Top Banner
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020 305 PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Ade sulistyawati Email: [email protected] Universitas Tadulako Abstrak The Formulation of problem in this research was how professionalism in medical practice after the enactment of law number 24 of 2011 concerning the Social Security Administrator, and how the effect of the quality of Doctor’s service on satisfaction BPJS Health patient. The research used empirical juridical research. The result of this research is that the professionalism of the performance of doctors after the formation of Law Number 24 of 2011 was not optimal because it neglected the medical ethics code. Patients were satisfied with the doctor’s service, while doctors and patients were disturbed by the existence of BPJS rules which were considered to interfere with the process medical services. The suggestion in this research is that the BPJS is expected to carry out periodic evaluations with the Hospital to discuss problems that arise as well as find solutions to problems so that the objectives of the BPJS are achieved and medical services can run maximally. Kata Kunci: BPJS Health; Medical Practice; Patient Satisfaction PENDAHULUAN Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendri, akan tetapi untuk melayani masyarakat dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mencapai tujuan bersama. 1 Pandangan W. Riawan Tjandra dkk dalam Dadang Juliantara (editor), 2 ada tiga level pembahasan dalam kerangka 1 Sirajuddin, dkk. 2012. Hukum Pelayanan Publik. Setara Press. Malang. Hlm: 97 2 Dadang Juliantara (Editor). 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik. Pembaruan. Yogyakarta. Hlm: 86 meningkatkan pelayanan publik; pertama, kebijakan (peraturan perundang-undangan), apakah kebijakan dalam pemberian pelayanan publik sudah benar-benar ditujukan untuk kepentinganmasyarakat; kedua, kelembagaan, apakah lembaga- lembaga yang dibentuk oleh pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau hanya berdasar pada kebutuhan eksistensi lembaga lembaga yang dibentuk pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau hanya berdasar pada kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di daerah agar tidak dilakukan likuidasi lembaganya termasuk juga kepentingan- kepentingan politis yang sangat kental
13

PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Oct 04, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

305

PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Ade sulistyawati

Email: [email protected]

Universitas Tadulako

Abstrak

The Formulation of problem in this research was how professionalism in medical practice

after the enactment of law number 24 of 2011 concerning the Social Security Administrator,

and how the effect of the quality of Doctor’s service on satisfaction BPJS Health patient. The

research used empirical juridical research. The result of this research is that the

professionalism of the performance of doctors after the formation of Law Number 24 of 2011

was not optimal because it neglected the medical ethics code. Patients were satisfied with the

doctor’s service, while doctors and patients were disturbed by the existence of BPJS rules

which were considered to interfere with the process medical services. The suggestion in this

research is that the BPJS is expected to carry out periodic evaluations with the Hospital to

discuss problems that arise as well as find solutions to problems so that the objectives of the

BPJS are achieved and medical services can run maximally.

Kata Kunci: BPJS Health; Medical Practice; Patient Satisfaction

PENDAHULUAN

Pemerintahan pada hakekatnya adalah

pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan

tidak diadakan untuk melayani dirinya

sendri, akan tetapi untuk melayani

masyarakat dan menciptakan kondisi yang

memungkinkan setiap anggota masyarakat

mengembangkan kemampuan dan

kreativitasnya untuk mencapai tujuan

bersama.1

Pandangan W. Riawan Tjandra dkk

dalam Dadang Juliantara (editor),2 ada tiga

level pembahasan dalam kerangka

1 Sirajuddin, dkk. 2012. Hukum Pelayanan Publik. Setara

Press. Malang. Hlm: 97 2 Dadang Juliantara (Editor). 2005. Peningkatan Kapasitas

Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik. Pembaruan.

Yogyakarta. Hlm: 86

meningkatkan pelayanan publik; pertama,

kebijakan (peraturan perundang-undangan),

apakah kebijakan dalam pemberian

pelayanan publik sudah benar-benar

ditujukan untuk kepentinganmasyarakat;

kedua, kelembagaan, apakah lembaga-

lembaga yang dibentuk oleh pemerintah

daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat

atau hanya berdasar pada kebutuhan

eksistensi lembaga – lembaga yang dibentuk

pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat atau hanya berdasar pada

kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di

daerah agar tidak dilakukan likuidasi

lembaganya termasuk juga kepentingan-

kepentingan politis yang sangat kental

Page 2: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

306

terutama ketika masuk dalam pembahasan di

tingkat legislatif; ketiga, sumber daya

manusia, apakah sumber daya manusia yang

memberikan pelayanan juga memerlukan

kecakapan-kecakapan tertentu.

Salah satu bentuk pelayanan publik

yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah

pemenuhan kebutuhan kesehatan

masyarakat. Reformasi dibidang kesehatan

dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan dan menjadikannya lebih efisien,

efektif serta dapat dijangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat. Seperti yang tertuang

dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.

951/Menkes/SK/VI/2000 yaitu bahwa

“tujuan pembangunan kesehatan adalah

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal”3.

Pembangunan bidang kesehatan pada

dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal sebagai salah

satu unsur kesejahteraan sebagaimana

diamanatkan oleh pembukaan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia

(HAM) harus diwujudkan dalam bentuk

pemberian berbagai upaya kesehatan kepada

3 Moenir. A.S. 2010. Manajemen Pelayanan Umum Di

Indonesia. Bumi Aksara. Yogyakarta. Hlm:71

seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan

pembangunan kesehatan yang berkualitas

dan terjangkau oleh masyarakat4.

Dalam menciptakan pembangunan

kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat,

maka diperlukan tenaga kesehatan yaitu

setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan. Dokter merupakan Tenaga

kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2

ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang

tenaga kesehatan5.

Praktik kedokteran adalah rangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh dokter

terhadap pasien dalam melakukan upaya

kesehatan. Praktik kedokteran dan

perwujudan dalam pertemuan klinis antara

pasien dan dokter, pada dasarnya merupakan

suatu kegiatan moral yang muncul dari

keharusan untuk merawat pasien dan untuk

meringankan penderitaan. Dokter dan masien

mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar.

Sebuah hubungan pasien-dokter ada ketika

dokter melayani kebutuhan medis pasien,

4 Hafid Abbas, et.el. 2008. Buku Pedoman Hak Asasi

Manusia bagi Dokter dan Pasien Dalam Mencegah

Malpraktek Kedokteran. Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Departemen Hukum dan HAM RI.

Hlm: 66

5Tutik, Triwulan Titik.,Febriana,Shita. 2010. Perlindungan

Hukum Bagi Pasien. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Hlm: 35

Page 3: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

307

umumnya dengan persetujuan bersama

antara dokter dan pasien (atau pengganti).

Setelah dokter mendengarkan berbagai

keluhan dari pasien maka dokter

merencanakan dan menganalisis penyakit

serta merencanakan pengobatan, perawatan

dan tindakan medis yang harus diberikan

kepada pasien. Dokter dapat yakin

memberikan sebuah terapi dan obat sebagai

bentuk upaya untuk kesembuhan pasien.6

Pasal 2 Undang-undang No. 29 Tahun

2004 Tentang Praktik Kedokteran mengatur

bahwa praktik kedokteran didasarkan pada

nilai ilmiah, asas manfaat, keadilan,

kemanusiaan, keseimbangan, serta

perlindungan dan keselamatan pasien.

Dokter sebagai salah satu komponen utama

pemberi pelayanan kesehatan kepada

masyarakat mempunyai peranan yang sangat

penting karena terkait langsung pemberian

pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan

yang diberikan. Kualitas pelayanan

merupakan suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses dan lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan.7

Pekerjaan profesi kedokteran

merupakan profesi yang tertua dan dikenal

6 Alfiansyah. 2013. Tanggung Gugat Dokter atas Kesalahan

Diagnosis pada Pelayanan Medis di Rumah Sakit(Studi

Kasus di RSUD Dr Soebandi Jember). Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya Malan. diakses tanggal 14 Desember

2018, pukul 14.32. Hlm:28

7 Semiaji Santoso. 2012. Analisis Pengaruh Kualitas

Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III

pada RS.Roemani Muhammadiyah Semarang. Universitas

Diponegoro. Semarang. Hlm: 54

sebagai profesi yang mulia karena ia

berhadapan dengan hal yang paling berharga

dalam hidup seseorang yaitu masalah

kesehatan dan kehidupan. Menurut Pasal 1

butir 11 Undang Undang Nomor 2009 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran profesi

kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu

pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan

keilmuan, kompetensi yang diperoleh

melalui pendidikan berjenjang dan kode etik

yang bersifat melayani masyarakat. 8

Hakikat profesi kedokteran adalah

bisikan nurani dan panggilan jiwa (calling)

untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan

berlandaskan moralitas yang kental. Prinsip-

prinsip kejujuran, keadilan, empati,

keikhlasan, kepedulian kepada sesama,

dalam rasa kemanusiaan, rasa kasih sayang

(compassion), dan ikut merasakan

penderitaan orang lain yang kurang

beruntung. Dengan demikian seorang dokter

tidaklah boleh egois melainkan harus

mengutamakan kepentingan orang lain,

membantu mengobati orang sakit (altruism).

Pekerjaan profesi kedokteran dilandasi

kesungguhan untuk berbuat demi kebaikan

pasien dan tidak ada niat untuk menyakiti,

mencederai, dan merugikan pasien. Dokter

wajib menghargai pasien. Hubungan antara

dokter dan pasien mencakup dokter sebagai

profesional dan pasien sebagai manusia.

8 Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika Kedokteran

dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. Hlm:54

Page 4: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

308

Namun, menurut Konsil Kedokteran

Indonesia, sebanyak 46% dokter di Indonesia

bersalah dalam kasus disiplin kedokteran.

Sebagai pasien, selain memiliki kewajiban,

juga memiliki hak-hak yang dijamin oleh

Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan Pasal

5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009, bahwa setiap orang mempunyai hak

memperoleh pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu dan terjangkau serta Pasal 3

butir b Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 yakni salah satu tujuan pengaturan

praktik kedokteran adalah untuk

mempertahankan dan meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

dokter dan dokter gigi. Namun baik Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan maupun Undang- Undang Nomor

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

tidak memberikan penjelasan yang lebih

lanjut mengenai definisi pelayanan kesehatan

yang bermutu.9

Di Indonesia, falsafah dan dasar

Negara Pancasila terutama sila ke-5 juga

mengakui Hak Asasi warga atas kesehatan.

Hak ini juga termaksud dalam UUD 1945

pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU

No 23 Tahun 1992 yang diganti dengan UU

No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam UU No. 36 Tahun 2009 ditegaskan

bahwa setiap orang mempunyai hak yang

sama dalam memperoleh akses atas sumber

9 Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika Kedokteran

dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. Hlm:54

daya di bidang kesehatan dan memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

serta terjangkau.10

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H

ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal

dan mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat, serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Dari Pasal ini kita tahu

bahwa Negara memiliki tanggung jawab

terhadap kesehatan warga negaranya.

Pemerintah sudah membuat sebuah

kebijakan tentang jaminan kesehatan yang

merupakan komponen dari sub sistem

pendanaan kesehatan, sebagai langkah untuk

menjalankan amanat undang-undang dasar

dalam menjamin ksehatan setiap warga

Negara. Jaminan kesehatan tersebut

dirumuskan dalam undang-undang nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN). Pada Tahun 2011 aturan

lebih lanjut tentang pelaksanaan jaminan

kesehatan dikeluarkan dengan dilahirkannya

Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal

60 ayat (1) Undang-Undang BPJS ini

mengamanatkan penyelenggara Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) pada tanggal 1

Januari Tahun 2014. BPJS kesehatan sendiri

adalah transformasi dai PT.Askes.11

10 Wahyudi,Eko.,dkk. 2016. Hukum Ketenagakerjaan. SInar

Grafika. Jakarta. Hlm:28 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

Page 5: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

309

Keberadaan BPJS kesehatan

diharapkan mampu mencapai target

universal coverage pada tahun 201912

.

Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh

penduduk Indonesia memiliki jaminan

kesehatan nasional untuk memperoleh

jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk

(universal coverage) serta terwujudnya

lingkungan dan perilaku sehat, maka

penyelenggaraannya dilakukan dengan

penunjukan fasilitas penyelenggara

pelayanan kesehatan.

Sekitar empat tahun berjalannya

program jaminan kesehatan nasional,

keberlangsungan BPJS kesehatan mengalami

pro-kontra di tengah-tengah masyarakat. Hal

ini berhubungan dengan kepuasan yang

dirasakan langsung oleh masyarakat yang

menggunakan kartu BPJS Kesehatan

terhadap pelayanan yang mereka terima, baik

di kantor BPJS Kesehatan, fasilitas

kesehatan tingkat pertama, ataupun fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan. Banyak manfaat,

namun juga ada keluhannya. Direktur

pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur

menyebutkan bahwa BPJS mendapatkan

86% kepuasan dari masyarakat13

, hasil ini

melebihi target kepuasan yang hendak

dicapai BPJS Kesehatan, yaitu 75%.

Sementara hasil survey kepuasan peserta

12 Machmud, Syahrul. 2008. Penegakan Hukum dan

Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan

Medikal Malpraktek. Mandar Maju. Bandung. Hlm:24 13 Srirahayu, Yuli. 2018. Evaluasi Program Jaminan

Kesehatan Nasional. www.kompasiana.com. Hlm:10

BPJS kesehatan yang dilakukan oleh

lembaga riset Myriad research committed

pada penghujung tahun 2014 mendapatkan

hasil kepuasan peserta secara nasional

mencapai 81% dengan tingkat kepuasan

berobat ke Puskesmas 80%, klinik 80%, dan

RS swasta mencapai 83%.14

Pemberian pelayanan kesehatan sangat

berpengaruh terhadap kinerja dokter, apakah

dapat efektif atau sebaliknya. Dengan adanya

aturan BPJS kesehatan ini diharapkan

mampu menunjang pelayanan kesehatan,

namun berdasarkan hasil pemberitaan di

media massa15

mengatakan bahwa aturan

BPJS Kesehatan justru memberikan batasan

ruang gerak dalam memberikan pelayanan.

BPJS dianggap telah memasuki ranah medis

padahal kewenangan BPJS Kesehatan itu

hanya membahas teknik membayar saja.

Dapat dilihat dari disiplin ilmu pendidikan

dan tanggung jawab profesi masing-masing

yang jelas berbeda. Oleh sebab itu Peneliti

sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam

dengan melakukan penelitian mengenai

Profesionalisme Kinerja Profesi Dokter

Setelah Terbentuknya Aturan BPJS

Kesehatan.

14 Nuryanto,M Agus. 2011. Mazhab Pendidikan Kritis:

Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan.

Resist Book. Yogyakarta. Hlm: 88 15 Saubani, Andri. 2018. IDI: Aturan BPJS Kesehatan

Rugikan Masyarakat. (Online) diakses tanggal 20 Februari

2019. Hlm:48

Page 6: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

310

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana profesionalisme kinerja

profesi Dokter setelah berlakunya Undang-

Undang No 24 Tahun 2011 dan Bagaimana

pengaruh kualitas pelayanan Dokter terhadap

kepuasan pasien BPJS Kesehatan.

METODE

Jenis penelitian dalam penelitian ini

adalah yuridis empiris, yaitu jenis penelitian

hukum sosiologis dan dapat disebut pula

dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji

ketentuan hukum yang berlaku serta apa

yang terjadi dalam kenyataan di

masyarakat. Jenis penelitian ini yaitu

penelitian yang dilakukan terhadap keadaan

sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi

di masyarakat dengan maksud untuk

mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan

data yang dibutuhkan, setelah data yang

dibutuhkan terkumpul kemudian menuju

kepada identifikasi masalah yang pada

akhirnya menuju pada penyelesaian

masalah.16

Pada penelitian ini yang dijadikan

lokasi penelitian yaitu RSUD Undata Palu

yang beralamat di Jalan Trans Sulawesi

Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore

Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, Kode

Pos 94119. Populasi Pada penelitian ini

adalah Jumlah Dokter, Pegawai BPJS

Kesehatan dan seluruh Pasien pengguna

16 Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam

Praktik. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm: 24

kartu BPJS Kesehatan di RSUD Undata

Palu. Pada saat penelitian sampel yang

digunakan yaitu terdiri dari 2 (dua) Dokter

yang bertugas di Poliklinik Penyakit Dalam

dan Poliklinik Syaraf, 10 (sepuluh) pasien

pengguna kartu BPJS Kesehatan yang

berada di ruang tunggu poliklinik, serta 1

(satu) pegawai BPJS Kesehatan yang

berstatus sebagai penanggungjawab BPJS

Kesehatan RSUD Undata Kota Palu.

Jenis dan sumber data terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan melalui informasi dan

penjelasan dari pihak Dokter, Petugas BPJS

Kesehatan dan Pasien di RSUD Undata

Palu terkait profesionalisme praktik

Kedokteran setelah berlakunya Undang-

Undang No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

sedangkan data sekunder Melalui studi

kepustakaan untuk memperoleh bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder

yaitu berupa peraturan perundang-undangan

yang mempunyai relefansi dengan

pelayanan kesehatan.

Teknik pengumpulan data pada

penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik wawancara dan studi

kepustakaan. Wawancara dilakukan secara

mendalam dengan menggunakan pedoman

wawancara yaitu dengan menyiapkan butir-

butir pertanyaan pada kertas dan Peneliti

menulis hasil wawancara yang didapatkan

kepada para responden. Sedangkan Studi

Page 7: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

311

kepustakaan terdiri dari peraturan

perundang-undangan yaitu:

a. Konsil kedokteran Indonesia

b. Kode Etik Kedokteran

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif

Pelayanan Kesehatan Dalam

Penyelenggaraan Program Jaminan

Sosial.

d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2011 Tentang BPJS

e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2004 Tentang SJSN

f. Undang-Undang Nomor 44 Tahun

2009 Tentang Rumah Sakit.

Pengolahan data adalah kegiatan

merapikan data hasil pengumpulan data di

lapangan sehingga siap di pakai untuk di

analisis. Dalam penelitian ini, setelah

berhasil memperoleh data yang

diperlukan, selanjutnya peneliti

melakukan pengolahan terhadap data

tersebut, yaitu meneliti kembali terhadap

catatan-catatan, berkas-berkas dan

informasi yang dikumpulkan, yang mana

diharapkan agar dapat meningkatkan mutu

reliabilitas data yang akan di analisa.

Analisa data sebagai tindak lanjut

dari proses pengolahan data, untuk dapat

memecahkan dan menguraikan masalah

yang akan diteliti berdasarkan bahan

hukum yang diperoleh, maka diperlukan

adanya teknik analisa bahan hukum.

Setelah mendapatkan data-data yang

diperlukan, maka peneliti melakukan

analisis kualitatif, yakni dengan melakukan

penilaian terhadap data-data yang

didapatkan di lapangan dengan

bantuan literatur-literatur atau bahan-

bahan terkait dengan penelitian,

kemudian ditarik kesimpulan yang

dijabarkan dalam bentuk penulisan

deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kepastian Hukum Tentang

Profesionalisme Praktik Kedokteran

Setelah Berlakunya Undang-Undang No

24 Tahun 2011 Tentang BPJS

Berdasarkan asas kepastian

hukum, tidak boleh ada hukum yang

bertentangan, hukum harus dibuat

dengan rumusan yang bisa dimengerti

oleh masyarakat umum. Dengan

demikian, pengertian asas kepastian

hukum dan keadilan yaitu hukum

berlaku tidak surut sehingga tidak

merusak integritas sistem yang ada.

Pengertian asas kepastian hukum juga

terkait dengan adanya peraturan dan

pelaksanaannya. Kepastian hukum akan

mengarahkan masyarakat untuk bersikap

positif pada hukum Negara yang telah

ditentukan. Dengan adanya asas

kepastian hukum maka masyarakat bisa

lebih tenang dan tidak akan mengalami

Page 8: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

312

kerugian akibat pelanggaran hukum dari

orang lain.17

Berdasarkan hasil wawancara

bersama Ira Pasien yang berada di

Poliklinik Penyakit Dalam18

mengatakan

bahwa tidak puas dengan pelayanan

BPJS disebabkan BPJS tidak sepenuhnya

membayar biaya pengobatan dan

perawatan pasien tersebut, dapat dilihat

dari pengalaman pasien tersebut yang

pernah di rawat dengan diagnosa medis

Anemia, karena menjalani beberapa

pemeriksaan mengakibatkan biaya

pengobatan dan perawatan pasien tidak

sepenuhnya ditanggung oleh BPJS dan

biaya yang ditanggung menurut pasien

bukan nominal sedikit. Pasien tersebut

mengatakan sia–sia saja membayar tiap

bulan jika saat sakit mengharuskan

membayar biaya yang tidak ditanggung

BPJS.

dr. Isnaniah, Sp.S19

mengatakan

bahwa ada beberapa kasus yang tidak

ditanggung oleh BPJS, menyebabkan

sering terjadi selisih paham antara pasien

dan dokter tersebut. Contohnya pasien

masuk dengan Vertigo20

, vertigo tidak

17 Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain Dari Hukum Di

Indonesia. Kompas. Jakarta. Hlm 37 18 Hasil wawancara dengan pasien yang berada di Poloklink

penyakit dalam tanggal 17 Mei 2019 Pukul 12.13 19 Hasil wawancara dengan dr. Isnaniah, Sp.S tanggal 17

Mei 2019 pada pukul 13.00 20 Vertigo adalah sebuah keadaan dimana penderitanya

merasa seolah-olah lingkungan disekitarnya berputar atau

melayang.

ditanggung BPJS sehingga

mengharuskan pasien membayar biaya

pengobatan tersebut, dengan adanya

kondisi demikian pasien mengeluh

dengan merasa dirugikan dan

mengatakan bahwa kartu BPJS hanya

sia-sia belaka. Dokter mengatakan

terganggu dalam melakukan pemeriksaan

dimana seharusnya dokter harus fokus

dengan pemeriksaan namun dengan hal

tersebut menyebabkan dokter terbagi

antara mencoba meyakinkan pasien

dengan menjelaskan aturan BPJS dan

juga harus melakukan pemeriksaan juga

pemberian resep kepada pasien tersebut

sehingga dokter menyarankan agar

petugas BPJS seharusnya ada disetiap

IGD (Instalasi Gawat Darurat) tiap

Rumah Sakit untuk menjelaskan kepada

pasien yang membutuhkan informasi

terkait mekanisme dan aturan-aturan

BPJS sehingga dokter dalam

menjalankan tugasnya dapat efektif .

Hasil wawancara tersebut tidak

sejalan dengan Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal

20: “Pemerintah bertanggung jawab atas

pelaksanaan jaminan kesehatan

masyarakat melalui sistem jaminan sosial

nasional bagi upaya kesehatan

perorangan; Pelaksanaan sistem jaminan

sosial sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan”.

Page 9: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

313

Selanjutnya Pasal 34 ayat (2)

UUD 1945 yaitu “Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Berdasarkan analisis Peneliti aturan-

aturan BPJS belum terimplementasi di

lapangan dengan baik, sosialisasi terkait

aturan-aturan tersebut belum merata

sehingga para pasien belum sepenuhnya

memahami secara jelas mengenai aturan

tersebut. Contohnya pada sistem paket

pembayaran dimana pasien menganggap

BPJS menanggung secara penuh

pembayaran selama pengobatan.

Walaupun hal tersebut tentunya tidak

sejalan dengan Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan Pasal 20 dan

Selanjutnya Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

Perlu dievaluasi kembali dengan pihak –

pihak terkait agar kedepan aturan-aturan

tersebut dapat terlaksana dan tujuan dari

BPJS dapat terwujud.

Berdasarkan penyelenggaraannya

BPJS Kesehatan masih terdapat

kekacauan di sana sini seperti pemilahan

RS dimana pasien dengan kartu BPJS

khususnya yang bukan pasien emergency

tidak memiliki hak dalam menentukan

RS yang diinginkan sebagai tempat

berobat, sebagai pasien pengguna kartu

BPJS diharuskan memilih RS yang ber

tipe C atau D. Selain itu pendaftaran

pasien peserta dan pendaftaran pasien

BPJS yang dibatasi oleh waktu, tawar

menawar kelas bangsal rawat inap,

pemberian dosis yang tidak sesuai

dengan standar aturan medis,

pembayaran premi yang bertingkat/kelas

yang semua hal tersebut sangat

berpengaruh terhadap pelayanan medis

yang berdampak buruk pada pasien juga

tenaga medis, semua ini sangat

dimungkinkan disebabkan dari norma

hukum yang ada.21

Permasalahan tersebut

bertentangan dengan Pasal 5 Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan yaitu:

1. Setiap orang mempunyai hak yang

sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya di bidang kesehatan.

2. Setiap orang mempunyai hak dalam

memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan

terjangkau.

3. Setiap orang berhak secara mandiri

dan bertanggung jawab menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya.

b. Tingkat Kepuasan Pasien Pengguna

Kartu BPJS terhadap Pelayanan Dokter

Berdasarkan penyelenggaraannya

BPJS Kesehatan masih terdapat

21 Hasil wawancara dengan Bapak Joko Naslam selaku

ketua JKN RSUD Undata Palu tanggal 17 Mei 2019 pukul

12.40

Page 10: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

314

kekacauan di sana sini seperti pemilahan

RS dimana pasien dengan kartu BPJS

khususnya yang bukan pasien emergency

tidak memiliki hak dalam menentukan

RS yang diinginkan sebagai tempat

berobat, sebagai pasien pengguna kartu

BPJS diharuskan memilih RS yang ber

tipe C atau D. Selain itu pendaftaran

pasien peserta dan pendaftaran pasien

BPJS yang dibatasi oleh waktu, tawar

menawar kelas bangsal rawat inap,

pemberian dosis yang tidak sesuai

dengan standar aturan medis,

pembayaran premi yang bertingkat/kelas

yang semua hal tersebut sangat

berpengaruh terhadap pelayanan medis

yang berdampak buruk pada pasien juga

tenaga medis, semua ini sangat

dimungkinkan disebabkan dari norma

hukum yang ada.22

Permasalahan

tersebut bertentangan dengan Pasal 5

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan yaitu:

1. Setiap orang mempunyai hak yang

sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya di bidang kesehatan.

2. Setiap orang mempunyai hak dalam

memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan terjangkau.

3. Setiap orang berhak secara mandiri

dan bertanggung jawab menentukan

22 Hasil wawancara dengan Bapak Joko Naslam selaku

ketua JKN RSUD Undata Palu tanggal 17 Mei 2019 pukul

12.40

sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya.

c. Persepsi Dokter dalam Melakukan Praktik

Kedokteran Pada Pasien Pengguna BPJS

Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara

Peneliti dengan dr. Isnaniah,Sp.S23

mengatakan tidak puas dengan

kebijakan BPJS, menurut Dokter

sebaiknya pada pembuatan aturan –

aturan BPJS melibatkan Dokter-Dokter

yang terlibat langsung pada pelayanan

di lapangan sehingga aturan – aturan

dapat disesuaikan dengan keadaan yang

sering terjadi di lapangan. Adapun

masalah yang sering terjadi selama ini

belum ada ditemukan penyelesaian

sehingga lebih baik diadakan evaluasi

antara BPJS dengan pihak tenaga medis

untuk menyelesaikan masalah yang

terjadi secara rutin. Sebagai contoh ada

kasus yang tidak di bayar oleh BPJS,

Dokter sebagai Spesialis Syaraf dalam

menangani pasien dengan keluhan sakit

kepala atau pusing tidak dibayar oleh

BPJS padahal setiap pelayanan tak

lepas dari pemeriksaan juga terapi obat-

obatan yang semua itu membutuhkan

biaya, dalam hal ini pasien dirugikan

karena harus membayar tunai sehingga

tak heran jika sering terjadi selisih

23 Hasil wawancara dengan dr. Isnaniah,Sp.S pada tanggal

17 Mei 2019 Pukul 13.30

Page 11: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

315

paham antara dokter dengan pasien

karena dokter dinilai diskriminatif.

Dokter juga menambahkan para peserta

BPJS mandiri yang tidak patuh dalam

membayar iuran membuat dampak

negatif bagi para dokter, pasien juga

RS. Banyaknya pasien yang tidak patuh

dalam membayar menyebabkan

kerugian RS yang besar dikarenakan

untuk menanggulangi biaya pengobatan

pasien yang semakin banyak. klem

BPJS sering terlambat dibayar akibat

besarnya defisit menyebabkan RS

menyebabkan kerugian.

Permasalahan tersebut

bertentangan dengan Pasal 20 Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yaitu:

“Pemerintah bertanggung

jawab atas pelaksanaan

jaminan kesehatan masyarakat

melalui sistem jaminan sosial

nasional bagi upaya kesehatan

perorangan; Pelaksanaan

sistem jaminan sosial

sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan

perundang-undangan”.

Dilanjutkan dengan Pasal 4

huruf I Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial

menyatakan:

“BPJS menyelenggarakan

sistem jaminan sosial nasional

berdasarkan prinsip “hasil

pengelolaan Dana Jaminan

Sosial dipergunakan

seluruhnya untuk

pengembangan program dan

untuk sebesar-besar

kepentingan Peserta”.

Berdasarkan analisis peneliti

penerapan undang-undang yang belum

maksimal sehingga permasalahan

timbul disana sini. Terutama pada

ketidakpatuhan dalam membayar iuran.

Berdasarkan Praktik Kedokteran yang

tertuang pada Kode Etik kedokteran

Pasal 3 bahwa:

“Dalam melakukan pekerjaan

kedokterannya seorang dokter

tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan

hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi”.

Seluruh Kode Etik Kedokteran

Indonesia mengemukakan betapa luhur

pekerjaan profesi dokter. Meskipun

dalam melaksanakan pekerjaan profesi

dokter memperoleh imbalan, namun hal

ini tidak boleh disamakan dengan usaha

penjualan jasa lainnya. Pelaksanaan

profesi kedokteran tidak ditujukan

untuk memperoleh keuntungan pribadi

tetapi lebih didasari sikap

perikemanusiaan dan mengutamakan

kepentingan pasien.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Profesionalisme kinerja Dokter setelah

terbentuknya Undang-Undang BPJS No

Page 12: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

316

24 tahun 2011 tidak maksimal dan

dianggap menyalahi Kode Etik

Kedokteran yang datur pada Pasal 3.

2. Pasien merasa puas dengan pelayanan

dokter, sedangkan dokter dan pasien

merasa terganggu dengan adanya

aturan-aturan BPJS yang dinilai

mengganggu proses pelayanan medis.

Rekomendasi

1. Pembuatan aturan-aturan BPJS

sebaiknya melibatkan pihak-pihak yang

terlibat langsung di lapangan/fasilitas

Kesehatan sehingga aturan-aturan yang

dibuat tidak berbenturan dengan

kondisi yang terjadi di lapangan, tidak

bertentangan dengan aturan-aturan

profesi lain khususnya profesi

Kedokteran.

Pihak BPJS Kesehatan diharapkan

melakukan evaluasi berkala dengan pihak

Rumah Sakit untuk membahas masalah yang

timbul serta mencari solusi dari permasalahan

agar tujuan dari BPJS tercapai dan pelayanan

medis dapat berjalan dengan maksimal.

REFERENSI

Alfiansyah. 2013. Tanggung Gugat Dokter

atas Kesalahan Diagnosis pada

Pelayanan Medis di Rumah Sakit(Studi

Kasus di RSUD Dr Soebandi Jember).

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Malang

Hafid Abbas, et.el. 2008. Buku Pedoman

Hak Asasi Manusia bagi Dokter dan

Pasien Dalam Mencegah Malpraktek

Kedokteran. Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Departemen

Hukum dan HAM RI

Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika

Kedokteran dan Hukum Kesehatan.

EGC. Jakarta

Machmud, Syahrul. 2008. Penegakan

Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi

Dokter yang Diduga Melakukan

Medikal Malpraktek. Mandar Maju.

Bandung

Moenir. A.S. 2010. Manajemen Pelayanan

Umum Di Indonesia. Bumi Aksara.

Yogyakarta.

Nuryanto,M Agus. 2011. Mazhab

Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi

Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan.

Resist Book. Yogyakarta

Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain Dari

Hukum Di Indonesia. Kompas. Jakarta

Saubani, Andri. 2018. IDI: Aturan BPJS

Kesehatan Rugikan Masyarakat.

(Online)

Semiaji Santoso. 2012. Analisis Pengaruh

Kualitas Pelayanan terhadap

Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III

pada RS.Roemani Muhammadiyah

Semarang. Universitas Diponegoro.

Semarang

Srirahayu, Yuli. 2018. Evaluasi Program

Jaminan

Page 13: PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH …

Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020

317

KesehatanNasional.www.kompasiana.

com.

Tutik, Triwulan Titik.,Febriana,Shita. 2010.

Perlindungan Hukum Bagi Pasien.

Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Tentang BPJS

Wahyudi, Eko.,dkk. 2016. Hukum

Ketenagakerjaan. Sinar grafika.

Jakarta

Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum

Dalam Praktik. Sinar Grafika. Jakarta.