PROFIL PERTUMBUHAN KALUS DAUN LEMBAGA BIJI TANAMAN JATROPHA CURCAS PADA MEDIA WHITE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR JARINGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Christophorus Aditya Nugraha NIM: 028114135 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Embed
PROFIL PERTUMBUHAN KALUS DAUN LEMBAGA BIJI TANAMAN ... · kalus basah awal dan akhir, grafik pertumbuhan dan hasil KLT kalus dengan biji tanaman asalnya. Hasil penelitian menunjukkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROFIL PERTUMBUHAN KALUS DAUN LEMBAGA BIJI
TANAMAN JATROPHA CURCAS PADA MEDIA WHITE
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR
JARINGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Christophorus Aditya Nugraha
NIM: 028114135
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Pergilah ke Rakyat, mulailah dari apa yang mereka punya, bekerjalah bersama mereka,
hasilkanlah sesuatu yang berguna bagi mereka, dan apabila mereka sudah mendapatkan atas apa
yang mereka butuhkan, biarlah mereka yang berkata : “kami sudah bekerja dan menghasilkan
sesuatu bagi kami”
(Mao Tse) “Jika anda berpikir ke depan, taburlah benih. Jika
anda berpikir 10 tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon. Jika anda berpikir 100 tahun ke
depan, didiklah Rakyat.”
(Kuan Tsu)
”Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk
INTISARI Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di Indonesia saat ini masih belum
digunakan secara luas untuk bahan pengobatan. Masyarakat Indonesia sering menggunakan tanaman ini sebagai antiseptik, laksatif dan purgatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang golongan terpenoid antara kalus hasil budidaya in-vitro dengan biji dari tanaman asalnya.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif dengan rancangan acak lengkap pola searah. Eksplan yang berasal dari daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini ditumbuhkan pada media White dengan penambahan zat pangatur tumbuh yakni Naphthaleneacetic acid (NAA) : Benzylaminopurine (BAP) (2:2). Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi kalus, ukuran bobot kalus basah awal dan akhir, grafik pertumbuhan dan hasil KLT kalus dengan biji tanaman asalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus pada media White dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2 : 2 (NAA : BAP) yakni 4 hari. Pada hari ke-20 terjadi pertumbuhan maksimum kalus dimana hal ini juga memperlihatkan fase stasioner. Kandungan air dalam kalus menunjukkan peningkatan saat waktu tanam dan mulai tetap pada hari ke-4 hingga ke-32. Kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas memiliki bercak kromatografi lapis tipis yang sama dengan biji tanaman asalnya dengan menggunakan teknik multiple elution sebanyak 3 kali dengan harga Rf pada kalus sebesar 0,275. Kata kunci : Jatropha curcas, kalus, kultur jaringan.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
In Indonesia, at present “jarak pagar” (Jatropha curcas) still widely used as a medicine yet. Indonesian people used this plant as an antiseptic, lacsative and also purgative. The goal of this research is to get some information about the comparison of terpenoid between callus from in-vitro cultivation and seed from the original plant. This research was a non-experimental descriptive observation using complete randomly arrangement. And then, the explant from cotyledon of Jatropha curcas seed was planted at White medium with concentration of growth hormone 2: 2 for Naphthalene acetic acid: Benzylaminopurine. The variable of observation for this research are time of initiate callus, weight of callus after planted and after harvest and also Thin Layer Chromatography profile of callus and seed from the plant. The result shows that the time of initiate callus in White medium with the concentration of NAA and BAP (2: 2) are 4 days. At the 20th day there was maximum growth of callus, and it means the stationer phase. The callus water contains get increased when planting and then get stationer from day 4th till 32nd days. The callus from cotyledon of Jatropha curcas has Thin Layer Chromatography spot which is similar with the seed from the plant using multiple elution technique at 3 times with Rf about 0,275. Keyword : Jatropha curcas, callus, tissue culture.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih ke Hadirat Sang Pencipta atas segala rahmat
tuntunan dan pendampingan serta kasih yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan
Kalus Daun Lembaga Biji Tanaman Jatropha Curcas Pada Media White
Dengan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi.
Penelitian hingga tahap penulisan skripsi ini tidak akan dapat selesai,
tanpa bantuan serta doa dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga besar terutama BAPAK dan IBU atas segala doa, nasehat dan
pengorbanannya yang telah mendorong dan menyemangati. Bayu dan Topan
atas doa, pengertian, bantuan dan selalu mengingatkan hingga penulis mampu
larutan media 5,2- 5,6. Jika terlalu alkali tambahkan HCl 1N, tetapi jika terlalu
asam tambahkan KOH 1N. Pindahkan larutan media ke dalam botol kultur dengan
ketebalan media kurang lebih 1 (satu) cm. Tutup botol, kemudian sterilisasi
dengan autoklaf (121°C,15 menit). Simpan media yang telah disterilkan tersebut
ke dalam inkubator.
6. Sterilisasi
a. alat. Alat- alat dissecting- set (skapel dan pinset) dan glass ware (cawan petri
yang berisi kertas saring, Beaker Glass, tabung reaksi dan Elemenyer yang berisi
aquadest) yang akan digunakan, setelah dicuci dengan Bayclin dan dikeringkan di
dalam oven kemudian dibungkus dengan kertas payung.. Sterilisasi alat- alat
tersebut di dalam autoklaf (121 °C, 15 menit) selama 20- 30 menit.
b. ruangan. Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow
(LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 % atau spiritus. Selanjutnya
lampu UV baik yang ada di ruangan maupun di LAF dinyalakan selama 24 jam.
c. eksplan (daun lembaga dari biji Jatropha curcas). Biji yang terdapat dalam
buah dan diambil daun lembaga dari bijinya yang kemudian ditumbuhkan menjadi
kalus terlebih dahulu disterilkan. Pertama kali, buah Jatropha curcas dicuci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dengan cara disikat halus menggunakan detergent yang ada (hati-hati jangan
sampai kulit buah terluka), kemudian dibilas dengan air mengalir lebih kurang 15
menit. Setelah itu dibawa ke dalam LAF untuk disterilkan lebih lanjut.
Di dalam LAF, buah Jatropha curcas tadi kemudian dicelupkan ke dalam
alkohol 70 % yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah buah tadi dicelupkan
kemudian di bakar di atas api bunsen selama lebih kurang 5 detik saja. Lakukan
proses ini lebih kurang 5 kali replikasi. Perlu diperhatikan bahwa proses ini harus
dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan kebakaran. Kemudian buah
diletakkan di atas cawan untuk dibelah dan diambil bijinya. Pembelahan buah ini
mengikuti alur cangkang dari biji yang terbagi menjadi 2-3 bagian biji agar biji
yang akan diambil tidak terluka. Setelah biji dapat dikeluarkan dari cangkang
buah dengan bantuan pinset dan skapel yang telah disterilkan terlabih dahulu,
kemudian biji dicelupkan ke dalam alkohol 70 % dan dilewatkan diatas api
bunsen, lakukan proses ini lebih kurang 3 kali perlakuan saja. Pemanasan yang
dilakukan jangan terlalu lama karena biji dapat gosong dan daun lembaga dari biji
yang akan ditanam akan mati.
7. Penanaman eksplan
Biji yang akan ditanam dibelah membujur, kemudian diambil bagian daun
lembaga dari biji dan dipotong menjadi 2-3 potongan dengan menggunakan
skapel di dalam cawan petri. Potongan tersebut dimasukkan dalam media tanam
dalam posisi horisontal dengan sedikit ditekan dengan tujuan untuk memperbesar
sudut kontak eksplan dengan permukaan media. Inkubasikan medium yang telah
ditanami eksplan tersebut di ruang inkubator dengan suhu ruangan 180C serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Setelah
penanaman selesai, kemudian dilakukan pengamatan terhadap waktu inisiasi.
8. Inisiasi kalus
Medium yang telah ditanami eksplan diamati setiap hari untuk melihat
waktu inisiasi kalus. Waktu inisiasi kalus dicatat ketika terbentuk bintik putih
pada pinggir bekas irisan eksplan.
9. Subkultur
Beberapa minggu, bagian irisan eksplan akan tumbuh kalus. Bila tanaman
telah menampakkan gejala kurang nutrisi (berwarna kecoklatan) atau bobotnya
tidak bertambah, kalus yang terbentuk ini harus dipindahkan ke dalam media baru
dan proses ini disebut sebagai sub-kultur. Proses sub-kultur ini dilakukan sebagai
berikut, semua perlengkapan yang digunakan yaitu pinset, skapel, bunsen, alat-
alat gelas, botol berisi alkohol 70% dan botol-botol yang berisi media yang telah
diketahui beratnya dimasukkan kedalam laminar air flow dan disterilkan selama
lebih kurang 2 jam dengan lampu UV dan formalin 37%.
Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70%
kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka dan
ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan pinset dan
letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan hingga bersih
kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong dengan menggunakan
pertolongan skapel dan pinset lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis.
Kalus yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator
dengan suhu ruangan 180C serta disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur ini dibuat sebanyak 40 botol. Untuk
mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang
berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot media
awal sebelum ditanami kalus. Subkultur dapat dilakukan kembali jika warna kalus
sudah coklat.
10. Pemanenan kalus
Setelah dilakukan sub-kultur, tiap 4 (empat) hari sekali dilakukan
pemanenan sebanyak 5 (lima) buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari
sisa-sisa agar yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan
penimbangan dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen
kemudian dikeringkan pada suhu 40-500C hingga didapatkan perbedaan bobot
sebesar 0.5 mg bobot zat dari 2 penimbangan berurutan atau dengan kata lain
telah didapatkan berat kalus kering yang konstan dan juga dapat menghambat
pertumbuhan jamur. Catat bobot kering kalus dan simpan. Lakukan prosedur
tersebut sampai diperoleh kalus kering yang cukup untuk diekstrak (kurang lebih
satu hingga dua gram).
11. Analisis pertumbuhan kalus
Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan beberapa
cara :
a. pembuatan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data bobot basahnya.
Perhitungan bobot kalus basah tiap-tiap waktu tertentu yakni setiap 4 (empat) hari
sekali. Pertambahan bobot kalus basah pada tiap-tiap waktu pemanenan
didapatkan dari penjumlahan dari tiap-tiap botol yang dipanen pada hari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sama yang kemudian dikeringkan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung
berdasarkan persentase pertambahan bobot basah kalus. Kemudian dibuatkan
grafik pola pertumbuhan kalus, dimana dilakukan dengan menghubungkan antara
pertumbuhan kalus versus waktu pemanenan.
b. pembuatan grafik persen kadar air.
Bila bobot kalus basah dikurangi dengan bobot kalus kering lalu dibagi dengan
bobot kalus basah di kali 100%, akan diperoleh persen kadar air kalus.
bobot kalus basah – bobot kalus kering % kadar air = x 100 % bobot kalus basah
12. Pembuatan serbuk
a. kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas L. Potong- potong kalus kering
hasil pemanenan pada hari ke-32 (tiga puluh dua) menjadi kecil dan gerus
potongan tersebut untuk mendapatkan serbuk kalus yang halus.
b. Biji Jatropha curcas L. Biji yang diambil dari buah tanaman Jatropha curcas
yang segar dan sehat diambil pada pagi hari kemudian dicuci, dikupas lalu biji
tadi diambil dan diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari
yang sebelumnya telah ditutupi dengan kain hitam. Setelah benar-benar kering
kemudian digerus dengan menggunakan mortir dan stamper.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
13. Uji KLT ekstrak kalus daun lembaga dari biji dan biji tanaman Jatropha
curcas
Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Hal yang dilakukan pertama kali yaitu
serbuk kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas dan biji Jatropha curcas
diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etil asetat sampai terendam sekurang-
kurangnya 5 menit dan aduk perlahan-lahan hingga cukup yakni sekitar 2 jam.
Selanjutnya ekstrak dikumpulkan dengan cara disaring dengan tujuan untuk
mendapatkan metabolit sekunder dari biji. Hasil penyarian tersebut selanjutnya
dicuci lagi dengan etil asetat kemudian disaring lagi agar lebih meyakinkan untuk
mendapatkan metabolit sekunder yang diharapkan. Pencucian ini dilakukan
sebanyak dua kali, setelah itu ekstrak tadi diuapkan hingga tinggal setengah
volume asal dan siap untuk ditotolkan.
Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, kemudian dilakukan proses
persiapan pelat KLT yakni dengan cara perendaman pelat KLT silika gel GF 254
pada larutan perak-nitrat 2.5 %. Setelah itu lakukan kromatografi pada pelat silika
gel GF 254 yang sudah mengandung perak nitrat dalam n-hexane : aseton :
metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali pengembangan (multiple elution), kemudian
dilakukan pendeteksian adanya terpenoid pada pelat, mula-mula dengan cara
fluorosensi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 dan 254 nm,
kemudian digunakan reagen penyemprot yaitu vanilin-asam sulfat dan antimon
triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
E. Analisis Hasil
Pertumbuhan kalus dihitung dengan berdasarkan pada pertambahan bobot
massa kalus yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah dengan bobot
kalus awal. Kemudian hasil analisis data juga digunakan untuk mengetahui profil
pertumbuhan kalus dengan membuat kurva pola pertumbuhan kalus. Kurva yang
ada ini merupakan hasil penggabungan hari pemanenan versus pertumbuhan
kalus.
Persen kadar air kalus dihitung dengan mengurangkan bobot kalus basah
akhir dengan bobot kalus kering dibagi dengan bobot basah akhir dikali 100%.
Analisis kandungan kimia kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas
dan tanaman asalnya dilakukan dengan uji KLT dengan menggunakan fase diam
silika GF 254 yang telah mengandung perak nitrat dengan fase gerak n-hexane :
aseton : metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali elusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Jatropha curcas
Determinasi tanaman Jatropha curcas dilakukan dengan cara
mencocokkan tanaman tersebut dengan kunci-kunci determinasi menurut Backer
dan Van den Brink (1963). Determinasi ini dimaksudkan untuk menentukan
kebenaran jenis tanaman yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
yakni benar-benar spesies Jatropha curcas.
Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Jatropha curcas yang termasuk
dalam familia Euphorbiacea.
B. Penentuan Eksplan
Eksplan merupakan bagian tanaman atau organ yang ditanam dan
ditumbuhkan dalam media kultur. Pada penelitian ini, eksplan yang digunakan
yakni bagian daun lembaga dari keping biji buah Jatropha curcas yang berumur
sekitar 1-2 bulan setelah tanaman tersebut berbuah dimana eksplan tersebut
terdapat di dalam buah yang masih berwarna hijau muda, dalam keadaan sehat
dan tumbuh subur.
Eksplan tanaman yang digunakan merupakan jaringan tanaman yang
masih muda (juvenile) dan aktif membelah (meristematik) sehingga dapat dengan
mudah untuk membentuk kalus karena adanya sifat totipotensi dan aktivitas
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dediferensiasi yaitu proses perkembangan terbalik dari bagian tanaman atau organ
tanaman menjadi sekelompok sel yang terus-menerus membelah dalam media
tanam yang digunakan.
Sebelum eksplan ditanam pada media kultur terlebih dahulu buah yang
akan digunakan dicuci sampai bersih dengan menggunakan deterjen. Pencucian
ini dilakukan sampai bersih dengan maksud agar ketika nantinya dilakukan proses
pembelahan biji dengan menggunakan pisau di dalam LAF untuk meminimalisir
kontaminan dari kulit buah.
Hasil orientasi pada penelitian ini ternyata pemilihan eksplan hendaknya
optimal pada ukuran buah 2-3 cm maupun umur buah yakni 1-2 bulan setelah
tumbuh bunga. Hal ini dikarenakan apabila jaringan yang akan digunakan masih
terlalu muda maka akan terjadi kegagalan dalam pembentukan kalus atau bahkan
tidak terbentuk kalus sama sekali, karena akan terjadi kerusakan pada jaringan
eksplan pada saat pensterilan dengan cara dibakar menggunakan alkohol sehingga
tidak akan terbentuk kalus. Sedangkan apabila eksplan yang akan digunakan
terlalu tua maka sering menyebabkan timbulnya kontaminasi pada eksplan
maupun kalus dan pertumbuhannya lambat. Hal ini dikarenakan eksplan yang
terlalu tua banyak mengandung penyakit (jumlah mikroba cukup banyak) yang
dapat menyebabkan kontaminasi pada saat dikulturkan dan pada saat keadaan
eksplan terlalu tua sifat totipotensinya menjadi kurang. Maka sebaiknya dihindari
penggunaan eksplan dari jaringan yang sudah tua.
Dalam memutuskan ukuran eksplan yang akan ditanam, terlebih dahulu
dilakukan orientasi untuk menemukan ukuran yang optimal. Ternyata ukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
optimal eksplan yang ditanam sekitar 2-4 mm. Apabila eksplan yang ditanam
umurnya kurang dari 1-2 bulan dan ukurannya 2-4 mm maka kesulitan dalam
mengeluarkan ataupun memisahkan daun lembaga dari biji dari keping biji
sehingga eksplan akan rusak sebelum ditanam dan akan mempengaruhi
pertumbuhan eksplan menjadi kalus.
Ketika akan dilakukan penanaman eksplan sebaiknya dilakukan dalam
keadaan horisontal agar bidang sentuh eksplan dengan media lebih luas dan
dengan sedikit ditekan agar eksplan dapat mengambil nutrisi yang terkandung di
dalam media.
Selama penelitian, peneliti juga mencoba menggunakan eksplan dari biji
dan daun Jatropha curcas yang biasanya paling banyak digunakan oleh
masyarakat sebagai obat. Akan tetapi, dari orientasi didapatkan bahwa dari
eksplan daun sangat banyak mikroba yang mengkontaminasi, sehingga dalam
perkembangannya terhambat atau bahkan mati. Sudah berbagai cara dilakukan
untuk mengatasi kasus kontaminasi ini diantarnya dengan cara direndam dengan
menggunakan larutan hypoklorit-Tween 80, pada permukaan eksplan daun yang
akan ditanam diolesi dengan fungisida namun tidak berhasil mengatasi
kontaminasi ini. Diduga bahwa kontaminan ini sifatnya endogenik. Sedangkan
apabila eksplan dari biji, peneliti menemukan kesulitan dalam menumbuhkan
kalus yang diharapkan karena dari beberapa hasil orientasi didapatkan
pertumbuhan menjadi daun baik menggunakan zat pengatur tumbuh ataupun
tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh. Hal ini dikarenakan eksplan biji
mempunyai sifat tumbuh yang pesat dan kecenderungannya untuk membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
planlet besar. Diduga bahwa sel-sel pada biji ini pengkarakterisasian dalam
pembentukan organ (organogenesis) sangat tinggi.
Dari hasil orientasi yang dilakukan selama penelitian diduga sel-sel
penyusun eksplan daun lembaga dari biji pengkarakterisasian dalam
organogenesis tidak terlalu pesat. Ternyata selama proses orientasi, eksplan dari
daun lembaga dari biji ini memang tidak menunjukkan pengkarakterisasian dalam
organogenesis dan tumbuh menjadi kalus.
C. Waktu Inisiasi Kalus
Pemilihan media merupakan salah satu hal yang terpenting untuk memulai
penelitian di bidang kultur jaringan selain prasyarat teknis yang aseptis dan
peralatan yang digunakanpun serba steril. Pemilihan media sangatlah penting
untuk memulai rangkaian penelitian yang akan dilakukan berdasarkan jenis
tanaman yang akan dikultur dan tujuan kultur jaringan tanaman itu sendiri.
Sehingga sangatlah jelas bahwa keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh
media tanam dan jenis tanaman. Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat
untuk tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini digunakan media tanam White untuk
menumbuhkan kalus dengan penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh
golongan auksin yaitu NAA dan sitokinin yaitu BAP. Pemilihan media White ini
sebagai media tumbuh untuk penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral
yang rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Waktu inisiasi adalah waktu pembentukan kalus pertama kali pada eksplan
yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih atau tonjolan-tonjolan
berwarna putih pada pinggir bekas irisan di permukaan eksplan. Waktu inisiasi
atau tumbuhnya kalus pertama kali ini dihitung dari saat penanaman hingga hari
terbentuknya tonjolan atau tumbuhnya kalus pertama kali teramati dan lamanya
waktu inisiasi ini selama 4 hari.
Penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dalam media juga
merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk menumbuhkan kalus. Dalam
aktivitas kultur jaringan tanaman, auksin terkenal dalam berperan sebagai hormon
yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, sedangkan sitokinin
berfungsi untuk meningkatkan pembelahan sel pada saat pengkulturan (George
dan Sherrington, 1984). Dalam penelitian ini, waktu inisiasi digunakan juga
sebagai parameter waktu pemanenan kalus yang nantinya data pemanenan ini
akan digunakan untuk analisis pola pertumbuhan kalus.
Waktu inisiasi kalus ini tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus.
Karena selama proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
walaupun eksplan tanaman yang dipilih diperlakukan pada kondisi percobaan
yang sama, namun eksplan tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki
kepotensialan yang berbeda untuk tumbuhnya kalus. Maka dari itu diperlukan
analisis pertumbuhan kalus baik secara visual maupun penimbangan berat kalus
selama pemanenan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
D. Deskripsi Kalus
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorf yang terjadi dari sel-sel yang
membelah diri secara terus-menerus dalam keadaan in-vitro (Sudarmadji, 2003).
Pengamatan baik warna dan bentuk kalus dilakukan ketika munculnya pertama
kali kalus yang berupa tonjolan-tonjolan ataupun bintik-bintik putih dari awal
penanaman hingga waktu subkultur dilakukan. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, bahwa kalus muncul pada seluruh permukaan eksplan yang ditanam.
Kemudian diikuti dengan pertumbuhan pada bagian eksplan yang menempel pada
media tanam. Keadaan ini menandakan bahwa eksplan yang
ditumbuhkembangkan memang memiliki sifat totipotensi dan aktivitas
dediferensiasi yang cukup besar.
Selain itu, diduga hormon asam absisat (Salisbury dan Ross, 1995) pada
eksplan berperan aktif dalam menentukan adanya pertumbuhan kalus, hal ini
disebabkan ketika adanya luka pada bagian tertentu ataupun seluruh permukaan
eksplan, maka kemudian tanaman tersebut mengadakan mekanisme pertahanan
dengan cara membentuk suatu jaringan tertentu yang berfungsi untuk melindungi
diri dari bahaya kontaminasi dari luar dalam hal ini adalah kalus. Dengan
demikian, bekas bagian yang luka pada eksplan tadi sudah tertutup oleh adanya
kalus.
Pada awal pembentukan, kalus masih dalam bentuk tonjolan-tonjolan kecil
dan warnanya masih tampak pucat. Pada hari ke-12, pertumbuhan dan
perkembangan kalus semakin terlihat jelas yang ditunjukkan dengan ukuran yang
semakin besar namun warnanya masih pucat. Namun seiring dengan berjalannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
waktu, yakni pada kisaran hari ke-17 hingga hari ke-24, bentuk kalus semakin
besar dan warnanya semakin gelap. Ini menandakan bahwa kalus berada pada
keadaan pertumbuhan yang pesat. Namun pada hari ke-32 warna kalus sudah
tampak secara visual tidak menunjukkan adanya pertumbuhan ukuran kalus secara
signifikan. Tipe kalus pada tanaman Jatropha curcas yaitu menggembung.
Pemberian auksin pada kultur jaringan tanaman akan meningkatkan permeabilitas
masuknya air ke dalam sel (Cleland dan Brustrom cit Abidin, 1990). Hal tersebut
menyebabkan naiknya jumlah air dalam sel sehingga mengakibatkan penampakan
visual tipe kalus daun lembaga biji tanaman ini yakni semakin besar karena
mengalami penggembungan.
(Saat Tanam) (Hari ke-12)
(Hari ke-20) (Hari ke-32)
Gambar 1. Foto pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
E. Subkultur
Subkultur perlu dilakukan karena adanya kekurangan nutrisi pada media
tanam yang digunakan oleh kalus untuk tumbuh. Kekurangan nutrisi ini ditandai
dengan dimulainya tanda-tanda kalus berwarna kecoklatan (browning). Pada
penelitian ini dilakukan proses subkultur sebanyak satu kali. Hal ini dikarenakan
selama proses orintasi yang dilakukan, ketika dilakukan subkultur yang kedua
didapatkan hasil bahwa setelah ditunggu selama 2 minggu kalus tidak mengalami
pertumbuhan lagi. Selain itu, jumlah kalus yang nantinya akan di panen dirasa
sudah cukup.
Hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan mengadakan subkultur kalus
yakni mempertimbangkan ukuran kalus yang nantinya akan digunakan dalam
masa pemanenan. Apabila ukuran kalus yang akan dipanen terlalu kecil maka
nantinya ditakutkan akan terjadi ketidakcukupan dalam pengambilan sampel
panen. George dan Sherrington (1984) berpendapat bahwa pembentukan kalus
dari eksplan adalah induksi pembelahan sel, pembelahan sel yang aktif,
pembelahan sel yang lambat atau terhenti dimana kalus sudah harus disubkultur
lagi bila tidak akan menyebabkan kematian kalus. Untuk setiap pemanenan,
jumlah botol yang dipanen tidak menentu jumlahnya, rata-rata dilakukan
pemanenan sebanyak 4-5 botol sekali panen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
F. Analisis Profil Pertumbuhan Kalus
1. Pola pertumbuhan kalus
Hasil pengamatan pada pemanenan kalus yang telah dilakukan setelah
subkultur yang pertama dengan selang waktu pemanenan 4 hari ini bertujuan
untuk mengetahui adanya pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu. Setiap kali
diadakan pemanenan, perhitungan baik bobot basah maupun bobot kering
merupakan hasil perhitungan rerata dari tiap kali pengambilan botol yang dipanen.
Hasil perhitungan rerata dari bobot basah akhir yang dikurangi dengan rerata
bobot kalus awal merupakan pertumbuhan kalus untuk setiap kali pemanenan.
Pola Pertumbuhan Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Hari Panen ke-
Pert
umbu
han
Kal
us (g
)
Pertumbuhan Kalus
Gambar 2. Pola Pertumbuhan Kalus dari Waktu ke Waktu
Pada gambar kedua ini menggambarkan hari pemanenan kalus dari waktu
ke waktu dengan pertumbuhan kalus yang ditunjukkan dengan ukuran bobot kalus
yang di panen. Pada gambar kedua ini, dapat diperlihatkan bahwa adanya
pertumbuhan kalus yang sangat pesat dari awal pertumbuhan hingga puncak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
pertumbuhan kalus tersebut yaitu pada hari ke 20. Setelah pertumbuhan yang
maksimal tadi, dengan sendirinya pertumbuhan kalus mulai menurun. Bobot kalus
pada pemanenan pada hari ke-28 dan 32 berada di bawah bobot kalus hasil
pemanenan pada hari ke-12, diduga karena kalus telah mengalami penurunan laju
pertumbuhan atau bahkan kalus mengalami kematian. Penurunan laju ini terjadi
karena sifat kalus itu sendiri, dimana walaupun kalus tersebut merupakan hasil
subkultur dari sampel, keadaan lingkungan dan media tanam yang sama namun
pertumbuhan yang dihasilkan berbeda. Ini menandakan bahwa setiap kalus
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yakni diduga hormon stress pada
kalus tersebut rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan kalus tersebut.
Pola pertumbuhan kalus yang terlihat pada gambar kedua ini dapat
menunjukkan waktu terjadinya fase-fase pertumbuhan kalus, yakni sebagai
berikut :
a. Fase lag yaitu terjadi saat sel mulai mengalami proses penyesuaian keadaan,
dimana % pertambahan berat kalus kecil. Pada kalus daun lembaga biji
tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada kisaran hari penanaman hingga hari
ke-4. Waktu yang terjadi pada saat kalus pada posisi fase lag, waktu yang
terjadi sangatlah pendek. Ini dapat dilihat dari gambar kedua.
b. Fase eksponensial yaitu fase dimana mulai terjadi pertumbuhan kalus.
Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata. Pada kalus daun lembaga biji
tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-20. Kalus
mengalami pertumbuhan puncak pada hari ke-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
c. Fase penuaan yaitu fase dimana pertumbuhan kalus mulai menurun dan
menjadi berhenti (kalus mengalami kecoklatan) ataupun tidak dapat tumbuh
dikarenakan memang tidak ada pertumbuhan lagi. Pada kalus daun lembaga
biji tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-32.
Berdasarkan keterangan fase pertumbuhan dan grafik pertumbuhan kalus
Jatropha curcas yang ditunjukkan pada gambar kedua, maka pemanenan kalus
untuk mendapatkan metabolit sekunder sangatlah singkat yakni paling optimal
dilakukan antara pemanenan ke-5 dan ke-6 atau antara hari ke-20 sampai hari
ke-24 setelah subkultur yang pertama.
2. Persen kadar air
Persen kadar air adalah nilai persen dari pengurangan rerata bobot kalus
basah dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan bobot kalus basah. Persen
kadar air ini adalah sebuah parameter yang digunakan untuk menunjukkan
kandungan air di dalam kalus.
Pengeringan kalus yang telah di panen dan telah dilakukan penimbangan
bobot kalus kering bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya kandungan air yang
terkandung dalam kalus. Maka perlu dilakukan perhitungan kadar air. Prosedur
dalam melakukan pengeringan kalus telah ditulis pada bagian pengeringan dan
pembuatan serbuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
% Kadar Air Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu
0
20
40
60
80
100
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Hari Panen ke-
Kad
ar A
ir (%
)
% Kadar Air
Gambar 3. Grafik Persen Kadar Air
Dari gambar tiga diatas dapat dilihat bahwa persen kadar air kalus
meningkat drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa
kalus menyerap lebih banyak air pada awal masa pertumbuhan kalus yakni pada
masa fase lag akibat adanya aktivitas hormon auksin. Dimana telah disebutkan
sebelumnya bahwa hormon auksin ini sangat berperan dalam menurunkan tekanan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai dengan kenaikan
volume sel, dengan demikian kalus dapat membesar dan persen kadar airpun
mengalami peningkatan. Selanjutnya persen kadar air mulai konstan pada hari ke-
4 hingga ke-32. Hal ini mengindikasikan bahwa kalus menyerap sedikit air akan
tetapi kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel untuk
pertumbuhannya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya kadar air kalus
yakni ukuran dan massa kalus. Dengan semakin besar ukuran dan massa kalus
maka akan semakin tinggi pula kemampuan kalus dalam menyerap air yang
digunakan untuk proses pertumbuhannya dan begitu juga sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Data kandungan air yang ditunjukkan dengan persen kadar air ini sangat
penting dalam hal pemilihan jenis media tanam yang akan digunakan. Apabila
tipe kalus yang ditumbuhkembangkan banyak memerlukan konsumsi air maka
jenis media yang cocok digunakan yakni media suspensi atau media cair. Karena
dengan pemilihan jenis media yang tepat ini maka dapat diketahui kapan waktu
yang terbaik untuk dilakukan pemanenan sehingga hasil metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh kalus dalam keadaan optimal. Dengan demikian akan diketahui
juga waktu optimum untuk budidaya secara suspensi.
Pada kalus Jatropha curcas ini terlihat pada data (lampiran) bahwa kalus
tersebut termasuk dalam tipe kalus yang banyak mengkonsumsi air dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian apabila akan dilakukan
pembudidayaan pada media cair diduga akan dihasilkan senyawa metabolit
sekunder yang optimal karena media yang digunakan optimum dalam
pertumbuhan.
G. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk
Kalus yang digunakan untuk menganalisis adanya kandungan terpenoid
yang terdapat pada tanaman Jatropha curcas adalah kalus hasil panenan selama
32 hari sejak diadakannya subkultur yang pertama. Diharapkan selama 32 hari
penanaman ini didapatkan dalam jumlah yang cukup senyawa metabolit sekunder
yang diharapkan yakni terpenoid.
Hasil pemanenan kalus dikeringkan untuk mendapatkan bobot kalus
kering yang nantinya akan digunakan dalam analisis kandungan kimia ataupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
analisis perhitungan bobot kalus kering. Pengeringan dilakukan di dalam oven
selama 2 hari pada suhu 450C. Parameter pengeringan dianggap sudah cukup
apabila telah mencapai bobot konstan yaitu bila ditimbang sebanyak 2-3 kali
secara berturut-turut, selisih bobot yang diperoleh sudah tidak lebih lagi dari
0,5 mg (Anonim, 1979). Pengeringan ini dimaksudkan untuk menghentikan reaksi
enzimatik yang mungkin terjadi di dalam jaringan tumbuhan sehingga tidak
terjadi penurunan zat aktif.
Pembuatan serbuk dilakukan setelah selesainya proses pengeringan. Mula-
mula kalus yang telah kering tadi digerus untuk dijadikan serbuk. Hal yang perlu
dipersiapkan sebelum dilakukan penggerusan kalus yakni mortir dan stamper
yang nantinya digunakan, hendaknya dipanaskan terlebih dahulu. Apabila tidak
dipanaskan terlebih dahulu maka kalus tadi akan menempel pada permukaan
stamper ataupun mortir sehingga pada akhirnya sampel serbuk kalus tidak cukup
untuk dijadikan bahan analisis pada tahapan selanjutnya yakni analisis kandungan
kimia kalus. Kemudian kalus yang sudah diserbuk tadi disimpan dalam flakon dan
kembali dimasukkan ke dalam oven agar serbuk kalus yang sudah kering tadi
tidak lembab.
Proses pengeringan biji yang dilakukan yakni biji tersebut diiris tipis-tipis
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari yang sebelumnya ditutupi dengan
kain hitam. Setelah benar-benar kering kemudian digerus dengan mortir dan
stamper panas karena apabila tidak panas maka ketika potongan biji tadi digerus
maka akan menempel pada stamper dan mortir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analsis kandungan kimia pada penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan kromatogram kalus dengan hasil kromatogram bagian tanaman
Jatropha curcas yang digunakan dalam kultur jaringan. Tujuan analisis
kandungan kimia kalus ini dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terdapat di dalam kalus tanaman Jatropha curcas. Bagian tanaman yang
digunakan untuk kultur jaringan dan dikembangkan menjadi kalus yaitu bagian
daun lembaga dari biji Jatropha curcas yang juga nantinya akan dibandingkan
dengan keping biji tanaman asalnya.
Metabolit sekunder yang diteliti dalam kalus daun lembaga biji tanaman
ini adalah terpenoid karena golongan ini tersebar luas pada tumbuhan tingkat
tinggi (Robbers, Speedie dan Tyler, 1996). Menurut Can Aké dkk (2004) pada
Jatropha gaumeri mengandung senyawa terpenoid yang dapat digunakan sebagai
senyawa yang mempunyai aktivitas biologis sebagai senyawa antimikroba dan
senyawa antioksidan. Namun belum ada penelitian tentang kandungan kimia
untuk kalus dari bagian daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas.
Metode analisis kandungan kimia dilakukan dengan cara menggunakan
kromatografi lapis tipis karena pada sistem ini diperlukan bahan yang sedikit dan
dikerjakan dengan cara kerja yang relatif lebih sederhana dibandingkan metode
lainnya. Selain itu juga didapatkan gambaran yang lebih pasti dari keberadaan
terpenoid dalam biji Jatropha curcas.
Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Fase diam yang digunakan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pemeriksaan KLT ini yakni digunakan silika gel GF 254 yakni silika dengan
bahan pengikat Gibs yang mengandung indikator yang elektronnya dapat
tereksitasi dari ground state ke excited state pada sinar UV dengan panjang
gelombang 254 nm, dimana sebelum digunakan untuk pengembangan dicelupkan
pada larutan AgNO3 (perak nitrat) 2,5%. Dengan adanya penambahan larutan
AgNO3 pada lempeng fase diam sebelum digunakan akan menambah kepolaran
dari silika gel, dimana sifat dasar silika gel sendiri adalah polar.
Fase gerak yang digunakan pada pemeriksaan KLT ini yakni
menggunakan komposisi larutan n-hexane : aseton : metanol (80:15:5). Pemilihan
fase gerak ini mengacu pada jurnal penelitian Roberto Can Aké dkk. Sifat fase
gerak ini lebih mengarah pada non polar, dikarenakan komposisi terbesar larutan
ini terletak pada n-hexane yang sifatnya adalah non polar. Sedangkan kepolaran
aseton dan metanol dapat dikatakan lebih non polar dibandingkan golongan
terpenoid. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sifat larutan fase
gerak ini non polar.
Fase gerak yang bersifat non polar dibandingkan dengan sifat fase
diamnya merupakan salah satu faktor yang baik untuk memisahkan terpenoid
yang sifatnya kurang polar. Kejenuhan chamber dapat dipastikan dengan cara
memasukkan kertas saring yang dipasang tegak lurus terhadap chamber dan ruas-
ruas kertas saring agar mengikuti arah pengembangan sampel, dimana ketika
kertas saring tersebut sudah terbasahi semua oleh fase gerak maka chamber siap
digunakan untuk pengembangan sampel. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
C
H3C
H2C
CH CH2
pemisahan bercak sampel pada lempeng KLT adalah faktor kejenuhan chamber,
cara penotolan dan lamanya didalam chamber.
Ekstraksi yang digunakan untuk menarik golongan terpenoid dari kalus
dan biji tanaman Jatropha curcas dilakukan dengan cara maserasi karena cara ini
relatif sederhana dan digunakan larutan penyari etil asetat karena sifat etil asetat
sendiri adalah non polar dan sifat terpenoid yang juga kurang polar dengan
demikian etil asetat dapat digunakan untuk menyari golongan terpenoid baik dari
biji ataupun daun lembaga dari biji. Kepolaran terpenoid dapat ditunjukkan
dengan struktur dasar terpenoid yakni isoprene (gambar 4). Ekstraksi dengan
menggunakan etil asetat ini dilakukan sebanyak 3 kali karena diharapkan
terpenoid yang terambil dari kalus maupun biji dapat optimal.
Gambar 4. Struktur isoprene
Secara berurutan, biji dan kalus Jatropha curcas ditotolkan pada lempeng
KLT silika gel sebanyak 10 µl dan 30 µl dengan jarak pengembangan 8 cm
sebanyak 3 kali pengembangan. Jumlah penotolan yang berbeda ini diduga
disebabkan konsentrasi terpenoid yang terkandung di dalam masing-masing
larutan berbeda. Apabila jumlah sampel yang ditotolkan dalam jumlah yang sama
maka akan didapatkan hasil yang kurang baik yakni bercak kalus tidak tampak.
Kemudian dilakukan elusi yang berulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan
pemisahan yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian Roberto Can Aké dkk
(2004). Karena berdasarkan orientasi yang dilakukan, apabila hanya dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
satu kali elusi, pada kalus belum didapatkan bercak yang terelusi. Pendeteksian
dilakukan dengan menggunakan penyemprot larutan vanilin-sulfat dimana
sebelum dilakukan penyemprotan dilakukan pemeriksaan dibawah sinar UV
254nm dan 365 nm.
Vanilin-sulfat adalah larutan pereaksi semprot yang mempunyai sifat
sebagai oksidator kuat, sehingga reagen ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya senyawa lain. Diketahui bahwa larutan vanilin-sulfat ini juga mempunyai
sifat positif terhadap fenol, steroid dan minyak esensial (Anonim,1978). Secara
umum larutan pereaksi yang digunakan untuk mendeteksi adanya golongan
terpenoid dilakukan dengan menggunakan vanilin-sulfat sebagai larutan pereaksi
sebagai penentu identitasnya. Namun hal yang membedakan identitas dari setiap
senyawa yang akan diidentifikasi yaitu terletak pada warna yang dihasilkan pada
saat reaksi pembentukan warna setelah reagen tersebut disemprotkan. Wagner
(1984) menyatakan bahwa berdasarkan reaksi warna yang terjadi pada identifikasi
senyawa terpenoid dapat digolongkan menjadi 4 kelompok utama yakni :
a. coklat-merah/violet : senyawa turunan fenilpropan : safrol, anetol,
miristicin, apiol dan eugenol.
b. orange ke merah-violet : karfon, timol, piperiton.
c. biru/biru-violet : sitral, sitronella, sineol.
d. abu-abu – biru : kebanyakan alkohol monoterpen dan esternya
(mentol, borneol, linaleol, nerol, geraniol).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel I. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 %
dengan elusi 3 kali Sinar UV Larutan
Perekasi Sampel Seri Bercak Rf Visual 254 nm 365 nm Vanilin-
sulfat Kalus A1 0.233 - - - ungu tua
A2 0.329 - - - ungu tua
Biji B1 0.204 - - - Abu-abu
B2 0.223 - - - Ungu kemerahan
B3 0.25 - - - Ungu kemerahan
B4 0.304 - - Abu-abu muda
Coklat kehitaman
Tabel I menunjukkan hasil kromatogram dari sampel yang telah ditotolkan
pada silika gel GF 254 yang mengandung larutan AgNO3 2,5 % dan dielusi oleh
n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) yang telah dideteksi dengan menggunakan
larutan pereaksi vanilin-sulfat dan pemeriksaan dibawah sinar UV 254 nm dan
365 nm. Dapat dilihat bahwa baik pada kalus dan biji pada pemeriksaan secara
visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan beberapa
saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada pemeriksaan
dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak menunjukkan
hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada bercak no B4
yakni abu-abu muda pada pemeriksaan 365 nm. Pada larutan pereaksi setiap
bercak pada seri kalus dan biji mengeluarkan penampakan bercak. Pada kalus
tampak bercak berwarna coklat tua, sedangkan pada biji dengan seri bercak B1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
berwarna putih, bercak seri B2 berwarna coklat kemerahan, bercak seri B3
berwarna coklat kemerahan dan bercak seri B4 berwarna coklat kehitaman.
Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri
bercak sampel yang ditotolkan. Pada kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A1
diperoleh Rf sebesar 0,233 dan seri bercak A2 diperoleh Rf sebesar 0,329. Dan
pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf sebesar 0,204, pada
bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,223, pada bercak seri B3 diperoleh Rf
sebesar 0,25 dan pada bercak seri B4 didapatkan Rf sebesar 0,304.
Pada penelitian ini didapatkan hasil kromatogram setelah dilakukan elusi
sebanyak 3 kali yaitu pada sampel biji ditemukan sedikitnya ada 4 bercak yang
keluar. Ini menandakan adanya senyawa lain yang ikut terelusi atau memang
didalam biji Jatropha curcas terdapat lebih dari satu macam senyawa golongan
terpenoid dimana munculnya bercak ini disebabkan oleh adanya perbedaan
kepolaran senyawa. Hal ini sangat dimungkinkan karena biji adalah organ
tumbuhan yang bertugas untuk proses regenerasi, sehingga pada organ ini terdapat
banyak senyawa yang nantinya akan digunakan untuk proses hidup sementara
bagi embrio sebelum dapat mencari kehidupan sendiri di lingkungan sekitar
dimana ditumbuhkan.
Dari tabel I ini juga dapat dilihat bahwa penampakan bercak yang ada baik
warna maupun harga Rf, sampel yang ditotolkan yakni biji maupun kalus sama-
sama mengandung golongan terpenoid. Hal ini didasarkan atas pustaka yang ada,
dimana Wagner (1984) telah mengelompokan warna yang terbentuk ketika reagen
vanilin-sulfat direaksikan (disemprotkan) pada senyawa yang terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
lempeng KLT. Pada kalus yang mempunyai 2 bercak dan biji yang mempunyai 4
bercak, artinya berdasarkan pustaka yang mencantumkan identifikasi warna
(Wagner, 1984) pada reaksi pewarnaan dapat diduga bahwa terdapat lebih dari
satu macam golongan terpenoid.
Untuk mendukung reaksi warna yang terbentuk setelah dilakukan
penyemprotan dengan reagen vanilin-sulfat, kemudian dilakukan deteksi dengan
menggunakan reaksi penyemprot yang lainnya yakni larutan pereaksi antimon-
triklorida. Pada pereaksi warna antimon-triklorida setelah dilakukan
penyemprotan pada sampel dinyatakan positif mengandung terpenoid golongan
diterpen apabila bercak warna yang keluar berwarna merah-kekuningan hingga
biru-keunguan (anonim,1978).
Tabel II. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 %
dengan elusi 3 kali Sinar UV Larutan
Perekasi Sampel Seri Bercak Rf Visual 254 nm 365 nm Antimon-
triklorida Kalus A 0.275 - - - Biru tua
keunguan Biji B1 0.2375 - - - Orange
kemerahan B2 0.275 - - - Biru
keunguan B3 0.316 - - Abu-abu
keunguan Abu-abu keputihan
Dalam tabel II dapat dilihat bahwa pada sampel yang telah di semprot
dengan menggunakan antimon-triklorida ini pada bercak kalus dan biji berwarna
biru-keunguan. Dapat juga dilihat bahwa baik pada kalus, biji pada pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
secara visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan
beberapa saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada
pemeriksaan dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak
menunjukkan hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada
bercak no B3 yakni abu-abu keunguan pada pemeriksaan 365 nm.
Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri bercak
sampel yang ditotolkan. kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A diperoleh Rf
sebesar 0,275. Dan pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf
sebesar 0,2375, pada bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,275, dan pada bercak
seri B3 diperoleh Rf sebesar 0,316. Dilakukan 3 kali pengembangan pada
lempeng yang di semprot dengan reagen antimon-triklorida ini.
Pada penyemprotan dengan reagen antimon-triklorida ada kemiripan
warna dan kesamaan nilai Rf antara bercak kalus A dengan bercak biji seri B2
yakni berwarna biru keunguan dengan nilai Rf 0.275. Dari segi warna yang
dihasilkan pada saat terjadi reaksi pewarnaan dapat dilihat bahwa bercak yang
disemprot dengan reagen antimon-triklorida ini sebanyak 3 bercak yakni 1 bercak
pada kalus dan 2 bercak pada biji yang warnanya masuk dalam range reagen
positif golongan terpenoid. Jadi, dapat dilihat bahwa dalam biji terdapat
setidaknya 2 senyawa golongan terpenoid yang berbeda. Berdasarkan pustaka
yang mencantumkan hasil reaksi pewarnaan yang terjadi (Anonim, 1978), dapat
dikatakan bahwa pada sampel baik biji maupun kalus Jatropha curcas
mengandung golongan terpenoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Dengan demikian kalus maupun biji tanaman Jatropha curcas bila dilihat
dari hasil kromatogram setelah dielusi tampak bahwa hasil bercak kalus dan biji
dengan seri bercak B2 terlihat adanya kemiripan warna dan nilai Rf yang sama.
Maka dapat disimpulkan bahwa kalus daun lembaga tanaman Jatropha curcas
dapat menghasilkan golongan metabolit sekunder yang sama dengan biji dari
tanaman asalnya yakni sama-sama mengandung golongan terpenoid.
0.0
0.5
1.0
A B
1
2
21
3
4
Keterangan :
Fase diam : silika gel GF 254 AgNO3 2.5% Fase gerak : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) A. : Kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas B. : Biji Jatropha curcas
Gambar 5. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen
vanilin-sulfat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Keterangan :
Fase diam : silika gel GF 254 AgNO3 2.5% Fase gerak : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) A. : Kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas B. : Biji Jatropha curcas
Gambar 6. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen
antimon-triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian profil pertumbuhan kalus daun lembaga biji tanaman
Jatropha curcas pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan
dapat ditarik adanya beberapa kesimpulan, yakni :
1. Daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat membentuk kalus pada
media White yang mengandung zat pengatur tumbuh NAA : BAP (2:2)
dengan teknik kultur jaringan.
2. Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas memiliki pola pertumbuhan
yaitu fase lag hari ke-0 hingga hari ke-4, eksponensial hari ke-4 hingga hari
ke-20 dan penuaan hari ke-20 hingga hari ke-32.
3. Kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas menghasilkan bercak
kromatografi lapis tipis seperti pada biji yaitu golongan terpenoid.
B. SARAN
Dari penelitian ini, perlu dilakukan lanjutan penelitian tentang :
1. Uji kualitatif jenis golongan terpenoid yang terdapat di dalam kalus daun
lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas.
2. Uji kuantitatif jenis golongan terpenoid dari kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas sehingga nantinya dapat dibandingkan dengan tanaman
asalnya.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3. Kultur suspensi sel kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas
sehingga dapat dihasilkan metabolit sekunder dalam jumlah yang optimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1978, Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography, no
57 dan 329, E. Merck, Darmstadt, Federal Republic of Germany. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Jilid III, hal XXXIII, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995a, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, hal 129, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995b, Farmakope Indonesia, Jilid IV, hal 1005, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003, Jatropha curcas L., www.intox.org, diakses 12 April 2006. Anonim, 2005a, Species Identity of Jatropha curcas L.,
www.worldagroforestry.org, diakses 20 April 2006. Anonim, 2006b, The Cultivation of Jatropha curcas L., www.svlele.com, diakses
20 April 2006. Bionde S. and Thorpe T.A., 1981, Requirements for A Tissue Culture Facility in
Thorpe T.A, Plant Tissue Culture, hal 6, Academic Press, Tokyo. Dixon, R.A., 1985, Plant Cell Culture: A Practical Approach, hal 3-11, IRL
Press, Oxford, Washington D.C. Duke, J.A, 1983, Jatropha curcas L., www.hort.purdue.edu, diakses 20 Maret
2006. George E.R. and Sherington L.R., 1984, Plant Propagation by Tissue Culture 3,
hal 10-11, 17, 236, Exegetics Press. Inc, Orlando San Diego. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan, terbitan kedua, hal 123-127, ITB, Bandung. Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A., 1994, Teknik Kultur Jaringan, hal 18, 26-
29, 59, 89-94, Kanisius, Yogyakarta. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, ed. I, hal 1137-1138,
Badan Litbang Departemen Kehutanan RI, Jakarta. Joker DFSC, Dorthe and Jepsen Jacob, 2003, Seed Leafleat : Jatropha curcas L.,
http://www.dfsc.dk/pdf/Seedleaflets/jatropha_curcas_83.pdf, diakses tanggal 20 April 2006.