BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan tren kecantikan di Indonesia begitu pesat. Mulai dari bahan-bahan kosmetik yang alami hingga bahan-bahan yang halal. Hal ini tentu menjadikan seorang produsen kosmetik berfikir keras untuk melakukan inovasi produk. Selain itu, konsumen kosmetikpun juga menjadi lebih kritis dalam memutuskan untuk membeli sebuah produk kecantikan. Dengan jumlah populasi masyarakat Muslim di Indonesia mencapa 90% dari total jumlah penduduk (BPS, 2010). Tentu hal ini peluang bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan syariat Islam. Fenomena pada konsumen kosmetik di Indonesia, dimana masyarakat Muslim hampir sepenuhnya bergantung pada produk kosmetik yang dibuat oleh non-Muslim dan kesadaran serta pengetahuan mereka terhadap produk halalmasih tergolong rendah (Syed 1
Analisis Pengaruh Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Produk Berlabel Halal di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Studi Kasus Pada Kosmetik Martha Tilaar)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan tren kecantikan di Indonesia begitu pesat. Mulai dari
bahan-bahan kosmetik yang alami hingga bahan-bahan yang halal. Hal ini
tentu menjadikan seorang produsen kosmetik berfikir keras untuk melakukan
inovasi produk. Selain itu, konsumen kosmetikpun juga menjadi lebih kritis
dalam memutuskan untuk membeli sebuah produk kecantikan.
Dengan jumlah populasi masyarakat Muslim di Indonesia mencapa 90%
dari total jumlah penduduk (BPS, 2010). Tentu hal ini peluang bagi konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan syariat Islam. Fenomena pada
konsumen kosmetik di Indonesia, dimana masyarakat Muslim hampir
sepenuhnya bergantung pada produk kosmetik yang dibuat oleh non-Muslim
dan kesadaran serta pengetahuan mereka terhadap produk halalmasih
tergolong rendah (Syed dan Nazura, 2011). Terlihat bahwa pengetahuan
tentang kosmetik halal di Indonesia sangat minim dan tidak juga pastinya
banyak dari penduduk Indonesia menggunakan produk yang tidak berlabel
halal. Meskipun produk-produk yang tidak berlabel halal bisa dikatakan
haram. Karena MUI tidak mengharamkan suatu produk.
Menurut Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika-Majelis Ulama Indonesia (LPPOMMUI) ingredient produk
kosmetik yang paling banyak digunakan dan beredar dipasar Indonesia saat ini
1
seperti kolagen, ekstrak plasenta, cairan amnion, serta sodium heparin yang
berasal dari bahan haram bertentangan dengan Syariat Islam dan 95% produk
kosmetik di Indonesia tidak mempunyai sertifikasi halal menurut syariat
Islam, padahal terdapat 112.545 produsen kosmetik yang terdaftar hingga Mei
2011 (Perkosmi). Dengan demikian isu penggunaan bahan tidak halal dalam
sebuah kosmetik akan sangat mempengaruhi penjualannya.
Saat Martha Tilaar Group merupakan pemimpin pasar untuk merek lokal
produk kosmetik. diukur dari pangsa pasar Martha Tilaar Group yang
menempati peringkat kedua untuk kosmetik berwarna (13,6%) dan keempat
untuk perawatan kulit dan rambut (5,7%) diantara produk lokal dan asing di
Indonesia. Saat ini, ada banyak merek kosmetik di Indonesia dan kebanyakan
produk tersebut adalah produk asing. Dan diantara banyaknya produk
kosmetik yang ada, Martha Tilaar Group merupakan merek lokal terbesar
dibandingkan perusahaan kosmetik lokal lain di Indonesia.
Seperti yang dikatakan Syed dan Nazura bahwa pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang produk kosmetik tergolong rendah, sehingga pembelian
kosmetik berlabel halal tidak menjadi prioritas utama dalam pembeliannya.
Meskipun Martha Tilaar sudah dikenal dengan penggunaan bahan alami dan
digunakan di banyak kegiatan yang berkaitan dengan media, tetapi tidak dapat
dipungkiri persepsi masyarakat tentang Martha Tilaar belum dikenal dengan
label halalnya di banding produk pesaingnya seperti Wardah yang menjadi
pelopor kosmetik halal di Indonesia di tahun 1995
2
Dari uraian diatas terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi
keputusan pembelian seperti faktor psikologis dan label halal dalam
menggunakan produk kosmetik Martha Tilaar. Maka berdasarkan hal tersebut
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Pengaruh Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Produk Berlabel
Halal di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Studi Kasus Pada Kosmetik
Martha Tilaar)”.
B. Perumusan Masalah
Peneliti ingin mengulas bagaimana Martha Tilaar melayani keinginan dari
para konsumen yang berkaitan dengan psikologis konsumen (faktor internal)
dan label halal yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
(faktor eksternal).
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui apakah motivasi secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada
kosmetik Martha Tilaar
b) Untuk mengetahui apakah persepsi secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada
kosmetik Martha Tilaar
3
c) Untuk mengetahui apakah pembelajaran secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk
halal pada kosmetik Martha Tilaar
d) Untuk mengetahui apakah sikap secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada
kosmetik Martha Tilaar
e) Untuk mengetahui apakah motivasi, persepsi, pembelajaran,
sikap dan subbudaya agama secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada
kosmetik Martha Tilaar
2. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap setelah penelitian ini bisa diambil pelajaran mengapa
seseorang bisa tertarik dengan suatu produk dan peneliti juga ingin
memberikan efek kesadaran kepada pembaca khususnya pemakai produk
kosmetik agar tidak mengesampingkan label halal dalam mengambil
keputusan khususnya kepada umat Muslim agar tetap menggunakan
produk halal sehingga terhindar dari keraguan ketika sudah menggunakan
produk kosmetik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Psikologis
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:53), faktor psikologis merupakan
faktor yang paling mendasar dalam diri seorang individu yang mempengaruhi
pengambilan keputusan konsumen dan perilaku konsumsi. Faktor psikologis
ini mempengaruhi keputusan pembelian konsumen di mana kebutuhan ini
timbul dari suatu keadaan fisiologis. Pilihan barang yang dibeli seseorang
lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor psikologis, diantaranya:
a. Motivasi
Schiffman dan Kanuk (2010:106) menyatakan bahwa motivasi adalah
“The driving force within individuals that impels them to action.” Dapat
diartikan bahwa motivasi muncul karena adanya tenaga pendorong yang ada
dalam diri individu yang memaksa mereka untuk
bertindak. Tenaga pendorong tersebut muncul karena konsumen merasakan
keadaan tertekan (state of tension) yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tanpa sadar berjuang untuk
mengurangi ketegangan ini melalui perilaku yang mereka harapkan akan
memenuhi kebutuhan mereka dan dengan demikian akan membebaskan
mereka dari tekanan yang mereka rasakan.
5
Menurut Mowen dan Minor (2002) terdapat 5 dimensi penggerak
motivasi, dimensi tersebut adalah:
1. Rangsangan, baik dari dalam maupun luar konsumen untuk mengubah
suasana dan selanjutnya karena terjadinya perbedaan antara keadaan yang
diinginkan dengan keadaan aktual maka akan menimbulkan kebutuhan.
2. Pengenalan kebutuhan, yang terdiri dari kebutuhan ekspresif yaitu
keinginan untuk memenuhi persyaratan sosial dan estetika dalam rangka
pemeliharaan konsep diri seseorang dan kebutuhan utilitarian yaitu
keinginan untuk menyelesaikan masalah yang mendasar.
3. Dorongan, yaitu faktor yang membentuk keadaan afektif (emosi dan
psikologis lainnya) yang mempengaruhi tingkat keterlibatan seseorang.
4. Perilaku berdasarkan tujuan, merupakan tindakan seseorang yang
dilakukan untuk
meringankan keadaan atau kebutuhan (proses kesadaran konsumen).
5. Insentif konsumen misalnya produk, jasa, informasi, dan bahkan orang
lain yang diperkirakan konsumen akan memuaskan kebutuhan.
b. Persepsi
Menurut Kotler dan Keller (2009:179), persepsi adalah proses bagaimana
seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Dengan kata
lain, persepsi tidak hanya bergantung pada stimulus fisik, tapi juga bergantung
pada stimulus terhadap lingkungan dan kondisi disekitar kita.
6
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Khairina (2009) mengutip
pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa ada lima tahap
pengolahan informasi sebagai dimensi pembentuk persepsi konsumen, yaitu:
1. Pemaparan. Pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen
menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.
2. Perhatian. Kapasitas pengolahann yangdialokasikan terhadap stimulus
yang masuk.
3. Pemahaman. Interpretasi terhadap makna stimulus.
4. Penerimaan. Dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
5. Retensi. Pengalihan makna stimulus dan persuasif ke ingatan jangka
panjang
c. Pembelajaran
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:210), pembelajaran adalah “The
process by which individuals acquire the purchase and consumption
knowledge and experience that they apply to future related behavior.” Dapat
diartikan bahwa pembelajaran konsumen itu merupakan suatu proses yang
berkelanjutan dan berubah dan menghasilka pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Kotler (2004:198), Proses belajar seseorang merupakan hasil
yang saling mempengaruhi dari empat unsur dasar, yaitu :
1. Dorongan, yaitu rangsangan internal (dalam diri konsumen) yang muncul
karena adanya kebutuhan sehingga memaksa mereka untuk bertindak.
Konsumen yang ingin membeli rumah baru akan terdorong untuk mencari
7
informasi apapun mengenai hal yang berkaitan dengan rumah, misalnya
lokasi hunian, bentuk dan tipe rumah, harga, cara pembayaran, lingkungan
hunian, dan sebagainya.
2. Isyarat, yaitu stimulus yang menentukan kapan, dimana, dan bagaimana
tanggapan seseorang. Iklan, kemasan produk, harga, dan produk adalah
stimulus atau isyarat yang akan mempengaruhi konsumen untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Respon, merupakan reaksi perilaku seseorang terhadap dorongan dan
isyarat yang diperoleh. Belajar terjadi ketika konsumen bereaksi terhadap
isyarat tersebut.
4. Penguatan, adalah kondisi yang terjadi apabila perilaku individu terbukti
dapat memperoleh kepuasan. Ini berarti, perilaku individu yang sama akan
terulang apabila penguatan tersebut positif dan sebaliknya tidak terulang
jika negatif.
d. Sikap
Schiffman dan Kanuk (2010:246), mendefinisikan “Sikap adalah
kecenderungan yang dipelajari dalam bentuk perilaku dengan cara yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek tertentu.”
Sedangkan menurut Nugroho (2003:214) mendifenisikan sikap sebagai
“Konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial
kontemporer. Sikap juga merupakan satu konsep yang paling penting yang
digunakan pemasar untuk memahami konsumen.”
8
Schiffman dan Kanuk (2010:249-251), menyatakan bahwa terdapat 3
komponen penentu sikap, komponen tersebut adalah:
1. Komponen kognisi. Pengetahuan dan persepsi yang diperoleh melalui
kombinasi dari pengalaman langsung dan persepsi yang diperoleh melalui
kombinasi dari pengalaman langsung dari objek sikap dan informasi yang
terkait yang didapat dari berbagai sumber.
2. Komponen afeksi. komponen ini muncul didasarkan atas perasaan dan
emosi yang muncul dari penilaian konsumen secara langsung dan
menyeluruh. Di mana seseorang menilai obyek sikap dengan perasaan
suka atau tidak suka, menyenangkan atau tidak.
3. Komponen Konasi. Komponen ini berhubungan dengan keinginan
konsumen untuk melakukan pembelian.
B. Label Halal
a. Label
labeling berkaitan erat dengan pemasaran. label merupakan bagian dari
suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual.
Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan
etiket (tanda pengenal) yang menempel atau melekat pada produk. Secara
garis besar terdapat tiga macam label (Stanton, et.al (1994) dalam Tjiptono,
2001: 107), yaitu:
9
1) Brand Label, yaitu nama merek yang diberikan pada produk atau
dicantumkan pada kemasan.
2) Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi obyektif
mengenai penggunaan, konsruksi/pembuatan, perawatan/perhatian dan
kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang
berhubungan dengan produk.
3) Grade Label, label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk
dengan suatu huruf, angka, atau kata.
Menurut Krasovec & Klimchuk (2006:158) dalam bukunya Desain
Kemasan: Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari konsep
sampai penjualan, label diartikan secara umum;
“Label biasanya terbuat dari kertas, laminasi kertas atau film plastik
dengan atau tanpa tambahan perekat (sensitif terhadap tekanan), label dapat
mencakup keseluruhan kemasan atau hanya setempat saja, dapat dipotong
dalam berbagai bentuk berbeda untuk melengkapi kontur suatu bentuk
kemasan”
Label mempunyai fungsi (Kotler, 2003: 29), yaitu:
1) Identifies (mengidentifikasi) : label dapat menerangkan mengenai produk.
2) Grade (nilai/kelas) : label dapat menunjukan nilai kelas dari produk.
Produk buah Peach kalengan diberi nilai A, B, dan C menunjukan tingkat
mutu.
3) Describe (memberikan keterangan) : label menunjukkan keterangan
mengenai siapa produsen dari produk, dimana produk dibuat, kapan
10
produk dibuat, apa komposisis dari produk dan bagaimana cara
penggunaan produk secara aman.
4) Promote (mempromosikan) : label mempromosikan produk lewat gambar
dan warna yang menarik.
b. Halal
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “melepaskan” dan “tidak
terikat”. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan
karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.
Sertifikat halal adalah suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.
Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman
label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, (Burhanuddin, 2011:140), yaitu:
1) Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi;
2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan-
bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotorankotoran, dan
lain sebagainya;
3) Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam;
4) Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi.
11
Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya
terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut
syariat Islam;
5) Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh.
Oleh karena itu kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci atau najis.
Produk tersebut bisa dikatakan haram jika produk kosmetik tersebut
mengandung bahan-bahan najis, seperti turunan hewan (kolagen) atau pun
bagian dari tubuh manusia, misalnya plasenta. (www.republika.co.id).
Dalam sebuah hadist dijelaskan :
Terjemah hadits
“Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata:
Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara
keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak
diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti
dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang
terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara
yang diharamkan “. (Riwayat Bukhori dan Muslim).
Dalam hadist di atas jelas bahwa nabi Muhammad SAW, mengajarkan
kepada kaumnya untuk menghindari perkara subhat. Perkara subhat adalah
perkara yang tidak jelas halal-haramnya. Bagi umat Islam sangat dianjurkan
untuk menjauhi perkara subhat.
12
c. Label Halal
Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label
halal dan iklan pangan menyebutkan label adalah setiap keterangan mengenai
pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain
yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pangan.
Gambar: Label halal resmi MUISumber : www.halalmui.org
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label
pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label dimaksud tidak mudah
lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta, terletak pada
bagian kemasan pangan yang mudah dilihat dan dibaca.
Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 10 Nomor 69, setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah
Indonesia untik diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal
bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan
wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label.
13
C. Keputusan Pembelian
Pada saat memutuskan pembelian konsumen akan memilih suatu produk
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Setelah itu,
konsumen akan mencari informasi tentang produk tersebut sehingga akan
terbentuk keputusan pembelian suatu produk. Menurut Kotler & Keller
(2009:184), proses keputusan pembelian yang spesifik terdiri dari urutan
kejadian sebagai berikut: pengenalan masalah kebutuhan, pencarian
informasi,evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilakupasca
pembelian. Adapun model dari tahaptahap keputusan pembelian dapat dilihat
pada Gambar 1. Bagi pemasar tahap keputusan pembelian adalah tahap yang
sangat penting untuk dipahami karena akan berhubungan dengan keberhasilan
pemasar di dalam dunia bisnis.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:483) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan pembelian, diantaranya:
a. Psikologis konsumen. Proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh unsur
psikologis yang menentukan tipe pembelian yang dibuat oleh konsumen
Unsur-unsur psikologis tersebut meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran,
kepribadian, dan sikap.
b. Lingkungan sosial-budaya meliputi keluarga, kelompok referensi, sumber
non-komersial, kelas sosial, dan subbudaya.
c. Bauran pemasaran adalah paduan unik dari produk, distribusi, promosi,
dan strategi harga yang dirancang untuk menghasilkan hubungan yang
saling menguntungkan dengan target market.
14
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
psikologis dan label halal terhadap pembelian produk kosmetik Martha
Tilaar akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian.
D. Penelitian Terdahulu
Nama, Judul, dan Tahun Penelitian
Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian
Dewi Urip Wahyuni, Pengaruh Motivasi, Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek “Honda” di Kawasan Surabaya Barat, 2008
Motivasi, Persepsi, Sikap dan Keputusan Pembelian
Ada pengaruh yang signifikan dari motivasi, persepsi dan sikap konsumen terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di Kawasan Surabaya Barat
Mashadi, Pengaruh Motivasi, Persepsi, Sikap, Dan Pembelajaran Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Minuman Kemasan Merek “Teh Botol Sosro” Di Kawasan Depok, 2009
Motivasi, Persepsi, Sikap, Pembelajaran dan Keputusan Pembelian
Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap dan pembelajaran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada minuman kemasan bermerek “Teh Botol Sosro” di kawasan Depok. Juga erdapat pengaruh yang signifikan antara agama dan perilaku pembelian konsumen
Nama, Judul, dan Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian
15
Tahun PenelitianMuthia Rahma Dianti, Pengaruh Faktor Psikologis dan Subbudaya Agama Terhadapa Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah di Kota Padang, 2012
Variabel motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian kosmetik Wardah di kota Padang. Motivasi konsumen Muslim dalam memilih produk kosmetik halal dikarenakan produk kosmetik tersebut halal dalam Syariah