Top Banner
345

Profil Kesehatan Indonesia 2008

Oct 14, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • PROFIL KESEHATAN INDONESIA

    2008

    DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. JAKARTA

    2009

    351.770 212 Ind p

  • TIM PENYUSUN

    Pengarah Dr. H. Sjafii Ahmad, MPH Sekretaris Jenderal Depkes

    Ketua dr. Untung Suseno S., MKes

    Kepala Pusat Data dan Informasi Depkes

    Editor Hasnawati, SKM, MKes

    Sugito, SKM, MKes Hary Purwanto, MKes, MMSi

    Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, MKes

    Anggota, Sunaryadi, SKM, MKes; Fetty Ismandari, dr.; Nuning Kurniasih, SSi, Apt;

    Farida Sibuea, SKM, MScPH; Evida V. Manullang, SSi; Marlina Indah Susanti, SKM; Supriyono Pangribowo, SKM; Dewi Roro Kumbini, SPd; Istiqomah, SS;

    Sarijono; Sondang Tambunan; Maryati; B.B Sigit

    Kontributor Badan Pusat Statistik; Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional;

    Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal; Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat; Ditjen Bina Pelayanan Medik; Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;

    Ditjen Bina Kefarmasian & Alkes; Badan Litbangkes; Badan PPSDMKes; Biro Perencanaan dan Anggaran; Biro Kepegawaian;

    Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; Pusat Penanggulangan Krisis

  • Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI 351.770 212 Ind p

    Indonesia. Departemen Kesehatan. Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2008. - - Jakarta : Departemen Kesehatan RI 2009 I. Judul 1. HEALTH STATISTICS

    Buku ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950 Telepon no: 62-21-5229590, 5221432 Fax no: 62-21-5203874 E-mail: [email protected] Web site: http://www.depkes.go.id

  • i

    Profil Kesehatan Indonesia 2008 merupakan salah satu wujud akuntabilitas dari kinerja Pusat Data dan Informasi. Supaya profil kesehatan ini tidak membingungkan, maka tahun yang tercantum dalam judul profil kesehatan disamakan dengan tahun dari data dan informasi yang disajikan.

    Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini selain memuat informasi seperti profil kesehatan sebelumnya, juga memuat kejadian-kejadian penting yang terjadi pada tahun 2008. Penyajian dalam Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini masih terdapat keterbatasan karena ada beberapa data yang masih belum bisa terkumpul sehingga untuk beberapa indikator masih memuat data tahun 2007, termasuk kontribusi dari hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 yang diselenggarakan Balitbangkes Depkes. Beberapa data dan informasi tahun 2008 yang belum terdapat dalam Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini akan disajikan dalam bentuk sajian lain selain Profil Kesehatan Indonesia.

    Profil Kesehatan Indonesia dengan segala keterbatasannya tetap diupayakan agar

    dapat terbit lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini akan diterbitkan dalam dua versi bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Selain diterbitkan dalam bentuk cetakan, Profil Kesehatan Indonesia 2008 juga dapat diakses melalui internet; http://www.depkes.go.id.

    Mudah-mudahan Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini bermanfaat dalam mengisi

    kebutuhan data dan informasi kesehatan yang terkini sesuai dengan harapan kita semua.

    Jakarta, 2009

    Kepala Pusat Data dan Informasi

    Dr. Untung Suseno S., MKes NIP. 19581017 198403 1 004

    KATA PENGANTAR

  • ii

  • iii

    Saya menyambut gembira terbitnya Profil Kesehatan Indonesia 2008 yang lebih

    cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun berat dan banyak tantangan di dalam proses pengumpulan data dan informasi kesehatan ini, akhirnya Pusat Data dan Informasi berhasil menghimpun data tahun 2008 dan menyusunnya dalam bentuk Profil Kesehatan Indonesia 2008.

    Tantangan dan kendala dalam penyediaan data dan informasi yang tepat waktu ternyata cukup banyak, sehingga data dan informasi dari setiap provinsi maupun program masih belum dapat terisi secara lengkap. Dengan telah terbitnya Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini, saya harapkan dapat bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan yang didasari atas data dan informasi (evidence based) dan dapat digunakan pula sebagai salah satu bahan evaluasi program pembangunan kesehatan.

    Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi sehingga memungkinkan tersusunnya Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini.

    Jakarta, 2009

    Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan

    Dr. H. Sjafii Ahmad, MPH NIP. 19490929 197712 1 001

    SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL DEPKES

  • iv

  • v

    KATA PENGANTAR i SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL iii DAFTAR ISI v DAFTAR LAMPIRAN vii BAB I: PENDAHULUAN 1 BAB II: GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 3 A. Keadaan Penduduk 3 B. Keadaan Ekonomi 6 C. Keadaan Pendidikan 10 D. Keadaan Lingkungan 12 E. Keadaan Perilaku Masyarakat 18 BAB III: SITUASI DERAJAT KESEHATAN 24 A. Mortalitas 24 B. Morbiditas 31

    C. Status Gizi 67 BAB IV: SITUASI UPAYA KESEHATAN 73 A. Pelayanan Kesehatan Dasar 73 B. Pelayanan Kesehatan Rujukan 90 C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 94 D. Perbaikan Gizi Masyarakat 114 E. Pelayanan Kesehatan dalam Situasi Bencana 118 BAB V: SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 120 A. Sarana Kesehatan 120 B. Tenaga Kesehatan 133 C. Pembiayaan Kesehatan 137

    DAFTAR ISI

  • vi

    BAB VI: PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA ASEAN DAN SEARO 140 A. Kependudukan 140 B. Derajat Kesehatan 149 C. Upaya Kesehatan 158 DAFTAR PUSTAKA 163 LAMPIRAN

    ***

  • vii

    Lampiran 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Menurut Provinsi Tahun

    2007 - 2008 Lampiran 2.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut

    Provinsi Tahun 2008 Lampiran 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban

    Tanggungan dan Provinsi Tahun 2008 Lampiran 2.4 Jumlah dan Persentase Daerah Tertinggal Menurut Provinsi Tahun 2006

    - 2008 Lampiran 2.5 Persentase Penduduk Buta Huruf Menurut Kelompok Umur Lampiran 2.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Provinsi Tahun 2004 - 2008 Lampiran 2.7 Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Provinsi Tahun 2004 - 2008 Lampiran 2.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 2.8.a Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 2.8.b Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 2.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Rata - Rata Pemakaian Air Bersih

    per Orang per Hari dan Provinsi, Riskesdas Tahun 2007 Lampiran 2.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Fisik Air Minum per

    Provinsi Tahun 2007 Lampiran 2.11 Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum dari

    Pompa/Sumur/Mata Air Menurut Tipe Daerah, Jarak ke Tempat Penampungan Akhir Kotoran/Tinja Terdekat dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar, Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.13.a Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.13.b Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Provinsi Tahun 2008

    DAFTAR LAMPIRAN

  • viii

    Lampiran 2.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.14.a Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.14.b Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Tempat Tinggal (m2). Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Tipe Daerah, dan Jenis Lantai Terluas (m2) dan Provinsi, Tahun 2008

    Lampiran 2.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Tipe Daerah, dan Jenis Dinding Terluas (m2) dan Provinsi, Tahun 2008

    Lampiran 2.18 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Bulan Referensi Menurut Jenis Keluhan Kesehatan yang dialami dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.18.a Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Bulan Referensi Menurut Jenis Keluhan Kesehatan yang dialami dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.18.b Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Bulan Referensi Menurut Jenis Keluhan Kesehatan yang dialami dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.19 Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Selama Bulan Referensi Menurut Jumlah Hari Sakit dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.19a Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Selama Bulan Referensi Menurut Jumlah Hari Sakit dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.19.b Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Selama Bulan Referensi Menurut Jumlah Hari Sakit dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.20 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan dan Mengobati Sendiri Selama Bulan Referensi Menurut Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.21 Persentase Penduduk yang Mengobati Sendiri Selama Bulan Referensi Menurut Jenis Obat yang Digunakan, Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.22 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Selama Bulan Referensi Menurut Tempat/Cara Berobat dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.22.a Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Selama Bulan Referensi Menurut Tempat/Cara Berobat dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.22.b Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Selama Bulan Referensi Menurut Tempat/Cara Berobat dan Provinsi Tahun 2008

  • ix

    Lampiran 2.23 Persentase Rumah Tangga yang Memenuhi Kriteria Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Baik Menurut Provinsi Riskesdas Tahun 2007

    Lampiran 2.24 Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas yang Berperilaku Benar Dalam Buang Air Besar dan Cuci Tangan Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 2.25 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Kebiasaan Merokok dan Provinsi, Tahun 2007

    Lampiran 2.26 Prevalensi Perokok Saat Ini dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang Dihisap Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 2.27 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas yang Merokok Menurut Usia Mulai Merokok Tiap Hari dan Provinsi, Tahun 2007

    Lampiran 2.28 Prevalensi Peminum Alkohol 12 Bulan dan 1 Bulan Terakhir Menurut Provinsi, Tahun 2007

    Lampiran 2.29 Prevalensi Kurang Makan Buah dan Sayur Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 3.1 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup, Net Reproduction Rate, Angka Kelahiran Kasar, dan Angka Fertilitas Total Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.2 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2007

    Lampiran 3.3 Distribusi Pasien Rawat Jalan Menurut Bab ICD X di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2008

    Lampiran 3.3.a Distribusi Pasien Rawat Jalan Menurut Bab ICD-X di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2007

    Lampiran 3.4 Distribusi Pasien Rawat Inap Menurut Bab ICD-X di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2008

    Lampiran 3.4.a Distribusi Pasien Rawat Inap Menurut Bab ICD-X di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2007

    Lampiran 3.5 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Malaria Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.6 Annual Parasite Incidence (API) Malaria di Jawa-Bali Tahun 1997 - 2008

    Lampiran 3.7 Hasil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Tahun 2008 Lampiran 3.8 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin dan

    Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.9 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok Umur

    (Tahun), Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.10 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS, Meninggal, dan Angka Kumulatif Kasus

    Per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2008

  • x

    Lampiran 3.11 Jumlah dan Persentase Kasus AIDS yang Menggunakan Napza Suntikan (IDU) Menurut Provinsi s.d 31 Desember 2008

    Lampiran 3.12 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.13 Situasi Penyakit Kusta Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.14 Jumlah Kasus Baru Kusta dan Kecacatan Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.15 Prevalensi Frambusia Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.16 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 3.16.a Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 3.17 Jumlah Kasus Penyakit Campak dan Status Vaksinasi Campak Menurut

    Kelompok Umur dan Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.18 Frekuensi dan Jumlah Kasus Pada KLB Campak Menurut Provinsi

    Tahun 2005-2008 Lampiran 3.19 Jumlah Kasus AFP Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.20 Jumlah Kasus AFP Menurut Kriteria Klasifikasi Klinis dan Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 3.21 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Tahun 2003 - 2008 Lampiran 3.22 Jumlah Penderita, Case Fatality Rate (%), dan Incidence Rate Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2003 - 2008

    Lampiran 3.23 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2008

    Lampiran 3.24 Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi Tahun 2003 - 2008 Lampiran 3.25 Kepesertaan dan Jenis Kasus Kecelakaan Kerja (PT Jamsostek) Tahun

    2008 Lampiran 3.26 Situasi Leptospirosis pada Manusia di Indonesia Tahun 2004 - 2008 Lampiran 3.27 Situasi Antraks pada Manusia di Indonesia Tahun 2004 - 2008 Lampiran 3.28 Situasi Pes pada Manusia di Indonesia Tahun 2008 Lampiran 3.29 Jumlah dan Presentase Kabupaten Terjangkit dan Jumlah Kasus Gigitan

    Hewan Tertular Rabies serta Hasil Pemeriksaan Spesimen Hewan Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.30 Kasus Penyakit dapat dicegah dengan Imunisasi Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.31 Jumlah Kasus Hepatitis C (Hanya Data yang Positif) Tahun 2008 Lampiran 3.32 Persentase Balita Menurut Status Gizi (BB/U)* Per Provinsi Tahun 2007 Lampiran 3.33 Persentase Balita Menurut Status Gizi (TB/U)* Per Provinsi Tahun 2007 Lampiran 3.34 Persentase Balita Menurut Status Gizi (BB/ TB )* Per Provinsi Tahun

    2007

  • xi

    Lampiran 3.35 Prevalensi Kurus dan Berat Badan Lebih Anak Umur 6 - 14 Tahun Menurut Jenis Kelamin per Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 3.36 Persentase Status Gizi Penduduk Dewasa (15 Tahun ke Atas) Menurut IMT Per Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 3.37 Prevalensi Risiko KEK Penduduk Wanita Umur 15 - 45 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 3.38 Persentase Berat Badan Bayi Baru Lahir 12 Bulan Terakhir Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 3.39 Prevalensi Frambusia Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 3.40 Rawat Jalan Jemaah Haji di Arab Saudi Berdasarkan Pola Penyakit

    Tahun 2006 2008 Lampiran 3.41 Jumlah Haji Indonesia Pola Penyakit - Pemeriksaan Kesehatan di

    Embarkasi Tahun 2006 - 2008 Lampiran 3.42 Rawat Jalan Jemaah Haji di Arab Saudi Berdasarkan Pola Penyakit

    Tahun 2006 2008 Lampiran 3.43 Sebab Jemaah Haji Wafat di Arab Saudi Berdasarkan Pola Penyakit

    Tahun 2006 2008 Lampiran 3.44 Jemaah Haji Indonesia Berdasarkan Jumlah Wafat per 1000 Jemaah

    (Rate Wafat) Tahun 2008 Lampiran 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 Dan K4, Persalinan ditolong Tenaga

    Kesehatan, dan Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.2 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Pertama dan Provinsi

    Tahun 2008 (Perkotaan+Perdesaan) Lampiran 4.2.a Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Pertama dan Provinsi

    Tahun 2008 (Perkotaan) Lampiran 4.2.b Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Pertama dan Provinsi

    Tahun 2008 (Perdesaan) Lampiran 4.3 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Provinsi

    Tahun 2008 (Perkotaan+Perdesaan) Lampiran 4.3.a Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Provinsi

    Tahun 2008 (Perkotaan) Lampiran 4.3.b Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Provinsi

    (Perdesaan) Lampiran 4.4 Cakupan Deteksi Risiko, Rujukan Kasus Risti, dan Penanganan

    Komplikasi Ibu Hamil dan Neonatal Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.5 Persentase Wanita Berumur 10 Tahun ke atas Yang Pernah Kawin dan

    Jumlah Anak Yang Dilahirkan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2008 (Perkotaan+Perdesaan)

  • xii

    Lampiran 4.5.a Persentase Wanita Berumur 10 Tahun ke atas yang Pernah Kawin dan Jumlah Anak yang dilahirkan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2008 (Perkotaan)

    Lampiran 4.5.b Persentase Wanita Berumur 10 Tahun ke atas yang Pernah Kawin dan Jumlah Anak yang dilahirkan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2008 (Perdesaan)

    Lampiran 4.6 Rata - Rata Jumlah Anak Lahir Hidup per Wanita Usia 15-49 Tahun Menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2008

    Lampiran 4.7 Proporsi Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Yang Sedang Menggunakan /Memakai Alat Kb Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Provinsi, Tahun 2008

    Lampiran 4.8 Proporsi Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang Pernah Menggunakan / Memakai Alat KB Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Provinsi, Tahun 2008

    Lampiran 4.9 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut Alat / Cara KB yang sedang digunakan / dipakai dan Provinsi, Tahun 2008 (Perkotaan+Perdesaan)

    Lampiran 4.9.a Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut Alat/Cara KB yang sedang digunakan /dipakai dan Provinsi, Tahun 2008 (Perkotaan)

    Lampiran 4.9.b Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut Alat/Cara KB yang sedang digunakan /dipakai dan Provinsi, Tahun 2008 (Perdesaan)

    Lampiran 4.10 Hasil Pelayanan Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 4.11 Jumlah dan Proporsi Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 4.12 Pencapaian Desa Universal Child Immunization (Uci) Menurut Provinsi Tahun 2006 - 2008

    Lampiran 4.13 Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2008* Lampiran 4.14 Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.15 Drop Out Cakupan Imunisasi DPT1 - Campak pada Bayi Menurut

    Provinsi Tahun 2003 - 2008 Lampiran 4.16 Persentase Balita yang Pernah Mendapat Imunisasi Menurut Provinsi,

    Tipe Daerah dan Jenis Imunisasi, 2008 Lampiran 4.17 Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.18 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Depkes dan Pemda Menurut

    Provinsi Tahun 2007

  • xiii

    Lampiran 4.19 Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 4.20 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Rumah Sakit Umum Depkes dan Pemda Menurut Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 4.21 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun 2008 Lampiran 4.22 Jumlah Masyarakat Miskin dan Tidak Mampu untuk Jaminan Kesehatan

    Masyarakat Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.23 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di RS/BKMM/BKIM/BKN/BP4

    Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.24 Jumlah Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut Jamkesmas

    Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.25 Penanganan Penyalahgunaan Napza di Rumah Sakit Menurut

    Kepemilikan Tahun 2007 Lampiran 4.26 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan

    Succes Rate (Sr) Menurut Provinsi Tahun 2008 Lampiran 4.27 Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Menurut Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 4.28 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin "A" Tahun 2008 Lampiran 4.29 Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe) Pada Ibu Hamil Menurut Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 4.30 Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah disusui Menurut Lamanya

    disusui Per Provinsi Tahun 2008 (Perkotaan+Perdesaan) Lampiran 4.30.a Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah disusui Menurut Lamanya

    disusui Per Provinsi Tahun 2008 (Perkotaan) Lampiran 4.30.b Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah disusui Menurut Lamanya

    disusui Per Provinsi Tahun 2008 (Perdesaan) Lampiran 4.31 Rekapitulasi Kejadian Bencana Tahun 2008 Lampiran 5.1 Jumlah Puskesmas dan Rasionya Terhadap Penduduk Menurut Provinsi

    Tahun 2004 - 2008 Lampiran 5.2 Jumlah Puskesmas Non Perawatan dan Puskesmas Perawatan Menurut

    Provinsi Tahun 2004 - 2008 Lampiran 5.3 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2008 Lampiran 5.4 Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola Dan Provinsi

    Tahun 2008 Lampiran 5.5 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut Pengelola

    Tahun 2004 - 2008 Lampiran 5.6 Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Umum Menurut Kelas Perawatan

    dan Provinsi Tahun 2008

  • xiv

    Lampiran 5.7 Jumlah Rumah Sakit Umum Depkes/Pemda Menurut Kelas dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.8 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidurnya Menurut Jenis Rumah Sakit Tahun 2004 - 2008

    Lampiran 5.9 Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.10 Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.11 Jumlah Institusi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Menurut Jurusan dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.12 Jumlah Strata Akreditasi Jurusan/Program Studi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kumulatif sampai dengan Desember Tahun 2008

    Lampiran 5.13 Jumlah Institusi Diknakes Non Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Menurut Jurusan/Program Studi dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.14 Jumlah Strata Akreditasi Institusi Non Poltekkes Kumulatif sampai Desember Tahun 2008

    Lampiran 5.15 Jumlah Institusi Diknakes Non-Poltekkes Menurut Status Kepemilikan Kumulatif sampai dengan Desember Tahun 2008

    Lampiran 5.16 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Hasil Pendataan Potensi Desa Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.17 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Menurut Jenis dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.18 Rasio Dokter, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan Terhadap Jumlah Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.19 Jumlah Tenaga Non Kesehatan di Puskesmas Menurut Jenis dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.20 Jumlah Tenaga Kesehatan dengan Status Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang Masih Aktif Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.21 Jumlah Alokasi dan Realisasi Anggaran Departemen Kesehatan Menurut Eselon I Tahun Anggaran 2008

    Lampiran 5.22 Persentase Penduduk dengan Jaminan Pembiayaan/Asuransi Kesehatan Menurut Provinsi dan Tipe Daerah Tahun 2007

    Lampiran 5.23 Persentase Penduduk dengan Jaminan Pembiayaan/Asuransi Kesehatan Menurutjenis Jaminan Kesehatan dan Provinsi Tahun 2007

    Lampiran 6.1 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2008

    Lampiran 6.2 Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks Pembangunan Manusia di Negara-Negara ASEAN & SEARO

  • xv

    Lampiran 6.3 Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan yang Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2006

    Lampiran 6.4 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2006/2007

    Lampiran 6.5 Angka Estimasi HIV dan AIDS di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2007

    Lampiran 6.6 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Negara-Negara ASEAN & SEARO

    Lampiran 6.7 Perbandingan Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2007

    Lampiran 6.8 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2000-2008

    Lampiran 6.9 Pembiayaan Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2006

    ***

  • 1

    Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar

    manusia mempunyai kemampuan di berbagai bidang, khususnya dalam bidang pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan sehat, berpengetahuan, dan memiliki kehidupan yang layak. Masing-masing dimensi direpresentasikan oleh indikator. Umur panjang dan sehat direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup; pengetahuan direpresentasikan oleh indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; serta kehidupan yang layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi pembangunan manusia ini terangkum dalam suatu nilai tunggal, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (human development index).

    Sedangkan pembangunan kesehatan adanya upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.

    Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan ba-gi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan, penanggulangan penyakit menular, penanggulangan gizi buruk, dan penanganan krisis kesehatan akibat bencana.

    Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008 ini berupaya untuk menggambarkan secara umum tentang kondisi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan faktor-faktor terkait lainnya, serta perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEARO.

    Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini terdiri atas 6 (enam) bab, yaitu: Bab I - Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang diterbitkannya Profil Kesehatan Indonesia 2008 ini serta sistimatika penyajiannya.

    Bab II - Situasi Umum dan Perilaku Penduduk. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum, yang meliputi: kependudukan, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan fisik; serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.

  • 2

    Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan sampai dengan tahun 2008 yang mencakup tentang angka kematian, umur harapan hidup, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.

    Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2008, untuk tercapainya dan berhasilnya program-program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan upaya perbaikan gizi masyarakat.

    Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan bidang kesehatan sampai tahun 2008. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan tenaga, sarana kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.

    Bab VI - Perbandingan Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini menyajikan perbandingan beberapa indikator yang meliputi data kependudukan, Angka Kelahiran, Angka Kematian, Indeks Pembangunan Manusia, data tuberkulosis, angka estimasi HIV/AIDS, kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, cakupan imunisasi pada bayi dan upaya kesehatan.

    ***

  • 3

    Indonesia terbentang antara 6o garis Lintang Utara sampai 11o garis Lintang Selatan, dan dari 97 o sampai 141o garis Bujur Timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara, menurut data Bakosurtanal, jumlah pulau di Indonesia 17.508 (17.506 pulau setelah dikurangi Sipadan dan Ligitan). Jumlah pulau itu termasuk yang berada di muara dan tengah sungai, serta delta. Fakta ini membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dan adat istiadat dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman dalam berbagai aspek tersebut juga terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

    Secara administratif wilayah Indonesia pada tahun 2008 terbagi atas 33 provinsi, 495 kabupaten/kota (399 kabupaten dan 96 kota). Jika dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota yang ada pada tahun 2007, maka selama tahun 2008 telah terjadi pembentukan 30 kabupaten/kota baru. Pembagian wilayah Indonesia secara administratif pada tahun 2007 - 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.1.

    Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum Indonesia dan perilaku penduduk pada tahun 2008 yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi, keadaan pendidikan, keadaan lingkungan, dan perilaku penduduk yang berkaitan dengan kesehatan. A. KEADAAN PENDUDUK

    Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 tercatat sebesar 228.523.342 jiwa terdiri dari 114.399.238 laki-laki dan 114.124.104 perempuan. Melalui estimasi BPS hasil SUPAS 2005 (estimasi penduduk Indonesia dirinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2008), kita dapat memperoleh gambaran piramida penduduk sebagai berikut.

  • 4

    GAMBAR 2.1 PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2008

    Secara nasional, dengan luas wilayah Indonesia 1.910.931,32 km2 maka tingkat kepadatan penduduk adalah sebesar 120 jiwa per km2. Tingkat kepadatan yang tinggi masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 13.774 jiwa per km2. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi ke-2 dengan kepadatan 1.157 jiwa per km2. Provinsi dengan tingkat kepadatan tertinggi ke-3 yaitu DI Yogyakarta sebesar 1.107 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah di Papua, yaitu hanya 6 jiwa per km2, Papua Barat merupakan provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terendah ke-2 yaitu sebesar 8 jiwa per km2, yang kemudian diikuti oleh Kalimantan Tengah dengan kepadatan 13 jiwa per km2.

    Dari proyeksi jumlah penduduk dapat diketahui terdapat ketimpangan persebaran penduduk antar pulau yang nyata. Lebih dari separuh penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 58,14%, dengan luas hanya 6,77% wilayah Indonesia. Selebihnya tersebar di Sumatera sebesar 21,36 %, Sulawesi 7,23%, Kalimantan 5,62%, Kepulauan Nusa Tenggara - Bali 5,43%, Papua dan Maluku

    Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008

  • 5

    2,22%. Jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.2.

    GAMBAR 2.2

    PERSENTASE PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK PULAU-PULAU BESAR TAHUN 2008

    Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2008, Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 6 tahun 2008.

    Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 27,23%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 67,67%, dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,10%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebesar 47,77%.

    Provinsi dengan persentase beban tanggungan tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 60,44%, diikuti oleh Maluku sebesar 58,23%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 58,00%. Sedangkan provinsi dengan Angka Beban Tanggungan terendah yaitu DKI Jakarta sebesar 37,76%, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 38,12% dan Jawa Timur sebesar 40,36%. Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur, provinsi, dan Angka Beban Tanggungan tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.3.

  • 6

    GAMBAR 2.3 ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT PROVINSI

    DI INDONESIA TAHUN 2008

    Sumber: Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2008

    B. KEADAAN EKONOMI

    Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% dibanding tahun 2007. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2008 mencapai Rp 2.082,1 triliun, sedangkan pada tahun 2007 sebesar Rp 1.963,1 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2008 naik sebesar Rp 1.004,7 triliun, yaitu dari Rp 3.949,3 triliun pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 4.954,0 triliun pada tahun 2008.

    Mengkaji kondisi perekonomian tentu saja tidak terlepas dari tingkat inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama periode Januari sampai Desember tahun 2008 telah terjadi inflasi sebesar 11,06%. Selama tahun 2008 kelompok bahan makanan memberi kontribusi terbesar pada inflasi sebesar 16,35%. Kelompok lainnya dalam tahun 2008 masing-masing kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menyumbang sebesar 10,92% pada inflasi nasional; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 12,53%, kelompok sandang 7,33%, kelompok kesehatan 7,96%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 6,66% dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 7,49%.

    Selama tahun 2008, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 16,7%, diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih 10,9%, sektor keuangan, real estate dan jasa perumahan 8,2%, sektor konstruksi 7,3%, sektor

  • 7

    perdagangan, hotel dan restoran 7,2%, sektor jasa-jasa 6,4%, sektor pertanian 4,8%, dan sektor industri pengolahan 3,7%, serta sektor pertambangan dan penggalian 0,5%. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2008 mencapai 6,5% yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,1%.

    Untuk mengetahui tingkat pengangguran, dilakukan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merumuskan konsep pengangguran sebelum tahun 2001 sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Sejak tahun 2001 konsep pengangguran menjadi angkatan kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha (MP), tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa (sebelumnya dikategorikan sebagai Bukan Angkatan Kerja) dan yang punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai Bekerja).

    Persentase pengangguran terbuka adalah perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka disini didefinisikan sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan, termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga, sehingga hanya orang yang temasuk angkatan kerja saja yang merupakan pengangguran terbuka.

    Menurut Sakernas, definisi operasional Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan penganggur. Sementara Bekerja menurut definisi Sakernas adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan itu termasuk juga kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.

    Berdasarkan data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 2008, tahun 2008 ada penurunan angka pengangguran, dengan bertambahnya lapangan kerja pada sektor jasa kemasyarakatan seperti jasa pertukangan, pembantu rumah tangga, transportasi, dan pertanian. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran pada Agustus 2007 - Agustus 2008 adalah sebagai berikut.

    TABEL 2.1

    PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA

    DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2007 - 2008 Tahun

    Agustus 2007 (juta org) Agustus 2008 (juta org)

    Jumlah Angkatan Kerja 109,94 111,95 Jumlah penduduk yang bekerja 99,93 102,55

    Pengangguran terbuka 10.01 9,39

    Persentase pengangguran terbuka (%) 9,11 8,39

    Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional 2007-2008

  • 8

    Pembangunan ekonomi yang diupayakan pemerintah diharapkan mampu mendorong kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

    Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) adalah wilayah administrasi kabupaten. Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana dan daerah rawan konflik.

    Menurut data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, pada tahun 2006 -2008 jumlah kabupaten tertinggal mencapai 199 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tahun 2008 persentase daerah tertinggal adalah 40,2% dari 495 kabupaten/kota. Menurut jumlah kabupaten/kota yang tertinggal angka ini sedikit bertambah dibandingkan tahun 2005, yang menunjukkan jumlah 197 kabupaten tertinggal. Penambahan 2 kabupaten tersebut terdapat pada Provinsi Sumatera Barat yang pada tahun 2005 berjumlah 7 kabupaten kemudian bertambah menjadi 9 kabupaten. Provinsi dengan persentase kabupaten/kota tertinggal tertinggi adalah Sulawesi Barat, yaitu sebesar 100% (2006-2008), diikuti oleh Sulawesi Tengah yang sebesar 81,8% (2008) dan Bengkulu 80% (2008). Jumlah dan persentase kabupaten/kota tertinggal menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.4.

    GAMBAR 2.4

    PROVINSI DENGAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL DI INDONESIA TAHUN 2008

    Sumber: Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

    Tahun 2004-2009

  • 9

    Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta betapa keterbatasan pemenuhan pangan dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri.

    Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 37,17 juta dari 39,3 juta penduduk miskin pada bulan Maret 2006. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan 2,13 juta penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42%). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta orang (16,6%), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta orang.

    Selama periode Maret 2007 - Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2008, sebagian besar (63,47%) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.

    Persentase penduduk miskin dari tahun 2004-2008 disajikan pada Gambar 2.4 berikut ini.

    GAMBAR 2.5

    PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2004 2008

    Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2007 Press Release BPS 2008: Jumlah Kemiskinan.pdf

  • 10

    C. KEADAAN PENDIDIKAN Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah

    dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

    Angka buta huruf berkorelasi dengan angka kemiskinan. Sebab, penduduk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan mereka pada kemiskinan. Komposisi penderita buta huruf di Indonesia beragam. Jumlah penduduk buta huruf di Indonesia tidak hanya dialami satu generasi, tetapi terdiri atas generasi muda dan tua.

    Berdasarkan data BPS 2004-2008, persentase penduduk yang buta huruf cenderung menurun karena akses terhadap pendidikan meningkat dalam 5 tahun terakhir ini. Persentase terbesar penduduk yang buta huruf berada dalam kelompok umur lebih dari 45 tahun, diikuti kelompok umur kurang dari 15 tahun. Dengan demikian, pendidikan sebagai senjata utama penghapusan buta huruf itu senantiasa harus menyentuh baik generasi muda maupun generasi tuanya.

    GAMBAR 2.6

    PERSENTASE PENDUDUK YANG BUTA HURUF MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2004 2008

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    Tahun 2008 persentase tertinggi penduduk berumur 15-45 tahun ke atas yang

    buta huruf pada tahun adalah Provinsi Papua (26,23%), diikuti Nusa Tenggara Barat (7,54%) dan Sulawesi Barat (6,70%). Persentase terendah adalah DKI Jakarta (0,07%), diikuti Sulawesi Utara (0,32%) dan Riau (0,47%). Persentase penduduk buta huruf menurut kelompok umur dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.5. Persentase penduduk berumur 15-45 tahun yang buta huruf menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini.

  • 11

    GAMBAR 2.7 PERSENTASE PENDUDUK UMUR 15-45 TAHUN YANG BUTA HURUF

    DI INDONESIA TAHUN 2008

    Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS dikategorikan menjadi 3 kelompok

    umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SLTP, dan 16-18 tahun mewakili umur setingkat SLTA. Secara umum, APK setingkat SD sebesar 109,37%, SLTP 81,08% dan SLTA 57,51%. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah APK. Persentase angka partisipasi kasar menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.6.

    GAMBAR 2.8 PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR DI INDONESIA TAHUN 2004 2008

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

  • 12

    Berbeda dengan APK, Angka Partisipasi Murni (APM) menunjukkan banyaknya penduduk usia sekolah yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Secara umum, APM setingkat SD sebesar 93,98%, SLTP 66,75% dan SLTA 44,22%. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah APM. Persentase angka partisipasi murni menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.7.

    GAMBAR 2.9 PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI DI INDONESIA TAHUN 2004 2008

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    D. KEADAAN LINGKUNGAN Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian

    khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat.

    Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator seperti; persentase rumah tangga terhadap akses air minum, persentase rumah tangga menurut sumber air minum, persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotoran/tinja, dan persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitas buang air besar.

    1. Akses Terhadap Air Minum

    Berdasarkan data Susenas tahun 2008, BPS mengkategorikan sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2 kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindung dan tidak terlindung. Sumber air minum terlindung terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan.

  • 13

    Sedangkan sumber air minum tak terlindung terdiri dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, dan sumber lainnya.

    Susenas tahun 2008 menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung sebesar 94,20%, sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum tak terlindung sebesar 5,80%. Provinsi dengan persentase terbesar untuk rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung adalah DKI Jakarta, yaitu 99,62%, diikuti oleh Sulawesi Tengah sebesar 98,17% dan Maluku Utara sebesar 97,78%. Persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung yang paling rendah berada di Provinsi Bengkulu, yaitu sebesar 69,56%, diikuti oleh Lampung (82,33%) dan Kalimantan Tengah (83,62%).

    Pada kelompok sumber air minum terlindung, sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki sumur terlindung dengan persentase 28,60%. Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum pompa menempati urutan ke-2 yaitu 17,06%, kemudian ledeng meteran (11,46%), mata air terlindung (8,73%), air isi ulang (7,16%), air kemasan (4,11%), ledeng eceran (3,57%), dan air hujan (2,65%). Sedangkan pada kelompok air minum tak terlindung, rumah tangga di Indonesia sebagian besar memanfaatkan sumur tak terlindung dengan persentase 9,48%, diikuti oleh mata air tak terlindung sebesar 4,05%, air sungai sebesar 2,75% dan lainnya sebesar 0,38%. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum, provinsi dan wilayah secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 2.8, 2.8.a, dan Lampiran 2.8.b.

    GAMBAR 2.10

    PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM DI INDONESIA TAHUN

    2008

    Sumber: BPS, Susenas Tahun 2008

  • 14

    2. Pemakaian Air Bersih

    Jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat terkait dengan risiko kesehatan masyarakat yang terkait dengan higiene. Risiko kesehatan masyarakat pada kelompok yang akses terhadap air bersih rendah dikategorikan sebagai mempunyai risiko tinggi. Definisi operasional berdasarkan Riskesdas tersebut menyebutkan rerata pemakaian air bersih individu adalah rerata jumlah pemakaian air bersih rumah tangga dalam sehari dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Rerata pemakaian air individu dikelompokkan menjadi

  • 15

    (kakus) lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah dan sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan tanah dan kemiringannya. Pada umumnya jarak sumber air minum dengan beberapa sumber pengotor termasuk tempat penampungan akhir (TPA) kotoran/tinja tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah sumber-sumber tersebut.

    Susenas tahun 2008 juga menampilkan persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotoran/tinja terdekat. Data tersebut menyebutkan bahwa secara nasional sebanyak 51,88% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/sumur/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja > 10 meter. Sedangkan sebanyak 24,14 % memiliki jarak < 10 meter dan sisanya sebanyak 23,97% tidak tahu.

    Pada rumah tangga yang memiliki jarak > 10 meter pada sumber air minumnya, persentase terbesar adalah DI Yogyakarta sebesar 71,73%, diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 66,00% dan Jambi 63,66%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Gorontalo sebesar 33,39% diikuti oleh Banten sebesar 34,35% dan Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 35,82%. Persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut tipe daerah, jarak ke tempat penampungan akhir kotoran/tinja/ terdekat dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.11.

    GAMBAR 2.11 PROVINSI DENGAN PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN

    JARAK SUMBER AIR MINUM KE TPA KOTORAN/TINJA >10 METER DI INDONESIATAHUN 2008

    5. Fasilitas Tempat Buang Air Besar

    Susenas tahun 2008 membagi rumah tangga berdasarkan kepemilikan fasilitas tempat buang air besar yang terdiri atas milik sendiri, milik bersama, umum,

    Sumber: BPS, Susenas Tahun 2008

  • 16

    dan tidak ada. Secara nasional, persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 61,68%, rumah tangga yang memiliki bersama 13,38%, umum sebesar 3,79% dan tidak ada sebesar 21,14%.

    Persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar di perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Persentase di perkotaan sebesar 71,92%, sedangkan di perdesaan sebesar 52,00%. Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar tertinggi adalah Kepulauan Riau sebesar 82,54% diikuti oleh Riau sebesar 81,88% dan Kalimantan Timur sebesar 77,03%. Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 31,82% diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 37,76% dan Maluku Utara sebesar 44,21%. Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar, tipe daerah dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.12.

    GAMBAR 2.12 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT

    KEPEMILIKAN FASILITAS TEMPAT BUANG AIR BESAR DI INDONESIA TAHUN 2008

    Rumah tangga yang menggunakan jamban leher angsa sebesar 74,67%,

    cemplung/cubluk sebesar 13,19%, dan yang tidak pakai kloset sebesar 3,70%. Penggunaan jenis kloset leher angsa di perkotaan lebih besar dibanding di perdesaan. Sementara penggunaan jenis kloset cemplung/cubluk di perdesaan 5 kali lipat lebih banyak dibanding di perkotaan. Persentase rumah tangga menurut jenis kloset dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.13, 2.13.a dan Lampiran 2.13.b.

    Berdasarkan tempat akhir pembuangan tinja, terlihat bahwa tangki septik (53,33%) merupakan tempat penampungan akhir tinja yang paling banyak digunakan rumah tangga, terutama di daerah perkotaan yang mencapai 72,29% sedangkan di daerah perdesaan sebesar 35,39%. Namun di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Lampung sebagian besar penduduknya memilih lubang tanah sebagai tempat

    Sumber : BPS, Susenas Tahun 2008

  • 17

    penampungan akhir tinja (51,33% dan 42,85%). Persentase rumah tangga menurut tempat pembuangan akhir tinja dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.14, 2.14.a dan Lampiran 2.14.b. 6. Luas Lantai Pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun perdesaan berdampak negatif terhadap terhadap perbandingan antara jumlah luas lantai hunian terhadap penghuni dan berkurangnya ruang terbuka pada area pemukiman. Hal ini tentu saja memiliki implikasi terhadap status kesehatan masyarakat penduduk. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni kuman. Kuman yang pada umumnya adalah penyebab penyakit menular saluran napas semakin banyak bila jumlah penghuni semakin banyak.

    Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan diketahui juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan lingkungan bebas, tempat bermain luas yang mampu mendukung daya kreatifitasnya. Dengan kata lain, rumah bila terlampau padat di samping merupakan media yang cocok untuk terjadinya penularan penyakit khususnya penyakit saluran napas juga dapat mempengaruhi perkembangan anak.

    Susenas tahun 2008 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki luas lantai 50-99 m2, sebesar 43,08%, diikuti oleh rumah tangga dengan luas lantai 20-49 m2, sebesar 34,60% dan rumah tangga dengan luas lantai 100-149 m2 sebesar 10,43%. Persentase rumah tangga menurut luas lantai tempat tinggal (m2), tipe daerah, dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.15. 7. Jenis Lantai

    Apabila dilihat berdasarkan jenis lantai terluas yang ditempati, sebagian besar rumah tangga menempati rumah yang berlantai bukan tanah. Persentase penggunaan lantai bukan tanah di seluruh Indonesia sudah mencapai di atas 80%, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi dengan lantai terluas yang tertinggi dengan persentase 98,20% dan Nusa Tenggara Timur merupakan yang terendah dengan persentase 58,99%. Bila dibandingkan menurut tipe daerah, rumah tangga di perkotaan yang lantai rumahnya bukan dari tanah lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga di perdesaan (94,10% berbanding 81,32%). Persentase rumah tangga menurut jenis lantai terluas, tipe daerah, dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.16. 8. Jenis Dinding

    Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat juga dapat dilihat menurut penggunaan jenis dinding, yaitu berupa tembok, kayu, bambu atau lainnya. Secara nasional sebanyak 65,49% rumah tangga menggunakan dinding tembok, dengan persentase tertinggi di Bali (93,67%) dan terendah di Kalimantan Selatan (14,23%).

  • 18

    Persentase rumah tangga menurut jenis dinding, tipe daerah, dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.17.

    E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT

    Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yaitu: persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan referensi, persentase penduduk yang berobat jalan dan mengobati sendiri selama sebulan yang lalu, menurut tempat tinggal (perkotaan dan perdesaan), persentase penduduk yang berobat jalan selama sebulan yang lalu menurut tempat/cara berobat. Indikator yang disajikan mengacu pada Susenas tahun 2008.

    1. Penduduk yang Menderita Sakit selama Sebulan Referensi

    Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah angka kesakitan. Berikut ini adalah tabel persentase penduduk yang menunjukkan distribusi penduduk menurut tipe daerah, jenis kelamin dan keluhan kesehatan dalam sebulan referensi tahun 2008.

    Persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan secara nasional adalah 33,24%. Provinsi yang persentase penduduk yang mempunyai persentase keluhan kesehatan terbesar adalah Gorontalo 49,66%, Nusa Tenggara Timur 47,04% dan Kalimantan Selatan 40,19%.

    Dari beberapa jenis keluhan kesehatan yang dialami ada 3 jenis keluhan yang paling banyak disampaikan dalam sebulan referensi pada tahun 2008, yaitu batuk (15,24%), pilek (14,83%) dan panas (11,56%). Menurut tipe daerah. persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan dengan perkotaan. Persentase rumah tangga menurut jenis keluhan kesehatan, tipe daerah, dan provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.18, 2.18.a dan Lampiran 2.18.b.

    Penduduk yang sakit sampai mengakibatkan terganggunya pekerjaan, sekolah atau kegiatan sehari-hari selama sebulan yang lalu yaitu penduduk yang sakit kurang dari 4 hari mencapai 49,44% dan yang mengalami sakit antara 4-7 hari sebesar 35,25%. Persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan referensi menurut provinsi dan jumlah hari sakit dapat dilihat pada Lampiran 2.19, 2.19.a dan Lampiran 2.19.b.

    2. Upaya Penduduk dalam Pencarian Pengobatan

    Susenas tahun 2008 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan.

  • 19

    Sebanyak 65,59% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan referensi memilih untuk mengobati sendiri. Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 44,37% dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan referensi.

    Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan referensi dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di Provinsi Bali, yaitu 55,04% yang diikuti oleh Sumatera Barat 50,75% dan DKI Jakarta sebesar 50,71%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Sulawesi Tenggara sebesar 28,03%, Kalimantan Tengah sebesar 28,10%, dan Maluku sebesar 31,97%.

    Dalam hal keputusan untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan referensi, Provinsi Maluku Utara menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 81,64%, diikuti oleh Gorontalo sebesar 78,79% dan Kalimantan Selatan sebesar 78,01%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 50,72%, Bali sebesar 51,85% dan Nusa Tenggara Timur sebesar 55,68%. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.20.

    Dari penduduk yang mengobati sendiri, 90,49% di antaranya menggunakan obat modern, 22,26% menggunakan obat tradisional dan 5,53% menggunakan jenis obat lainnya. Persentase penduduk yang mengobati sendiri selama bulan referensi menurut provinsi, jenis obat yang digunakan, dan tipe daerah tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.21. 3. Tempat Penduduk Berobat Jalan

    Persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan referensi dan memutuskan untuk berobat jalan, dikelompokkan berdasarkan tempat berobat, yaitu Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu (Puskesmas Pembantu), Praktek Nakes (tenaga kesehatan), Praktek Batra (Pengobatan Tradisional) dan Dukun. Menurut Susenas tahun 2008, tempat yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu yaitu sebesar 35,50%, diikuti oleh praktek Dokter sebesar 30,11%, dan Petugas Kesehatan sebesar 28,82%.

    GAMBAR 2.13 PERSENTASE PENDUDUK YANG BEROBAT JALAN

    MENURUT TEMPAT/CARA BEROBAT DI INDONESIA TAHUN 2008

  • 20

    GAMBAR 2.14 PERSENTASE PENDUDUK YANG BEROBAT JALAN KE PUSKESMAS/PUSTU

    DI INDONESIA TAHUN 2008

    Pada tahun 2008, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat

    jalan ke Puskesmas/Pustu terbesar adalah Papua Barat sebesar 73,83%, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 73,36% dan Papua 72,36%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas/Pustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 20,28%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,18% dan Riau sebesar 28,75%. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.22.

    4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Berdasarkan Riskesdas 2007, persentase rumah tangga yang memenuhi

    kriteria Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kategori baik secara

    Sumber : BPS, Susenas Tahun 2008

    Sumber : BPS, Susenas Tahun 2008

  • 21

    nasional sebesar 38,7%. Provinsi yang memiliki persentase di atas 38,7% ada 5 provinsi yaitu DI Yogyakarta (58,2%), Bali (51,7%), Kalimantan Timur (49,8%), Jawa Tengah (47%) dan Sulawesi Utara (46,9%). Provinsi dengan persentase PHBS yang rendah adalah Papua (24,4%), Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat (28,2%).

    Persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat yang baik menurut provinsi secara rinci disajikan pada Lampiran 2.23. 5. Perilaku Higienis

    Perilaku higienis yang disurvey dalam Riskesdas tahun 2007 meliputi kebiasaan buang air besar (BAB) dan kebiasaan mencuci tangan. Perilaku BAB yang benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban dan mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak dan setelah memegang unggas/binatang.

    Data dari Riskesdas 2007 secara nasional menunjukkan 71,1% penduduk 10 tahun ke atas berperilaku benar dalam kebiasaan BAB, tetapi hanya 23,2% yang mempunyai kebiasaan cuci tangan yang baik. Provinsi yang mempunyai persentase tertinggi dalam perilaku higienis ini adalah DKI Jakarta yaitu 98,6% dalam perilaku BAB dan 44,7% dalam kebiasaan cuci tangan yang benar.

    Provinsi yang persentasenya rendah dalam perilaku BAB ini adalah Sulawesi Barat (57,4%), Gorontalo (59,2%) dan Sumatera Barat (59,3%). Sedangkan provinsi yang persentasenya rendah dalam perilaku cuci tangan adalah Sumatera Barat (8,4%, Sumatera Utara (14,5%) dan Riau (14,6%).

    Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang berperilaku benar dalam BAB dan cuci tangan yang baik menurut provinsi secara rinci disajikan pada Lampiran 2.24.

    6. Perilaku Merokok

    Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, persentase penduduk umur 10 tahun ke atas 23,7% merokok setiap hari, 5,5% merokok kadang-kadang, 3,0% adalah mantan perokok dan 67,8% bukan perokok.

    GAMBAR 2.15 PERSENTASE PENDUDUK UMUR 10 TAHUN KE ATAS MENURUT

    KEBIASAAN MEROKOK DI INDONESIA TAHUN 2008

  • 22

    Sumber : Badan Litbangkes, Riskesdas Tahun 2007 Menurut karakteristik responden, persentase penduduk yang merokok setiap

    hari yang nilainya cukup tinggi adalah pada kelompok umur produktif (25-64 tahun) dengan rentang antara 29% sampai 32%, di samping itu hampir separuh penduduk laki-laki yang merokok setiap hari (45,8%). Menurut tingkat pendidikan, persentase tertinggi penduduk yang merokok setiap hari adalah pada penduduk tamat SLTA.

    GAMBAR 2.16 PERSENTASE PENDUDUK UMUR 10 TAHUN KE ATAS

    MENURUT KEBIASAAN MEROKOK DAN JENIS KELAMIN DI INDONESIA TAHUN 2008

    Sumber : Badan Litbangkes, Riskesdas Tahun 2007

    Prevalensi perokok saat ini yang terdiri dari perokok setiap hari dan perokok kadang-kadang adalah 29,2%. Prevalensi perokok tertinggi adalah di Provinsi Lampung (34,3%), Bengkulu (34,1%) dan Gorontalo (32,6%). Berdasarkan rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap oleh perokok saat ini adalah 12 batang per hari.

  • 23

    Jumlah batang rokok yang dihisap per hari paling tinggi adalah di Nanggroe Aceh Darussalam (19 batang), Kepulauan Riau dan Bangka Belitung masing-masing 16 batang rokok.

    Persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap, usia mulai merokok dan provinsi secara rinci disajikan pada Lampiran 2.25, 2.26 dan Lampiran 2.27.

    7. Perilaku Minum Minuman Beralkohol

    Kebiasaan minum alkohol merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya risiko kesehatan. Berdasarkan Riskesdas 2007, secara nasional prevalensi penduduk umur 10 tahun ke atas yang minum minuman alkohol selama 12 bulan terakhir sebesar 4,6%, dan yang masih minum alkohol dalam 1 bulan terakhir sebesar 3,0%. Provinsi yang prevalensi minum alkoholnya termasuk tinggi adalah Nusa Tenggara Timur (17,7%), Sulawesi Utara (17,4%) dan Gorontalo (12,3%).

    Berdasarkan karakteristik umur peminum alkohol, prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir dan satu bulan terakhir mulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun sebesar 5,5% dan 3,5%, kemudian meningkat menjadi 6,7% dan 4,3% pada umur 25-34 tahun, dan selanjutnya prevalensi menurun dengan bertambahnya umur. Menurut jenis kelamin, maka prevalensi peminum alkohol lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut pendidikan, prevalensi peminum alkohol yang tinggi terdapat pada peminum yang berpendidikan tamat SLTP dan tamat SLTA.

    Persentase penduduk umur 10 tahun ke atas menurut kebiasaan minum minuman alkohol dan provinsi secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 2.28.

    8. Perilaku Kurang Makan Buah dan Sayur

    Berdasarkan Riskesdas 2007, penduduk dikategorikan cukup konsumsi sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Secara nasional, persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang mempunyai kebiasaan kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%. Provinsi yang persentasenya tertinggi dalam kebiasaan kurang makan buah dan sayur adalah Riau (97,9%) dan Sumatera Barat (97,8%). Sedangkan yang terendah adalah Gorontalo (83,5%), DI Yogyakarta (86,1%) dan Lampung (87,7%).

    Persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut kebiasaan makan buah dan sayur dan provinsi secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 2.29.

    ***

  • 24

    Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya. Faktor-faktor ini berpengaruh pada kejadian morbiditas, mortalitas dan status gizi di masyarakat. Angka morbiditas, mortalitas dan status gizi dapat menggambarkan keadaan dan situasi derajat kesehatan masyarakat. Angka ini juga dapat digunakan untuk perencanaan bidang kesehatan. Situasi derajat kesehatan masyarakat pada tahun 2008 dapat dilihat melalui keadaan morbiditas, mortalitas dan status gizi berikut ini. A. MORTALITAS Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu. Berikut ini adalah angka kematian pada bayi, balita, ibu, angka kematian kasar, dan umur harapan hidup. 1. Angka Kematian Bayi (AKB) Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tingkat provinsi maupun nasional. Selain itu, program-program kesehatan di Indonesia banyak yang menitikberatkan pada upaya penurunan AKB.

    GAMBAR 3.1 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    DI INDONESIA TAHUN 1991 S.D TAHUN 2007

    Sumber: BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

  • 25

    Secara umum dari tahun ke tahun terjadi penurunan AKB. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh estimasi AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Perkembangan AKB hasil estimasi SDKI tahun 1991-2007 dapat dilihat pada Gambar 3.1 di atas. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran angka kematian SDKI tersebut mengestimasikan Angka Kematian Bayi dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei, misalnya pada SDKI tahun 2007 diperoleh AKB untuk periode 5 tahun sebelumya yaitu tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.

    Kecenderungan penurunan AKB dapat dipengaruhi oleh pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berperan melalui perbaikan gizi yang pada gilirannya mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

    AKB hasil SDKI tahun 2007 untuk masing-masing provinsi merupakan estimasi AKB dalam periode 10 tahun sebelum survei (1998-2007). AKB terendah dimiliki oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup, dan Kalimantan Timur serta Jawa Tengah sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Barat (74/1.000 kelahiran hidup), diikuti oleh Nusa Tenggara Barat (72/1.000 kelahiran hidup) dan Sulawesi Tengah (60/1.000 kelahiran hidup). Besarnya AKB per provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.2. Distribusi Angka Kematian Bayi menurut provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3.1.

    GAMBAR 3.2 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    MENURUT PROVINSI TAHUN 2007

    Sumber: BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Data mengenai kematian bayi dapat juga dilihat dari data kematian di Rumah sakit. Jumlah lahir mati dan jumlah lahir hidup di rumah sakit 6 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

  • 26

    TABEL 3.1 JUMLAH KEMATIAN BAYI DAN KELAHIRAN HIDUP DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2003 2007

    Tahun Jumlah RSJumlah Lahir

    MatiJumlah Kelahiran

    Hidup di Rumah Sakit

    2003 1,234 3,160 135,0942004 1,246 3,321 109,2972005 1,268 3,220 132,7452006 1,292 3,041 116,9912007 1,319 3,354 138,282

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI 2009

    2. Angka Kematian Balita (AKABA) AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. Nilai normatif AKABA > 140 sangat tinggi, antara 71 140 tinggi, 20-70 sedang dan < 20 rendah (Pedoman MDGs).

    Angka Kematian Balita atau AKABA menggambarkan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Dari hasil SDKI tahun 2007 diestimasikan AKABA untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup.

    Gambaran perkembangan AKABA hasil SDKI tahun 1991 2007 disajikan pada Gambar 3.3 berikut ini, di mana tahun menunjukkan waktu pelaksanaan SDKI dan AKABA diestimasi untuk periode 5 tahun terakhir sebelum survei.

    GAMBAR 3.3 ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    DI INDONESIA TAHUN 1991 2007

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

    SDKI tahun 2007 dapat mengestimasi AKABA masing-masing provinsi untuk 10 tahun sebelum survei (1998-2007). Diperoleh hasil bahwa provinsi dengan AKABA tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 96 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Maluku sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKABA terendah dimiliki oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 per 1000

  • 27

    kelahiran hidup dan Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Besarnya AKABA per provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.4.

    GAMBAR 3.4 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    MENURUT PROVINSI TAHUN 2007

    Sumber : BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Rincian AKABA menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.1. 3. Angka Kematian Ibu (AKI)

    Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

    Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.

    Angka Kematian Ibu bersama dengan Angka Kematian Bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini turun dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.

    Pada Gambar 3.5 berikut terlihat bahwa AKI dari hasil SDKI 1994-2007 menunjukkan kecenderungan penurunan. Tahun pada grafik menunjukkan tahun pelaksanaan survei.

  • 28

    GAMBAR 3.5 ANGKA KEMATIAN IBU (PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP)

    DI INDONESIA TAHUN 1994-2007

    Sumber : Badan Pusat Statistik,2008 Sedangkan jumlah kematian ibu dan jumlah kelahiran hidup di rumah sakit pada tahun 2003- 2007 dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

    TABEL 3.2 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL DI RUMAH SAKIT

    DI INDONESIA TAHUN 2003 2008

    Tahun Jumlah Kematian IbuJumlah Lahir

    Hidup2003 153 135,0942004 956 109,2972005 116 132,7452006 237 116,9912007 170 138,2822008 505 139,086

    Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI, 2009 4. Angka Kematian Kasar (AKK)

    Angka kematian kasar adalah jumlah kematian yang terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu per 1.000 penduduk pada pertengahan tahun.

    Angka Kematian Kasar (AKK) yang diestimasikan berdasarkan hasil SUPAS 2005, menyebutkan bahwa AKK tahun 2007 sebesar 6,9 per 1.000 penduduk. Angka ini tidak berubah sejak tahun 2005.

    Dalam Riskesdas 2007 didapatkan mortalitas satu tahun yang terkumpul dari 33 provinsi dalam kurun waktu tersebut sebanyak 4.552 kejadian kematian dari 258.488 rumah tangga responden. Dengan demikian angka kematian kasar adalah 4 per 1.000, yaitu 4.552 per 1.163.196 (=258.488 RT yang berhasil diwawancarai x 4,5 rata-rata jumlah ART). Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa penyebab kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%) dan cedera (6,5%). Bila dibandingkan dengan hasil SKRT 1995 dan SKRT 2001, menurut empat (4) kelompok penyebab kematian, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dengan meningkatnya proporsi penyakit tidak menular, yang diikuti dengan transisi demografi.

  • 29

    TABEL 3.3 POLA PENYEBAB KEMATIAN SEMUA UMUR

    RISKESDAS 2007

    No Penyebab Kematian Proporsi Kematian (%)

    1 Strok 15.42 TB 7.53 Hipertensi 6.84 Cedera 6.55 Perinatal 6.06 Diabetes Mellitus 5.77 Tumor ganas 5.78 Penyakit hati 5.19 Penyakit jantung iskemik 5.1

    10 Penyakit saluran nafas bawah 5.111 Penyakit jantung 4.612 Pneumonia 3.813 Diare 3.514 Ulkus lambung dan usus dua belas jari 1.715 Tifoid 1.616 Malaria 1.317 Meningitis Ensefalitis 0.818 Malformasi kongenital 0.619 Dengue 0.520 Tetanus 0.521 Septikemi 0.322 Malnutrisi 0.2

    Sumber: Laporan Riskesdas 2007

    Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa proporsi penyakit menular di Indonesia dalam 12 tahun telah menurun sepertiganya dari 44% menjadi 28%, dan proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari 42% menjadi 60%. Proporsi gangguan maternal/perinatal dalam 6 tahun terakhir tidak mengalami penurunan, sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam menanganinya.

    GAMBAR 3.6 DISTRIBUSI KEMATIAN PADA SEMUA UMUR MENURUT KELOMPOK PENYAKIT

    SKRT 1995-2001 DAN RISKESDAS 2007

    Sumber: SKRT dan Laporan Riskesdas 2007

  • 30

    Angka kematian di rumah sakit (Gross Death Rate) pada periode 2003 - 2007 berada pada kisaran 3,3 - 4,7% seperti dapat dilihat dalam Tabel 3.4.

    TABEL 3.4 ANGKA KEMATIAN KASAR DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA

    TAHUN 2001- 2008

    Tahun Jumlah pasien keluar Jumlah Mati %

    2003 2,270,657 81,943 3.612004 2,140,954 99,615 4.652005 2,561,106 85,567 3.342006 2,233,204 84,214 3.772007 2,687,996 94,700 3.522008 2,775,813 100,410 3.62

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI, 2009 Tabel 3.5 dan 3.6 berikut menyebutkan 10 penyebab kematian terbanyak pada

    penderita rawat inap di rumah sakit pada tahun 2007 dan 2008.

    TABEL 3.5. 10 PENYAKIT UTAMA PENYEBAB KEMATIAN MENURUT GOLONGAN SEBAB SAKIT

    DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2007

    1 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 21,830 11.022 Penyakit Infeksi & Parasit Tertentu 14,323 2.523 Kondisi Tertentu yang bermula pada masa Perinatal 9,822 11.894 Penyakit Sistem Napas 7,214 3.655 Penyakit Sistem Cerna 6,590 2.93

    6 Cedera, Keracunan dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya 5,945 2.94

    7 Penyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik 5,277 6.738 Neoplasma 4,585 4.829 Penyakit Sistem Kemih Kelamin 4,557 3.75

    10 Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK 3,967 2.60

    Jumlah Pasien Mati CFR (%)No Golongan Sebab Sakit

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI, 2009

  • 31

    TABEL 3.6 10 PENYAKIT UTAMA PENYEBAB KEMATIAN DI RUMAH SAKIT

    DI INDONESIA TAHUN 2008

    1 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 23,163 11.062 Penyakit Infeksi & Parasit Tertentu 16,769 2.893 Kondisi Tertentu yang bermula pada masa Perinatal 9,108 9.744 Penyakit Sistem Napas 8,190 3.995 Penyakit Sistem Cerna 6,825 2.916 Cedera, Keracunan dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya 5,767 2.997 Penyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik 5,585 6.738 Penyakit Sistem Kemih Kelamin 4,542 3.569 Neoplasma 4,332 4.70

    10 Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK 4,238 2.80

    CFR (%)No Golongan Sebab Sakit Pasien Mati

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik (data sementara yang diterima s.d. Agustus 2009) Pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6 terlihat bahwa penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit baik pada tahun 2007 maupun 2008. Penyakit sirkulasi darah pada tahun 2007 menyebabkan kematian sebanyak 21.830 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 11,02% dan pada tahun 2008 menyebabkan kematian sebanyak 23.163 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 11,06%. 5. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir Selain AKB dan AKI, Umur Harapan Hidup (UHH) juga digunakan untuk menilai derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat baik kabupaten/kota, provinsi, maupun negara. UHH juga menjadi salah satu indikator dalam mengukur Indeks Pembangunan Manusia. Adanya perbaikan pada pelayanan kesehatan melalui keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan Umur Harapan Hidup waktu lahir. Badan Pusat Statistik menyatakan UHH tahun 2007 sebesar 68,7, terdapat sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 68,5 dan tahun 2005 yang sebesar 68,1 tahun.

    Provinsi dengan UHH tertinggi pada tahun 2007 adalah DI Yogyakarta, yaitu sebesar 73,1 yang diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 72,8 dan Sulawesi Utara sebesar 72,0 tahun. Sedangkan Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan UHH terendah, yaitu sebesar 61,2 tahun, yang diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 62,6 tahun dan Banten sebesar 64,5 tahun. Data lebih rinci menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.1.

    B. MORBIDITAS Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari suatu penyakit yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau terjangkitnya penyakit di dalam populasi, baik fatal maupun non-fatal. Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat daripada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai

  • 32

    mortalitas yang rendah. Berikut ini akan disajikan mengenai pola 10 penyakit terbanyak di rumah sakit, penyakit menular, dan penyakit tidak menular . 1. Pola 10 Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit

    Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2007 menurut bab ICD-10 menunjukkan pasien yang paling banyak berkunjung adalah pasien dengan penyebab faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, kemudian disusul dengan penyakit sistem pernapasan, gejala, tanda dan penemuan laboratorium, klinik abnormal YTK, penyakit sistem cerna, dan penyakit infeksi dan parasit tertentu, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini. Perincian jumlah pasien rawat jalan di rumah sakit menurut bab pada ICD-10 tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 3.3.a.

    TABEL 3.7

    POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TAHUN 2007

    1 Faktor yg Mempengaruhi Keadaan Kesehatan & yg Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan 2,142,968 1.71

    2 Penyakit Sistem Napas 1,762,200 1.01

    3 Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK 1,246,455 1.87

    4 Penyakit Sistem Cerna 1,195,670 1.02 5 Penyakit Infeksi & Parasit Tertentu 1,143,694 1.08

    6 Cedera, Keracunan dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya 955,081 1.85

    7 Penyakit Mata dan Adneksa 723,844 1.01 8 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 545,482 1.01 9 Penyakit Sistem Kemih Kelamin 529,743 2.09

    10 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 500,640 1.79

    Jumlah Kunjungan

    Admission RateNo Golongan Sebab Sakit

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik 2009 Sedangkan untuk tahun 2008, pasien yang paling banyak berkunjung adalah pasien dengan penyakit sistem pernapasan, kemudian disusul dengan faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, penyakit sistem cerna, penyakit infeksi dan parasit tertentu, dan penyakit sistem sirkulasi darah seperti dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini. Perincian jumlah pasien rawat jalan di rumah sakit menurut bab pada ICD-10 tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3.3.

  • 33

    TABEL 3.8 POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN

    DI RUMAH SAKIT TAHUN 2008

    1 Penyakit Sistem Napas 469,067 1.86

    2 Faktor yg Mempengaruhi Keadaan Kesehatan & yg Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan 463,664 1.91

    3 Penyakit Sistem Cerna 360,247 1.684 Penyakit Infeksi & Parasit Tertentu 344,635 1.955 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 324,656 2.84

    6 Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK 211,419 1.46

    7 Penyakit Mata dan Adneksa 181,210 1.768 Penyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik 180,926 3.999 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 175,132 2.98

    10 Cedera, Keracunan dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya 168,123 1.41

    Jumlah Kunjungan

    Admission RateNo Golongan Sebab Sakit

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, 2009 Tabel 3.9 berikut menunjukkan pola 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2007 menurut ICD-10. Pasien rawat inap terbanyak adalah pasien dengan penyakit infeksi dan parasit tertentu, kemudian disusul pasien kehamilan, persalinan dan masa nifas. Akan tetapi kematian atau Case Fatality Rate (CFR) terbesar adalah kematian dari pasien dengan alasan kondisi tertentu yang bermula pada masa perinatal, kemudian disusul dengan pasien dari penyakit sistem sirkulasi darah. Perincian jumlah pasien rawat inap di rumah sakit menurut bab pada ICD-10 tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 3.4.a.

    TABEL 3.9 DISTRIBUSI PASIEN RAWAT INAP MENURUT BAB ICD-X

    DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2007

    No Golongan Sebab Sakit Jumlah Pasien Mati CFR (%)

    1 Penyakit Infeksi & Parasit Tertentu 568,981 14,323 2.522 Kehamilan, Persalinan & Masa Nifas 335,221 887 0.263 Penyakit Sistem Cerna 225,212 6,590 2.93

    4 Cedera, Keracunan dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya 202,100 5,945 2.94

    5 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 198,180 21,830 11.026 Penyakit Sistem Napas 197,780 7,214 3.65

    7 Faktor yg Mempengaruhi Keadaan Kesehatan & yg Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan 188,052 778 0.41

    8 Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK 141,857 3,967 2.60

    9 Penyakit Sistem Kemih Kelamin 121,538 4,557 3.7510 Neoplasma 95,070 4,585 4.82

    Sumber: Ditjen Yanmedik 2009

    Pada tahun 2008, data yang terkumpul sampai dengan bulan Agustus 2009 menunjukkan pasien rawat inap terbanyak masih sama dengan tahun 2007 yaitu penyakit infeksi dan parasit tertentu, kemudian disusul pasien kehamilan, persalinan dan masa nifas.

  • 34

    Sedangkan CFR terbesar terjadi pada penyakit sistem sirkulasi darah disusul penyakit susunan saraf. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 di bawah ini dan Lampiran 3.4.

    TABEL 3.10 DISTRIBUSI PASIEN RAWAT INAP MENURUT BAB ICD-X

    DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2008

    1 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 209,347 23,163 11.062 Penyakit Susunan Syaraf 31,082 3,218 10.353 Kondisi Tertentu yang bermula pada masa Perinatal 93,466 9,108 9.744 Penyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik 83,045 5,585 6.73

    5 Malformasi, Deformasi Kongenital & Kelainan Kromosom 12,030 605 5.03

    6 Neoplasma 92,110 4,332 4.707 Penyakit Sistem Napas 205,076 8,190 3.99

    8 Penyakit Darah & Organ Pembuat Darah & Gangguan tertentu yang Melibatkan Mekanisme Imun 31,069 1,223 3.94

    9 Penyakit Sistem Kemih Kelamin 127,742 4,542 3.5610 Sebab Luar Morbiditas & Mortalitas 63,707 2,046 3.21

    Pasien Mati CFR (%)No Golongan Sebab Sakit

    Jumlah Pasien Baru

    Sumber: Ditjen Yanmedik 2009

    2. Penyakit Menular a. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi (vektor-borne disease). Pada tubuh manusia, parasit membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian menginfeksi sel darah merah.

    Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan komitmen internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs). Kasus malaria di Indonesia secara umum menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat.

    GAMBAR 3.7a ANNUAL PARASITE INSIDENCE MALARIA ()

    DI JAWA BALI TAHUN 2000 2008

    Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

  • 35

    GAMBAR 3.7b ANNUAL MALARIA INSIDENCE ()

    DI LUAR JAWA BALI TAHUN 2000 2008

    Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

    Pada Gambar 3.7a dan 3.7b dapat diketahui baik API maupun AMI menunjukkan kecenderungan penurunan selama periode 2000-2008. API tahun 2000 yang berada pada angka 0,81 per 1.000 penduduk terus turun hingga 0,15 per 1.000 penduduk pada tahun 2004. Angka ini meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2006, untuk kemudian kembali turun hingga berada pada angka 0,16 per 1.000 penduduk pada tahun 2007 dan 2008. Kecenderungan penurunan juga ditunjukkan oleh AMI. Pada periode tahun 2000-2004 AMI cenderung menurun dari 31,09 menjadi 21,2 per 1.000 penduduk. Angka ini naik pada tahun 2005 menjadi 24,75, dan kemudian terus mengalami penurunan sampai pada tahun 2008 menjadi 16,82 per 1.000 penduduk.

    Di provinsi luar Jawa dan Bali, AMI tertinggi adalah di Papua Barat, yaitu sebesar 167,47 per 1.000 penduduk, diikuti oleh NTT (104,10), Papua (84,74) dan Maluku Utara (51,42). Meskipun Papua Barat masih menjadi provinsi dengan AMI tertinggi pada tahun 2008, angka ini telah banyak mengalami penurunan dari AMI tahun 2007 yang sebesar 346,04 per 1.000 penduduk. Sedangkan untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur sebesar 0,71 per 1.000 penduduk diikuti Jawa Barat sebesar 0,58 per 1.000 penduduk. Sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Banten dan DI Yogyakarta yaitu masing-masing sebesar 0,03 per 1.000 penduduk. Rincian API dan AMI menurut provinsi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3.5.

    b. TB Paru

    Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan ditularkan melalui udara, ketika orang yang terinfeksi TB paru, batuk, bersin, berbicara atau meludah. Millenium Development Goals (MDGs) menjadikan penyakit TB paru sebaga