-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
Ketimpangan Pembangunan
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
MUHAMMAD FIRDAUS
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Setidaknya ada tiga persoalan rumit “disparitas” yang dihadapi
dalam prosespembangunan ekonomi Indonesia. Pertama, kesenjangan
(disparitas) pendapatanantar rumahtangga, yang diindikasikan oleh
nilai rasio Gini yang semakin besar.Kedua, kesenjangan laju
perkembangan antar sektor ekonomi: pertanian,pertambangan,
manufaktur dan jasa. Untuk Indonesia ini diperburuk dengankeadaan
“deindustrialisasi”, dimana manufaktur sebagai penghela ekonomi
Bangsatidak tumbuh dengan baik. Akibatnya nilai tambah sumberdaya
nasional utamanyadari sektor pertanian dan bahan tambang diambil
negara lain. Ketiga kesenjanganpembangunan antar wilayah, yang akan
menjadi fokus dalam artikel ini.
Persoalan Serius Ketimpangan antar Wilayah
Masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia
ternyata sangatberat. Indonesia merupakan negara terburuk di dunia
dalam aspek pemerataanpembangunan secara geografis. Dari studi
Lessmann, profesor dari Jermandiketahui bahwa Indonesia adalah
outlier, karena memiliki nilai coefficient ofvariation (CV)
pendapatan daerah yang lebih dari 1 untuk data periode 2004-2008.CV
yang semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.
Negaralain di dunia nilai CV-nya semua kurang dari 0,8, termasuk
China yang juga dikenalburuk dalam pemerataan pembangunan antar
wilayahnya.
page 1 / 6
-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
Setelah dihitung ulang dengan periode yang diperpanjang dengan
data 1980 s.d.2013, diperoleh nilai CV yang lebih rendah, namun
tetap tertinggi di dunia yaitu0,93. Contoh mudah gambaran
ketimpangan antar wialyah yang (semakin) seriusadalah, pada tahun
1983, pendapatan regional tertingi (DKI Jakarta) nilainya 20
kalilipat dibandingkan dengan pendapatan regional terendah
(Nusatenggara Timur).Tiga puluh tahun kemudian, di 2013, rasio ini
bukan menurun, malah naik menjadi25 kali lipatnya. Secara teoritis
seharusnya lambat laun ketimpanganpembangunan antar wilayah akan
hilang dengan sendirinya. Ini beranjak daripemikiran bahwa wilayah
yang kurang berkembang produktivitas marjinal dariinvestasi yang
lebih tinggi dibandingkan wilayah yang lebih berkembang.
Akibatnyaakan terjadi proses catch-up dari wilayah yang kurang
berkembang terhadapwilayah maju (konvergensi). Kajian Firdaus dan
Yusop (2013) menunjukkan, untukIndonesia proses konvergensi
terjadi, namun sangat pelan. Diperlukan sekitar 200tahun agar
wilayah kuang berkembang dapat mengejar kemajuan wilayah lain;
biladibiarkan secara alamiah.
Masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah masalah
historis, yangdihadapi oleh setiap negara. Masalah ini muncul
mulai dari level kecamatan (antar desa) sampai ke level global.
Dunia belahan selatan dianggap lebihtertinggal daripada belahan
utara. Beberapa negara seperti AS, China dan Thailandmenghadapi
permasalahan yang berkebalikan dengan Indonesia. Pembangunanwilayah
bagian barat lebih tertinggal dibandingkan bagian timur. Pulau Jawa
bagianselatan secara umum lebih tertinggal dibandingkan daerah
utara, atau kawasanpantai timur Sumatera lebih maju daripada
kawasan pantai barat. Pada tingkatkabupaten, contoh yang termasuk
ekstrim adalah untuk kabupaten dengan jumlahpenduduk terbesar di
Indonesia, yaitu Bogor. Wilayah barat Kabupaten Bogor
jauhtertinggal dibandingkan dengan bagian tengah dan timur. Wilayah
bagian timurBogor memiliki ukuran ekonomi dua kali lipat
dibandingkan bagian barat, yang jugadisertai dengan tingkat
kemiskinan dan pengangguran yang tinggi.
Upaya Pemerintah dan Inisiatif
Di Indonesia kebijakan untuk mempercepat pembangunan kawasan
tertingal sudahdimulai terutama sejak akhir Pemerintahan Suharto.
Pada tahun 1996 dibuatKawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau
KAPET. Ada 12 KAPET yang dibuatdi di Kalimantan, Sulawesi,
Nusatenggara dan Papua. Disertasi Soenandar (2005)menyimpulkan 12
KAPET yang dibuat tersebut gagal dalam pencapaian sasaranyang
ada.
page 2 / 6
-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
Seiring waktu perhatian pemerintah terhadap ketimpangan
pembangunan wilayahsemakin serius. Masalah tersebut sudah menjadi
bagian dasar dari landasanrencana pembangunan yang ditetapkan
dengan UU: RPJP 2005-2025. Namunsampai sekarang persoalan ini tetap
mengemuka. Pemekaran wilayah yang seringjuga diajukan sebagai
solusi masih belum sceara pasti dapat mengurangiketimpangan. Meski
tidak semua, namun banyak juga daerah yang mekarmengalami
perkembangan ekonomi yang lebih lambat dari daerah induknya.
Kebijakan lain yang ditempuh adalah menggunakan mekanisme dana
perimbangan.Namun alokasi dana khususnya dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus diIndonesia selama ini malah lebih banyak diberikan
kepada wilayah yang sudahmaju. Ini disebabkan antara lain karena
formula yang digunakan bias ke wilayahyang lebih banyak penduduknya
(Pulau Jawa dan Sumatera). Selain itu penerimaannegara dari
sumberdaya alam utamanya berasal dari luar Jawa. Aibatnya
prosestransfer yang terjadi justru dari luar ke Pulau Jawa, bukan
sebaliknya seperti China.
Beberapa tahun yang lalu Pemerintah menyusun strategi dengan
membangunpusta-pusat pertumbuhan baru, dalam bentuk koridor ekonomi
yang tertuangdalam rencana induk MP3EI. Ada kelemahan dari konsep
tersebut, namun tidakberarti harus dilupakan. Komitmen Pemerintah
saat ini untuk lebih membangunkelautan dan pulau-pulau terpencil
tentu patut didukung, tetapi pembangunanwilayah daratan yang lebih
tertinggal juga harus tetap menjadi perhatian.
Ada lessons learned yang bisa dipetik dari negara lain. Di
China, pertumbuhanekonomi kawasan timur yang merupakan daerah
pantai (coastal) lebih cepatdaripada daerah kawasan tengah dan
barat yang merupakan daratan (inland).Rendahnya investasi di
kawasan barat diidentifikasi sebagai penyebab utama,terutama sejak
kebijakan Pemerintah Deng membuat special economic zone dikawasan
pantai pada tahun 1980-an (Zheng, 2007).
Sejak akhir 1990-an, Pemerintah Zhu menetapkan kebijakan untuk
mengatasiketimpangan pembangunan wilayah yang disebut Xibu da Kaifa
atau “Go West”.Padahal saat itu rasio PDRB kawasan barat sekitar
separuh kawasan timur. Strategiyang ditempuh adalah meningkatkan
investasi publik secara besar-besaran dikawasan barat. Selama lima
tahun berjalan, proyek dari pemerintah senilai US $120 milyar telah
ditanamkan di kawasan barat; terutama diarahkan untukmeningkatkan
produktivitas pertanian dan industri pengolahan pertanian.
Hasilnyapertumbuhan baik investasi maupun ekonomi di kawasan barat
(Hainan, Inner
page 3 / 6
-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
Mongolia, Guangxi, Sichuan and Jilin) lebih cepat dibandingkan
Kawasan timur(Xinjiang, Shanghai, Beijing, Helongjiang and
Guizhou).
Di tingkat yang lebih mikro, mengatasi ketimpangan pembangunan
antar wilayah diIndonesia dilakukan dengan kesungguhan membangunan
sektor pertanian,perikanan dan kelautan. Salah satu titik lemah
yang harus dicari jalan keluarnyaadalah ketidakmampuan
sektor-sektor ini dalam pencapaian economies of scale.Konsolidasi
lahan komoditas pangan (padi, jagung, kedele); pengembangan keskala
perkebunan untuk komoditas hortikultura; peremajaan dan
peningkatandayasaing produk hasil perkebunan; integrasi perikanan
darat dengan pertanian;peningkatan akses sumberdaya dan teknologi
bagi nelayan kecil merupakanbeberapa catatan yang sulit
diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari satuperiode
Pemerintahan. Komitmen pembangunan sektor ini harus tetap ada:
everything can wait, but not agriculture.
Pengembangan kewirausahaan di tingkat perdesaan urgen dilakukan,
Bila di Jepangdikembangkan one village one product, yang diadopsi
oleh Indonesia; di Thailandskema ini dimodifikasi menjadi OTOP, one
tambon one product. Di Malaysia, yangselalu berfikir produk
pertanian harus dicari nilai tambahnnya, menggunakan istilahODOI,
one district one industry. Meskipun kita tidak terlalu kreatif
untukmemodifikasi dari negara asalnya, namun implementasi program
ini tentu jauhlebih penting. Terus meyakinkan anak muda bahwa
mereka bisa mendapatkanpenghasilan 10 sampai 20 juta per bulan dari
mengusahakan komoditas pertaniandan perikanan dalam luasan satu
hektar, tentunya dapat mengubah mind set yangtidak pas: pertanian
itu kumuh, miskin dan seorang sarjana nilainya harus bagussehingga
bisa kerja di perusahaan multinasional.
Penghargaan kepada Daerah dan MDGs
Baru saja diumumkan oleh banyak sekali media nasional dan lokal,
DKI Jakarta yangmenyabet empat penghargaan dari Pemerintah
(Bappenas). Penilaian yangdilakukan oleh para profesional tentunya
sudah menggunakan kriteria yangobyektif. Namun dari berbagai uraian
di atas, nyata sekali kondisi DKI Jakarta sudahsangat maju
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Untuk IPM saja,
sejakdipublikasikan tahun 1996 oleh Badan Pusat Statistik sampai
sekarang DKI Jakartamenempati posisi teratas. Sebaliknya Papua dan
Nusatenggara Timur keduanyaselalu berada di posisi terbawah.
Demikian pula untuk angka IPM yang sejak 2013sudah menggunakan
metode perhitungan baru, dimana ketiga aspek kemajuan
page 4 / 6
-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
ekonomi, pendidikan dan kesehatan tidak boleh lagi saling
mengkompensasi satudengan lainnya.
Dari keempat penghargaan yang diberikan kepada Jakarta tersebut,
tiga terkaitaspek penyusunan perencanaan dan penyerapan anggaran.
Yang keempat, yaituAnugerah Angripta Nusantara, merupakan cerminan
hasil kerja pembangunansecara real yang diindikasikan oleh
pencapaian Millenium Develpoment Goals,dengan delapan tujuannya.
Sejak Pemerintahan SBY, penghargaan terhadappencapaian MDGs
diamanahkan dalam Inpres. Tahun 2015 merupakan periodeterakhir
komitmen pencapaian MDGs, karena pada Septembr 2015 para
pemimpindunia bersepakat dengan komitmen baru yaitu untuk mencapai
SustainableDevelopment Goals di tahun 2030 yang berisi 17
tujuan.
Penilaian untuk kurun waktu sejak 2011 sampai 2015 (Laporan dari
SekreatriatMDGs Indonesia), menunjukkan ada satu propinsi yang
secara konsisten selalumeraih posisi terbaik dari empat kriteria
MDGs yang ditetapkan. Provinsi yangberada di Kawasan Timur, yaitu
Nusatenggara Barat. Daerah ini berhasil selalumenjadi Propinsi
terbaik dalam laju pencapaian MDGS. Untuk kriteria pencapainMDGs
dari sisi pengentasan kemiskinan tahun 2016 diraih oleh Sulawesi
Tenggara.DKI Jakarta meraih penghargaan untuk dua kriteria
pencapaian MDGs, yaitupencapaian MDGs terbaik dan pencapaian MDGs
terbanyak (dari 8 tujuan yangada).
Dengan mempertimbangkan fakta empirik ketimpangan antar wilayah
di Indonesia,seyogyanya pencapaian laju merupakan faktor yang
harusnya lebih“digembar-gemborkan”. Karena kriteria ini berlaku
untuk daerah yang memangberhasil berkerja keras untuk membuat
paling banyak perubahan. Untuk daerahyang sudah sangat maju,
apalagi sebagai ibukota negara, tentunya pencapainprestasi untuk
kategori terbanyak dan terbaik, seyogyanya tidak mengherankan.Dalam
teori makroekonomi saja, kita diajarkan untuk mempetimbangkan
steadystate level dalam melakukan analisis komparasi pembangunan
ekonomi. KondisiJakarta bisa jadi sudah terlalu mapan (steady)
untuk dikompetisikan dengan daerahlain di Indonesia.
Pemikiran seperti ini menjadi signifikan saat pemangku
kepentingan harusmengambil keputusan alokasi sumberdaya. Tentang
keberpihakan terhadap daerahyang lebih tertinggal; keberpihakan
terhadap rumahtangga miskin dan tunawisma;keberpihakan pada sektor
ekonomi yang rendah produktivitasnya. Dalam
page 5 / 6
-
Prof Muhammad Firdaus | Ketimpangan PembangunanCopyright
Muhammad Firdaus
[email protected]://mfirdaus.staff.ipb.ac.id/2016/06/10/ketimpamgan-pembangunan/
pemberian penghargaan pun hendaknya harus mempertimbangkan
konsen ini.Banyak juga negara berkembang yang mengalihkan strategi
pembangunanekonomi dari picking the winners, ke arah pembangunan
yang lebih berkeadilan (growth with equity). Semoga ini juga
terjadi dengan Pemimpin Negara danPemerintah Daerah di
Indonesia.
page 6 / 6