BAB I PENDAHULUAN Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. (Saifuddin, AB, 2006) Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. (Saifuddin, AB, 2006) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang
masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang
baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan
konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus
tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada
pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.(Saifuddin, AB,
2006)
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera
bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus
menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu
akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD
kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru
dan berat badan janin yang cukup. (Saifuddin, AB, 2006)
Obesitas merupakan masalah kesehatan dengan ruang lingkup
yang luas, karena orang dewasa dengan obesitas mengalami
pertumbuhan yang cepat. Prevalensi kelebihan berat badan, usia
reproduksi (25-44 tahun) perempuan di Amerika Serikat bervariasi antara
30-40%. Obesitas telah menantang dokter kandungan selama beberapa
dekade karena orang obesitas akan meningkatkan risiko medis berupa
komplikasi seperti diabetes, hipertensi, penyakit hati dan kandung
empedu, osteoarthritis, dan kanker. Ibu hamil dengan obesitas memiliki
prevalensi yang lebih tinggi mengalami diabetes dalam kehamilan,
1
preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat dan lain-lain. Obesitas
mempersulit manajemen persalinan karena terbukti berhubungan dengan
dengan makrosomia, distosia bahu, cephalopelvic disproporsi, persalinan
yang lama dan tingginya kejadian seksio sesaria. Hal ini juga terkait
dengan lamanya proses persalinan karena kontraktilitas otot uterus
merupakan penentu utama dari kemajuan persalinan. Peningkatan
prevalensi persalinan lama dan inersia uteri membutuhkan induksi dengan
oksitosin karena wanita obesitas akan mengalami penurunan kontraktilitas
uterus. Obesitas pada wanita hamil memiliki kecenderungan bawaan
untuk memiliki kontraksi yang lemah sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus. (Catalin SB, 2004)
Berikut ini akan diajukan suatu kasus pada waktu masuk rumah
sakit dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm + PRM 2 jam + obesitas,
Janin hidup, tunggal, intra uterin letak kepala H I-II. Setelah dilakukan
observasi dan penilaian 4 jam kemudian dilakukan drip induksi. Setelah
selesai drip induksi kolf I tidak ada kemajuan persalinan. Drip induksi
gagal, dilakukan SCTPP lahir anak laki-laki secara SCTPP dengan berat
badan 3738 gram, panjang badan 51 cm, dan A/S: 8/9.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Linda Enliana Suami : Bujang Rusdi
Umur : 30 tahun Umur : 41 tahun
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Buruh
Alamat : jl. Raya Padang Pasaman
bawah Lubuk Basung.
MR : 72 46 63
Anamnesa :
Seorang pasien wanita 30 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M.Djamil
Padang, tanggal 16 Januari 2011 jam 01.00 WIB dengan keluhan keluar
air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu,
membasahi 1 helai kain sarung, berwarna jernih, berbau amis.
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada.
Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada.
Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.
Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.
HPHT : lupa TP : sulit ditentukan
Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu
RHM : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)
PNC : kontrol ke Bidan
RHT : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)
3
Riwayat menstruasi : Menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1 x
sebulan, lamanya 4-5 hari, banyaknya 2–3 x ganti duk/hari, nyeri
haid (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan
hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular,
dan kejiwaan.
Riwayat perkawinan: 1x tahun 2009
Riwayat kehamilan / abortus / persalinan: 1/0/0
1. Sekarang
Riwayat kontrasepsi : tidak ada
Riwayat imunisasi : tidak ada
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif.
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 37C
Tinggi Badan : 153 cm
Berat Badan : 92 Kg BMI = 39,2
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
tunggal, intra uterin letak kepala H I-II. Permasalahan pada pasien ini
adalah :
1. Apakah pilihan persalinan pada pasien ini sudah tepat ?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat ?
Diagnosis KPD (PRM) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui pasien
mengeluh keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam sebelum
masuk RS, yang membasahi sehelai kain sarung dengan warna jernih dan
bau amis yang merupakan bau khas air ketuban tanpa adanya tanda-
tanda inpartu berupa nyeri pinggang menjalar keari-ari ( his ) dan
keluarnya lendir campur darah dari kemaluan ( bloody show ). Ini sesuai
dengan definisi KPD yaitu pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-
tanda inpartu.(Soetomo S, 2009)
Pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi
intrauterine. Ini ditandai dengan suhu tubuh yang normal, tidak ada
takikardi ibu dan janin, frekuensi bunyi jantung yang masih dalam batas
normal dan teratur ( tidak ada fetal distress ) dan juga tidak adanya sekret
vagina yang berbau. Ditunjang hasil laboratorium dengan leukosit yang
normal. Namun pasien tetap diberikan antibiotik spektrum luas untuk
profilaksis. Setelah melahirkan pasien ini dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik injeksi dan oral. Tindakan pemberian profilaksis ini masih
menjadi kontroversi dan hingga saat ini belum ada penelitian untuk menilai
keuntungan tindakan ini. POGI dalam Standar Pelayanan Medik Obstetri
dan Ginekologi untuk pasien PRM dengan tindakan konservatif
menganjurkan pemberian antibiotika bila ketuban sudah pecah > 6 jam,
tetapi pada pasien ini antibiotik diberikan pada ketuban yang sudah pecah
2 jam dengan Ampicilin 2 gram (IV). Pada pasien ini pemberian antibiotik
35
walaupun tidak tepat kita tetap berikan karena tingginya angka infeksi
nosokomial diruang persalinan dan perawatan menurut SMF Obstetri dan
Ginekologi Rs Dr. M. Djamil Padang.
Dalam buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, antibiotika dosis tinggi diberikan apabila ditemukan tanda-tanda
infeksi. ( Saifuddin, AB, 2006)
Pada pemeriksaan fisik dengan inspekulo didapatkan adanya
cairan yang menumpuk di fornik posterior vagina dengan test lakmus
positif (merubah warna lakmus merah menjadi biru) yang menunjukkan
cairan ini memiliki pH > 7, sesuai dengan karakter cairan ketuban dan
terlihat cairan jernih merembes dari canalis cervicalis. ( Saifuddin, A.B, 2006)
Setelah point diagnostik KPD didapatkan, dilakukan pemeriksaan
dalam (Vaginal toucher / VT) untuk menilai keadaan pelvik yang sangat
menentukan dalam pengelolaan pasien selanjutnya.
Setelah diagnosa KPD ditegakkan maka hal yang paling penting
diketahui secara pasti adalah usia kehamilan, karena sangat menentukan
dalam pilihan terapi. Pada pasien ini usia kehamilan tidak dapat dihitung
berdasarkan rumus Naegle, karena HPHT lupa. Gravida aterm ditetapkan
berdasarkan lamanya tidak haid, mulanya dirasakan gerak anak, tinggi
fundus uteri. Diagnosis ketuban pecah dini pada pasien ini sudah tepat,
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Setelah diagnosa dan penatalaksanaan ditegakkan, maka untuk
kepentingan akademis diperlukan pemikiran untuk mencari penyebab dari
KPD ini. Walaupun secara teori penyebab dari KPD ini masih belum
diketahui, namun ada beberapa faktor resiko yang mungkin ada pada
pasien ini. Seperti sosioekonomi yang rendah yang kita kaitkan dengan
infeksi bakteri atau Sexual Transmitted Disease/STD dan infeksi traktus
urinarius yang masih memerlukan pembuktian dengan mengkultur sekret
vagina dan kultur urin untuk mencari ada tidaknya sumber infeksi yang
36
menjadi faktor resiko terjadinya KPD.(Parry S, 1998) Namun pada pasien ini
tidak dilakukan. Etiologi ketuban pecah dini pada pasien ini belum dapat
ditentukan.
Pada pasien ini terdapat faktor resiko untuk terjadinya suatu KPD
dengan TB = 153 cm dan BB = 92 kg didapatkan BMI = 39,9.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miller C tahun 2001
dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara BMI sebelum hamil dengan
angka kejadian KPD intrapartum dengan persentase 7,9 % pada wanita
obesitas. (Miller C, 2001) Penghitungan BMI pada pasien ini kurang tepat,
karena penghitungan BMI seharusnya dilakukan dengan berat badan
sebelum hamil, sehingga dapat dinilai peningkatan berat badan selama
hamil yang masih dalam batas normal. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1
dan 2. Pasien ini didiagnosa dengan obesitas berdasarkan BMI kemudian
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu, untuk menyingkirkan adanya
DM dalam kehamilan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
GDS normal, walaupun seharusnya dilanjutkan dengan pemeriksaan
yang lebih akurat yaitu gula darah 2 jam pp tapi tidak dapat dilakukan
pemeriksaan karena pasien tidak dalam persiapan yaitu minimal 6 jam
sebelum di ambil darah untuk pemeriksaan gula darah 2 jam pp. Setelah
dilakukan tindakan SCTPP, pasien dan bayi dilakukan pemeriksaan GDS
ulang yang hasilnya masih dalam batas normal.
Sesuai dengan protap bagian obstetri dan ginekologi maka rencana
penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan menunggu munculnya
tanda-tanda inpartu sampai 6 jam sejak pecahnya ketuban. Setelah
ditunggu selama 4 jam, pada pasien ini tidak terdapat tanda – tanda
inpartu. Pada pemeriksaan rangsangan papilla mammae didapatkan hasil
yang positif. Rangsangan papilla mammae dapat dipakai untuk
mengetahui adanya reseptor oksitosin. Kontraksi yang timbul setelah
rangsangan papillae mammae menunjukkan kesiapan miometrium untuk
memasuki persalinan.
37
Penanganan selanjutnya dilakukan drip induksi dengan
terpenuhinya syarat-syarat suatu tindakan induksi persalinan yaitu
kehamilan aterm, ukuran panggul normal, tidak ada CPD, janin dalam
presentasi kepala, Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar
medial dan sudah mulai membuka).( Saifuddin, A.B, 2006, Cunningham FG et al, 2010)
Pada pemeriksaan dalam didapatkan pelvik score 4, rangsangan
papilla mammae positif sehingga kemungkinan keberhasilan drip induksi
lebih besar. Drip induksi dilakukan dengan pemberian oksitosin 5 IU
dalam 500 cc RL dimulai dengan 10 tetes/menit dan dinaikkan 5 tetes/30
menit sampai his ade kuat (maximal 60/menit). (Cunningham, 2010) Setelah drip
induksi kolf pertama selesai didapatkan tanda-tanda inpartu dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan his 5-6/10-15’/L. Pada
pemeriksaan vagina toucher didapatkan pembukaan 1 jari sempit, portio
tebal 1,5 cm, medial, lunak, ketuban sulit dinilai dan teraba kepala H I-II.
Drip induksi dinyatakan gagal karena tidak didapatkannya his yang
adekuat sehingga tidak ada kemajuan persalinan. Penatalaksanaan pada
pasien ini kurang tepat karena seharusnya dilakukan drip induksi sampai
60 tetes /menit sehingga setelah memasuki tetesan ke 60 masih belum
didapatkan his yang ade kuat, kita bisa menyatakan gagal drip induksi.
Beberapa faktor yang meningkatkan keberhasilan induksi
persalinan adalah multiparitas, indeks massa tubuh (BMI) <30, serviks
yang matang dan berat badan janin < 3500 gram. (Cunningham, FG et al, 2010) Pada
pasien ini kegagalan drip induksi didukung oleh faktor nuliparitas, BMI
39,2 (obesitas) dan taksiran berat janin 3565 gram. Persalinan
pervaginam pada wanita hamil dengan obesitas menpunyai resiko akan
terjadi kegagalan dalam kemajuan persalinan karena gangguan kontraksi
uterus. (Florence GD, et al, 2000) Miometrium pada wanita gemuk mempunyai
kekuatan dan frekuensi yang kurang serta adanya penurunan refluks
[Ca2+] dibandingkan dengan berat badan wanita hamil yang normal.
Hambatan kontraktilitas didasarkan pada perubahan biokimia yang
38
disebabkan oleh obesitas. Sebagai contoh, leptin, merupakan suatu
protein yang berperan dalam metabolisme sel serta berfungsi regulasi dan
diproduksi dalam jumlah yang meningkat pada wanita gemuk. Moynihan
et al menunjukkan bahwa leptin sangat menghambat kontraktilitas
miometrium in vitro. Kolesterol, juga meningkat pada obesitas terutama
VLDL-C dan kolesterol bebas (fosfolipid) sehingga ratio meningkat, hal ini
berefek pada hambaant aktivitas miometrium dan aktifitas kalsium.
Sehingga disimpulkan obesitas yang dapat mengganggu kemajuan
persalinan (Zhang J, et al, 2006)
Setelah dinyatakan gagal drip induksi maka penatalaksanaan
selanjutnya dilakukan SCTPP, lahir bayi Laki-laki (♂) dengan berat badan
3738 gram, panjang badan 51 cm, A/S 8/9. Plasenta lahir dengan sedikit
tarikan ringan pada tali pusat, lengkap, 1 buah, berat 500 gram, ukuran
± 17x17x3 cm. Panjang tali pusat 50 cm, insersio parasentralis.
Perdarahan selama tindakan ± 150 cc.
Setelah dilakukan perawatan nifas pada ibu berupa mobilisasi
bertahap dengan prinsip mobilisasi sedini mungkin, perawatan luka
operasi dan payudara, vulva higiene dan diet TKTP ternyata tidak
ditemukan adanya komplikasi nifas sehingga pasien dapat dipulangkan
pada hari kelima.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
39
1. Kesimpulan
a. Penatalaksanaan pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan dan
protap bagian Obstertri dan Ginekologi RSU Dr. M. Djamil Padang.
b. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat tetapi perlu pertimbangan
status BMI pada pasien ini sebelum dilakukan drip induksi.
c. Drip induksi gagal pada pasien ini disebabkan oleh: nuliparitas, BMI
39,2 (obesitas) dan taksiran berat janin 3565 gram.
2. Saran
a. Diperlukan penanganan yang komprehensif terhadap kasus
ketuban pecah dini dengan obesitas untuk mencegah atau
meminimalisir komplikasi yang ditimbulkannya.
b. Penghitungan BMI berdasarkan berat badan sebelum hamil
sehingga dapat diketahui peningkatan berat badan selama hamil.
DAFTAR PUSTAKA
40
Addo VN. Body Mass Index, Weight Gain During Pregnancy And Obstetric Outcomes. In: Ghana Medical Journal. Department Of Obstetrics And Gynaecology, University Of Science And Technology. Ghana. 2010.
Catalin SB, et al. Intrauterine Pressure During the Second Stage of Labor in Obese Women. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Published by Lippincott Williams & Wilkins. vol. 103, no. 2, February 2004.
Cunningham, Normal Labour and Delivery; Williams Obstetrics, 23th
edition. Appleton & Lange New York, 2010.
Farah N, et al. Maternal Morbid Obesity and Obstetric Outcomes. In: obes Facts. UCD School of Medicine and Medical Science, Coombe Women and Infants University Hospital, Dublin, Ireland. 2009.Article in press - uncorrected proof
Florence GD, et al. Obesity and pregnancy: complications and cost. American Journal Clinical Nutrition.USA. 2000;71.
Handaya, Ketuban Pecah Prematur, Ilmu Kedokteran Fetomaternal, edisi pertama, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi, Surabaya, 2004, hal 392-3.
Iwona J, et al. Pregnancy and labour course in women with prepregnancy overweight and obesity. In; Archives of Perinatal Medicine. The Chair and Clinic of Obsterics, Gynecological Diseases and Oncological Gynecology. Bydgoszcz UMK (Nicolaus Copernicus University). Toruń. 2010.
Islam A, Khan NA, Ehsan A. Complications of raised BMI in pregnancy. Professor Med J. Military Hospital, Rawalpindi. 2010;17(3):498-504.
Miller C, et al. Pre-Pregnancy Body Mass Index: Associations with Pregnancy Outcomes and Adverse Maternal Health Conditions. Florida Department of Health,Tallahassee, Florida. 2001.
Moloek FA, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, Indonesia, 2003.
Parry S, Strauss JF. Premature Rupture of The Fetal Membrane. NEJM, publikasi 15 Maret 1998. vol 338:663-670; diakses tanggal 1 Januari 2011 dari http://www.bmj.com .
41
Sunnet P. Obesity in pregnancy: Risks and interventions by gestational stage. In: Obstretric management. University of Pittsburgh Medical Center St. Margaret, Pittsburgh. 2003.
Soetomo S: Ketuban Pecah Dini: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat Cetakan Keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
Saifuddin, AB : Ketuban Pecah Dini : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi pertama 2000, JNPKKR-POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006.
Serudji Joserizal, Thesis : Prediksi Hasil Induksi Persalinan Dengan Drip Oksitosin Berdasarkan Tes Rangsangan Papillae Mammae. Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi – FK Unand/RSUP Dr. M. Djamil Padang, 1993.
Sugiyama T, et al. Management of Obesity in Pregnancy. Current Women’s Health Reviews. Department of Obstetrics and Gynecology, Mie University Graduate School of Medicine, Mie, Japan. 2009.
Sohinee B, et al. Effect of Body Mass Index on pregnancy outcomes in nulliparous women delivering singleton babies. BMC Public Health. Edinburgh. 2007.
Terzidou Vasso, Biochemical And Endocrinological Preparation For Parturition. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynecology, 2007, Vol 21, No 5, 729-756.
Vahratian A, et al. Maternal Prepregnancy Overweight and Obesity and the Pattern of Labor Progression in Term Nulliparous Women. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Published by Lippincott Williams & Wilkins. 2004.
Verdiales M, et al. The effect of maternal obesity on the course of labor. In: journal Perinatology Medicine.Departments of Obstetrics and Gynecology, Jamaica Hospital Medical Center and the Weill Cornell Medical College, New York City, USA, 2009.
Yu CKH, et al. Obesity in pregnancy. Department of Obstetrics and Gynaecology and b Department of Metabolic Medicine, Imperial College School of Medicine at St Mary’s Hospital, London, UK, 2006.
42
Zachariah M, Acharya U. Obesity and infertility. J R Coll Physicians Behind the Medical Headlines. Royal College of Physicians of Edinburgh. 2007. 37:321–324.
Zhang J, et al. Poor uterine contractility in obese women. a Department of Physiology, University of Liverpool, Liverpool UK. November 2006.