ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH MENGGUNAKAN METODE CREDIT RISK+ Studi pada KSU BMT UMJ Tesis Diajukan untuk melengkapi persyaratan kelulusan pada program Magister Hukum Ekonomi Syariah Disusun oleh Rizal Hendrawan NIM : 2113043300001 PROGRAM MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1437 H
139
Embed
PROGRAM MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS … · persoalan persyaratan seperti penyediaan agunan dan laporan keuangan tersebut masih belum dapat dipenuhi oleh sebagian besar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH
MENGGUNAKAN METODE CREDIT RISK+
Studi pada KSU BMT UMJ
Tesis
Diajukan untuk melengkapi persyaratan kelulusan pada program Magister Hukum Ekonomi
Syariah
Disusun oleh
Rizal Hendrawan
NIM : 2113043300001
PROGRAM MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1437 H
vi
ABSTRAK
Nama : Rizal Hendrawan
Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah
Judul : Analisis Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah Menggunakan
CreditRisk⁺ Studi pada KSU BMT UMJ
BMT sebagai salah satu lembaga koperasi yang memfasilitasi masyarakat kecil dalam hal
pembiayaan mikro kecil, memiliki risiko pembiayaan atas aktivitasnya tersebut. Oleh
karena itu untuk menghindari terjadinya kerugian diperlukan sistem manajemen risiko
dan penggunaan model yang tepat untuk mengukur risiko pada portofolio
pembiayaannya. Pada penelitian ini, digunakan metode CreditRisk⁺ untuk menghitung
risiko pembiayaan murabahah pada KSU BMT UMJ selama periode 2016. Pemilihan
pengukuran menggunakan metode CreditRisk⁺ karena dipandang sesuai dengan
karakteristik pembiayaan murabahah yang memiliki nasabah dalam jumlah besar dan
nilai pembiayaan yang relatif kecil. Penggunaan metode CreditRisk⁺ membutuhkan data
input berupa eksposure kredit, exposure at default, dan recovery rates. Asumsi default
atau non performing financing yaitu pada saat debitur tergolong pada kolektibilitas
kurang lancar, diragukan, dan macet. Tahapan pengukuran yang dilakukan yang pertama
adalah menghitung eksposure at default, kedua menghitung frequency at default, ketiga
menghitung probability of default. Perhitungan dengan metode menghasilkan nilai
expected loss, unexpected loss, dan economic capital. Economic capital adalah besarnya
modal yang yang digunakan untuk menutup unexpected loss. Berdasarkan pengujian
dengan menggunakan bactesting dengan loglikehood ratio (LR) test, diperoleh bahwa
metode CreditRisk⁺ cukup valid untuk mengukur risiko pembiayaan murabahah pada
BMT UMJ, sehingga metode tersebut dapat digunakan oleh BMT UMJ untuk mengukur
risiko pembiayaan murabahahnya.
Kata kunci : Risiko pembiayaan, CreditRisk⁺, Murabahah
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
Tabel 4.6 Komposisi eksposure at default per band ...........................................................107
Tabel 4.7 hasil perhitungan loss given default (LGD) .........................................................108
Tabel 4.8 Daftar debitur/mitra yang default per band ........................................................109
Tabel 4.9 Jumlah mitra/debitur
berdasarkan kolektibilitas band Rp 100.000,- .....................................................109
Tabel 4.10 Jumlah mitra/debitur berdasarkan kolektibilitas band Rp 1.000.000,- ................110
Tabel 4.11 Jumlah mitra/debitur berdasarkan kolektibilitas band Rp 10.000.000,- ..............111
Tabel 4.12 Hasil pengukuran VAR ........................................................................................115
Tabel 4.13 Hasil pengukuran Loglikelihood Ratio Test ........................................................115
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan aset BMT UMJ 2012-2016 ...................................................97
Gambar 4.2 Grafik Penghimpunan dana KSU BMT UMJ 2011-2015 berdasarkan
jumlah rekening .....................................................................................................98
Gambar 4.3 Grafik penghimpunan dana KSU BMT UMJ 2011-2015
Berdasarkan jumlah saldo ...................................................................................100
Gambar 4.4 Grafik pembiayaan BMT UMJ 2010-2014 ..........................................................101
Gambar 4.5 Grafik Distribusi Penyaluran pembiayaan BMT UMJ .......................................102
Gambar 4.6 Grafik jumlah nasabah pembiayaan BMT UMJ berdasarkan golongan .............103
Gambar 4.7 Grafik penyaluran pembiayaan kepada civitas UMJ ..........................................103
Gambar 4.8 Grafik penyaluran pembiayaan kepada UKM ....................................................104
Gambar 4.9 Grafik NPF BMT UMJ 2012-2016 ......................................................................105
Gambar 4.10 Grafik debitur pembiayaan murabahah BMT UMJ berdasarkan band ...............107
Gambar 4.11 Contoh cara perhitungan probability of default dan Cummulative
Probability of default menggunakan Microsoft excel 2007 .................................113
Gambar 4.12 Contoh cara perhitungan probability of default dan Cummulative
Probability of default menggunakan Microsoft excel 2007 (lanjutan) ................114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Usaha skala mikro di Indonesia merupakan kegiatan usaha non formal yang sangat
signifikan jumlahnya dibandingkan dengan usaha skala kecil, menengah dan besar.
Menurut international finance corporation (IFC) World bank, usaha mikro adalah
usaha yang melibatkan jumlah tenaga kerja sampai 10 orang dengan total aset dan
penjualan tahunan masing-masing sampai 100.000 USD. Pengertian usaha skala
mikro menurut world bank tersebut memang belum bisa diadopsi oleh Indonesia
karena secara finansial kisaran usaha mikro tersebut tergolong sangat tinggi. Selain
itu, usaha mikro di Indonesia banyak yang tidak berbadan hukum dan secara umum
sulit untuk mengetahui data keuangannya1.
Meskipun dengan jumlah yang besar namun pelaku usaha mikro di Indonesia
masih kesulitan untuk mengembangkan usahanya. Hal ini salah satunya dikarenakan
sulitnya mendapat akses kredit dari lembaga keuangan formal yang disebabkan oleh
ketidakmampuan menyediakan agunan2. Walaupun pemerintah telah memberikan
dorongan untuk mempermudah akses kredit untuk usaha kecil dan mikro namun
persoalan persyaratan seperti penyediaan agunan dan laporan keuangan tersebut
masih belum dapat dipenuhi oleh sebagian besar usaha kecil dan mikro3.
Tidak hanya di Indonesia, bahkan diperkirakan 2,5 milyar individu atau lebih dari
setengah populasi orang dewasa di dunia tidak mendapatkan akses keuangan formal4.
Tingginya pengangguran, kemiskinan dan akses keuangan formal yang rendah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah menjadikan permintaan kepada keuangan mikro
menjadi tinggi5.
1 Hermana Budi dkk, “Lembaga Keuangan Mikro: Model Organisasi dan Pemanfaatan Teknologi”, Universitas
Gunadarma.h.1 2 Arum Bidayati, “Dinamika Modal Sosial pada Lembaga Keuangan Mikro (studi di BMT Artha Amanah)”, Jurnal riset
daerah, Vol. 7, No.2, (agustus 2008) h.879 3 Supriyanto, “Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan
Kemiskinan”, Jurnal ekonomi dan pendidikan, 2006 (1), h. 1-16 4Natalie Schoon dan Matthias Range, “Toward Inclusive Islamic Finance”, (Eschborn: Deutsche Gessellschaft fὓ r
Internationale Zusammenarbeit, 2014), h.3 5 Mohammed Khaled, “Building a Succesful Business Model for Islamic microfinance”, (Spain: Global Microcredit
Summit, 2011)h.3
2
Beberapa tahun terakhir, dengan banyaknya bank yang masuk kedalam pasar
kredit atau pembiayaan usaha mikro dan kecil, menunjukan bahwa pasar kredit atau
pembiayaan ini menguntungkan namun juga memiliki risiko yang tidak kecil, hal
tersebut dapat dilihat dari NPL yang menurut bank Indonesia menunjukan angka
3,24% untuk usaha mikro6.
Namun, meskipun dengan tingkat risiko yang tidak kecil tersebut, usaha mikro
tetap menjadi pasar yang potensial untuk industri keuangan mikro di Indonesia.hal
tersebut dapat terlihat dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang tumbuh.
Diawali dengan keberhasilan BRI dengan divisi mikronya, mampu membuat bank-
bank besar yang telah mapan dengan produknya selama ini juga turut beramai-ramai
mengembangkan bisnis pembiayaan mikro. Tercatat bank Danamon dengan
„danamon simpan pinjam‟, bank mandiri dengan „mikro mandiri‟, bank CIMB Niaga
dengan ‟mikro laju‟. Begitu pula dengan lembaga perbankan yang berbasis syariah
seperti bank Mega syariah dengan‟mega mikro syariah‟, bank syariah mandiri dengan
„warung mikro‟, sedangkan bank muamalat telah lebih awal melakukan aliansi
strategis dengan lembaga mikro syariah seperti; BPRS, BMT, Maupun pegadaian
syariah7. Dengan banyaknya „pemain‟ besar di sektor Industri keuangan mikro
tersebut membuat persaingan antar lembaga keuangan menjadi semakin ketat.
Seibel mengatakan Indonesia memiliki lembaga keuangan mikro (LKM) terbesar
dengan 6.000 LKM formal dan 48.000 LKM semi formal yang tercatat melayani 45
juta depositor dan 32 juta penerima pembiayaan. Akan tetapi, realita kinerja LKM di
Indonesia masing mengalami pasang surut terutama yang dialami oleh lembaga
keuangan mikro syariah (LKMS)8.
Di Indonesia, nilai-nilai keuangan mikro sudah lahir sebelum negara Indonesia ini
ada, yang teraktualisasi secara eksplisit dalam undang-undang dasar negara republik
Indonesia (UUD 45)9, dalam pasal 33 ayat 1 yang menyebutkan bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Founding fathers
6Wahyu Dwi Agung, “Bisnis Keuangan Mikro di Indonesia: Analisis Posisi dan Peran BMT dalam Pemberdayaan
Ekonomi Umat”, (Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2016)cet.1, h. 51 7Wahyu Dwi Agung, “Bisnis Keuangan Mikro di Indonesia: Analisis Posisi dan Peran BMT dalam Pemberdayaan
ekonomi umat”, h. 5 8Hans Dieter Siebel, “Islamic Microfiance in Indonesia: The Challenge of Intitutional Diversity, Regulation and
Supervision”, (Harvard: Financing the Poor: Towards an Islamic Microfinance, 2007),h.7 9 Anwar Abbas, “Bung Hatta dan Ekonomi Islam”, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010)h.125-166
3
negara ini telah meletakan dasar-dasar yang kuat dalam membangun sistem ekonomi
untuk masa yang akan datang. Falsafah dan nilai-nilai ekonomi yang positif ini
tereduksi dalam praktek kenegaraan dan perekonomian nasional10
.di sektor keuangan
mikro, prinsip ini baru mulai mengemuka setelah munculnya lembaga keuangan
mikro Islam yang di pelopori oleh Muhammad Amin Aziz dalam gerakan
ekonominya melalui PINBUK11
, yang saat ini telah membina lebih dari 4000 BMT di
Indonesia.
Pemerintah melalui kementrian koperasi dan UKM, menyatakan koperasi jasa
keuangan syariah (KJKS) dalam bentuk baitul maal waa tamwil (BMT) berkembang
sangat signifikan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kinerja BMT secara nasional
telah mencapai aset sebesar 4.7 triliun dan jumlah pembiayaan sebesar 3.6 triliun.
Dengan perkembangan kinerja tersebut, di perkirakan BMT akan sangat berperan
sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu menggerakan sektor riil di
masyarakat12
.
Prinsip amanah atau trust yang kemudian menjadi andalan bagi beroperasinya
sebuah BMT, dalam perkembangannya menimbulkan permasalahan karena tidak
semua manajemen BMT dapat berjalan dengan baik, hal ini diakibatkan oleh
terjadinya beberapa kasus penyalahgunaan amanah oleh pihak manajemen. Persoalan
lain yang juga membelit BMT adalah bahwa lembaga ini tidak memiliki lembaga
penjamin dana nasabah atau Anggota, sehingga jika sewaktu-waktu BMT mengalami
masalah likuiditas, tidak ada yang melindungi dana anggota13
.
Oleh karena itu landasan hukum dan pengaturan BMT harus lebih diperjelas lagi.
Beberapa BMT mengambil badan hukum koperasi namun hal ini masih bersifat
pilihan, bukan keharusan. BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) ataupun dapat juga berbentuk badan hukum koperasi14
.
10 Sri Edi Swasono, “Kelengahan Kultural dalam Pemikiran Ekonomi (catatan akhir tahun 2010)”, (Jakarta:
BAPPENAS 2010) 11 M. Amin Aziz, “Kegigihan Sang Perintis”, (Jakarta: Embun Publishing, 2007)h. 55 12
Wahyu Dwi Agung, “Bisnis Keuangan Mikro di Indonesia: Analisis Posisi dan Peran BMT dalam Pemberdayaan
Ekonomi Umat”, h. 35 13
Arum Bidayati, “Dinamika Modal Sosial pada Lembaga Keuangan Mikro (studi di BMT Artha Amanah)”,
h.881-882 14
Novita Dewi Masyithoh, “Analisis Normatif Undang-Undang no. 1 tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Status Badan Hukum dan Pengawasan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)”, Jurnal
Economica, Vol V Edisi 2, Oktober 2014, h. 18
4
Sejak awal kelahirannya sampai dengan saat ini, legalitas BMT belum ada, hanya
saja banyak BMT memilih badan hukum koperasi. Oleh karena itu BMT tunduk pada
aturan perkoperasian, yaitu Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi
yang telah diubah menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2012 tentang Koperasi.
KEPMEN Nomor 91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Aturan hukum tersebut
selanjutnya dijabarkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) dan Petunjuk Teknis
(JUKNIS) serta Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Operasional
Menejemen (SOM) yang tunduk pada PERMEN Nomor 352/PER/M.KUKM/X/2007
tentang Pedoman standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah
dan Unit Usaha Jasa Keuangan Syariah yang telah diperbaharui dengan adanya
peraturan yang baru yaitu PERMEN nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi.
Namun, sejak adanya Undang-Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (LKM), status kelembagaan badan hukum BMT menjadi suatu
permasalahan tersendiri yang membebani BMT. BMT yang sudah ada kebanyakan
adalah berbadan hukum koperasi dengan skala usaha kecil menengah dan cakupan
luas usaha meliputi beberapa kota/kabupaten, bahkan lintas propinsi. Namun, dengan
pengaturan BMT sebagai LKM sebagaimana dalam UU No. 1 Tahun 2013, keluasan
cakupan usaha BMT menjadi dibatasi. Bila ingin melebarkan usahanya ke
kota/kabupaten lain, maka BMT harus bertransformasi menjadi bank. Dengan
demikian, maka yang memiliki kewenangan atas pengawasan berubah dari
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menjadi Otoritas Jasa
Keuangan. Perubahan pengawasan ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi BMT,
sekaligus menjadi celah hukum, bila pengawasan BMT masih tetap berada di bawah
pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM15
.
Oleh karena itu sebagian besar BMT tetap berpedoman pada Undang-undang
perkoperasian no. 17 tahun 2012, yang belakangan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh
mahkamah konstitusi, sehingga BMT yang berbadan hukum koperasi untuk
15 Ibid, h. 19-20
5
sementara kembali tunduk pada Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang
koperasi, sampai terbentuknya undang-undang yang baru16
.
Dalam Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang koperasi tersebut beserta
peraturan turunan yang mengikutinya hingga saat ini masih belum secara khusus
memberikan panduan peraturan yang jelas tentang manajemen risiko.
Agung dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sebagian besar BMT di
Indonesia berada dalam kondisi gelombang persaingan keuangan dan menyatakan
posisinya untuk survival saja17
.Padahal sebagaimana disebutkan diatas bahwa BMT
merupakan salah satu lembaga keuangan yang sangat diperlukan oleh masyarakat
miskin.
Oleh karena itu eksistensi BMT dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya
sangat mendukung perekonomian nasional. Survival BMT pada kenyataannya harus
didukung pula oleh sistem pengelolaan dalam managemen yang handal, rasional,
efektif dan efisien sehingga kehadirannya dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat dan lingkungan sekitarnya18
. Pengelolaan BMT yang baik akan
menjadikan BMT tersebut mampu bertahan di tengah persaingan dan perlambatan
ekonomi yang sedang terjadi.
Suatu lembaga akan memiliki tingkat kesehatan yang baik apabila mampu
mengelola risiko dengan baik. Fungsi utama lembaga keuangan mikro seperti BMT
adalah menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat, oleh karena
fungsi itulah risiko tidak mungkin ditiadakan, karena fungsi utama lembaga keuangan
seperti BMT adalah mengelola risiko.
Pada lembaga keuangan mikro, risiko kredit atau risiko pembiayaan merupakan
risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang dapat menyebabkan kerugian
potensial19
. Oleh karena itu BMT tidak dapat terlepas dari realita untuk memberikan
perhatian terhadap pentingnya manajemen risiko kredit agar dapat mengoptimalkan
16 Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi RI, Putusan No.28/PUU-XI/2013 www.mahkamahkonstitusi.go.id, di unduh
pada Jum‟at 3 November 2017 17Wahyu Dwi Agung, “Bisnis Keuangan Mikro di Indonesia: Analisis Posisi dan Peran BMT dalam Pemberdayaan
Ekonomi Umat”, (Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2016)cet.1, h.159 18 Maya Puspita Sari, “Analisis Rasio Likuiditas, Permodalan dan Manajemen di KSPS BMT Logam Mulia”, Iqtishadia,
Vol. 7, No.1, Maret 2014, H. 86 19 Edi Susilo, “Analisis Perbandingan Manajemen Risiko Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Studi Kasus
di BMT Beringharjo Yogyakarta dan BPRS Madina Mandiri Sejahtera Yogyakarta”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan,
dengan menggunakan Creditrisk⁺ (Studi kasus BNI Syariah), dalam tesis ini
membahas perhitungan risiko atas pembiayaan murabahah BNI Syariah,
pengukuran creditrisk⁺ dilakukan dengan menghitung frequency of default dan
loss given default dan menghitung distribution of default loses. Distribution of
default losses digunakan untuk menentukan nilai expected loss, unexpected loss
24 Dewi Safitri Maulida, “Analisis Pengukuran Risiko Kredit menggunakan Metode Creditrisk⁺ pada PT Mandiri Tunas
Finance”, (Tesis S2 Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2014) 25 Indra Kurniawan, “Analisis Perhitungan Creditrisk+ untuk Kredit Binis Mikro pada Bank Bank Rakyat Indonesia”,
(Tesis S2 Fakultas Ekonomi Program Magister Manajemen, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009)
10
dan economic capital. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan backtesting
dengan loglikelihood ratio (LR) test, diperoleh bahwa metode CreditRisk⁺ cukup
valid untuk mengukur risiko atas pembiayaan murabahah pada BNI Syariah26
.
penelitian tersebut dilakukan di bank syariah yaitu BNI syariah, sedangkan
penelitian saat ini dilakukan di BMT UMJ
Muslimah Mattjik, “Analisis pengukuran risiko pembiayaan dengan model
standard dan internal pada BPRS Harta Insan Karimah”, memberikan kesimpulan
bahwa modal yang harus di cadangkan untuk menutup kerugian akibat risiko
pembiayaan dengan modal internal lebih kecil daripada dengan modal standar,
dibandingkan dengan actual lost yang terjadi, model internal lebih akurat
dibandingkan dengan model standar. Sehingga BPRS Harta Insan Karimah dapat
menghemat modal yang harus dicadangkan sebesar 72,5% pada tahun 2008,
75,3% pada tahun 2009, 83,8% pada 201027
. Penelitian tersebut membandingkan
penggunaan model standard dan model internal pada BPRS Harta Insani Karimah,
sedangkan penelitian saat ini hanya menggunakan model internal credit risk+ di
BMT UMJ.
Any Meilani, “penerapan metode credit risk⁺ dalam pengukuran risiko kredit
kendaraan bermotor (kasus pada PT “X”), dari hasil penelitian ini diketahui bahwa
nilai expected loss dan unexpected loss dari tahun ke tahun cenderung mengalami
kenaikan, modal yang dimiliki PT X masih cukup untuk menutup kerugian yang
mungkin di akibatkan oleh unexpected loss tersebut. Metode creditrisk⁺ cukup
akurat dan dapat diterima untuk mengukur risiko28
. Penelitian tersebut mengukur
risiko kredit pada perusahaan pembiayaan, sedangkan penelitian saat ini dilakukan
pada BMT UMJ.
Halid Thawil, “Pengujian Model Risiko Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus
Bank Muamalat Indonesia)”, penelitian ini menyimpulkan bahwa pengukuran
risiko pembiayaan murabahah yang dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia,
26 Fatchur Rochman, “Analisis Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah dengan menggunakan Creditrisk⁺ (Studi
Kasus BNI Syariah)”, (Tesis S2 Fakultas Ekonomi Magister Managemen Universitas Indonesia, Jakarta, 2010) 27 Muslimah Mattjik, “Analisis Risiko Pembiayaan dengan Model Standard an Internal pada BPRS Harta Insan
Karimah”, (Tesis S2, Program Pasca Sarjana Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, 2011) 28 Any Meilani, “Penerapan Metode Kredit Risk+ dalam Pengukuran Risiko Kredit Kendaraan Bermotor (Kasus pada
PT X)”, Jurnal Organisasi dan Managemen, Volume 6, No. 2, September 2010
11
pada bulan Oktober 2005 dengan mengunakan model Creditrisk⁺ menunjukan
risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model standar. Pengukuran ini
juga didukung dengan uji validitas terhadap kedua model tersebut dan dengan
hasil yang valid. Karena itu dalam pengukuran risiko pembiayaan murabahah,
selain menggunakan model standar seperti yang di syaratkan oleh bank Indonesia
bank Muamalat Indonesia juga bisa menggunakan model internal29
.
Yuda Septia Fitri, “Analisis Perhitungan Risiko Kredit dengan Pendekatan
Creditrisk⁺ Portofolio (Studi Kasus Pembiayaan Murabahah Bai’ Bithaman Ajil
pada BMT At Taqwa)”, Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana
manjemen risiko kredit dalam pembiayaan dengan sistem murabahah pada BMT
At Taqwa dan menghitung besarnya potensi kerugian maksimum dari debitur
macet pada bulan desember 2003 dengan metode Creditrisk⁺ portofolio. Hasil
penelitian menunjukan bahwa potensi kerugian maksimum debitur macet pada
bulan desember 2003sebesar Rp 55,160,000,00. Uji validitas dengan backtesting,
didapat kerugian ritel pembiayaan akibat debitur macet pada bulan januari 2004
sebesar Rp 53,771,034.90 (standar deviasi 2,6%). Hal ini menunjukan bahwa
metode Creditrisk⁺ cukup relevan untuk diterapkan di BMT dalam memprediksi
kerugian risiko kredit pembiayaannya30. Dalam penelitian tersebut fitri
mengungkapkan bahwa identifikasi, pengukuran dan pemantauan pada BMT yang
diteliti sudah cukup baik, tetapi belum sampai pada alokasi modal yang harus di
cadangkan untuk risiko. Digambarkan dalam penelitian tersebut BMT memiliki
badan hukum koperasi, namun memiliki operasional sebagaimana bank. Karena
seharusnya penerapan manajemen risiko dalam dua lembaga tersebut memiliki
perbedaan yang mendasar. Perbedaan dengan penelitiaan saat ini antara lain akan
di lakukan penghitugan alokasi modal yang harus di cadangkan untuk
mengantisipasi risiko dari Unexpected loss, serta melakukan uji validitas dengan
likelihood ratio. Kedua hal tersebut tidak dilakukan pada penelitian fitri.
29 Halid Thawil, “Pengujian Model Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah (Studi kasus Bank Muamalat
Indonesia)”, (Tesis S2, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007) 30
Yuda Septia Fitri, “Analisis Perhitungan Risiko Kredit dengan Pendekatan Creditrisk⁺ Portofolio (Studi
Kasus Pembiayaan Murabahah Bai’ Bithaman Ajil pada BMT At Taqwa)”, (Tesis S2 Ekonomi dan Keuangan
Syariah, Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Jakarta 2004)
12
F. Kerangka Teori
1. Konsep tentang Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
a) Baitul Maal waa Tamwil (BMT)
BMT merupakan kependekan dari baitul maal wa tamwil. Secara
harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah
usaha, baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan
(mendistribusikan) dana sosial, sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga
bisnis yang bermotif laba. Dari pengertian tersebut dapatlah di tarik suatu
pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga
berperan sosial31
.
Sebagian besar BMT, sejak awal memang berbentuk koperasi karena
konsep koperasi sudah di kenal luas oleh masyarakat dan bisa memberi status
legal formal yang dibutuhkan.Akan tetapi, ada pula BMT yang pada awalnya
hanya bersifat organisasi kemasyarakatan informal, atau semacam paguyuban dari
komunitas lokal32
.
BMT memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan lembaga
keuangan lain yang ada, karena selain memiliki misi komersial (Baitut Tamwil)
juga memiliki misi sosial (Baitul Maal), oleh karenanya BMT bisa dikatakan
sebagai jenis lembaga keuangan mikro baru dari yang telah ada sebelumnya.
Beberapa BMT mengambil bentuk hukum koperasi, namun hal ini masih bersifat
pilihan, bukan keharusan33
. BMT dapat memilih untuk berada dibawah
pengawasan kementerian koperasi atau dibawah pengawasan OJK.
Setelah dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia nomor 1
tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro, maka BMT sebagai salah satu
lembaga keuangan mikro tunduk pada UU tersebut dan wajib mendapatkan izin
dari OJK sebelum menjalankan usahanya.
Baitul Maal wa Tamwil dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu yang telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya UU LKM,
31 Muhamad Ridwan, “Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT)”, (Yogyakarta: UII Press, 2004)h. 126 32
M. Amin Azis, “Kegigihan Sang Perintis” (Jakarta: MAA Institute, 2007)h.6 33
Novita Dewi Masyithoh, “Analisis Normatif Undang-undang no. 1 tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
(lkm) Status Badan Hukum dan Pengawasan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)”, h. 18
13
serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM
kepada OJK.
Namun untuk Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah memperoleh izin
usaha sebagai koperasi, tunduk pada UU yang mengatur mengenai perkoperasian
sehingga tidak wajib memperoleh izin usaha dari OJK.
2. Konsep tentang Managemen Risiko
a) Risiko
Resiko adalah ketidaktentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan
Kerugian (loss). Unsur ketidaktentuan ini bisa mendatangkan kerugian dalam
asuransi. Ketidaktentuan dapat kita bagi atas :
1) Ketidaktentuan ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian yang
timbul sebagai akibat dari perubahan sikap konsumen, umpama perubahan
selera atau minat konsumen atau terjadinya perubahan pada harga,
teknologi, atau didapatnya penemuan baru, dan lain sebagainya.
2) Ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam (uncertainty of nature)
misalnya kebakaran, topan, banjir, dan lain-lain.
3) Ketidaktentuan yang disebabkan oleh prilaku manusia (human
uncertainty), umpama peperangan, pencurian , dan pembunuhan.34
Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama
periode Tertentu menurut Arthur Williams dan Richard. Risiko merupakan
penyebaran atau penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan dan juga
probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan menurut
Herman Darmawi. Adapun karakteristik Risiko diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
2. Merupakan ketidakpastian bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Wujud dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain:
1. Berupa kerudian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya
diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran, dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang , misalnya sakit/cacat karena kecelakaan.
34
Salim, Abbas , Asuransi dan Manajemen Resiko , hal 4
14
3. Berupa tanggung jawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau
peristiwa yang merugikan orang lain.
4. Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, mislanya terjadi
perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.35
b) Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajeman dalam
penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat.
Program manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas:
1. Mengidentifikasi risiko-risiko dihadapi
2. Mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut.
3. Mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko
4. Menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko
5. Mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko serta mengevaluasi
program penanggulangan risiko yang telah dibuat.
Manajemen risiko ialah semua risiko yang terjadi di dalam masyarakat
(kerugian harta, jiwa, keuangan, usaha dan lain-lain) ditinjau dari segi
manajemen perusahaan. Adapun sasaran utama yang hendak dicapai oleh
manajemen risiko terdiri dari:
1. Untuk kelangsungan hidup perusahaan (survival)
2. Ketenanangan dalam berpikir
3. Memperkecil biaya (least cost)
4. Menstabilisasi pendapatan perusahaan
5. Memperkecil atau meniadakan gangguan dalam berproduksi
6. Mengembangkan pertumbuhan perusahaan
7. Mempunyai tanggung jawab sosial terhadap karyawan.36
Dalam dunia perbankan ada ungkapan menarik yang mengatakan bahwa
bank adalah mesin risiko: mereka mengambil risiko, mentransformasi dan
kemudian melekatkannya pada produk dan jasa yang diberikannya. Jauh
Pembiayaan untuk akad murabahah dikatakan lancar jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran
sampai dengan 3 (tiga) bulan dan pembiayaan belum jatuh tempo.
b) Pembiayaan kurang lancar
1) Akad murabahah dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan dengan akad murabahah dikatakan kurang lancar jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan/atau margin fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 1
(satu) bulan.
2) Akad murabahah dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad murabahah tersebut dikatakan kurang lancar jika
masa angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) hari sampai dengan 6
(enam) hari dan atau pembiayaan telah jatuh tempo dari 1 hari (angsuran
119
Perdep Bidang Pengawasan KUKM No. 07/Per/Dep.6/IV/2016 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi. H.8-
11
72
pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan 3 (tiga) hari dan atau
pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 1 (satu) hari;
3) Akad murabah dengan pembayaran mingguan.
Pembiayaan untuk akad murabah tersebut dikatakan kurang lancer jika
masa angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) minggu sampai dengan
6 (enam) minggu dan atau pembiayaan telah jatuh tempo dari 1 minggu
(angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan 3 (tiga)
minggu dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 1 (satu)
minggu.
c) Pembiayaan diragukan
1) Akad murabahah dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 6 (enam) bulan sampai dengan 12 (dua
belas) bulan dan atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu
bulan sampai dengan 2 (dua} bulan, Untuk masa angsuran kurang dari 1
bulan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran
yang telah melewati 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan dan
atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu) bulan sampai
dengan 2 (dua) bulan.
2) Akad murabahah dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 6 (enam) hari sampai dengan 12 (dua
belas) hari dan atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu hari)
sampai dengan 2 (dua) hari. Untuk masa angsuran kurang dari 1 hari
(angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran yang
telah melewati 3 (tiga) hari sampai dengan 6 (enam) hari dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu) hari sampai dengan 2
(dua) hari;
73
3) Akad murabahah dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 6 (enam) minggu sampai dengan 12 (dua
belas) minggu dan atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu
minggu) sampai dengan 2 (dua) minggu. Untuk masa angsuran kurang
dari 1 minggu (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 3 (tiga) minggu sampai dengan 6 (enam)
minggu dan atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 1 (satu) minggu
sampai dengan 2 (dua) minggu.
d) Pembiayaan macet
1. Akad murabahah dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) bulan dan atau pembiayaan
jatuh tempo telah melewati 2 (dua) bulan atau telah diserahkan kepada
Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah diajukan penggantian
ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit/pembiayaan. Untuk masa
angsuran kurang dari 1 bulan (angsuran pokok dan atau margin/fee)
terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) bulan dan
atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) bulan.
2. Akad murabahah dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) hari dan atau pembiayaan
jatuh tempo telah melewati 2 (dua) hari atau telah diserahkan kepada
Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah diajukan penggantian
ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit/pembiayaan. Untuk masa
angsuran kurang dari 1 hari (angsuran pokok dan atau margin/fee)
terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) hari dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) hari.
74
3. Akad murabahah dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) minggu dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) minggu atau telah
diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit/pembiayaan. Untuk masa angsuran kurang dari 1 minggu
(angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran yang
telah melewati 6 (enam) minggu dan atau pembiayaan jatuh tempo telah
melewati 2 (dua) minggu.
Untuk mengurangi risiko gagal bayar dari pembiayaan bermasalah maka
koperasi mensyaratkan adanya agunan sebagai jaminan. dan apabila nilai
jaminan tidak dapat ditaksir/diketahui maka nilai agunan sebagai
pengurang adalah sebesar 50% dari baki debet120
.
7. Pengukuran Risiko kredit
Saunders dalam Maulida mengatakan bahwa pentingnya melakukan pengukuran
risiko kredit disebabkan karena121
:
a. Meningkatnya jumlah bank yang mengalami kebangkrutan dibandingkan
dengan periode sebelum krisis. Disamping itu, dengan semakin meningkatnya
kompetisi, maka akurasi analisis kredit semakin penting dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
b. Semakin berkembangnya pasar modal, perusahaan yang memerlukan
tambahan dana mempunyai alternatif sumber dana selain perbankan.
c. Terdapat kecenderungan penurunan interest margin atau spread terutama
dalam corporate credit.
d. Adanya volatilitas dan penurunan nilai kolateral, terutama setelah terjadinya
krisis moneter.
120
Perdep Bidang Pengawasan KUKM No. 07/Per/Dep.6/IV/2016, h. 13 121
Dewi Safitri Maulida, “Analisis Pengukuran Risiko Kredit menggunakan Metode Creditrisk⁺ pada PT
Mandiri Tunas Finance”, (Tesis S2 Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2014),
h. 24
75
e. Adanya kemajuan teknologi memungkinkan bank untuk melakukan
pengukuran kredit dengan metode yang lebih baik dari sebelumnya.
f. Internal model memungkinkan bank untuk mengukur risiko portfolio kredit
sehingga dapat di evaluasi dengan lebih baik, serta dapat digunakan untuk
memperbaiki sistem penentuan harga kredit.
Masih menurut Saunders, menyatakan bahwa berapa jumlah default yang dapat
diterima oleh bank dari total portofolio pembiayaan dan metode yang digunakan
untuk mengukur kerugian yang akan terjadi akibat adanya pemberian pembiayaan
kepada debitur. Terdapat dua pendekatan dalam mengukur risiko kredit yaitu:
a. Default mode (DM) model
Kinerja kredit dikategorikan default dan no default. Kerugian kredit akan
mengalami kenaikan apabila terjadi default dalam rentang waktu tertentu
b. Market to market (MTM) mode
Kinerja kredit didasarkan pada situasi pasar (downgrade atau upgrade),
dimana kerugian kredit akan meningkat apabila ada penurunan nilai kredit
(downgrade) karena terjadinya default dan sebaliknya.
Para analisis, ekonom maupun bank telah menggunakan berbagai jenis model
yang berbeda dalam melakukan assessment atas default risk yang dapat terjadi pada
portofolio pinjaman ataupun bonds. Jenis assessment ini bervariasi mulai dari penilai
kualitatif yang sederhana hingga quantitative models yang rumit. Karena model ini
tidak bersifat muatually exclusive, bank dapat menggunakan berbagai model tersebut
dalam melakukan penilaian atas credit pricing dan loan quantity rationing decision.
Terdapat tiga kelompok model yang dipergunakan bank dalam melakukan
penilaian atas probability of default yang dilakukan peminjam dan memperkirakan
besarnya harga pinjaman yang meliputi: qualitative models, credit scoring models,
serta newer models.
a. Qualitative models
Model ini digunakan bank dalam situasi dimana tidak terdapat publikasi yang
berisi informasi perihal kualitas peminjam sehingga bank harus
menghimpunnya sendiridari private source.
76
b. Credit scoring models
Ini adalah suatu quatitative models yang disusun dengan menggunakan
karakteristik calon peminjam untuk salah satu dari dua tujuan, yaitu apakah
untuk:
1) Menghitung suatu besaran score yang menggambarkan besarnya
probability of default yang mungkin dilakukan calon peminjam tersebut
untuk
2) Memilah-milah para peminjam tersebut kedalam pengelompokan
menurut kelompok default risk yang berbeda.
Dengan menyeleksi dan mengkombinasikan berbagai karakteristik peminjam
yang berbeda-beda itu, bank dapat melakuakan hal-hal diantaranya:
1) Menyusun daftar urutan faktor, dimulai dari faktor yang dinilai terpenting
menggambarkan besarnya default risk.
2) Menevaluasi faktor tersbut sesuai dengan urutan tingkat pentingnya
faktor tersebut masing-masing.
3) Melakukan perbaikan atau revisi atas pricing default risk.
4) Menjadi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyeleksi da
mengeluarkan bad loan applicant dari daftar calon peminjam.
5) Menjadi berada dalam posisi yang lebih baik dalam menghitung besarnya
pencadangan yang perlu dibentuk.
c. Newer models of credit risk measurement
Credit risk models ini menggunakan data-data financial theory dan
tersedianya data-data financial market yang lebih luas dalam menarik
kesimpulan atas default probabilities pada debt dan loan instrument. Oleh
karena itu model ini lebih cocok bila diterapkan pada penilaian pinjaman
borrower yang lebih besar dalam corporate sector.
77
Terdapat beberapa pendekatan dalam credit risk model ini, yaitu sebagai
berikut:
1) Term structure of credit risk approach
Metode ini dilakukan dengan meganalisis besaran risk premium yang
melekat dalam current structure yield dari corporate debt atau loan yang
diberikan.
2) Mortality rate approach
Lebih jauh dari menghitung besaran expected default rates sebagai akibat
dari the cuurent term structure interest rate, bank dapat juga
menganalisis terjadinya default risk dimasa lalu.
3) RAROC models
Model ini adalah suatu model perhitungan yang didasarkan pada risk
adjusted return on capital. Yang penggunaannya pertama kali di pelopori
oleh banker trust (yang kemudian diambil oper oleh Deutche Bank pada
tahun 1998).
4) Credit metrics
Konsep credit metric ini pertama kalinya pada tahun 1997 diperkenalkan
oleh JP Morgan dengan Co sponsornya, yaitu Bank of America dan
Union Bank of Switzerland. Credit metric ini diperkenalkan sebagai
suatu value at risk (VaR) frame work dalam menerapkan suatu valuasi
dan penilaian atas risk non tradable asset. Secara sederhana perbedaan
antara risk metric dengan credit metric terletak pada jangka waktu yang
harus diantisipasi dalam berhadapan dengan risiko. Pada risk metric
dipertanyakan: jika besok merupakan hari yang buruk seberapa banyak
investor akan merugi sebagai akibat dari risiko memberuknya nilai
tradebleasset yang dikuasainya, seperti stock, bonds dan equaties?,
sedangkan pada credit metric pertanyaannya adalah jika tahun depan
merupakan tahun yang buruk, seberapa banyak seorang kreditor akan
merugi sebagai akibat dari risiko memburuknya kualitas tagihan serta
portofolio pinjaman itu? Pertanyaan itu dijawab oleh credit metric
dengan melakukan pengamatan pada market value atau harga atas aset
78
tersebut dan seberapa voltilitas harga atau return yang dihasilkan oleh
aset tersebut.
5) Credit risk
Gagasan model credit risk ini dikembangkan oleh Credit Suisse
Financial Product. Berbeda dengan credit metric yang mengembangkan
model penelitiannya melalui full VaR Framework, credit risk mencoba
melkukan estimasi atas expected loss of loan dan distribusi kerugian itu
dengan memfokuskan perhitungannya pada beberapa cadangan modal
yang diperlukan untuk manampung kerugian diatas jumlah tertentu.
Pemikiran ini diilhami oleh teori yang berlaku pada bidang asuransi.
6) Option models of default risk
Perhatian khusus dalam corporate credit analysis terutama ditujukan
pada upaya untuk mamperoleh gambaran seberapa jauh default risk yang
dilakukan oleh corporate customers itu berpengaruh terhadap
permodalan bank. Dengan demikian, masalah stock valuation (penilaian
saham) menjadi aspek yang penting122
.
Terdapat beberapa model-model pengukuran risiko kredit, dimana masing-masing
credit risk modeling memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Secara umum
perbedaan masing-masing credit risk modeling didasari pada proses conditional dan
proses unconditional. Pada unconditional model, proses informasi hanya terbatas
pada perjanjian kredit. Sedangkan pada proses conditional model, proses informasi
meliputi kondisi debitur, perjanjian kredit dan struktur macro economic.
Menurut saunders, banyak dimensi yang menggambarkan perbedaan antar credit
risk modeling. Ada sekitar 10 kunci dimensi dari 5 tipe model, antara lain123
:
a. Option pricing model, contohnya: KMV dan Moody’s
b. Reduce from models, contohnya: KMPG dan model dari Kamakura
Corporation
c. VaR model, contohnya Credit metric
122
Masyhud Ali, “Manajemen Risiko, Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Mengahadapi Tantangan
Globalisasi Bisnis”, h. 239-249 123
Maulida, “Analisis Pengukuran Risiko Kredit Menggunakan Metode Credit Risk+ pada PT Mandiri
Tunas Finance”, h. 25
79
d. Time Varying model, contohnya credit portofolio view
e. Mortality model, contohnya creditrisk⁺
Tabel dibawah ini membadingkan masing-masing metode pengukuran kredit.
Tabel 2.6 Perbandingan model pengukuran risiko kredit
Credit metric
Credit
Portofolio View Credit Risk⁺
Merton
OPM KMV
Moody’s
Definition of risk MTM MTM or DM DM MTM or DM
Risk driver Asset value Macroeconomic
factor
Expected
default rate
Asset value
Data
requirement
Historical
transition
matric credit
spread and
yield curve
LGD
correlation,
exposure
Historical
transition
matric macro
variables credit
spreads, LGD
exposure
Default rate
and volatility,
macro
factors, LGD,
Eksposure
Equity price,
credit
spreads
correlations,
exposures
Characterization
credit event
Credit
migration
Migration
conditional on
macroeconomic
factors
Actuarial
random
default rates
Distance or
default:
structural
and
empirical
Volatility of
credit event
Contant or
variable
variable variable variable
Correlation of
credit event
Multivariance
normal assets
return
Macroeconomic
factors loadings
Independence
assumption or
correlation
with expected
default rates
Multivariate
random
assets return
80
Recovery rate Random (beta
distribution)
random Constant
within band
Constant or
random
Numerical
approach
Simulation or
analytic
Simulation analytic Analytic and
econometric
Interest rate Constant Constant Constant Constant
Risk
clasification
rating rating Eksposure
band
Empirical
EDF
Sumber: Saunders, Anthony & Linda Allen, 2002.
Metode CreditRisk⁺ dipilih untuk mengukur risiko pembiayaan murabahah,
adapun alasan pemilihan metode ini adalah karena hal-hal sebegai berikut:
a. CreditRisk⁺ sangat tepat untuk menganalisis default risk untuk jumlah debitur
yang banyak dengan skala pembiayaan yang kecil. Dibandingkan pembiayaan
dengan jumlah debitur yang sedikit dengan nilai nominal pembiayaan yang
sangat besar124
.
b. Pengukuran metode CreditRisk⁺ lebih fokus pada pengukuran default dari
pembiayaan yang diberikan, tidak mengasumsikan penyebab terjadinya
default dan pergerakan harga pasar (market to market).
c. Frekuensi dari default rate dimodelkan dengan model distribusi Poisson
karena sifat pinjaman diasumsikan memiliki tingkat probability of default
yang kecil, masing-masing pembiayaan bersifat individualistic (tidak
dipengaruhi oleh pembiayaan lainnya) dan bersifat random.
d. CreditRisk⁺ dalam setiap periode, terdapat dua kondisi yaitu default dan no
default yang fokusnya pada pengukuran expected dan unexpected loss125
.
e. CreditRisk⁺ mampu mengukur kecukupan cadangan modal (capital reserved)
sehingga bagi manajemen dapat mengambil keputusan strategis terkait
dengan penyediaan modal dan perancangan ekspansi pembiayaan di masa
yang akan datang.
124
Saunders, 2001, h3107 125
Saunders at al, 2002, 125
81
f. CreditRisk⁺ cukup efektif dan user friendly dalam penerapannya karena hanya
memerlukan data internal bank berupa jumlah eksposur pembiayaan, jumlah
debitur, tingkat kolektibilitas pembiayaan dan recovery rate126
.
8. CreditRisk⁺
Ada beberapa pengertian Credit risk⁺ diantaranya: “default models the generates
loss distribution based on defaults events, recovery rates and exposure at book
value”127
.
Credit risk⁺ menurut credit Suisse, is a statistical model of credit default risk that
makes no assumptions about causes of default128
.
Dari beberapa definisi diatas, credit risk⁺ menganalisis kegagalan atau risiko
default sebagai risiko yang harus dihadapi saat mitra/debitur berada pada kondisi
pailit atau tidak mampu membayar hutangnya. Credit risk⁺ merupakan distribusi dari
risiko portofolio untuk mencari probabilitas jumlah mitra/debitur yang default dalam
satu periode yang dinyatakan dengan distribusi poisson.
Model ini menitikberatkan tingkat default untuk mengatasi ketidakpastian.
Metode ini didasarkan pada pendekatan credit default model yang menggambarkan
informasi jumlah dan batas waktu eksposur dan pengukuran risiko pembiayaan
sistematis dari mitra/debitur129
.
Creditrisk⁺ mulai diperkenalkan pada pada bulan desember 1996 oleh credit
Suisse group. Pendekatan ini muncul dari literatur asuransi, terutama asuransi
kebakaran. Pada asuransi kebakaran, jumlah kerugian di tentukan oleh dua faktor,
yaitu probabilitas rumah yang akan terbakar (frekuency of event) dan nilai rumah jika
terbakar (severity of the loss). Ide ini dapat diaplikasikan untuk menghitung risiko
kredit dimana distribusi kerugian dari portofolio kredit merupakan the frequency of
loan default dan nilai kredit yang default (severity of loan losses)130
.
126
Diah Kusumo Dewi, “Analisis Pengukuran Risiko Kredit Usaha Kecil dengan Metode Creditrisk⁺ (Studi
Kasus : Bank X)”, Tesis S2, Universitas Indonesia 2009, H.16 127
Bessis, “Risk Management in Banking”, Third Editions, United Kingdom (2010), Jhon Wiley & Sons
Ltd 128
Credit Suisse first Boston, “Credit Risk+: a Credit Risk Management Frame Work”. London, 1997 129
Halid Thawil, “Pengujian Model Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus Bank
Muamalat Indonesia)”, Tesis S2, Universitas Indonesia, 2007 130
Indra Kurniawan,”Analisis Perhitungan Credit Risk⁺ untuk Kredit Bisnis Mikro pada Bank Rakyat
Indonesia”, H. 25
82
a. Data Input
Data input Credit Risk⁺ adalah sebagai berikut:131
1) Credit Eksposure
Credit eksposure timbul dari transaksi yang dilakukan debitur.
Model Credit risk⁺ dapat mengatasi semua jenis instrumen yang terkait
dengan credit eksposure, termasuk bonds, loans, commitments, financial
letter of credit dan derivative eksposure. Untuk beberapa jenis transaksi
ini diperlukan pula adanya asumsi mengenai tingkat eksposure pada saat
terjadinya default.
2) Default Rates
Default Rates merupakan prosentase yang menyatakan besarnya
pembiayaan bermasalah.
Rumus default rates:
Default rates= Pembiayaan bermasalah
Total pembiayaan yang disalurkan
Pembiayaan bermasalah merupakan outstanding pembiayaan debitur
yang masuk dalam kategori kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
3) Default Rates Volatility
Default rate volatility adalah jumlah default rate dari rata-rata
yang dapat ditunjukan dengan volatility (standar deviasi) dari default
rates. Nilai standar deviasi dari default rates dibandingkan dengan actual
default rates, hal ini menunjukan adanya perubahan dalam kondisi
ekonomi.
4) Recovery rates
Merupakan nilai eksposure pada saat terjadinya default yang dapat
ditagih kembali setelah fasilitas kredit dihapusbukukan. Namun nilai
eksposure yang tidak dapat ditagih kembali merupakan jumlah kerugian
yang ditanggung oleh kreditur. Kerugian tersebut dapat dihitung dengan
rumusan nilai sebesar jumlah pinjaman yang dapat diberikan kepada
debitur dikurangi jumlah recovery.
131
CFSB, 1997, H.11
83
Metode CreditRisk⁺ dipilih untuk mengukur risiko produk pembiayaan
murabahah. Adapun alasan pemilihan metode ini adalah karena hal-hal
sebagai berikut :
a. Credit risk⁺ sangat tepat untuk menganalisis default risk untuk
jumlah debitur yang banyak dengan skala pembiayaan yang kecil.
Dibandingkan pembiayaan dengan jumlah debitur yang sedikit
dengan nilai nominal pembiayaan yang sangat besar.132
b. Pengukuran Creditrisk⁺ lebih fokus pada pengukuran default dari
pembiayaan yang diberikan, tidak mengasumsikan penyebab
terjadinya default dan pergerakan harga pasar (market to market).
c. Frekuensi dari default rate dimodelkan dengan model distribusi
poisson karena sifat pinjaman diasumsikan memiliki tingkat
probability of default yang kecil, masing-masing pembiayaan
bersifat individualistic (tidak dipengaruhi oleh pembiayaan
lainnya) dan bersifat random.
d. Creditrisk⁺ dalam setiap periode, terdapat dua kondisi yaitu default
dan no default yang fokusnya pada pengukuran expected dan
unexpected loss133
.
e. CreditRisk⁺ mampu mengukur kecukupan cadangan modal (capital
reserved) sehingga bagi manajemen dapat mengambil keputusan
strategis terkait dengan penyediaan modal dan perancangan
ekspansi pembiayaan di masa yang akan datang.
f. CreditRisk⁺ cukup efektif dan user friendly dalam penerapannya
karena hanya memerlukan data internal bank berupa jumlah
eksposur pembiayaan, jumlah debitur, tingkat kolektibilitas
pembiayaan dan recovery rate134
.
132
Saunders, A; Allen, L. “Credit risk measuremen: new approach to value at risk and other paradigms”.
(2002) Second Edition, New York: John Wiley & Sons, Inc. h.307 133
Saunders, A et al, “Financial Institution Management : A Risk Management Approach”. Fourth Edition,
(2003), New York : Mc Graw Hill. 134
Dewi, Diah Kusumo. “Analisis Pengukuran Risiko Kredit Usaha Kecil dengan Metode CreditRisk⁺ (Studi Kasus: Bank X)”, Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2009.h. 16
84
b) Frekuensi terjadinya default
Frekuensi terjadinya default merupakan jumlah default kredit pada
satu periode. Dalam metode CreditRisk⁺, penyebab terjadinya default
tidak diasumsikan. Default dianggap suatu peristiwa yang tidak dapat
ditentukan secara tepat kapan terjadinya dan berapa jumlahnya.
Diasumsikan bahwa terdapat suatu eksposur yang tergolong
default yang berasal dari sejumlah debitur yang banyak namun masing-
masing dengan probability of default yang kecil dan bersifat random.
Model yang tepat untuk menggambarkannya adalah distribusi Poisson.
Distribusi poison merupakan distribusi yang digunakan untuk
menggambarkan sejumlah proses kejadian135
. Rumus probability of
default dengan distribusi Poisson adalah sebagai berikut:
Probability (n default) = λne
-λ
n!
dimana:
e = bilangan eksponensial, 271828
λ = mean = angka rata-rata default
n = jumlah debitur default dimana n = 0, 1, 2, 3, 4, 5,...n
n!= n faktorial
d. Loss given default / Severity of loss
Loss given default atau severity of loss merupakan besarnya tingkat
kerugian yang diakibatkan terjadinya default136
. Loss given default di
peroleh dari masing-masing eksposur pinjaman debitur dengan
memperhitungkan nilai recovery rate.
Pengukuran jumlah kerugian untuk setiap pinjaman cukup sulit
sehingga loss severity atau loan eksposure dikelompokan dengan
membuat band137
. Adapun rumus loss given default adalah sebagai
berikut:
LGD = Eksposure at default x (1- Recovery Rate)
135
Rubin Levin, “Statistik for Management”, Seven Edition, New Jersey, Prentice-Hall. Inc, 1998, H.249 136
Crouchy, dkk “Risk Management”, New York, Mc Graw Hill, 2001, H. 407 137
Rizaldy Iskandar, “Perhitungan Economic Capital Akibat Risiko Kredit pada PT Toyota Astra Financial
Service menggunakan Metode CreditRisk⁺”, Jakarta, MM-FEUI, 2011
85
e. Expected loss
Expected loss adalah kerugian yang diperkirakan akan terjadi. Perkiraan
ini timbul berdasarkan data historis munculnya credit event tersebut.
Besarnya expected loss diperkirakan dengan nilai mean atau rata-rata (nj
atau lamda) yang merupakan nilai rata-rata dari total outstanding debitur
dalam suatu golongan kelas dari distribusi probabilitas. Adapun rumus
expected loss berdasarkan jorion adalah sebagai berikut:138
Lambda (mean) = EAD perkelompok band
Band
Expected loss = EL = nj x Kelompok Band x Band x (1-R)
Dimana:
EL : Expected loss
nj : Expected number of default in band j = mean default rate (λ)
R : Recovery Rate
f. Unexpected loss
Unexpected loss adalah kerugian yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, atau tingkat kerugian berada diatas rata-rata. Unexpected loss
dihitung dengan cara mengambil nilai kerugian maksimum pada
confidence level tertentu, dalam penelitian ini tingkat keyakinan yang
dipilih adalah 95% adalah tingkat tertinggi dalam memprediksi expected
loss yang dapat diatasi oleh economic capital. Dengan dipilihnya tingkat
keyakinan 95% artinya hanya ada 5% kemungkinan kerugian yang akan
melebihi nilai expected loss. Nilai unexpected loss ini dianggap sebagai
ukuran value at risk (var). untuk mengantisipasi unexpected loss
perusahaan wajib segera mengcover unexpected loss tersebut dengan
modalnya yang disebut economic capital, oleh karena itu perlu dilakukan
proses monitoring terhadap unexpected loss agar tidak terjadi kerugian
atau pengurangan modal perusahaan. Unexpected loss dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
UL = n x kelompok band x band x (1-R)
138
Philipe Jorion, “Financial Risk Management Handbook”, New Jersey, John Wiley & Sons. Inc,
2005,H.555
86
Dimana:
UL = Unexpected loss
n = Unexpected default number = nilai n saat cum probability of
default ≥95%
R = Recovery rate
g. Economic Capital
Economic capital adalah modal yang disiapkan untuk
mengantisipasi besarnya besarnya kerugian yang harus di cover.
Economic capital merupakan penyisihan yang harus dicadangkan
oleh bank untuk menutup kerugian akibat unexpected loss. Economic
capital merupakan selisih dari Unexpected loss dengan expected loss,
sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:
Economic capital = Unexpected loss- expected loss
9. Pengujian Model Credit Risk⁺
Backtesting adalah model statistik untuk memverifikasi data apakah kondisi aktual
sama dengan kondisi yang diproyeksikan. Backtesting digunakan untuk mengetahui
apakah suatu model yang digunakan valid atau tidak, maka harus dilakukan validasi
model.
Metode Backtesting dilakukan dengan menghitung jumlah kesalahan (faikure
rate) yang terjadi dibandingkan dengan jumlah data. Hal ini dilaksanakan dalam
kerangka kerja untuk memverifikasi apakah nilai kerugian masih tercover oleh nilai
kerugian yang diprediksi.
Sementara itu uji statistik likelihood ratio dilakukan untuk menentukan akurasi
model. Persamaan likelihood ratio dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
LR = -2 ln [(1-α)T-V
(αv)] + 2 ln {(V/T)
v [1-(V/T)
T-V]}
Dimana:
LR= loglikehood Ratio
α = Probabilitas kesalahan dibawah null hipotesis
V = Jumlah kesalahan estimasi
87
T = Jumlah data observasi
Nilai LR kemudian dibandingkan dengan nilai chi-squared dengan derajat
bebas pada level signifikansi yang diharapkan. Hipotesis untuk pengujian LR
adalah:
H0 : LR< chi – squared model diterima
H1 : LR> chi – squared model di tolak
Nilai LR ini dibandingkan dengan nilai kristis chi squared dengan derajat
bebas 1 pada tingkat signifikasi yang diharapkan. Apabila nilai R lebih besar dari
nilai kritis chi squared, maka model perhitungan risiko tersebut tidak akurat.
Sebaliknya apabila nilai R lebih kecil dari nilai kritis chi squared, maka model
perhitungan risiko tersebut akurat.
88
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian
Dalam penyusunan tesis ini, penulis menggunakan beberapa metode, antara lain:
1. Metode analisis
a) Pengumpulan data.
Data yang digunakan penulis untuk peneilitian ini, didapatkan langsung dari
KSU BMT UMJ. Data tersebut merupakan berupa data pembiayaan murabahah
pada BMT tersebut.
b) Studi kepustakaan.
Dalam hal ini penulis melakukan pencarian terhadap buku-buku atau referensi
lain berkaitan dengan permasalahan yang dibahas sehingga dapat menjadi
panduan dalam penyusunan penelitian ini.
c) Wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap pimpinan dan unit pembiayaan BMT UMJ
guna mendapatkan informasi mengenai pembiayaan murabahah di tempat
tersebut, khususnya mengenai pengendalian risiko pembiayaan murabahah
yang sedang berjalan.
2. Metode pengukuran.
Metode pengukuran yang digunakan dalam penulisan karya akhir ini adalah
metode Credit Risk⁺. Pemilihan metode tersebut didasarkan oleh karakteristik dari
jumlah debitur yang banyak namun outstandingnya kecil.
B. Data yang digunakan.
Data pembiayaan murabahah yang digunakan adalah selama periode 2016.
Terdapat beberapa batasan dalam penggunaan data untuk mengukur risiko pembiayaan
dengan metode Credit Risk⁺, antara lain:
1. Pembiayaan murabahah yang dinyatakan default oleh KSU BMT UMJ
2. Data yang digunakan adalah data selama periode tahun 2016
3. Eksposur kredit adalah baki debet debitur.
89
C. Pengukuran Risiko Kredit
Berdasarkan kerangka kerja perhitungan Credit Risk⁺139, didapatkan beberapa
langkah yang harus dilakukan dalam mengukur risiko pembiayaan murabahah pada KSU
BMT UMJ. Langkah tersebut antara lain:
Alur proses pengukuran Credit Risk⁺
139
M. Crouchy, dkk, “Risk Management”, New York: Mc Graw Hill, 2001, h 405
Mulai
Pengumpulan data
Pengelompokan dan
penyusunan band
Eksposure at default Perhitungan default rate
Perhitungan Recovery
Rate
Perhitungan probability
of default
Perhitungan cumulative probability
of default Perhitungan Severity of
loses/LGD
Perhitungan loses: expected loss
Backtesting dan LR Test
Perhitungan besarnya modal yang
dibutuhkan (economic capital)
Selesai Kesimpulan
Penentuan Number of Default
Expected Number of Default Unexpected Number of Default
Perhitungan loses: unexpected loss
90
1. Pengumpulan data
2. Pengelompokan dan penyusunan band
Langkah pertama untuk mendaptkan distribusi kerugian dari portofolio
adalah mengumpulkan eksposures kedalam band. Hal ini memiliki dampak yang
signifikan mengurangi jumlah data yang harus dimasukan kedalam
perhitungan140
.
Data tersebut dimasukkan ke dalam tiga band, yaitu 100.000, 1.000.000 dan
10.000.000 dengan pembagian sebagai berikut:
a) Band 100.000 dengan range sebagai berikut:
1) Rp 0 sampai dengan Rp 144.999,-
2) Rp 145.000,- sampai dengan Rp 244.999,-
3) Rp 245.000,- sampai dengan Rp 344.999,-
4) Rp 345.000,- sampai dengan Rp 444.999,-
5) Rp 445.000,- sampai dengan Rp 544.999,-
6) Rp 545.000,- sampai dengan Rp 644.999,-
7) Rp 645.000,- sampai dengan Rp 744.999,-
8) Rp 745.000,- sampai dengan Rp 844.999,-
9) Rp 845.000,- sampai dengan Rp 944.999,-
10) Rp 945.000,- sampai dengan Rp 999.999,-
b) Band 1.000.000 dengan range sebagai berikut:
1) Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.499.999
2) Rp 1.500.000,- sampai dengan Rp 2.499.999
3) Rp 2.500.000,- sampai dengan Rp 3.499.999
4) Rp 3.500.000,- sampai dengan Rp 4.499.999
5) Rp 4.500.000,- sampai dengan Rp 5.499.999
6) Rp 5.500.000,- sampai dengan Rp 6.499.999
7) Rp 6.500.000,- sampai dengan Rp 7.499.999
8) Rp 7.500.000,- sampai dengan Rp 8.499.999
9) Rp 8.500.000,- sampai dengan Rp 9.499.999
10) Rp 9.500.000,- sampai dengan Rp 10.499.999
140
Credit Suisse first Boston, “Credit Risk+: a Credit Risk Management Frame Work”. London, 1997, h.35
91
c) Band 10.000.000 dengan range sebagai berikut:
1) Rp 10.500.000,- sampai dengan Rp 14.499.999
2) Rp 14.500.000,- sampai dengan Rp 24.999.999
3) Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp 34.999.999
4) Rp 35.000.000,- sampai dengan Rp 44.999.999
5) Rp 45.000.000,- sampai dengan Rp 54.999.999
6) Rp 55.000.000,- sampai dengan Rp 64.999.999
7) Rp 65.000.000,- sampai dengan Rp 74.999.999
8) Rp 75.000.000,- sampai dengan Rp 84.999.999
9) Rp 85.000.000,- sampai dengan Rp 94.999.999
10) ≥Rp 95.000.000,-
3. Pengolahan data
a) Exposure at Default
Exposure at Default adalah baki debet debitur pada saat debitur tersebut
dinyatakan default.
b) Default Rate
Adalah banyaknya kejadian default yang terjadi pada setiap kelompok
band nilai default rate dapat dihitung dengan cara membagi EAD masing-
masing kelompok band dengan nilai perkalian antara satuan eksposure
dengan satuan kelompok band. Secara matematis perhitungan default rate
dinyatakan sebagai berikut:
λ = EAD masing-masing kelompok band
Satuan eksposur x Satuan kelompok band
c) Recovery Rate
Recovery Rate adalah persentase kredit default yang berhasil di tagih oleh
bank. Recovery rate merupakan besarnya tingkat pengembalian pinjaman
yang telah dikategorikan default atau hapus buku. Nilai recovery rate dapat
dihitung dari likuidasi jaminan atau pembayaran kembali dari debitur. Pada
penelitian ini nilai recovery rate diasumsikan sama sebesar 50% dari nilai
baki debet debitur.
92
d) Severity of loss
Severity of loss merupakan besarnya tingkat kerugian yang diakibatkan
oleh terjadinya default. Ekposur pinjaman masing-masing debitur disesuaikan
dengan anticipated recovery rate, sehingga akan mendapatkan loss given
default (LGD). Secara matematis, perhitungan LGD dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut:
LGD=EAD (1-Recovery Rate)
e) Probability of default
Perhitungan probability of default dapat dilakukan dengan menggunakan
model distribusi Poisson. Perhitungan dilakukan pada masing-masing
kelompok setiap periodenya. Perhitungan dilakukan dengan memasukan
jumlah kejadian default n=1,2,3,4,…n sehingga nilai probability of default
untuk masing-masing kejadian dapat diketahui. Rumus yang digunakan untuk
menghitung probability of default dengan distribusi poisson adalah sebagai
berikut:
Probability (n defaults) = e-λ
λn
n!
dimana:
e = bilangan eksponensial 2.71828
λ = mean = angka rata-rata default
n = banyaknya kejadian default, dinyatakan dalam 0,1,2,3,4,…..n
n!= n faktorial
f) Cumulative probability of default
Cumulative probability of default dihitung dengan menjumlahkan nilai
probability of default dalam program Microsoft excel, perhitungan ini dapat
dilakukan dengan rumus Poisson (n,λ,1). Perhitungan tersebut dilakukan pada
masing-masing kelompok band setiap periodenya.
93
g) Expected number of default
Terjadi saat jumlah kejadian default memiliki probability default tertinggi.
Probabibility of default tertinggi terjadi ketika jumlah kejadian default (n)
sama dengan lambda (λ).
h) Unexpected number of default
Tingkat keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
95%. Nilai unexpected default number terjadi ketika cumulative probability of
default mencapai tingkat keyakinan yang telah ditentukan, dalam hal ini
adalah 95%.
i) Expected loss
Nilai expected loss dihitung perkelompok band, total nilai expected loss
pada periode tertentu merupakan penjumlahan dari seluruh expected loss
masing-masing kelompok band. Expected loss dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Expected loss (EL) = nj x kelompok band x band (1-R)
Dimana:
EL= Expected loss
nj = Expected number of default in band j = mean default rate (λ)
R = Recovery Rate
j) Unexpected loss
Unexpected loss merupakan kerugian yang mungkin terjadi pada suatu
debitur tertentu. Karena sifat pengukuranya adalah perkiraan, maka
pengukuran ini harus diyakini dengan derajat keyakinan tertentu. Misalnya
dengan tingkat keyakinan sebesar 95%, berarti kerugian yang terjadi satu
bulan ke depan melebihi dari pengukuran Value at Risk hanya sebesar 5%141
.
Unexpected loss (UL) = n x (1 – r) x unit eksposur x satuan band
Dimana:
UL= Unexpected loss
n = Unexpected number of default = nilai n saat cum probability of default
≥95%
141
Fatur Rochman, h. 26
94
R = Recovery Rate
k) Economic Capital
Economic capital adalah besarnya modal yang harus disiapkan untuk
mengantisipasi kerugian yang diakibatkan adanya unexpected loss. Economic
capital dapat dihitung dengan mengurangkan nilai unexpected loss dengan
nilai expected loss. Secara matematis, perhitungan economic capital
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Economic capital = unexpected loss – expected loss
l) Backtesting
Backtesting dilakukan dengan membandingkan nilai unexpected loss yang
dianggap sebagai nilai Value at Risk (VaR) dengan nilai actual loss pada
tiap-tiap periodenya. Jika nilai VaR lebih besar dibandingkan dengan nilai
actual loss/LGD, hal tersebut artinya nilai VaR dapat meng-cover nilai actual
loss.
m) Likelihood Ratio
Validasi model dengan menggunakan Likelihod Ratio (LR) test, dapat
mengukur keakuratan model Credit Risk⁺ LR test dilakukan dengan
menghitung kejadian actual loss yang nilainya melebihi nilai VaR setiap
bulan selama periode observasi. Selanjutnya kejadian actual loss yang
nilainya melebihi nilai VaR dibandingkan dengan jumlah kesalahan yang
dapat ditolerir selama periode observasi. Periode observasi dalam penelitian
ini adalah periode 2016, dengan tingkat keyakinan 95%.
Jika dalam tes ini jumlah kesalahan masih dibawah ambang batas jumlah
kesalahan yang dapat ditolerir berarti model ini valid dan dapat diterima.
Nilai LR kemudian dibandingkan dengan nilai kritis Chi-Squared dengan
tingkat keyakinan 95%. Jika nilai LR lebih besar dibandingkan dengan nilai
kritis Chi-Squared, maka model pengukuan risiko tidak akurat. Sebaliknya
apabila nilai LR lebih kecil dibandingkan nilai kritis Chi-Squared, maka
model pengukuran risiko tersebut masih akurat142
.
142
Indra Kurniawan, h.45
95
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan pemecahan masalah dalam mengukur risiko kredit
di BMT dengan menggunakan metode credit risk⁺. Metode ini hanya membutuhkan data
default dari nasabah dan tidak ada korelasinya dengan risk market sehingga dianggap
tepat di terapkan pada BMT.
Pembiayaan yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah pembiayaan
murabahah pada BMT UMJ dengan periode data yang digunakan adalah data bulan
Desember tahun 2016, data historis yang digunakan hanya data yang dianggap default,
yaitu:
1. Terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) bulan sampai
dengan 6 (enam) bulan dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan
1 (satu) bulan, atau dengan kategori kolektibilitas kurang lancar,
2. Terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) bulan sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dan atau pembiayaan telah jatuh tempo telah
melewati 1 (satu) bulan sampai dengan 2 (dua) bulan, atau dengan kategori
kolektibilitas diragukan.
3. Terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) bulan dan
atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 2 (dua) bulan, atau dengan
kategori kolektibilitas macet.
Data yang dikumpulkan adalah data nasabah, nilai outstanding dan kolektibilitas
dari mitra/debitur dengan skim murabahah yang terangkum pada bulan desember tahun
2016, dari data tersebut terangkum sebanyak 135 mitra/debitur yang melakukan transaksi
dengan menggunakan skim murabahah.
A. Gambaran Umum BMT UMJ
Pendirian KSU BMT-UMJ diawali dengan rapat pembentukan oleh 36 (tiga puluh
enam) orang (dosen sivitas akademika UMJ) sekitar awal bulan April 2008. Selanjutnya,
Akta Pendirian KSU BMT-UMJ dengan nomor 69 diterbitkan tgl. 14 April 2008 oleh
Notaris yang ditunjuk Kementerian Koperasi dan UKM, H. Rizul Sudarmadi, SH. Setelah
96
itu, Kementerian Koperasi dan UKM, tgl. 6 Juni 2008 mengesahkan Akta Pendirian dan
sekaligus memberikan nomor badan hukum : 770/BH/Meneg/.I/VI/2008.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Modal KSU BMT-UMJ terdiri atas Modal
Sendiri dan Modal Luar. Modal Sendiri terbagi atas Simpanan Pokok, Simpanan Wajib,
Cadangan, Donasi, dan Hibah. Modal Luar atau Modal Pinjaman berasal dari Anggota,
Anggota Luar Biasa, Calon Anggota, koperasi lain, lembaga keuangan (bank dan non
bank) dan sumber-sumber lain yang sah.
Per tanggal 18 Juni 2008, permodalan KSU BMT-UMJ yang tersedia adalah
sebesar Rp. 117 juta. Permodalan dimaksud terdiri atas Modal Sendiri yang berasal dari
Simpanan Pokok 10 orang anggota/pendiri sebesar Rp. 42 juta dan Modal Pinjaman
dalam bentuk Modal Penyertaan sebesar Rp. 75 juta yang berasal dari kontribusi empat
orang anggota/pendiri.
Sebagai salah satu lembaga keuangan mikro berbasis syariah, BMT UMJ terus
berkembang dengan menunjukan pertumbuhan yang positif. Hal tersebut dapat terlihat
dari perkembangan aset yang terus meningkat, sebagaimana tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1 Data pertumbuhan asset KSU BMT UMJ 2012- 2016 (dalam rupiah)