BAB I PENDAHULUAN Setiap bangsa, suku bangsa, umat, maupun komunitas selalu menghadapi problematika dalam perjalanan hidup mereka. Itu merupakan hukum alam atau sunnatullah. Sebagai contoh, bangsa Amerika Serikat (AS) sekarang juga sedang menghadapi problematika hidup. Negara adidaya yang seolah merajai dunia itu kini dilanda kesulitan keuangan yang sangat serius. Krisis finansial di negara tersebut diawali dengan rontoknya pasar perumahan, yang kemudian merembet ke perusahaan-perusahaan lain. Diperkirakan krisis tersebut akan berdampak ke negara-negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Kongres telah menyetujui rencana pemberian dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS. Ini merupakan dana talangan terbesar dalam sejarah guna penyelamatan ekonomi mereka. Umat Islam Indonesia kini juga menghadapi berbagai problematika hidup. Dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Se-Jawa dan Lampung di Jakarta, beberapa waktu 1
30
Embed
Problematika Kemiskinan Dalam Kehidupan Umat Dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Al
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
Setiap bangsa, suku bangsa, umat, maupun komunitas selalu menghadapi
problematika dalam perjalanan hidup mereka. Itu merupakan hukum alam atau
sunnatullah. Sebagai contoh, bangsa Amerika Serikat (AS) sekarang juga sedang
menghadapi problematika hidup. Negara adidaya yang seolah merajai dunia itu kini
dilanda kesulitan keuangan yang sangat serius. Krisis finansial di negara tersebut
diawali dengan rontoknya pasar perumahan, yang kemudian merembet ke
perusahaan-perusahaan lain. Diperkirakan krisis tersebut akan berdampak ke negara-
negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Kongres telah menyetujui rencana pemberian
dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS. Ini merupakan dana talangan terbesar
dalam sejarah guna penyelamatan ekonomi mereka.
Umat Islam Indonesia kini juga menghadapi berbagai problematika hidup.
Dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Se-Jawa dan Lampung di Jakarta,
beberapa waktu lalu, para ulama dan zuama Islam yang tergabung dalam Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah mengidentifikasi problematika yang dihadapi umat
Islam Indonesia.
Mereka berdiskusi tentang bagaimana caranya umat Islam sebagai mayoritas
penduduk Indonesia memberikan kontribusi untuk mengatasi keterpurukan bangsa-
negara di berbagai bidang, serta mengatasi problematika mereka sendiri. Dalam
perspektif global, para ulama dan zuama menyadari, Indonesia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia belum dapat menunjukkan karya-karya
1
unggulan yang menimbulkan respek umat Islam di negara lain terhadap umat Islam
Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika sosial yang tidak bisa dihindari. Setiap
Negara di dunia ini selalu tertimpa masalah sosial yang dinamakan kemiskinan.
Rakyat-rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan ini sangat sulit untuk
ditiadakan. Tindakan yang bisa dilaksanakan baik pemerintah maupun rakyat itu
sendiri adalah meminimalisir kuantitas penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan ini. Atau paling tidak, laju kemiskinan ini dapat ditekan hingga titik nol,
kalaupun itu bisa dilakukan.
Seperti yang disebutkan di atas, setiap Negara di dunia ini hampir pasti pernah
mengalami masalah kemiskinan. Negara-negara yang tengah berjuang untuk
mengembangkan diri, meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun peningkatan-
peningkatan di berbagai sektor, bahkan mengalami laju pertumbuhan tingkat
kemiskinan yang tinggi. Negara-negara tersebut lebih dikenal dengan istilah Negara-
negara berkembang (developing countries). Sementara di Negara-negara yang telah
memiliki tingkat kemajuan yang tinggi, masalah kemiskinan ini bisa ditekan
meskipun sulit untuk dihapuskan. Negara-negara yang memiliki tingkat kemajuan
setingkat lebih tinggi dari Negara-negara berkembang ini dikenal dengan Negara-
negara maju (developed countries).
Perjuangan masing-masing Negara untuk mensejahterakan rakyatnya
merupakan salah satu motivasi yang menyebabkan mereka harus bersusah payah
merancang dan merumuskan strategi guna mehilangkan masalah kemiskinan ini.
Berbagai macam teori ekonomi coba diterapkan. Pakar-pakar ekonomi terus-menerus
2
bermunculan. Masing-masing dari mereka mengusulkan teori-teori ataupun metode-
metode yang bisa dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Namun demikian,
apakah problematika kemiskinan ini telah tuntas dengan diaplikasikannya teori-teori
yang telah di kemukakan para pakar ekonomi tersebut?
Melihat kenyataan yang terjadi saat sekarang ini, berbagai macam teori dan
metode yang telah dikemukakan oleh para ekonom yang handal itu tidak mampu
menyelesaikan problematika kemiskinan ini.
Ketika keresahan mulai menyelimuti jiwa-jiwa yang kebingungan, maka
sudah sepantasnya kita menengok, kembali kepada agama kita Islam, mendalami
kitab sucinya, al-Qur’an yang suci mengharap ditemukannya solusi tebaik yang harus
diterapkan untuk mengeliminasi atau paling tidak meminimalisir laju kemiskinan
yang sang sulit dihindari ini.
Melihat fenomena di atas, penulis mencoba memaparkan sedikit tentang
strategi al-Qur’an dalam penanggulangan kemiskinan ini. Penulis membatasi masalah
ini menjadi dua, yaitu persepektif al-Qur’an tentang kemiskinan; serta langkah-
langkah yang diberikan al-Qur’an guna mengentaskan kemiskinan ini.
Tujuan penulis membahas permasalahan ini adalah untuk mengetahui
bagaimana al-Qur’an memandang kemiskinan ini, dan langkah-langkah apa saja yang
dikemukakan al-Qur’an guna mengentaskan kemiskinan ini.
3
BAB IIPEMBAHASAN
A. Masalah Kemiskinan
Problematika umat Islam Indonesia memang banyak, tetapi bisa dikerucutkan
pada empat problem terbesar. Problematika pertama adalah masalah kemiskinan.
Kalau penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 17 persen,
maka sebagian besarnya adalah umat Islam. Faktor kemiskinan ini menimbulkan
dampak negatif yang sangat luas. Antara lain peluang anak-anak untuk mencapai
pendidikan tinggi sangat terbatas dan rendahnya daya saing dengan golongan lain.
Selain itu, terdapat beberapa hambatan untuk melakukan ibadah. Misalnya
akan menjalankan salat tidak punya pakaian yang memenuhi syarat syar’i, atau tak
sempat menjalankan salat karena kesibukan mencari nafkah, seperti dialami sebagian
sopir, tukang kayu, tukang batu, dan sebagainya. Saat tiba waktu salat, mereka tidak
berani meninggalkan pekerjaannya.
Kemiskinan juga bisa menyebabkan seseorang mudah meninggalkan atau
melanggar ajaran agama, seperti dijelaskan dalam sebuah hadis: ”Kefakiran itu nyaris
menyebabkan seseorang menjadi kafir”. Berbagai fenomena dalam dasawarsa
terakhir membuktikan, kemiskinan telah menimbulkan erosi keimanan. Karena
iming-iming atau bujukan materi, jabatan, pengobatan, atau pekerjaan, tidak sedikit
orang Islam yang menjadi murtad. Untuk mengatasi hal ini, serta demi menjaga
kerukunan hidup antarumat beragama, perlu dibuat undang-undang (UU) tentang
pedoman penyiaran agama.
4
Problematika kedua adalah erosi moralitas. Betapa parah kemerosotan moral
di kalangan bangsa kita dapat diketahui dari berita-berita yang disiarkan media
massa. Kejahatan dan kemaksiatan dalam istilah Polri disebut penyakit masyarakat
telah merajalela. Penyakit masyarakat tersebut dilakukan berbagai lapisan masyarakat
dan dari berbagai umur, serta dari kalangan birokrasi, baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif.
Padahal, idealnya, umat Islam pada khususnya dan umat beragama pada
umumnya adalah orang-orang yang menjunjung tinggi norma-norma moral, akhlak,
atau budi pekerti. Dalam sebuah Hadis disebutkan, ”Agama adalah akhlak yang
luhur”. Dalam kenyataan di lapangan, tidak sedikit tokoh agama yang mestinya
memberikan keteladanan utama dalam soal akhlak kepada umat, justru melakukan
perbuatan tercela. Demikian pula di kalangan aparat hukum, yang mestinya
menunjukkan konsistensinya dalam menegakkan hukum, ternyata tidak sedikit yang
justru melanggar hukum.
Problematika ketiga adalah egoisme kelompok. Di Indonesia ini terdapat
ormas-ormas keagamaan yang mencerminkan corak pemikiran keagamaan Islam,
seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Al-Jam’iyatul
Washliyah, Mathla’ul Anwar, Syarikat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan lain-
lain. Menurut tuntunan Alquran, semua orang mukmin itu bersaudara. Maka ukhuwah
Islamiah (persaudaraan antarsesama umat Islam) merupakan keniscayaan.
Para pemuka Islam yang memahami tuntunan Alquran itu telah berupaya
memperkukuh ukhuwah Islamiyah. Berdirinya MUI antara lain juga untuk menjadi
”tenda besar” yang dapat memayungi seluruh aliran umat Islam. Namun upaya untuk
5
memperkukuh ukhuwah Islamiyah itu hingga kini belum mencapai hasil maksimal.
Masih terdapat masjid-masjid, lembaga pendidikan, atau forum-forum pengajian yang
alergi terhadap khatib, guru, dan mubalig yang bukan dari golongannya. Fenomena di
bidang politik lebih runyam lagi. Terbukti dari mudahnya parpol-parpol Islam atau
parpol yang berbasis umat Islam terpecah-pecah, sehingga potensi politik Islam
makin lemah. Memperhatikan fenomena di atas, kita mendambakan munculnya
seorang pemimpin Islam yang alim (berpengetahuan luas), disegani, dan berwibawa,
yang bisa menjadi anutan dan pengayom seluruh umat Islam Indonesia.
Problematika keempat, umat Islam berada dalam tarikan paham liberalisme,
fundamentalisme, dan transnasionalisme. Liberalisme mempunyai banyak versi.
Diantaranya ada paham liberalisme yang sering dituding sudah kebablasan, karena
dominasi rasio dalam memahami teks-teks Alquran dan Hadis. Di tambah lagi adanya
pengaruh pemikiran kaum orientalis dalam paham tersebut. Semua ini bisa
mendistorsi orisinalitas ajaran Islam yang sejati.
Fundamentalisme dalam agama adalah corak pemahaman agama yang bersifat
tekstual, radikal, dan militan. Pengikutnya sering menunjukkan tindak kekerasan
untuk membongkar hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan agama,
sehingga menyulut konflik sosial. Adapun transnasionalisme adalah paham yang
ingin mewujudkan kewilayahan umat Islam melampaui batas-batas negara yang telah
ditentukan.
Umat Islam Indonesia pada umumnya sudah merasa adem ayem memiliki
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga segenap potensi bangsa lebih
baik difokuskan untuk membangun negara ini saja.
6
B. Perspektif Al-Qur’an Tentang Kemiskinan
Sebelum kita menyelam lebih dalam kepada strategi penanggulangan
kemiskinan ala al-Qur’an ini, sayogyanyalah kita mengetahui terlebih dahulu apakah
yang dimaksud dengan kemiskinan itu. Telah dimaklumi bersama, khusunya kita
kaum muslimin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diakui pada hari kiamat
dan Allah SWT dengan tegas telah menyatakan bahwa yang mencari agama selain
Islam adalah batil dan tidak akan diterima di hari kiamat kelak. Allah SWT
1 Lihat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 23-24.2 Sulaiman ibn Abdullah ibn Hamud Aba al-Khail, Mashadir al-Din al-Islamiy wa Abrazu
Mahasinihi wa Mazayahu, Cet. I (Riyadh: 2005), Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah, hal. 7. 3 Harun Yahya, Memilih Al-Qur’an Sebagai Pembimbing, cet. I (Surabaya: Risalah Gusti,
2004), hal. 35
8
Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.4
Di dalam ayat ini al-Qur’an telah menyebutkan dua istilah bagi kemiskinan
ini, yaitu, fuqaraa’ yang merupakan jamak’ (plural) dari faqir; dan masaakiin yang
merupakan jamak’ (plural) dari miskin. al-Qur’an selalu menggunakan kedua istilah
ini ketika menyebutkan tentang problematika kemiskinan ini. munculnya dua istilah
ini sudah barang tentu ada perbedaan di antara kedua istilah ini.
Imam Thabari dalam tafsirnya menerangkan bahwa maksud dari kata fuqaraa’
adalah orang orang sangat membutuhkan bantuan untuk meringankan bebannya, (
المسألة عن المتعففون ,(المحتاجون sedangkan masaakiin ialah orang
yang keliling untuk meminta-minta ( السائلين 5. (الطوافين
Sedangkan definisi faqir dan miskin, seperti yang dikemukakan di dalam al-
Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI, yaitu:
4
5 Abu Yahya Muhammad ibn Shumadih at-Tujibiy, Mukhtashar min Tafsir al-Imam at-Thabariy, (Kairo: tt), Dar al-Manar lin-Nasyr wa at-Tauzi’, hal. 196.
9
“orang fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta
dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. sedangkan orang miskin adalah orang
yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan”.6
Melihat berbagai definisi di atas, jelaslah bahwa orang fakir adalah orang
yang tidak mempunyai daya upaya, baik berupa harta maupun tenaga yang
menyebabkan ketidakmampuannya memenuhi hajat hidupnya. Dengan begitu orang
fakir inilah yang terutama harus dibantu sebelum yang lainnya.
Sedangkan orang miskin ini memiliki kemampuan untuk bekerja namun
belum bisa mencukupi kehidupannya. Dari itu, ia masih memerlukan uluran tangan
orang-orang yang berada untuk mencukupi kebutuhannya.
Dengan demikian, baik fakir maupun miskin kedua-duanya harus
mendapatkan uluran tangan kita. Itulah sebabnya delapan golongan penerima zakat
(mustahiq zakat) seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an surat at-taubah ayat 60 di
atas, yang diutamakan adalah orang-orang fakir (fuqaraa’) dan orang-orang miskin
(masaakiin).
Demikianlah al-Qur’an memandang kemiskinan. Kemiskinan itu merupakan
sebuah keniscayaan. Hal ini merupakan sunnatullah. Allah SWT telah menciptakan
segala sesuatu itu berpasang-pasangan, maka dari itu jika ada yang namanya orang
kaya, maka tentulah ada yang disebut miskin. Karena jika tidak ada orang kaya, maka
tidak mungkin ada istilah orang miskin, pun begitu sebaliknya.
6 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Al-Jumanatul ‘Ali (Seuntai Mutiara yang Maha Luhur), (Bandung: J-Art, 2005), hal. 197
10
C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Al-Qur’an
Problematika sosial yang kita hadapi di dunia ini, yang salah satunya adalah
kemiskinan ini telah diwanti-wanti oleh al-Qur’an. Sehingga sebenarnya al-Qur’an
telah melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi kemiskinan yang bergitu luas di
kalangan penduduk bumi ini.
Kemiskinan ini sangatlah berbahaya, baik untuk diri sendiri maupun untuk
agama kita tercinta Islam. Berapa banyak orang-orang yang pindah agama lain
Karena mie instan satu kardus. Bahkah, demi menyambung hidup mereka rela
mengorbankan akidah. Inilah bahayanya penyakit yang dinamakan kemiskinan.
Sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda:
( الحديث ( aفرا ك cونa cك ي cن أ aقرcالف cادc ك
Artinya :
Hampir saja kefakiran itu menyebabkan kepada kekufuran (al-Hadits)
Maka dari itu, Al-Qur’an telah memberikan beberapa strategi/langkah-
langkah untuk menanggulangi kemiskinan ini, di antaranya:
1. Al-Qur’an Menyeru Untuk Bekerja Dan Berusaha
Allah SWT melarang kita untuk hidup bermalas-malasan. Bahkan Allah SWT
memerintahkan kita untuk selalu giat bekerja dan berusaha. Bertebaran di muka bumi
ini untuk mencari rizki Allah SWT. Hal ini disebabkan Allah SWT telah
menyebarkan rizki itu dari berbagai sumber yang kita tidak tahu dari sumber yang
mana rizki kita itu. Dengan tegas, Allah SWT memerintahkan manusia untuk
11
bertebaran di muka bumi ini mencari fadlillah (rizki), seperti firmanNya yang
tertuang dalam surat al-Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
12
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-
Qashash: 77)
Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa mencari kehidupan ukhrawi
itu lebih utama, yaitu dengan cara taat kepada Allah SWT, namun tidak boleh bagi
kita untuk melupakan kehidupan dunia ini. Hal ini dikarenakan kehidupan dunia itu
merupakan jembatan menuju kehidupan yang kekal abadi, yaitu kehidupan akherat.
Bekerja itu bisa dikatakan bukanlah suatu ‘kewajiban’, namun ia adalah sebuah
kebutuhan. Jika kemiskinan menjangkiti kita, maka ketenangan untuk menggapai
kehidupan akherat itu akan terganggu. Sebagai suatu contoh, jika kita shalat dalam
keadaan lapar, maka kekhusyu’an itu akan berkurang, bahkan akan sirna. Yang
terpikir adalah perut yang kosong yang belum terisi makanan. Apalagi kalau kita
telah berkeluarga yang kita berperan sebagai suami. Kita bertanggungjawab terhadap
nafkah, baik istri kita, maupun anak-anak kita. Sedangkan nafkah itu hak istri dan
anak. Begitupula orang tua berkewajiban atas pendidikan anank-anaknya yang
tentunya memerlukan biaya dalam proses pendidikan tersebut.7 Darimana biaya
tersebut akan didapat jika orang tua tidak berkerja dan berusaha?8
Bekerja dan berusaha ini mutlak diperlukan guna menunjang kehidupan kita
di dunia ini. Tanpa adanya usaha sangat sedikit peluang untuk menjadi sukses dalam
menapak hidup ini.
2. Hidup Hemat Dan Tidak Berlebih-Lebihan
7 Rashda Diana, Fiqh Muslimah, dalam Ijtihad: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, Vol. 2 nomor 1, (Fakultas Syari’ah Institut Studi Islam Darussalam: 1427-1428), hal. 19
8 Mengenai hak-hak wanita, lihat Abdul Ghaffar Hamid Hilal, Huquq al-mar’ah fi al-Islam, dalam Makanah al-Mar’ah fi al-Islam, Rabithah al-Jami’aat al-Islamiyyah, hal. 5
13
Islam sangat membenci sikap berlebih-lebihan. Allah SWT melarang kita
untuk berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah SWT bahkan menyatakan bahwa
orang yang suka berlebih-lebihan itu termasuk saudaranya syaitan. Allah SWT