajar.
Survei awal penulis mengamati saus tomat dan cabe kemasan plastik yang
beredar di Kota Meulaboh dari beberapa pedagang saus tomat dan cabe di pasar Kota
Meulaboh semuanya berwarna merah dan ada beberapa saus tomat dan cabe yang
berwarna agak merah menyala dari warna tersebut penulis meragukan apakah saus
tersebut yang dijual oleh pedagang di Kota Meulaboh memenuhi syarat dalam
penggunaan zat pewrna sesuai dengan Standar Menkes RI, maka dari hal tersbut
penulis ingin meneliti lebih lanjut apakah saus tomat dan cabe kemasan plastik yang
dijual di Pasar-Pasar Kota Meulaboh layak untuk di komsumsi atau tidak dan zat
pewarna apa yang digunakan dalam saus kemasan plastik tersebut. Jika saus tersebut
menggunakan zat pewarna yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah salah
satunya adalah rhodamin b maka sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat
menimbulkan penyakit degeneratif contoh kanker, tumor, dan lain-lainnya.
5
Di Kabupaten Aceh Barat sendiri khususnya Kota Meulaboh saus tomat dan
cabe kemasan plastik isi ulang produk jadi ini didatangkan langsung dari Kota Medan
untuk di pasarkan di Kota Meulaboh, penjualan saus tomat dan cabe kemasan plastik
sangat mudah kita dapatkan di Pasar-Pasar Kota Meulaboh ataupun Diruko tempat
penjualan sembakau, Karena banyaknya konsumen yang menggunakan saus tomat
dan cabe kemasan plastik yang dijual di pasar-pasar Kota Meulaboh Maka tidak
heran saus tersebut sangat maudah kita dapatkan, konsumen utama yang
menggunakan saus kemasan plastik rata-rata mereka merupakan pedagang makanan
seperti pedagang bakso, somay, mie aceh, penjual jajanan anak dan lain-lainnya yang
mengguankan saus sebagai bahan tambahan pelengkap atau penyedap makanan.
banyaknya pemakaian saus tomat dan cabe kemasan plastik yang di gunakan oleh
penjual makanan lain karena mudah di dapatkan dan harga yang relatif lebih murah,
bila di banding kan dengan saus-saus yang sudah dipatenkan, selama penulis
melakukan survei di beberapa pasar atau tempat penjualan saus di Kota Meulaboh,
harga saus kemasan plastik yang di jual per kemasan plastik dengan berat 500-650 gr
berkisar Rp 3000 s/d Rp 3500/kemasan. banyaknya penjual saus kemasan plastik di
pasar Kota Meulaboh dikarenakan tingginya minat beli konsumen yang
menggunakan saus tersebut.
Karena harga yang di jual terlalu murah, maka dari hal itu penulis
meragukan ada penggunaan zat pewarna yang dilarang oleh pemerintah yang
digunakan secara sangaja oleh produsen untuk mencerahkan warna produk saus
tersebut sehingga lebih tampil dengan warna yang cerah dan sangat menarik.
Servei penulis selanjutnya dan wawancara dengan pedagang saus tomat dan
6
cabe kemasan plastik yang dijual di pasar Kota Meulaboh warnanya merah mencolok
dan ada dari beberapa saus yang dijual tidak mencantumkan label zat warna yang di
gunakan, sehingga diragukan ada penambahan zat warna yang dilarang oleh
pemerintah.
Semua pedagang yang menjual rempah-rempah di pasar-pasar kota
Meulaboh mereka rata-rata menjual saus kemasan plastik Semenjak tahun 2006
sampai dengan sekarang.
Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, mulai dari
pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna. Pewarna makanan banyak
digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan
pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun
industri besar. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna
untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai
untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan
disamping itu juga harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007).
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada
beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis.
Tetapi sebelum faktor-faktor lain di pertimbangkan, secara visual faktor warna tampil
lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya cara
7
campuran ataupun pengolahannya dapat di tandai dengan adanya warna yang
seragam dan merata.
Masalah warna dari suatu produk makanan atau minuman merupakan salah
satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan
kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan, 1997).
Zat warna alami mengandung pigmen yang secara umum berasal dari
tumbuh-tumbuhan, tetapi beberapa zat warna alami tidak menguntungkan, tidak stabil
selama proses dan penyimpanan. Kestabilan zat warna alami tergantung pada
beberapa faktor antara lain cahaya, oksigen, logam berat, oksidasi, temperatur,
keadaan air, dan pH, sehingga penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas.
Keunggulan zat warna sintetik antara lain lebih murah, lebih mudah untuk digunakan,
lebih stabil, lebih tahan terhadap berbagai kondis lingkungan, daya mewarnainya
lebih kuat, dan memiliki rentang warna yang lebih luas (Nollet, 2004).
Beberapa zat warna sintetis ada yang membahayakan kesehatan sehingga
tidak diizinkan penggunaannya. Beberapa produsen makanan dan minuman masih
menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk produknya dengan
alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya
relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan
masyarakat tingkat bawah untuk membelinya (Djalil, Et All, 2005)
Di indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat warna yang di izinkan dan
dilrang untuk pangan di atur melaliu SK menteri kesehatan RI nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
8
Penambahan zat warna dalam makanan, minuman, bumbu masak seperti
cabe giling, serta rangkaian pelengkap kelezatan makanan salah satunya saus tomat,
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen
(Djarismawati; Et All, 2007).
Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri
makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga
konsumen tergugah untuk membelinya. Warna seperti halnya cita rasa, juga
merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan dan minuman penambahan zat warna
dalam makanan dan minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
selera dan daya tarik konsumen (Syaifuddin, 2009).
Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan,
yaitu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi
perubahan warna selama penyimpanan (BPOM, 2003).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28, Tahun 2004, rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk
pangan (Djalil, 2005). Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa
digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang
dilarang penggunaannya pada makanan dinyatakan dalam peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85.
Namun penggunaan Rhodamin-B dalam makanan masih terdapat di
lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B
pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel
9
makanan dan minuman. Rhodamin-B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan
sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas.
Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang
berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat
berfluorensi dalam sinar matahari. Dalam analisis dengan metode destruksi dan
metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam
Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga
oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika
Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti arsen (Subandi
,1999).
Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata
masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk produk
cabe giling dan saos tomat sebagai pewarna merah dengan alasan warnanya sangat
bagus, mudah didapat, dan murah harganya. Sebagian besar produk tersebut tidak
mencantumkan kode, label, merek, jenis atau data lainnya yang berhubungan dengan
zat warna tersebut. Para pedagang cabe merah giling menggunakan pewarna untuk
memperbaiki warna merah cabe giling yang berkurang (menjadi pudar) akibat
penambahan bahan campuran seperti wortel dan kulit bawang putih (Djarismawati ,
2007).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti saus tomat
dan cabe kemasan plastik yang di jual di pasar Kota Meulaboh apakah zat pewarna
yang di gunakan dalam saus tersebut sesuai dengan standar kesehatan atau
mengandungan zat pewarna yang dilarang yaitu rhodamin B.
10
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan utama yang akan di kaji
dalam penelitian ini adalah apakah ada zat pewarna Rhodamin b yang terkandung
dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredar di Pasar Kota Meulaboh?
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini hanya menganalisis satu zat pewarna Rhodamin-b pada
saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredar di Pasar Kota Meulaboh.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum
Tujuan utama dalam penelitin ini untuk membuktikan apakah bahan pewarna
yang di gunakan dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredardi Pasar di
Pasar Kota Meulaboh mengandung bahan pewarna rhodamin b atau tidak.
1.4.2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
Untuk mengetahui apakah bahan pewarna yang di gunakan dalam saus tomat
dan cabe kemasan plastik yang beredar di pasar Kota Meulaboh sesuai dengan
standar zat pewarna menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, maka di harapkan akan bermanfaat bagi semua pihak
1. Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan penulis tentang zat warna yang di guanakan
dalam saus serta faktor-faktor pengaruh penggunaan saus kemasan plastik
di masyarakat.
11
2. Bagi kepustakaan
untuk menambah referensi kepustakaan di Universitas Teuku Umar
Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Bagi masyarakat dan pedagang makanan
a. untuk dapat mengetahui produk saus yang aman untuk di komsumsi dan
tidak membahayakan kesehatan.
b. sebagai bahan masukan bagi pedagang saus sehingga lebih mengerti
mengenai produk saus mana yang aman untuk di jual kepada konsumen
sehingga membahayakan kesehatan konsumen.
4 Untuk dinas kesehatan
sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan kab/kota agar lebih mengawasi
penjualan produk pangan, makanan dan jajanan sehat terhindar dari zat warna
yang membahayakan kesehatan masyarakat.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pangan
2.1.1 Pengertian Pangan
Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
komsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan
makanan atau minuman.
Pangan juga dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang dimakan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian
jaringan tubuh yang rusak (Harper, 1986). Pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia yang pemenuhannya harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman,
bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya
beli masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan dan keamanan makanan harus
diperhatikan.
2.1.2 Keamanan Pangan
Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang
disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau
senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk
dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan
12
13
merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,
toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak
aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirny menimbulkan
masalah terhadap status gizi (Seto, 2001).
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari pencemaran yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi
tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan
derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto, 2006).
Keamanan makanan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan
tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh
digunakan dalam makanan (Syah, 2005).
Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan pengaturan, pembinaan, atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses
produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Salah satu
aspek yang harus dipehatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan
terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan bahan tambahan makanan
(Syah, 2005).
14
2.1.3 Sifat, Kegunaan dan Keamanan bahan tambahan panagan ( BTP )
Dari beragam jenis BTP seperti yang telah diketahui, sebenarnya hanya
beberapa yang penggunaanya pada pangan lebih sering dibandingkan dengan BTP
lainnya, salah satunya pewarna. Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan
untuk beberapa tujuan yaitu :
a) Memberi kesan menarik bagi konsumen
b) Menyeragamkan warna makanan
c) Menstabilkan warna
d) Menutupi perubahan warna selama proses penyimpanan
e) Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan
Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai pewarna
yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas
penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami (BPOM, 2003).
2.2 Saus
Berbicara tentang saus, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa kerap
menggunakannya sebagai bahan pelengkap makanan. Rasanya yang pedas
menjadikan saus akrab dengan semua kalangan. Mulai dari makan bakso, mie ayam,
sampai makan seafood rasanya kurang lengkap tanpa saus. Saus yang beredar di
pasaran saat ini beragam jenisnya. Berbagai perusahaan industri makanan biasanya
mengeluarkan produk saus tomat dan cabe buatan mereka masing-masing.
15
Banyaknya merek yang ada di pasaran kadang membuat orang bingung
untuk memilih mana yang terbaik. Meski secara umum saus yang ada sudah
didaftarkan di Departemen Kesehatan tetapi diperkirakan ada beberapa jenis saus
yang patut diwaspadai komposisi bahan pembuatannya. Seperti saus yang biasa
digunakan oleh para pedagang makanan kaki lima. Biasanya, saus yang mereka
gunakan adalah saus yang merupakan hasil olahan industri rumah tangga yang tidak
terdaftar di Depkes. Harganya memang murah karena bahan pembuatannya bukan
dari buah cabe asli melainkan sudah dicampur dengan bahan-bahan lain seperti ubi.
Penambahan berbagai bahan sebagai campuran dalam membuat saus sendiri
sebenarnya sudah mengurangi mutu saus tersebut. Apalagi bila salah satu bahannya
mengandung zat berbahaya.
Sesuatu yang paling harus diwaspadai adalah penambahan zat aditif seperti
pewarna. Penambahan zat pewarna dikarenakan ada tambahan bahan lain seperti ubi,
sehingga tidak mudah untuk mendapat warna merah alami. Untuk itu, dibutuhkan zat
pewarna merah. Kalau tidak, warnanya akan berubah menjadi lebih pucat bahkan
hampir tidak bisa di sebut ‘berwarna’ lagi. Selama ini, ada kecurigaan saus awetan
tidak menggunakan zat pewarna semestinya. Sebab, warna merah untuk pewarna
makanan sangat jarang ditemukan di pasaran. Kalaupun ada, harganya cukup mahal,
tidak sebanding dengan sebungkus saus yang dihargai paling mahal Rp3.000,00
(untuk produk ‘pasaran’).
Jika pewarna yang digunakan adalah pewarna kain maka hanya
membutuhkan sedikit warna saja. Bila yang digunakan adalah pewarna kain biasanya
hanya dicampurkan sedikit karena warna untuk pewarna kain lebih cerah dari
16
pewarna makanan. Hal ini berbahaya untuk kesehatan karena sifat racunnya akan
mengendap di dalam tubuh.
Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari
bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Saus dalam istilah masak-memasak
berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau dihidangkan bersama-
sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan kelihatan bagus (Musaddad,
2003).
Saus juga dapat diartikan sebagai produk berbentuk pasta yang dibuat dari
bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma serta rasa yang merangsang. Saus
yang umum diperjualbelikan di Indonesia adalah saus tomat dan saus cabai. Ada pula
yang memproduksi saus papaya, tetapi biasanya pepaya hanya digunakan sebagai
bahan campuran (Hambali, 2006).
Saus merupakan salah satu produk olahan yang sangat popular. Umumnya
saus berwarna orange hingga merah, dalam pembuatan saus dapat pula ditambahkan
zat pewarna makanan alami maupun buatan (zat pewarna untuk makanan), bahan
baku saus dapat berasal dari pasta atau tomat, cabai dan pepaya segar, untuk lebih
jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini:
2.2.1 Macam-macam Saus
1) Saus Cabe
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2976-1992) saus cabai
didefinisikan sebagai saus yang diperoleh dari pengolahan cabe (Capsicum annum)
17
yang matang dan baik dengan tambahan lain dan digunakan sebagai penyedap
makanan.
Syarat mutu dari saus cabai dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Syarat Mutu saus cabe
No Kriteria Uji Persyaratan1.
2.3.4.5.6.
Keadaan :1.1 Bau1.2. RasaJumlah padatan (% bobot/bobot)KotoranMikroskopisBahan PengawetZat warna tambahanLogam berbahaya (Pb, Hg, Cu danZn) dan As
NormalKhas cabe20-40%Maks.1 %Cabe positifYang diizinkan untukmakananYang diizinkanTidak ternyata
Sumber : SNI-01-2976-1992
2) .Saus Tomat
Saus tomat merupakan saus berbentuk pasta dengan aroma khas tomat, saus
tomat dibuat dari campuran pure tomat (bubur tomat kental) dengan bahan tambahan
makanan seperti gula, garam, cuka, rempah-rempah (lada, cengkeh, bawang putih dan
kayu manis), pati maizena, dan pengawet. saus tomat biasa ditambahkan sebagai
bahan penyedap dan penambah rasa pada makanan tertentu seperti bakso dan mi
ayam.
2) Saus Pepaya
Saus pepaya merupakan saus yang bahan dasar pembuatanya adalah buah
pepaya yang masak, dengan bahan pelengkapnya adalah gula pasir, garam, cuka dan
rempah-rempah sebagai penyedap, saus pepaya berupa bubur halus yang cukup kental
dan umumnya berwarna merah segar (Haryoto, 2001).
18
4). Saus isi ulang. ( saus kemasan platik)
Saus isi ulang adalah saus dalam kemasan plastik yang diisi ulang ke dalam
botol yang telah tersedia di kantin atau warung. Pengemasan atau isi ulang
merupakan pembungkusan, pewadahan atau pengepakan yang merupakan salah satu
cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang
umur simpan bahan dan dapat mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan
yang dikemas atau di bungkus (Imelda, 2009).
2.3 Bahan Tambahan Pangan ( BTP )
Makanan yang optimal akan berkontribusi optimal pula terhadap kesehatan.
Hal ini memperlihatkan bahwa posisi strategis makanan dalam peradaban telah
disadari sejak lama. Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja juga mempunyai
risiko menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari
bahanbahan yang bebahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya
yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-
tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, bahan kimia, fisik
maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang
ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama bahan
tambahan pangan (Syah, 2005)
Pengertian Bahan Tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
19
komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan
(Cahyadi, 2008).
Tujuan penggunaan Bahan Tambahan panagan adalah untuk meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan makanan. Bahan
Tambahan Makanan (BTM) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan,
Menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan
tambahan di atas, ada tambahan kimia yang dilarang, seperti rhodamin B (pewarna
merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan potasium
bromat (pengeras).
2.3.1. Tujuan penggunaan Bahan tambahan Pangan
Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah sebagai berikut
(Cahyadi, 2008).
1. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualiatas daya simpan.
2. Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan.
3. Mempermudah preparasi bahan pangan.
Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat
dibenarkan apabila (Puspitasari, 2001) :
1.Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.
2.Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak
memenuhi persyaratan..
3.Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang betentangan cara
produksi yang baik untuk makanan.
4.Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
22
2.4. Pewarna Bahan Pangan
Zat warna adalah bahan tambahan minuman yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan dan minuman. Pemakaian zat warna pada minuman
diperbolehkan dengan maksud dan tujuan untuk mengembalikan warna dari bahan
dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, memperbaiki atau menambah
warna makanan dan minuman yang asalnya tidak berwarna atau warnanya kurang
baik, untuk memberikan warna yang seragam pada produk yang diolah pada waktu
yang berlainan, agar suatu makanan dan minuman terlihat lebih segar dan menarik,
untuk menarik perhatian dan meningkatkan selera konsumen (Noviana, 2005).
Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya
kandungan bahan pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan
maupun kesehatan saat dikonsumsi secara terus-menerus. Secara garis besar,
berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan
bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan sintetis (Hidayat, 2006).
Beberapa alasan utama penambahan zat pewarna pada makanan,
yaitu (Syah, 2005) :
1) Menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau
temperatur yang ekstrim akibat poses pengolahan dan penyimpanan.
2) Membuat identitas produk pangan.
3) Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
4) Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar
matahari selama produk di simpan.
23
2.4.1 Pewarna Makanan
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah
satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan
kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk mengenai
perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna makanan
kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas
atau karakteristik dari suatu makanan, mempertegas warna alami dari makanan; untuk
mengkoreksi variasi alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi
tersebut biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan
yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun
penyimpanan.( Cahyadi , 2008 )
Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama
dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang
dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan
zat warna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna
untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai
untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat
pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna
untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang
melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna
untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk
makanan.
24
Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan.
Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga
memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan
uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah bila
certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka
uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color additive ini adalah zat pewarna
alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun
ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat
dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan
termasuk daftar yang tetap. Satusatunyazat pewarna uncertified yang penggunaannya
masih bersifat sementara adalah Carbon Black.
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan, dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karoteoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.
Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah
klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosionin, flavonoid, tannin, betalainquinon
dan xanthon, serta karotenoid.( Cahyadi, 2008 ).
25
2.4.2 Klasifikasi Pewarna Makanan
Pewarna makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna
alami, dan sintetik. Pewarna makanan yang berasal dari bahan alam disebut pewarna
alami. Pewarna identik alami adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara
kimia, tetapi mempunyai sifat kimia yang identik dengan pewarna alami. Pewarna
sintetik adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia (Wijaya, 2009).
1) Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (caramel) ke bahan olahan (Cahyadi,
2009).
Beberapa contoh pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan di
antaranya sebagai berikut:
Tabel 2.2. Daftar bahan pewarna alami
Kelompok Warna SumberKaramel Coklat Gula dipanaskanAnthosianin Jingga, merah, biru TanamanFlavonoid Tanpa kuning TanamanLeucoantho sianin Tidak berwarna TanamanTannin Tidak berwarna TanamanBatalain Kuning, merah TanamanQuinon Kuning-hitam Tanaman bacteria lumutXanthon Kuning TanamanKarotenoid Tanpa kuning-merah Tanaman/ hewanKlorofil Hijau, coklat TanamanHeme Merah, coklat Tanaman
Sumber : Cahyadi (2009)
26
2) Pewarna sintetis
Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia.
Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen
dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna
alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung
berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai
permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus
menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media
terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007). Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan
di Indonesia dapat dilihat pada tabel beriku:
Tabel 2.3 Bahan pewarna sintetis yang Diizinkan di IndonesiaPewarna Nomor
indeks warna( C.I.No.)
BatasMaksimumPenggunaan
Amran Amranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya
Biru berlian Briliant Blue FCF: CI 42090 SecukupnyaEritrosin Food red 2 erithrosin: CI 45430 SecukupnyaHijau FCF Food red 14 fast green FCF : CI 42053 SecukupnyaHijau S Food Green 3 Green S : CI, Food 44090 SecukupnyaIndigotin Green 4 indigotin :CI. Food 73015 Secukupnya
Ponceau 4R Blue I ponceau 4R : CI 16255 SecukupnyaKuning Food red 7 74005 SecukupnyaKuinelin Quineline yellow CI: food
yellow131598015980 Secukupnya
Sumber: Peraturan Menkes RI No 722/Menkes/per/IX/88
27
Sedangkan Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang penggunaannya di
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.4 Bahan Pewarna Sintetis Yang Dilarang
No Nama Warna Nomor Indeks
1 Citrus Red No. 2 - 121562 Ponceau 3R Red G 161553 Ponceau SX Food Red No. 1 147004 Rhodamin B Food Red No. 15 451705 Guinea Green B Acid Green No. 3 420856 Magenta Basic Violet No. 4 425107 Chrysoidine Basic Orange No. 2 112708 Butter Yellow Solvent Yellow No. 2 110209 Sudan I Food Yellow No. 2 1205510 Metanil Yellow Ext. D & C Yellow No. 1 1306511 Auramine Basic Yellow No. 2 4100012 Oil Orange SS Solvent Orange No. 2 1210013 Oil Orange XO Solvent Orange No. 7 12140
Sumber: Cahyadi (2008).
2.4.3.Peraturan penggunaan zat pewarna
Sejak tahun 1938 di Amerika juga telah di keluarkan peraturan baru yaitu
yang di sebut Food, Drug And Cosmetic Act ( FD & C ) yang memperluas ruang
lingkup peraturan tahun 1906 dalam mengatur penggunaan zat pewarna. Zat pewarna
dapat di golongkan dalam tiga katagori yaitu FD & C Color, D & C Color, Dan D&C.
FD & C Color adalah zat pewarna yang diizinkan untuk dimakan, obat-
obatan, dan kosmetik D & C Diizinkan penggunaannya dalam obat-obatan dan
kosmetik, sedangkan untuk bahan makanan dilarang Ext D & C diizinkan dalam
jumlah terbatas pada obat-obatan dan kosmetik ( Winarno, 2000 ).
Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai zat pewarna yang diizinkan dan
dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
28
722/Menkes/PerIX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Akan tetapi sering kali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna ( Cahyadi, 2008 ).
Pada tahun 1960 di keluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna
yang disebut Colour Additive Amandement yang dijadikan Undang-undang. Dalam
undang-undang yang baru ini zat warna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified
colour dan uncertified colour. Perbedaan antara keduanya.
Certified colour merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari Dye dan Lake,
sedangkan uncertifiedcolor adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
2.4.3.1 Certifiet Colour
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan di sebut sebagai
permitted colour atau certerfied colour. Zat pewarna ini harus menjalani pengujian
dan posedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini
meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat
warna tersebut. Ada dua macam yang tergolong pada certified colour yaitu pewarna
sintetis golongan dyes dan lakes. Zat pewarna yang tergolong dyes telah melalui
prosedur sertiikasi yang ditetapkan oleh US-FDA ( Food and Drug Adminitrasion ).
Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan
pewarna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certerfidied colour
terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat
warna tertentu misalnya bentuk garam, kelarutan, dan resedu yang terdapat di
dalamnya harus sesuai (Cahyadi, 2008).
1. Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga
29
larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut
yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin atau alkohol,
sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat
dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan. Penggunaannya tergantung dari
kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnaannya sendiri. Zat pewarna dye terbagi
menjadi empat kelompok, yaitu azo dye, tryphenylmethane dye, fluorescein dan
sulfonated indigo (Winarno, 1992). Pada umumnya penggunaan dye dilakukan untuk
mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, minuman ringan, minuman berkarbonat
dan lain-lain. Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika
Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing
Practices (GMP), yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak
melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang
dari 300 ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi 5-600 ppm.
Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak
wajar pada produk (Cahyadi, 2009).
2. Lake
Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna dye dengan radikal basa
(Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina
initidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut.
Lake stabil pada pH 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye
yang dikandungnya terlepas (Winarno, 1992). Kandungan dye dalam lake disebut
pure dyes contents (pdc). Lakes umumnya mengandung 10-40% dye murni. Sesuai
dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk
30
produk-produk yang tidak boleh kena air. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada
umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lake
umumnya lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2007).
2.4.4 Pengaruh Penggunaan Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan
Pemakian bahan pewarna sintetis dalam makanan pangan walupun
mempunyai dampak positif bagi produksen dan konsumen, di antaranya adalah
dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan.
Ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan dan bahkan
memberikan dampak negatif tersebut bila :
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari, dan
keadaan fisik.
d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis
secara berlebihan.
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi pensyaratan.
Menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K),
penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan
mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas, sering
31
pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).
Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat
tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat
warna, tidak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna
non pangan, seperti metanil yellow, auramin dan rhodamin B ternyata banyak
digunakan oleh masyarakat
2.4.4.1.Efek Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya
menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88). Namun
demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif
aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan
kesehatan masyarakat.Menurut Cahyadi (2009), zat warna diabsorbsi dari dalam
saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh
mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung ke hati,
melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena superior. Zat warna yang
dimetabolisme dan dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu
memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air
diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak
diabsorpsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme
dalam hati oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga
dihidrolisis, atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan
metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai pada
32
ikatan azo-nya membentuk aminonaftol. Efek kronis yang disebabkan oleh zat warna
azo yang dimakan dalam jangka waktu lama menyebabkan kanker hati. Selain
senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan
waktunya lebih lama. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo
dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat
warna azo (Cahyadi, 2009). Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan disebut zat
beracun. Banyak zat-zat kimia yang beracun pada dosis besar dan tidak beracun
pada dosis yang kecil. Kecenderungan zat-zat berbahaya yang menyebabkan kanker
pada manusia menjadi perhatian publik pada saat ini (Hughes, 1987).
2.4.5. Sistem dan mekanisme pengendalian penggunaan bahan tambahan
pangan
Peratuaran perundang-undangan yang di susun untuk pengawasan
pelaksanaan penggunaan bahan tambahan pangan sangat bervariasi dari satu negara
dengan negara lain. Masing-masing negara mempunyai suatu lembaga atau badan
khusus yang bertugas menyusun peratuaran perundang-undangan dan mengawasi
pelaksaannya, sebagai contoh Amerika Serikat mempunyai FDA ( food and Drug
Adninitrasion ), Autralia dengan NHMRC ( Nasional Health And Medical Research
Council ), dan di Indonesia dengan Deretoral Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan
Dirjen BPOM, olehkarena itu wajar apabila ada perbedaan mengenai pemakian bahan
pewarna kimia dan pengawasan yang diizinkan.
Sekarang ini semakin marak penggunaan BTK ( bahan Tambahan kimia ),
yang dilarang penggnaannya pada makanan dan minuman, yang sangat di perlukan
33
alternatif dan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan oleh beberapa intalasi
terkait ( temsuk di dalamnya perguruan tinggi ). Untuk melaksnakan pengawasan
kualitas bahan pangan agar di peroleh hasil yang baik, di perlukan tiga sara pokok,
yaitu : (1) perturan perundang-undangan; (2) organisasi pelaksana; dan (3)
labolatorium pengujian. ( Cahyadi, 2008.).
Peraturan Pemakaian Zat Pewarna Mengingat penggunaan zat pewarna sudah
begitu meluas dimasyarakat dan seringnya terjadi ketidaktahuan masyarakat akan
dosis penggunaan zat pewarna yang dapat menyebabkan efek toksik, maka
pemakaian atau penggunaan zat pewarna telah diatur di Indonesia.
Di Indonesia, Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan pangan. Bahan pewarna
sintetis yang diizinkan di Indonesia.
2.4.6 Rhodamin-B
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya.
Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya
dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005).
Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada
industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut,
dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC
Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink.
34
Rhodamin-B termasuk pada pewarna sintetis yang tidak diizinkan. Nama
lazim dari Rhodamin- B adalah tetraehylrhodamine dengan rumus kimia
C28H31N2O3Cl dan BM 479. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam
makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, tidak berbau dan
dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin-B sangat larut dalam
air dan alkohol, sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida.
Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamin B, diantaranya adalah
Toksisitasnya : Termasuk bahan kimia berbahaya (harmful). Berbahaya bila tertelan,
terhisap pernapasan atau terserap melalui kulit. Toksisitasnya adalah ORL - RAT
LDLO 500 mg Kg-1.
Tanda-tanda dan gejala Akut bila terpapar Rhodamin B, adalah sebagai
berikut:
1. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan
menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.
2. Jika terkena kulit, dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
37
3. Jika terkena mata, dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, oedema
pada kelopak mata.
4. Jika terhirup, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
5. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernakan dan
menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna atau merah muda (Yulianti,
2007)
Penggunaan rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi kesehatan.
Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya
mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya
penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran
masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering digunakan sebagai
pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah daripada pewarna sintetis
untuk pangan, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya
lebih baik daripada pewarna alami.
Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah
giling, agar-agar, dan saus tomat dan cabe, aromanis/kembang gula, manisan, sosis,
sirup, minuman, dan lain-lain. (Syah Et All. 2005).
38
2.4.7 Bahaya Rhodamin B bagi Kesehatan
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat
kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin
(Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika
tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan
cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh.
Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat
radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. P
nggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B
termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat.
Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah
membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut. Konsumsi rhodamin B dalam
jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala
pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis
tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
Zat tersebut sangat berbahaya jika terhirup, terkena kulit, mengenai mata dan
tertelan. Jika penggunaan Rhodamin-B ini secara terus-menerus dan melebihi dari
kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang
akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu yang akan menyebabkan gejala
akut keracunan Rhodamin-B. Sebagai contoh, karena tingginya kadar bahan pewarna
39
maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat dikeluarkan dari hati
(Irianto, 2007).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, Rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk
pangan. Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. (Djalil,Ett All., 2005).
Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi
pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati (Trestiati,
2003). Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya tetapi masih
ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B pada produknya
karena harga zat pewarna untuk pangan lebih mahal jika dibandingkan dengan zat
pewarna tekstil dan kulit biasanya warna dari zat pewarna tekstil dan kulit lebih
menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makanan. Pemberian zat pewarna
berbahaya dalam bahan makanan dan minuman juga disebabkan karena
ketidaktahuan tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui
bahwa pewarna tekstil yang digunakan dalam makanan dapat menimbulkan gangguan
kesehatan tubuh yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti
kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2006).
Beberapa pedagang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa
bahan pewarna yang dilarang untuk pangan, seperti Rhodamin B yang ditemukan
pada produk sirup jajanan, kerupuk, saus dan terasi merah.
40
Bahan pewarna makanan yang diedarkan, pada kemasannya harus
menunjukkan adanya tanda yang telah ditentukan oleh pemerintah melalui Keputusan
Dirjen POM Nomor 01415/B/SK/IV/1991 tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan,
yaitu tanda khusus untuk pewarna makanan adalah lingkungan dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf M yang menyentuh garis tepi (pasal 3 ayat 1). Tanda
khusus harus diletakkan sedimikian rupa agar mudah terlihat (pasal 2) dan ukuran
yang sesuai dengan kemasan, tebal garis minimal 1 mm (ayat 3) (Hidayat, 2006).
Tanda-tanda makanan yang mengandung Rhodamin-B : (1) Berwarna merah
menyala, (2) bila produk pangan dalam bentuk larutan/minuman warna merah
berpendar atau berfotoluminesensi, (3) warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat
digoreng atau direbus) dan (4) banyak memberikan titik-titik warna karena tidak
homogen (misalnya pada kerupuk, es puter). terkadang warna terlihat tidak homogen
(rata), ada gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih
pahit. Biasanya produk pangan yang mengandung rhodamin B tidak mencantumkan
kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. (Irianto, 2007).
2.4.8 Penatalaksanaan Keracunan
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika zat
warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi, perlu diketahui pula bahwa
rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg
BB, yang merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi
saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus dilakukan antara lain
segera berkumur, jangan menginduksi muntah, serta periksa bibir dan mulut jika ada
41
jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih
rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran
pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan ikat pinggang untuk
melancarkan pernapasan. Jika diperlukan segera bawa pasien ke rumah sakit atau
dokter terdekat
2.5 Analisis Bahan Pewarna Sintetis
Seperi kita ketahui bahwa berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar
di indonesia, baik secara sengaja maupun tidak di sengaja telah di warnai dengan
pewarna tekstil atau bukan food grade, yang tidak di izinkan digunakan dalam
pangan.pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan tektil,kertas, atau
kulit.
Berbagai penelitian telah di dilakukan untuk mencari metode yang praktis,
tetapi teliti untuk mengindentfikasi adanya zat pewarna sintetis dan bila perlu dapat di
bedakan jenis pewarna sintetis dalam pangan. Hal tesebut penting sekali bagi
labolatrium pangan, pembuat kebijaksanaan, dan organisasi perlindungan konsmen
agar mempunyai suatu teknik atau metode analisis yang cepat yang kerjanya, Teknik
analisis tersebut seyogianya yang cukup sederhana mudah dilakukan di tingka rumah
tangga dan di lapangan bagi penjual zat pewarna atau penjual pangan, adanya
kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan oleh JECFA ( Cahyadi, 2008 ).
42
2.5.1 Deteksi Zat Pewarna Tekstil
2.5.1.1 teknik analisis sederhana
Babu, s. Dan Indushekhar, s. ( 1990 ), dari NHI Hyderabad India, telah
melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis daat dilakukan
secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, seperti
gelas, air, dan kertas kering. Sehingga tidak di perlukan adanya pelarut ataupun
memerlukan tersedianya peralatankhusus. Metode dapat dikerjakan di rumah maupun
di lapangan. Keuntungan penting dari metode tersebut karena cara analisisnya tidak
membutuhka ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. Ide dari metode
sederhana itu didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil dengan zat pewarna
pangan sintetis. Diantaranya karena daya kelarutan dalam air yang berbeda, zat
pewarna tekstil seperti Rhodamib b bersifat tidak larut dalam air. ( Cahyadi 2008 ).
2.5.1.2. Teknik Analisa Canggih
Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di
Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan pewarna
tekstil atau yang bukan zat pewarna food grade yaitu yang tidak diizinkan digunakan
dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk
tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah
dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat
racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan
senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan
percobaan.
43
Di laboratorium yang maju, analisis pewarna makanan sudah secara rutin
dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik dan cara. Sebagian besar dari cara analisa
tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat
spektrophotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut
secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut
tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di
samping itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang
profesional.(Cahyadi, 2008 ).
2.5.2 Analisis Zat Warna Dilarang ( Rhodamin B )
Dasar tiori kromatografi di temui oleh Micheael Tswett, seorang ahli Batoni
di Universitas Warsaw (Poland), pada Tahun 1906. Perkataan kromatografi bersal
dari kata Yunani “Warna” dan “tulis” kromatografi terbentuk apabila terdapat satu
fase diam dan satu fase gerak.
pada awalnya kromatografi dianggap semata-mata sebagai bentuk partisi
cairan–cairan. Serat selulosa yang hidrofilik dari kertas tersebut dapat mengikat air,
setelah disingkapkan ke udara yang lembab, kertas saring yang tampak kering itu
sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase tinggi, katakan 20 %
(bobot/bobot) akan lebih. Jadi kertas itu sebenarnya dapat mengandung air dengan
persentase tinggi dan kertas itu dipandang sebagai analog dengan sebatang kolom
yang berisi stasioner berair. Zat-zat terlarut itu padahal fase geraknya dapat campur
dengan air akan dalam beberapa kasus, malahan fase geraknya adalah larutan itu
44
sendiri. Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai
tempat untuk mengalirkannya fase bergerak.
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-
macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan
ataupun suatu padatan. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.
Kromatografi berkembang menjadi teknik pemisahan untuk zat kimiawi dengan sifat
yang sangat mirip, dan dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dan penetapan
kuantitatif untuk zat-zat yang sudah dipisahkan. Keuntungan-keuntungan dari
Kromatografi diantaranya :
1. Kromatografi merupakan metoda pemisahan yang cepat, mudah dan menggunakan
peralatan yang murah serta sederhana, kecuali untuk kromatografi gas, hingga
campuran yang kompleks dapat dipisahkan dengan mudah.
2. Kromatografi hanya membutuhkan campuran cuplikan.yang sangat sedikit sekali,
bahkan tidak menggunakan jumlah yang besar, disamping itu kromatografi
pekerjaannya dapat diulang.
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan
pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen
(berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak,
akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang
kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang
45
berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan
berdasarkan pergerakan pada kolom ( Sastrohamidjojo, 2007).
2.5.3 Kromatografi Kertas
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat
seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kromatografi
kertas merupakan kromatografi partisi dimana fase geraknya adalah air yang
disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas. Kertas yang digunakan adalah
kertas Whatman No.1 dan kertas yang lebih tebal Whatman No. 3 biasanya untuk
pemisahan campuran dalam jumlah yang lebih besar karena dapat menampung lebih
banyak cuplikan (Sastrohamidjojo, 2003).
Prinsip Kerja Kromatografi Kertas
Pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen bergerak pada
laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak
warna.
Cara penggunaan Kromatogarfi kertas
1. Kertas yang digunakan adalah Kertas Whatman No.1.
2. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas.
3. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh uap
pelarut.
4. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya
dengan pergerakan pelarut pada kertas.
46
2.5.4 Faktor yang menentukan harga Rf
1) Pelarut, disebabkan pentingnya koefesien partisi, maka perubahan-perubahan
yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan
harga Rf.
2) Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefesien partisi dan juga kecepatan
aliran.
3) Ukuran dari Bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut
dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada terdensi perambatan lebih lama.
4) Kertas, pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion
dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas-kertas mempengaruhi
kecepatan aliran, ia akan juga mempengaruhi pada kesetimbangan partisi.
5) Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-
volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak (Sastrohamidjojo, 2007).
47
Beberapa fasa gerak beserta harga Rf (ratio faktor) pada identifikasi pewarna
menggunakan metode kromatografi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.5 Harga Rf Untuk Berbagai jenis pewarna pada beberapa fasa gerak
Pewarna Fasa gerak
A B C D E FMERAHPonceau MxPonceau 4RCarmoisinAmaranthRed 10 BEritrosinReg 2 GRed 6 BRed FBPonceau SXPonceau 3 RFast red E
0,330,180,440,140,261,000,350,180,250,390,380,38
0,550,260,170,190,300,580,350,170,110,300,470,47
0,350,130,370,110,230,470,380,370,490,410,350,45
0,410,260,280,170,370,570,390,220,130,390,450,49
0,410,250,550,160,371,000,410,220,580,510,580,51
0,230,070,300,040,210,560,180,100,240,260,210,24
JINGGAOrange GOrange RNSunset Yellow
0,350,590,28
O,470,750,45
0,480,740,45
0,520,750,43
0,460,780,46
0,230,570,22
KUNINGTartrazineNapnthol YellowYellow 2GYellow FRSYellow RY
0,120,440,440,330,77
0,170,540,410,470,04
0,090,170,410,300,18
0,200,680,370,430,07
0,250,730,650,470,16
0,040,440,310,220,03
Sumber : Standar Industri Indonesia (SII) Departemen Perindustrian RepublikIndonesia (1992).
Ket : A (n-butanol : asam asetat glasial : air suling = 4:1:2)
B (iso-butanol : etanol air suling : air suling : ammonia pekat = 3:2:2:1)
C (fenol : Air suling = 8:2)
D (etil metil keton : aseton : air suling : ammonia pekat = 35:15:15:1)
48
E (etil metil keton : aseton : air suling = 5:3:3)
F (etil asetat : air suling : piridin = 11:3:4)
2.6 Kerangka Konsep.
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Penelitian
2.7 Hipotesis Penelitian
Adanya kandungan zat aditif rhodami-b pada saus tomat dan cabe kemasan
plastik yang beredar di Kota Meulaboh.
+ Rhodamin-b
- Rhodamin-bRegesiaSaus
Memenuhi/tidak memenuhi syarat Permenkes RI
No 722/Menkes/per/IX/1988 dan SNI No. 01-
2976- 1992 ( saus tomat dan cabe)
49
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen yaitu dengan cara
uji laboratorium untuk mengetahui zat pewarna aditif Rhodamin-B pada saus tomat
dan cabe kemasan plastik yang diperjual belikan di Pasar Kota Meulaboh.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini di lakukan di komplek Pasar Bina Usaha Meulaboh. dan
waktu penelitian di laksanakan pada Tanggal 10 s/d 20 Mei Tahun 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis saus tomat dan cabe kemasan
plastik dengan berbagai macam merek, yang di jual di Kota Meulaboh.
b. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima jenis saus tomat
dan cabe kemasan plastik dengan merek cap dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus
tidak bermerek yang memiliki bentuk yang sama, ( kemasan plastik ) yang
mempunyai ciri-ciri hampir sama yaitu kemerahan yang diambil secara acak dari
hasil survei di Pasar Kota Meulaboh.
49
50
3.4 Teknik Pengambilan Data
a. Data Primer.
Data primer diperoleh dengan melakukan pengambilan sampel dan uji
laboratorium dengan metode kromatografi kertas untuk mengetahui zat aditif
Rhodamin-B dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang di pasarkan di Kota
Meulaboh.
b. Data Sekunder.
Data sekunder diperoleh dari buku, media massa, jurnal maupun internet
sebagai acuan dalam pembuatan rancangan penelitian.
c. skema penelitian
a. Persiapan bahan :
1. Observasi lokasi penelitian
2. Membeli saus yang dijual oleh pedagang, sebagai sampel penelitian,
3. Sampel tersebut di berikan kode, tanggal dan di masukkan kedalam Pot
4. Menyimpan sampel dalam box untuk dikirim kelaboratorium
5. Melakukan penelitian
b. Analisis kadar zat pewarna Rhodamin-b (metode kromatografi kertas )
1. Teteskan rhodamin-b kekertas KLk
2. teteskan sampel kekertas KLk
3. di masukan ketabung KLk
4. dilihat hasil nya ( jika ada yang sama maka sampel positif mengandung
Rhodamin-b ) Metode yang menggunakan adalah perbandingan cara perbandingan
51
dengan menentukan harga Rf.
3.5 Teknik Pengolahan Sampel
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan maka hasil uji akan diolah secara
manual dan dijelaskan dalam bentuk deskriptif.
3.6 Pelaksanaan Penelitian.
a. Cara Pengambilan Sampel.
Mendatangi langsung kelokasi pasar yang ada di Kota Meulaboh untuk
pengambilan sampel dengan cara membelinya secara random sampling pada
pedagang saus, tanggal pengambilan, pengkodean sampel, dan kemudian sampel
yang sudah di beli di masukkan kedalam pot plastik yang sudah di sterilkan dengan
alkohol 96% kemudian diberi kode, lokasi dan tanggal pengambilan sampel, siapkan
box dan kemudian masukkan sampel ke dalam box untuk pengiriman sampel ke
laboratorium untuk diuji.
3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Beaker Glass (250 mL
dan 600 mL), chamber, gelas ukur (10mL dan 50 mL), erlenmeyer ( 250 mL dan 500
mL), neraca analitik, water bath (Penangas air), penjepit tabung, kaki tiga, labu ukur (
50 mL dan 100 mL), kaca arloji, Bunsen, cawan porselin, pipetkapiler, pipet tetes,
batang pengaduk, Pinset, sendok, kertas lakmus merah dan biru, kertas sari woodman
0,1mm
52
3.7.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah 500 mL aquadest,
10 gram Kalium Bisulfat 10%, 24 cm Benang wol putih, 5 mL ammonium
hidroksida, 54 mL n-butanol, 13,5 m L Asam asetat glasial, kertas sari woodman, 10
mg baku pembanding (rhodamin B).
3.7.3 Persiapan benang wol bebas lemak
Benang wol bebas lemak dapat dibuat dengan cara ekstrak/rendam benang
wol dalam pelarut eter (SNI-01-2895-1992).
3.8 Prosedur Kerja
3.8.1 Pengujian zat warna
Pengujian zat warna dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Ditimbang 20 gram saus tomat dan cabe
2) Dimasukkan dalam labu 100 mL
3) Ditambahkan aquadest hingga tanda batas
4) Dipipet 50 mL dimasukkan dalam gelas kimia 100 mL
5) Ditambahkan 10 mL kalium bisulfat 10% kemudian dimasukkan benang wol
yang tidak berlemak 4 cm
6) Dididihkan selama 10 menit
7) Dicuci benang wol sampai bersih dengan air panas
8) Diberikan beberapa tetes ammonium hidroksida pada sepotong benang wol
9) Diuapkan ( jika warnanya hijau kotor maka zat warna alami)
53
3.8.2 Identifikasi zat warna dalam saus secara Kromatografi kertas
Identifikasi zat warna dalam saus tomat dan cabai yang dipasarkan di pasar di
kompek Pasar Bina Usaha Meulaboh dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Di larutkan dalam etanol contoh (hasil uji benang wol)
2) Ditotolkan pada kertas menggunakan pipa kapiler beserta baku pembanding
(Standar rhodamin -b)
3) Dimasukkan kertas yang sudah di totolkan ke dalam bejana yang sudah berisi
eluen n-butanol : asam asetat glasial : air (7:3:3)
4) Ditutup bejana kemudian biarkan beberapa 1kali 24 jam
5) Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau
setelah waktu yang telah ditentukan, maka kertas saring diambil dari bejana
6) Dikeringkan
7) Diamati bercak-bercak yang timbul
8) Penentuan jenis zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari
masing-masing bercak tersebut (SNI – 2976 -1992).
54
3.9 Alur Penelitian
Gambar : 3.1 Alur penelitian
3.10. Penentuan zat warna dalam saus tomat dan cabe yang dipasarkan di
Kota Meulaboh.
Penentuan zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari
masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut (eluat)
dengan jarak gerakeluen (Cahyadi,2009).
3.11 Analisa Data
Data yang diperoleh diolah secara manual kemudian dibandingkan dengan
Standar Nasional Indonesia tentang persyaratan saus tomat dan cabai (SNI) No.01-
2976-1992 yang mengandung zat warna rhodamin-b.
Saus kemasan
plastik
SNI No. 01-2976-1992 ( zat warna yang dillarang)
Uji
Laboratoriu
Negatif zat pewarna
rhodamin b
Tidak ada zat warna
Rhodamin-b
55
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Pasar Kota Meulaboh
Kondisi umum Pasar Bina Usaha Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat, merupakan pasar yang sangat banyak dikiunjungi oleh
masyarakat, karena pasar Bina Usaha Meulaboh adalah pasar yang serba
melengkapi, baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan yang lain, pasar bina
usaha Meulaboh juga sangat mengkhawatirkan segi kesehatan lainnya karena
sanitasi dan hygienenya kurang diperhatikan, padahal di pihak pemerintah
Kebersihan Lingkungan Hidup (KLH) Meulaboh sudah berusaha semaksimal
mungkin, seperti menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah, tetapi sampah
di sekitar pasar Bina Usaha Meulaboh juga berserakan, itu semua tergantung pada
pedangan itu sendiri cara menanggapi nya.
4.2 Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan cara 20 mg saus tomat dan cabe 20%
dipanaskan selama 10 menit dengan penambahan 4 cm benang wol bebas lemak
dan kalium bisulfat 10%, disini kalium bisulfat akan menarik zat pewarna dan
kemudian akan diserap oleh benang wol yang telah bebas lemak, pemisahan ini
dibantu dengan pemanasan yang mengakibatkan semakin cepatnya pelepasan
ikatan senyawa pewarna dengan senyawa lainnya yang terdapat pada saus.
Benang wol yang telah mengandung zat pewarna itu kemudian ditambahkan
dengan ammonium pekat, hal ini bertujuan agar ammonium melarutkan zat
pewarna yang telah berada dibenang wol. Zat pewarna telah larut ditunjukan
55
56
dengan berubahnya warna benang wol dari berwarna merah menjadi putih, dalam
penarikan zat warna ini dilakukan pemanasan, jika setelah pemanasan ini
warnanya berubah menjadi hijau kotor, maka ini menunjukkan pewarna alami
yang digunakan pada sampel, jika tidak berubah maka dilarutkan dalam etanol,
kemudian zat warna ini dianalis secara kromatografi kertas menggunakan eluen
n-butanol : asam asetat glasial : air ( 7:3:3 )
4.3 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa saus tomat dan cabe kemasan
plastik yang dipasarkan di komplek pasar Bina Usaha Meulaboh dengan merek
dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak bermerek, negatif dari pewarna
sintentis yaitu Rhodamin-B, dalam penelitia ini peneliti hanya melakukan
penelitian terhadap satu zat pewarna saja yaitu zat pewarna sintetis rhodamin b,
jadi berdasarkan hasil uji Labolatorium Akademik Analis Kesehatan Banda Aceh,
bahwa saus yang tersebut diatas bebas dari zat pewarna rhodamin-B, tetapi
walaupun saus tersebut bebas dari zat pewarna rodamin-B, kemungkinan besar
masih ada zat pewarna buatan yang lain terkandung dalam saus tersebut. Di
karenakan pada benang woll yang di panaskan tidak berubah warnanya menjadi
hijau kotor menandakan kelima saus tersebut tidak menggunakan warna alami,
melaikan zat warna buatan, apakah zat pewarna yang diizin kan atau tidak, karena
peneliti hanya meneliti satu zat pewarna yaitu Rhodamin-b di karenakan
keterbatasan dana.
57
4.3.1 Hasil uji laboratorium
Hasil pengujian yang dilakukan pada Akademik Analis Kesehatan Banda
Aceh zat pewarna rhodamin-B dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik (dena,
captain, ABC , dua ikan tradisional) dan tidak bermerek yang dipasarkan di pasar
di komplek Pasar Bina Usaha Meulaboh secara kromatografi kertas dengan
menggunakan eluen n-butanol dengan hasil yang negatif maka dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel : 4.1 Hasil penelitian zat warna pada saus tomat dan cabe kemasan
plastik secara kromatografi kertas
No. Nama SampelWarna
Kromatogram
JarakRambat
(cm)
Rf
(cm)Ket
1 Sampel 1 Tidak berwarna 3,4 0,28 Negatif2 Sampel 2 Tidak berwarna 4,5 0,37 Negatif3 Sampel 3 Tidak berwarna 3,7 0,30 Negatif4 Sampel 4 Tidak berwarna 2,7 0,22 Negatif5 Sampel 5 Tidak berwarna 2,8 0,23 Negatif
6Standar
rhodamin BMerah Muda 10 0,83 Positif
Sumber : AAK Akademik Analis kesehatan Banda Aceh ( Mei 2013 )
4.4 Pembahasan
Zat warna adalah bahan tambahan minuman yang dapat memperbaiki
atau memberi warna pada makanan dan minuman. Pemakaian zat warna pada
minuman diperbolehkan dengan maksud dan tujuan untuk mengembalikan warna
dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, memperbaiki atau
menambah warna makanan dan minuman yang asalnya tidak berwarna atau
warnanya kurang baik, untuk memberikan warna yang seragam pada produk yang
diolah pada waktu yang berlainan, agar suatu makanan dan minuman terlihat lebih
58
segar dan menarik, untuk menarik perhatian dan meningkatkan selera konsumen
(Noviana, 2005).
Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya
kandungan bahan pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan
maupun kesehatan, saat dikonsumsi secara terus-menerus. Secara garis besar,
berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam
golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan sintetis (Hidayat,
2006).
Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia.
Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih
homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan
bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih
murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat pewarna yang diizinkan
penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai permitted color atau certified
color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur
penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna
tersebut (Yuliarti, 2007).
Pemakian bahan pewarna sintetis dalam makanan pangan walupun
mempunyai dampak positif bagi produksen dan konsumen, di antaranya adalah
dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan. Ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan dan
59
bahkan memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
Menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K),
penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan
mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak-anak menjadi malas, sering
pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).
Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat
tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat
warna, tidak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna
non pangan, seperti metanil yellow, auramin dan rhodamin B ternyata banyak
digunakan oleh masyarakat.
Dari beberpa penelitian yang sudah di lakukan di indonesia terhadap
produk pangan yang mengandung zat pewarna textil yaitu rhodamin b, masih
ada ditemukan produk pangan yang positif mengadung zat warna yang
berbahaya bagi kesehatan yaitu rhodamin b,
Dari pengujian yang dilakukan YLKI ( yayasan lembaga komsumen
indonesia ) pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesia ternyata
masih banyak saus tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat asli
melainkan ubi jalar dan pepaya selain itu menggunakan bahan pewarna tidak
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah produk saus tomat yang beredar di Pasar
Johar Kota Semarang mengandung zat warna sintetis yang dilarang menurut
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.
Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang
pada Januari 2010, menemukan beberapa jajanan sekolah yang mengandung zat-
60
zat berbahaya bagi manusia saat melakukan pemeriksaan rutin makanan di SD
Negeri Pendrikan Tengah 01-02 di Jalan Sadewa Semarang dan SD Masehi di
Jalan Imam Bonjol. Dari beberapa jajanan sekolah yang diperiksa ternyata
ditemukan dua produk
jajanan yang mengandung zat berbahaya, yaitu formalin yang ditemukan pada mie
goreng dan Rhodamin B (pewarna tekstil) ditemukan pada kerupuk dan saus isi
ulang kemasan plastik
BBPOM Makasar pada tahun 2009 sampai 2010 juga menemukan 72
sampel makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah
Rhodamin B.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk
saus yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel
saus yang diperiksa, (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5
sampel saus yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang
Dari beberapa penelitian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa masih
ada makanan dan minuman yang mengandung zat pewarna yang berbahaya bagi
kesehatan
Sedangkan penelitian yang penulis lakukan di Kota Meulaboh terhadap
produk saus isi ulang kemasan plastik dengan jumlah sampel 5 ( lima ) hasilnya
Negatif, karna jumlah sampel yang tidak begitu banyak seperti penelitian yang di
lakukan oleh Noviana di Pasar Lambaro Banda Aceh dengan jumlah sampel 20
sampel saus yang di periksa ditemukan 5 sampel positif mengandung zat pewarna
berbahaya yaitu Rhodamin b.
61
Pada penelitian ini dilakukan proses kromatografi kertas untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan zat pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin-B
pada saus dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak bermerek, setelah
dilakukan uji Laboratorium di Akademik Analis Kesehatan Banda Aceh maka
hasilnya Negatif bebas dari zat warna Rhodamin-B. Penelitian ini dilakukan
dengan satu kali pengulangan dan menggunakan satu eluen. Maka kelima saus
tersebut bebas dari zat warna rhodamin b.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji Laboratorium di Akademi Analis Kesehatan Banda Aceh,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Saus Dena isi ulang pada kode sampel 1 (satu) negatif bebas dari zat
warna Rodhamin-B.
2. Saus captain isi ulang pada kode sampel 2 (dua) negatif bebas dari zat
warna Rodhamin-B.
3. Saus Dua ikan isi ulang pada kode sampel 3 (tiga) negatif bebas dari zat
warna Rodhamin-B.
4. Saus ABC isi ulang pada kode sampel 4 (empat) negatif bebas dari zat
warna Rodhamin-B.
5. Saus tidak bermerek isi ulang pada kode sampel 5 (lima) negatif bebas dari
zat warna Rodhamin-B.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelima prokduk saus kemasan plastik
yang di pasarkan di Kota Meulaboh bebas dari zat pewaena rhodamin b.
62
63
5.2 Saran
1. Bagi para konsumen diharapkan agar lebih waspada dalam memilih saus
yang dijual dipasar dengan harga yang lebih murah, dan bila juga
mekomsumsi saus tersebut sebaiknya memperhatikan dengan lebih teliti
bentuk dan warna dari saus tomat dan cabai isi ulang. Sebaiknya
konsumen tidak mengkonsumsi saus-saus yang tidak terjamin mutunya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa zat warna yang
terkandung didalam saus dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak
bermerek.
3. Disarankan kepada mahasiswa yang akan datang agar dilakukan analisis
tidak hanya pada Rhodamin-B saja, melainkan pewarna sintetis lainnya
pada sampel yang sama dengan metode yang sama yaitu Kromatografi
Kertas.
4. Pengujian juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode lain yaitu
Kromatografi lapis tipis pada sampel yang sama, tetapi dalam jumlah
yang lebih banyak dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
64
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara,Jakarta.
Direktorat SPKP Deputi III, 2003, Bahan Tambahan Pangan hal (6), Jakarta, BPOM.
Departemen Perindustrian RI. 1992. Mutu dan Cara Uji Saus Cabe. SNI 01-2976-1992. Jakarta.
Departemen Perindustrian RI. 1992. Cara uji pewarna tambahan makanan. SNI 01-2895-1992.Jakarta.
Hambali, E. 2006. Membuat Saus Cabai dan Saus Tomat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harper, L. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Terjemahan oleh Suhardjo, UI Press, Jakarta.
Haryoto. 1998. Membuat Saus Pepaya. Kanisius, Yogyakarta.
Hidayat, Nur dan Anis Saati, 2006, Membuat Pewarna Alami. Surabaya : Trubus Agrisarana.Imelda, 2009. Hygiene Sanitasi dan Analisa Cemaran Mikroba yang terdapat pada Saus
Tomat dan Saus Cabai Isi Ulang yang Digunakan di Lingkungan Kampus UniversitasSumatera Utara. Diperoleh : www.repositori.usu.ac.id/bitsrem/pdf. [Diakses 23 Maret2013].
Musaddad, D . 2003. Produk Olahan Tomat. Penebat Swadaya, Jakarta.
Notoatmodjo. 2010.Metodelogi Penelitian. RinekaCipta. Jakarta
Noviana, 2005. Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomatdan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005. SkripsiFKM USU, Medan.
Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1998. Bahan Tambahan Pangan.
Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Mengenai Zat warna tertentu yangdinyatakan sebagai bahan berbahaya
Saparinto, C., Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.
Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2007. Kromatografi. Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta.
65
Standart Nasional Indonesia, 1992. Saus Cabe. diperoleh : pphp.deptan.go.id (Horti).pdf.[Diakses : 7april 2013].
Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syah, D., dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan AlumniFakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Winarno F. G, 1997, 1984, Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.