-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
600
AKUMULASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT DAERAH MUARA SIRAN,
KALIMANTAN TIMUR
Afrina Septantia1*
Ferian Anggara2
Agung Setianto2 1Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen
Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
2Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
*E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer dianggap
sebagai pemicu peningkatan
temperatur permukaan bumi (IPCC, 2007). Oleh karena itu, studi
mengenai daerah penyimpanan
karbon menjadi topik penelitian yang banyak dilakukan saat ini.
Lahan gambut yang secara alami
dapat menjadi daerah penyimpanan karbon dari atmosfer dengan
laju dan jumlah cukup tinggi tidak
banyak dipahami dan dilakukan studi. Lahan gambut daerah tropis
menjadi sangat potensial untuk
dimanfaatkan karena umumnya lahan gambut tropis lebih tebal
dibanding lahan gambut pada daerah
lintang sedang. Lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan bumi
di mana 11% berada di daerah
tropis, dengan persebaran terluas yaitu Asia Tenggara dan
Indonesia menjadi negara dengan
persebaran lahan gambut paling luas. Distribusi lahan gambut
dapat diketahui melalui analisis citra
Landsat dengan memanfaatkan band tertentu. Lahan gambut
dicirikan dengan suplai material organik
tinggi, tetapi suplai sedimen rendah dan umumnya terakumulasi
pada lahan basah. Band 2 digunakan
dalam memperkirakan persebaran material sedimen suspensi dan
band 3 digunakan dalam interpretasi
persebaran vegetasi, sehingga pada citra Landsat lahan gambut
ditampilkan oleh pola seragam dan
warna yang semakin gelap menunjukkan ketebalan lahan gambut yang
semakin tebal. Data lapangan
berupa data pemboran gambut digunakan untuk melakukan verifikasi
hasil analisis citra Landsat.
Menggunakan data luas persebaran dan ketebalan dapat diketahui
volume lahan gambut. Selanjutnya,
laju akumulasi karbon pada lahan gambut di daerah penelitian
dapat dihitung berdasarkan umur
gambut tertua yang ditemukan. Laju akumulasi dan carbon budget
pada lahan gambut daerah Siran,
Kalimantan Timur yaitu sebesar 1,13km3/tahun dan 39.383,62 Tg
C.
Kata kunci : gambut, band, carbon budget
1. Pendahuluan
Peningkatan kadar CO2 sejak 1900an terjadi sangat signifikan
dengan laju yang tinggi yaitu
0,074±0,018oC/dekade dalam 100 tahun yaitu periode 1900 – 2000
dan
0,177±0,052oC/dekade dalam rentang waktu 25 tahun sejak 1980an
(IPCC, 2007). Laju
tersebut merupakan laju yang tinggi dibandingkan laju normal
yang terjadi secara alami.
Lahan gambut memiliki laju akumulasi karbon yang tinggi
dibandingkan area hutan pada
umumnya, oleh karena itu lahan gambut berpotensi berperan
sebagai lahan penyimpan
karbon. Persebaran lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan
bumi di mana 11% berada
di daerah tropis, dengan persebaran lahan gambut terluas berada
di Asia Tenggara. Di
Indonesia distribusi lahan gambut mencapai 13,5 hingga 26,5juta
hektar, sehingga potensi
lahan gambut di Indonesia sebagai penyimpan karbon cukup tinggi.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui laju akumulasi karbon dan carbon budget
pada lahan gambut Muara
Siran, Kalimantan Timur.
Lokasi penelitian berada di Desa Siran, Kecamatan Muara Kaman
Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur yaitu pada koordinat 438000 –
471000 UTM dan 997800 –
10034000 UTM (Gambar 1). Lahan gambut daerah penelitian terletak
di sebelah barat Sungai
Mahakam, yang dibatasi oleh sungai Kedang Kepala di sebelah
timur dan sungai Belayan di
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
601
sebelah barat. Lahan gambut Muara Siran memanjang dari utara ke
selatan, dengan batas di
sebelah utara berupa dataran dan di sebelah selatan berupa
sungai. Di sebelah tenggara lahan
gambut terdapat danau Siran yang memanjang barat laut – tenggara
dengan luas 28,12 m2
(Gambar 2).
Persebaran lahan gambut pada suatu daerah dapat
diinterpretasikan menggunakan citra, salah
satunya Landsat 7 (Gambar 2). Komponen yang digunakan sebagai
dasar interpretasi lahan
gambut dengan area lainnya yaitu keberadaan vegetasi pada lahan
yang selalu basah dan
mendapat suplai sedimen yang minimum. Komponen tersebut dapat
digunakan sebagai dasar
interpretasi lahan gambut karena gambut membutuhkan vegetasi
sebagai pemasok material
organik yang umumnya diproduksi oleh tumbuhan dan fitoplankton,
dan suplai material
inorganik yang minimum dan berada pada lingkungan dengan energi
rendah serta bersifat
reduktif (Killops dan Killops, 2005). Berdasarkan indikator
tersebut, maka dalam penggunaan
Landsat 7 sebagai bahan interpretasi perlu menggunakan band
tertentu yang dapat
menunjukkan komponen yang diperlukan secara maksimal. Band 1
untuk menunjukkan
keberadaan air atau lahan basah, band 3 diperlukan untuk
membedakan lahan bervegatasi dan
band 2 berguna dalam interpretasi kandungan material sedimen
dalam hal ini sedimen
suspensi.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini melalui tiga tahap utama, yaitu pengolahan
Landsat 7 dan interpretasi, studi
literatur, dan pengambilan data lapangan. Citra Landsat 7
digunakan dalam analisis ini karena
tutupan awan relatif rendah, sehingga kondisi permukaan dapat
ditampilkan dengan baik.
Pengolahan dan analisis Landsat 7 menggunakan band 1, 2 dan 3
untuk memaksimalkan
komponen pada lahan gambut dan lahan lainnya. Pengolahan
tersebut menggunakan aplikasi
Er Mapper, di mana menggunakan aplikasi ini data citra Landsat
berupa band dapat dipilah
dan dikombinasikan. Selanjutnya, dengan menggunakan kombinasi
band 3, 2, 1, citra dengan
tampilan tertentu dengan kombinasi tersebut dapat dihasilkan, di
mana kombinasi band
tersebut diperlukan dalam analisis persebaran lahan gambut.
Studi literatur salah satunya dilakukan untuk mendapatkan data
umur lahan gambut lokasi
penelitian. Pada studi ini, data umur lahan gambut lokasi
penelitian mengacu pada penelitian
Hope, et al (2005). Dating umur lahan gambut daerah penelitian
dilakukan dengan melakukan
radiocarbon dating dari sedimen dasar yang ditemukan. Sampel
yang digunakan dalam
dating diayak, kemudian butiran dengan ukuran
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
602
umur selanjutnya ditentukan dari pertumbuhan gambut, yaitu pada
ketebalan gambut 3,0-3,5
m, 5,5-6,0 m, dan 7,5->8,0 m. Penentuan ketebalan tersebut
ditentukan berdasar zonasi warna
pada citra dan hasil verifikasi data lapangan, di mana lahan
gambut berwara hijau gelap
merupakan daerah paling tipis dengan ketebalan 1-1,5 m, hijau
terang memiliki ketebalan
3,0-3,5 m, abu-abu dengan ketebalan 5,5-6,0 m dan abu-abu gelap
dengan ketebalan 7,5->8,0
m. Volume tiap kedalaman dijumlahkan sehingga didapatkan volume
total gambut.
Selanjutnya, laju akumulasi karbon lahan gambut daerah
penelitian dapat diketahui.
Perhitungan carbon budget dilakukan dengan mengalikan bulk
density gambut, volume lahan
gambut dan persentase kandungan karbon. Nilai bulk density dan
persentase kandungan
karbon menggunakan data rata-rata kedua nilai pada gambut
Kalimantan yang terdapat pada
penelitian Wahyunto dan Suryadiputra, 2008.
3. Data
Beradasarkan analisis menggunakan Landsat 7 dan integrasi data
lapangan, lahan gambut
Muara Siran yang menjadi lokasi penelitian saat ini memiliki
luas area 943,672 km2 (Gambar
1). Pengambilan data lapangan, titik pengambilan gambut di
sebelah timur danau Siran
(gambar 2) ditemukan beberapa lapisan gambut yang lengkap dengan
ketebalan mulai dari 0,5
– 1,5 meter yang semakin menebal ke arah barat (gambar 4,5,6,7).
Sementara, gambut yang
diambil di dekat danau Siran memiliki ketebalan yang lebih tebal
(gambar 8,9), di mana
gambut yang lengkap memiliki ketebalan 3,5 meter dengan semakin
ke arah barat menjadi
semakin tebal mencapai 5,5 meter hingga lebih dari 6 meter.
Berdasarkan luas area dan
ketebalan tersebut, volume gambut pada lokasi gambut dapat
diketahui yaitu sebesar
4730,197 km3. Umur lahan gambut pada lokasi penelitian
diperkirakan memiliki umur 4200
tahun lalu menggunakan isotop karbon pada sampel polen dengan
laju akumulasi total yaitu
19,8 cm/100tahun (Hope et al, 2005). Sementara, dalam studi ini
persentase karbon rata-rata
dan bulk density gambut Kalimantan yang digunakan dalam
perhitungan yaitu 36,2% dan 0,23
ton/m3. Penggunaan nilai tersebut menggunakan nilai rata-rata
pada jenis gambut hemic yang
hadir dominan pada daerah penelitian.
4. Pembahasan
Persebaran lahan gambut pada citra Landsat 7 dengan memanfaatkan
band 1, 2 dan 3
ditunjukkan pada area berwarna hijau menuju abu-abu di mana area
berwarna kehijauan
menunjukan bahwa material sedimen suspensi cukup banyak
terkandung, sementara abu-abu
menunjukkan lahan gambut yang semakin tebal. Semakin ke arah
barat dari Sungai Kedang
Kepala, gambut memiliki ketebalan yang semakin tebal di mana
berdasarkan data lapangan
ketebalan di bagian tepi yaitu 0,5 meter dan menebal ke bagian
tengah kubah gambut di
sekitar Danau Siran mencapai lebih dari 6 meter. Data tersebut
menunjukkan bahwa gambut
pada lokasi penelitian berupa ombrogenous peat yaitu dari tepi
menuju tengah lahan gambut
menebal membentuk kubah. Curah hujan yang tinggi pada daerah
penelitian dapat menyuplai
nutrien pada lahan gambut dan mendukung terbentuknya ombrogenous
peat yang merupakan
gambut yang mendapat suplai dominan dari air hujan.
Lahan gambut daerah penelitian tersebar cukup luas dan cukup
tebal. Persebaran gambut yang
luas dan tebal, maka laju akumulasi karbon dan karbon yang
tersimpan pada lahan gambut
juga tinggi. Berdasarkan perhitungan volume dan umur lahan
gambut, diketahui bahwa laju
akumulasi lahan gambut daerah penelitian yaitu 1,13 km3/tahun
dan carbon budget sebesar
39.383,62Tg C (tabel 1). Besar carbon budget tersebut jauh lebih
besar dibanding beberapa
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
603
area lahan gambut yang dilakukan oleh Dommain (2014), di mana
menurut Dommain (2014)
karbon yang tersimpan di lahan gambut Kutai dan Pesisir
Kalimantan sejak awal terbentuk
yaitu 9320 Tg C dan 9410 Tg C.
5. Kesimpulan
Terdapat beberapa lahan Gambut di sekitar Kalimantan Timut,
salah satunya yaitu lokasi
penelitian yang berada di Daerah Siran, yang mana berdasarkan
citra Landsat, luas area lahan
gambut ini yaitu 943,672 km2 dengan ketebalan 0,5-1,5 meter di
bagian tepi menebal ke arah
tengah dengan ketebalan 5,5 meter hingga lebih dari 6 meter.
Berdasarkan umur terbentuknya
gambut dan volume lahan gambut lokasi penelitian, yaitu 4200
tahun lalu dan 4730,2 km3
diketahui bahwa laju akumulasi karbon dan carbon budget lahan
gambut penelitian yaitu
sebesar 1,13km3/tahun dan 39.383,62 Tg C di mana nilai jumlah
karbon yang tersimpan
tersebut merupakan nilai yang cukup besar.
Acknowledgement
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geologi
FT UGM yang telah
mendukung penelitian ini; Bapak Danang Suto Budi (yayasan Bioma)
yang telah membantu
dalam penyediaan peta dan keperluan lain dalam penelitian; Bapak
Sahlan, Bapak Sabri,
Bapak Rahmad, Bapak Roi yang telah membantu dalam proses
pengambilan sampel gambut;
serta Ibu Sandra dan keluarga yang telah membantu dalam
menyediakan keperluan-keperluan
selama pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
Dommain, Rene, et al., 2014. Carbon Storage and Release in
Indonesian Peatlands Since the Last
Deglaciation. Elsevier, Amsterdam, pp.1-32.
Hansen, J., Johnson, D., Lacis, a., Lebedeff, S., Lee, P., Rind,
D., Russel, G., 1981. Climate Impact of
Increasing Atmospheric Carbon Dioxide. Science, Vol. 213.
Hope, G., Chokkalingam, U., Anwar, S., 2005. The Stratigraphy
and Fire History of the Kutai
Peatlands, Kalimantan, Indonesia. Elsevier, Amsterdam, pp.
407-417.
IPCC, 2007. Climate Change 2007 : Impacts, Adaptation and
Vulnerability. Cambridge University
Press, New York.
Kaliraj, S., Chandrasekar, N., 2014. Multispectral Image
Analysis of Suspended Sediment
Concentration Along the Southern Coast of Kanyakumari, Tamil
Nadu, India. Journal of
Coastal Science, pp. 63-71.
Maiti, K.K., dan Bandyopadhyay, Jatisankar., 2015. Assessment of
Vegetation Canopy Using Geo-
Spatial Techniques Over Mining Areas of Pandabeswara in
Barddhaman District, West
Bengal, India. International Journal of Remote Sensing &
Geoscience.
Osaki, Mitsuru dan Tsuji, N., 2016. Tropical Peatland Ecosystem.
Springer, Jepang.
Wahyunto, dan Suryadiputra, I.N.N., 2008. Peatland Distribution
in Sumatra and Kalimantan –
Explanation of Its Data Sets Including Source of Information,
Accuracy, Data Constrain
and Gaps. Wetland International - Indonesia Programme,
Bogor.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
604
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Gambut (Hope, 2005 dengan
modifikasi)
Lokasi
penelitian
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
605
Gambar 2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Gambut
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
606
Gambar 3. Ketebalan Sampel Gambut
Klasifikasi jenis gambut (Wust, et al, 2003) antara lain :
Coarse Fibric (Fc); Fibric (F);
Coarse Hemic (Hc); Hemic (H); Fine Hemic (Hf); Sapric with
abundant wood,roots, fiber
(Sw); Sapric (S), Sapric with few short roots, fibers, wood
(Ss); Sapric with mud (Sm);
Organic rich mud with abundant fibers, roots, wood (Mow); dan
Organic rich mud with few
fibers, roots, wood (Moo).
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
607
Gambar 4. Peta Transect A-C Sampel Gambut
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
608
Gambar 5. Transect A
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
609
Gambar 6. Transect B
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
610
Gambar 7. Transect C
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
611
Gambar 8. Peta Transect D
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
612
Gambar 9. Transect D
Tabel 1. Pengukuran umur gambut (laju akumulasi 19,8 cm/100
tahun)
Age (100 BP) Area (km2) Volume (km3) C budget (Tg C)
38 78,628 157,256 1.309,31
TOTAL 4730,2 39.383,62