Top Banner
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Indera penglihatan yang dimaksud adalah mata. Tanpa mata manusia tidak dapat melihat sama sekali. Salah satu gangguan pada mata adalah kelainan refraksi (Ilyas, 2008). Miopia merupakan salah satu jenis dari kelainan refraksi pada mata. Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu bola mata tanpa akomodasi dibias di depan retina. Miopia sering terjadi disebabkan kelainan elemen optik mata dengan panjang sumbu bola mata, sehingga diperlukan lensa korektif atau terapi refraktif lainnya agar bayangan terbentuk tepat di retina. Miopia merupakan kelainan refraksi tersering yang dijumpai yang bertanggung jawab terhadap terjadinya gangguan penglihatan (American Academy of Ophtalmology, 2002- 2003). Miopia juga dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan prevalensinya terus meningkat (Fredrick, 2002). Kelainan refraksi ini akan memberikan dampak yang cukup
39

Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

Aug 08, 2015

Download

Documents

Myopia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menentukan

kualitas hidup manusia. Indera penglihatan yang dimaksud adalah mata. Tanpa

mata manusia tidak dapat melihat sama sekali. Salah satu gangguan pada mata

adalah kelainan refraksi (Ilyas, 2008). Miopia merupakan salah satu jenis dari

kelainan refraksi pada mata.

Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar yang berjalan

sejajar dengan sumbu bola mata tanpa akomodasi dibias di depan retina. Miopia

sering terjadi disebabkan kelainan elemen optik mata dengan panjang sumbu bola

mata, sehingga diperlukan lensa korektif atau terapi refraktif lainnya agar

bayangan terbentuk tepat di retina. Miopia merupakan kelainan refraksi tersering

yang dijumpai yang bertanggung jawab terhadap terjadinya gangguan penglihatan

(American Academy of Ophtalmology, 2002-2003).

Miopia juga dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan prevalensinya

terus meningkat (Fredrick, 2002). Kelainan refraksi ini akan memberikan dampak

yang cukup luas bagi penderitanya, seperti pada karir, sosial ekonomi, pendidikan,

dan juga tingkat kecerdasan (Erbynovita, 2008). Berbagai penelitian telah

menunjukkan terdapatnya peningkatan kejadian miopia di berbagia tempat, seperti

di Amerika Serikat dimana pada tahun 1971-1972 prevalensinya 25%, sedangkan

pada tahun 1999-2004 meningkat menjadi 41,6% (Vitale S, 2009). Pada penelitian

di Israel didapatkan peningkatan sebanyak 40% dari tahun 1990-2002 (Sperduto

RD, 1983; Dayan Y B, 2005).

Agni dan Budihardjo mendapatkan 83% penderita kelainan refraksi

merupakan penderita miopia, dan Tjahjono, dkk. mendapatkan 42,40 – 49,42%,

sedangkan Mahh dan Badri mendapatkan 50,6% (Cahyana, 2001). Menurut Seang

Mei Saw, dkk. (2002) dalam Bobby Ramses Erguna Sitepu (2008) meneliti

Page 2: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

2

prevalensi miopia di Sumatera mencapai 26,1%. Sedangkan M. Sitepu

mendapatkan angka penderita miopia sebesar 76,5% dari 1124 penderita kelainan

refraksi di RS Pringadi Medan.

The National Research Council Committee on Vision Working Group on

Myopia Prevalence and Progression telah melihat ulang 500 artikel tentang

miopia, dan telah melaporkan kesimpulan bahwa 40% dari orang yang memasuki

universitas berkembang menjadi penderita miopia pada usia 25 tahun (National

Academy Press, 1989). Pada penelitian yang dilakukan pada pelajar di

Copenhagen usia terjadinya miopia paling banyak terdapat pada anak awal usia 20

tahun (Jacobesen N, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan Ohio University pada 366 subjek, miopia

paling banyak terjadi adalah miopia derajat sedang, yaitu -3.54 ± 1.77 D, dengan

66% terjadi pada wanita (Bullimore MA, 2006), sedangkan penelitian lain

menunjukkan variasi dari prevalensi miopia yang terjadi pada wanita, dimana di

Amerika Serikat dan Finlandia wanita lebih banyak menderita miopia. Hal serupa

juga terjadi di Yunani dimana 46% wanita mengalami miopia dan 29.7% pria

mengalami miopia. Sebaliknya, pada populasi Jews, pria 170% lebih cenderung

mengalami miopia (Dayan YB, 2005). Hal ini menunjukkan perbedaan

karakteristik penderita miopia di berbagai tempat sesuai dengan lingkungannya.

Kejadian penyakit miopia tersebut mempunyai beberapa faktor resiko. Salah

satu faktor yang paling penting dalam perkembangan miopia adalah riwayat

miopia pada keluarga. Penelitian menunjukkan 33-60% prevalensi miopia adalah

pada anak-anak yang memiliki kedua orang tua penderita miopia. Pada anak-anak

yang memiliki satu orang tua penderita miopia, prevalensinya adalah 23-40%.

Pada anak-anak tanpa riwayat orang tua dengan miopia, prevalensinya hanya 6-

15%. Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan perkembangan penyakit miopia

adalah esophoria pada akomodasi positif, dekat rendah. Melakukan pekerjaan

berlebihan dengan pandangan mata jarak dekat juga dapat meningkatkan resiko

miopia. Miopia berkaitan dengan waktu yang lebih besar dalam membaca dan

melakukan pekerjaan jarak dekat, nilai membaca yang lebih baik, pendidikan

Page 3: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

3

yang lebih tinggi dan kemampuan akademis yang lebih baik (American

Optometric Association, 2010).

Berdasarkan informasi yang terdapat diatas, peneliti ingin mengetahui

prevalensi penderita miopia di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti

untuk merumuskan pertanyaan yaitu bagaimana prevalensi penderita miopia

di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi penderita miopia di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi penderita miopia berdasarkan usia di

RSUP H. Adam Malik Medan

2. Untuk mengetahui prevalensi penderita miopia berdasarkan status

pekerjaan di RSUP H. Adam Malik Medan

3. Untuk mengetahui prevalensi penderita miopia berdasarkan jenis

kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan

4. Untuk mengetahui prevalensi penderita miopia berdasarkan derajat

miopia di RSUP H. Adam Malik Medan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu:

1. Untuk mengetahui prevalensi penderita miopia di RSUP H. Adam Malik

Medan Periode Januari – Desember 2011.

2. Memberikan informasi bagi pusat-pusat pelayanan kesehatan mata untuk

membuat program kegiatan pencegahan atau pengobatan miopia.

Page 4: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

4

3. Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan referensi bagi rekan-rekan

sesama mahasiswa khususnya bagi peneliti berikutnya.

Page 5: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Bola mata yang berbentuk bola mengisi bagian anterior dari orbit. Bentuknya

yang bundar terganggu pada bagian anterior, dimana dia sedikit membengkak

keluar. Proyeksi ini mewakili sekitar seperenam dari area total dari bola mata dan

merupakan kornea yang transparan.

Bagian posterior dari kornea dari urutan paling depan ke belakang adalah

ruangan anterior, iris dan pupil, ruangan posterior, lensa, ruangan vitreus dan

retina.

Ruangan anterior adalah area yang secara langsung terletak posterior dari

kornea dan anterior dari iris. Bukaan tengah di dalam iris adalah pupil. Letak

posterior dari iris dan anterior dari lensa adalah ruangan posterior yang lebih kecil.

Ruangan anterior dan posterior berhubungan satu sama lain melalui bukaan

pupil. Mereka diisi dengan cairan yang disebut aqueous humor yang disekresi ke

dalam ruangan posterior mengalir ke dalam ruangan anterior melalui pupil dan

diabsorbsi ke dalam sinus vena sklera (canal of Schlemm) yang merupakan kanal

vena sirkular pada pertemuan antara kornea dengan iris.

Lensa memisahkan seperlima bagian anterior pada bola mata dengan empat

per lima bagian posterior. Lensa merupakan diskus elastis, transparan dan

bikonveks yang lengket sekelilingnya pada otot yang berhubungan dengan

dinding luar dari bola mata. Perlengketan lateral ini memberikan lensa

kemampuan untuk mengubah kemampuan refraktifnya untuk menjaga visual

acuity.

Empat per lima bagian posterior dari bola mata, yaitu dari lensa sampai retina

Page 6: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

6

diisi oleh ruangan vitreus. Bagian ini diisi dengan substansi transparan dan gelatin

yang disebut vitreous humor. Substansi ini tidak bisa digantikan.

Komponen yang mengitari bola mata adalah dinding dari bola mata. Dinding

tersebut terdiri dari tiga lapisan:

Lapisan fibrous luar yang terdiri dari sklera pada bagian posterior dan kornea

pada bagian anterior.

Lapisan vaskular tengah yang terdiri dari koroid pada bagian posterior dan

berlanjut dengan badan silia dan iris pada bagian anterior.

Lapisan terdalam yang terdiri dari bagian optik retina pada bagian posterior

dan retina non visual yang menyelubungi permukaan dalam dari badan silia

dan iris pada bagian anterior.

Gambar 2.1. Anatomi Mata

Sumber: Grey’s Anatomy

2.2. Fisiologi Refraksi

Page 7: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

7

Gelombang cahaya melalui udara dengan kecepatan sekitar 300.000

km/detik, tetapi mereka mempunyai kecepatan lebih lambat apabila melalui benda

padat dan cair. Indeks refraktif dari benda transparan adalah perbandingan dari

kecepatan cahaya di udara pada kecepatan substansi tersebut. Indeks refraktif

udara sendiri adalah 1,00.

Apabila gelombang cahaya melewati sebuah pertemuan yang mempunyai

sisi, gelombang tersebut bengkok jika indeks-indeks refraktif pada kedua media

tersebut berbeda satu sama lainnya. Dikarenakan arah cahaya berjalan selalu tegak

lurus dengan tumpu gelombang, arah perjalanan gelombang cahaya bengkok

kebawah.

Pembengkokan gelombang cahaya pada perjumpaan bersudut dinamai

refraksi. Derajat refraksi meningkat apabila fungsi dari rasio kedua indeks refraksi

kedua media transparan dan derajat kesudutan antara pertemuan dan pemasukan

gelombang.

Lensa konveks memfokuskan cahaya. Gelombang cahaya yang melewati

pusat lensa langsung tegak lurus pada permukaan lensa, melewati lensa tanpa

terefraksi sama sekali. Pada kedua sudut lensa, gelombang cahaya melewati

secara progresif pada pertemuan yang mempunyai sudut lebih. Gelombang bagian

luar lebih terbengkok kedalam, yang disebut konvergensi cahaya.

Lensa konkav membuat gelombang cahaya berdivergensi. Gelombang yang

memasuki pusat lensa melalui pertemuan yang tegak lurus pada gelombang,

sehingga tidak terjadi refraksi gelombang pada ujung lensa memasuki lensa lebih

dulu dari gelombang yang di tengah. Hal ini berlawanan dengan efek pada lensa

konveks yang menyebabkan gelombang cahaya berdivergensi dari gelombang

cahaya yang melewati pusat lensa.

Lebih banyaknya sebuah lensa membengkokkan gelombang cahaya, lebih

Page 8: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

8

besar kekuatan refraksinya. Kekuatan refraksi diukur dalam istilah diopter.

Kekuatan refraksi dalam diopter sebuah lensa konveks seimbang dengan 1 meter

dibagi panjang fokalnya. Oleh karena itu, lensa sferik yang berkonvergensi paralel

dengan gelombang cahaya pada poin fokal 1 meter dari lensa mempunyai

kekuatan refraksi sebanyak +1.

2.3. Miopia

2.3.1. Definisi

Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar

sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di

depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti

karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut

sampai diretina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus

dengan akibat bayangan yang kabur (Curtin, 1997).

Miopia disebut dengan rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk

melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik (Ilyas, 2006).

Apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada

mata yang tidak berakomodasi, maka mata tersebut mengalami miopia, atau

penglihatan dekat (nearsight) (Vaughan, 2000).

Untuk mengerti miopia kita perlu mengetahui dasar-dasar dari lensa, kornea,

dan retina. Menurut Mansjoer (2000), miopia adalah mata dengan daya lensa

positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga

difokuskan di depan retina.

Apabila mata berukuran lebih panjang daripada normal, maka kesalahan yang

terjadi disebut miopia aksial. Apabila unsur-unsur pembias lebih retraktif daripada

rerata, maka kesalahan yang terjadi disebut miopia kelengkungan atau miopia

retraktif (Vaughan, 2000).

Page 9: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

9

Titik tempat bayangan paling tajam fokusnya di retina disebut “titik jauh”.

Orang dengan miopia memiliki keuntungan dapat membaca titik jauh tanpa

kacamata bahkan pada usia presbiopik (Vaughan, 2000).

Miopia merupakan masalah yang cukup penting, tidak hanya karena

tingginya prevalensi miopia, tetapi juga karena miopia dapat menyebabkan

kebutaan dan meningkatkan resiko untuk kondisi yang mengancam penglihatan

(contohnya glaukoma). Karena miopia berhubungan dengan penurunan

penglihatan jarak jauh jika tidak dilakukan koreksi, miopia dapat membatasi ruang

lingkup pekerjaan (AOA, 2006).

2.3.2. Etiologi

Faktor genetik dapat menurunkan sifat miopia ke keturunannya, baik secara

autosomal dominan maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked

sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan

penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan miopia

tinggi diturunkan secara autosomal resesif (Sidarta, 2005). Selain faktor genetik,

menurut Curtin (2002) ada 2 mekanisme dasar yang menjadi penyebab miopia

yaitu :

a. Hilangnya bentuk mata (hilangnya pola mata), terjadi ketika kualitas gambar

dalam retina berkurang.

b. Berkurangnya titik fokus mata maka akan terjadi ketika titik fokus cahaya

berada di depan atau di belakang retina. Miopia akan terjadi karena bola mata

tumbuh terlalu panjang pada saat masih bayi. Dikatakan bahwa semakin dini

mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar

kemungkinan mengalami miopia. Ini karena organ mata sedang berkembang

dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya, para penderita

miopia umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat

pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin, 2002).

Page 10: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

10

2.3.3. Klasifikasi

Dikenal beberapa bentuk miopia terdiri dari :

a. Miopia aksial

Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjangnya sumbu bola mata

(diameter antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal (Ilyas,

2008).

b. Miopia kurvatura

Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari

kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang

terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal (Ilyas, 2005).

c. Perubahan indeks refraksi

Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias

media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita diabetes melitus sehingga

pembiasan lebih kuat (Ilyas, 2008).

Menurut Ilyas (2008), derajat beratnya miopia dibagi dalam:

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri.

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut Ilyas (2008), perjalanan miopia dikenal bentuk:

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.

Page 11: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

11

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan

ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia

maligna = miopia degeneratif.

2.3.4. Patofisiologi

Pada saat baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia, namun saat

pertumbuhan, mata menjadi kurang hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi

emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada

anak dengan predisposisi berlanjut, namun mereka menderita miopa derajat

rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada faktor miopigenik seperti

kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak

terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang

menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada late

adolescence (Fredrick, 2002).

Dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi pada miopia yaitu:

1. Menurut tahanan sklera

a. Mesodermal Abnormalitas

Mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan

elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana

pembuangan sebagian mesenkim sklera dapat menyebabkan terjadi ektasia pada

daerah ini karena adanya perubahan tekanan dinding okular (Sativa, 2003).

b. Ektodermal-Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil

ketidakharmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang

Page 12: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

12

berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun

sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada

umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan

miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh

epitel pigmen retina (Sativa, 2003).

2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas

a. Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat

pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada

peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (Sativa, 2003).

b. Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap

induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress.

Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10

mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada

valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg (Sativa,

2003).

2.3.5. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya miopia antara lain: 1. Genetika, beberapa penelitian

telah melaporkan pengaruh ras terhadap prevalensi miopia. Pada populasi kulit

putih, prevalensi miopia dilaporkan 17-26,2% sedangkan pada populasi kulit

hitam prevalensi miopia sebesar 13-21,5%. Prevalensi miopia yang cenderung

lebih tinggi lebih banyak dijumpai pada penduduk ras Asia Timur (Wong T.Y. et

al, 2003); 2. Lingkungan, bahwa membaca atau kerja dekat dalam waktu yang

lama menyebabkan miopia. Terdapat korelasi kuat antara tingkat pencapaian

pendidikan dan prevalensi serta progresitivitas gangguan refraksi miopia. Individu

Page 13: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

13

dengan profesi yang banyak membaca seperti pengacara, dokter, pekerja dengan

mikroskop, dan editor mengalami miopia derajat lebih tinggi. Miopia dapat

berkembang tidak hanya pada usia remaja, namun melewati usia 20-30 tahun

(Seet B. et al, 2001). Iluminasi atau tingkat penerangan juga dianggap sebagai

faktor pencetus yang mempengaruhi timbulnya miopia pada faktor lingkungan.

Gangguan penerangan dapat menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi

otot siliar secara terus-menerus akan menimbulkan gangguan refraksi mata, yaitu

miopia (Fredrick, 2002).

2.3.6. Gambaran Klinis

Gejala utama adalah gangguan penglihatan jarak jauh (buram). Tanda-tanda

mata miopik antara lain adalah bola mata memanjang, kamera okuli anterior

dalam, dan pupil melebar. Pada pemeriksaan dengan funduskopi, pembuluh darah

koroid terlihat jelas, atrofi sebagian koroid sehingga sklera tampak terbayang

putih, cakram optik lebar dan pucat, pada sisi temporal terdapat tanda myopic

crescent, sedangkan pada sisi nasal terdapat supertraction crescent. Perubahan

degeneratif pada retina biasanya terjadi pada miopia progresif yang sebanding

dengan derajat miopia, bercak atrofi putih biasanya timbul di makula, namun

perdarahan koroid tiba-tiba dapat menimbulkan bercak bulat merah gelap

berbentuk kasar dibagian luar makula (Abrams D.A., 1993).

2.3.7. Diagnosis

Pengukuran Status Refraksi

Pengukuran status refraksi terlebih dahulu ditentukan dengan penentuan

tajam penglihatan. Tajam penglihatan dinilai melalui bayangan terkecil yang

terbentuk di retina, dan diukur melalui obyek terkecil yang dapat dilihat jelas pada

jarak tertentu. Makin jauh obyek dari mata, maka makin kecil bayangan yang

terbentuk pada retina sehingga ukuran bayangan tidak hanya merupakan fungsi

ukuran obyek namun juga jarak obyek dari mata (Abrams D.A, 1993).

Pemeriksaan kelainan refraksi secara obyektif dilakukan dengan menggunakan

Page 14: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

14

retinoskopi untuk melihat refleks fundus dan ultrasonografi (USG) untuk

mengukur panjang aksis bola mata sehingga dapat dipastikan bahwa miopia yang

tejadi bersifat aksial, namun pemeriksaan dengan USG memerlukan biaya yang

relatif mahal (Muhdahani, 1994).

Titik fokal terjauh mata tanpa bantuan berbeda pada individu yang berbeda

bergantung pada bentuk kornea. Mata ametropik mempunyai fokus optimal pada

penglihatan jauh. Mata ametropik (miopia, hyperopia atau astigmatisma)

memerlukan lensa korektif untuk memiliki fokus yang layak untuk melihat

kejauhan.

Visual acuity sentral diukur dengan pemberian target dengan ukuran yang

berbeda yang diperlihatkan pada jarak standar dari mata. Sebagai contoh, Snellen

Chart terdiri dari rangkaian huruf acak yang makin lama makin kecil pada tiap

barisnya. Tiap baris dirancang dengan jarak yang berkorespondensi, dalam ukuran

kaki atau meter, dimana mata normal dapat melihat semua huruf tersebut.

Penglihatan dapat diukur pada jarak 20 kaki atau 6 meter, atau pada jarak

yang dekat, yaitu 14 inci. Untuk tujuan diagnosa, jarak tersebut merupakan

perbandingan standart dan selalu dites berbeda pada tiap mata. Angka pertama

mewakili jarak tes dalam kaki antara chart dan pasien, dan angka kedua mewakili

baris terkecil dari huruf dimana mata pasien dapat melihat dari jarak tes.

Penglihatan normal adalah 20/20; 20/60 menandai mata pasien hanya mampu

membaca huruf-huruf 20 kaki dan cukup besar untuk mata normal melihat dari

jarak 60 kaki.

Chart yang berisi numeral dapat digunakan apabila pasien tidak mengerti

alphabet latin. Chart E buta huruf digunakan untuk anak-anak atau terdapat

gangguan bahasa. Figur E secara acak diputar pada keempat orientasi yang

berbeda. Kebanyakan anak dapat dites pada usia 3 setengah tahun.

Apabila pasien tidak mampu untuk membaca huruf terbesar pada chart, maka

pasien tersebut harus dipindahkan mendekati chart hingga huruf bisa dibaca.

Page 15: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

15

Jarak dari chart lalu dicatat pada angka pertama. Visual acuity 5/200 berarti

pasien hanya dapat melihat angka terbesar dari 5 kaki. Sebuah mata yang tidak

mampu untuk membaca semua huruf lalu dites dengan kemampuan menghitung

jari. Pencatatan pada chart yang disebut CF pada 2 kaki mengindikasikan mata

hanya mampu menghitung jari yang terletak 2 kaki dari pasien.

Apabila menghitung jari tidak memungkinkan, mata masih dapat melihat

pergerakan vertikal ke horizontal yang disebut HM. Tingkat penglihatan yang

lebih rendah berikutnya disebut LP atau light perception.Mata yang tidak mampu

mengenali cahaya disebut buta total (Chang, 2004).

2.3.8. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan miopia antara lain: 1. Ablasio retina, resiko

untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D – (-4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan

pada (-5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D

resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia

rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Sativa,

2003); 2. Vitreal Liquefaction dan Detachment, badan vitreus yang berada di

antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring

pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan

meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya

struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-

bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus

sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko

untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina (Sativa, 2003);3.

Miopic maculopaty, dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya

pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga

lapangan pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid

yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang (Sativa, 2003); 4.

Glaukoma, resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada

miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi

Page 16: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

16

dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat

penyambung pada trabekula (Sativa, 2003); 5. Katarak, lensa pada miopia

kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan miopia onset katarak muncul

lebih cepat (Sativa, 2003); 6. Skotomata, komplikasi timbul pada miopia derajat

tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan timbul skotomata (sering timbul

jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus

yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes

sehingga menimbulkan bayangan lebar di retina yang sangat mengganggu pasien

dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara

perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya

dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau

sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina (Abrams D.A., 1993).

2.3.9. Prognosis

Miopia sangat dipengaruhi oleh usia. Setiap derajat miopia pada usia kurang

dari 4 tahun harus dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun dan terutama 8-10

tahun, miopia sampai dengan -6 D harus diawasi dengan hati-hati. Jika telah

melewati usia 21 tahun tanpa progresivitas serius maka kondisi miopia dapat

diharapkan telah menetap dan prognosis dianggap baik. Pada derajat lebih tinggi,

prognosis harus dipertimbangkan dengan hati-hati berdasarkan gambaran fundus

dan tajam penglihatan setelah koreksi. Pada semua kasus harus diperhatikan

kemungkinan perdarahan tiba-tiba atau ablasio retina (Abrams D.A., 1993).

2.3.10.Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan: 1.

Kacamata, terapi yang diberikan pada pasien yang menderita miopia adalah

dengan pemakaian kacamata negatif untuk memperbaiki penglihatan jarak jauh.

Perubahan refraksi terkecil dimana kebanyakan klinik merekomendasi perubahan

kacamata adalah sekitar -0,5 D (Goss,2000); 2. Lensa kontak, lensa kontak yang

biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari bahan

plastik polimetilmetacrilat (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari

Page 17: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

17

bermacam-macam plastik hidrogen. Lensa kontak keras secara spesifik

diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak

digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu indikasi

penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini

menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari

penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan

pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu,

harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak (Fredrick, 2002);

3. Bedah keratoretraktif, bedah keratoretraktif mencakup serangkaian metode

untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah

keratotomi radial, keratomileusis, keratofakia, dan epikeratofakia (Fredrick,

2002); 4. Lensa intraokuler, penanaman lensa intraokuler merupakan metode

pilihan untuk koreksi kesalahan refraksi pada afakia (Fredrick, 2002); 5. Operasi

laser refraktif, dapat mengurangi kondisi refraksi miopia, namun tidak

menurunkan laju kondisi kebutaan karena ablasio retina, degenerasi makula, dan

glaukoma akibat miopia derajat tinggi (Fredrick, 2002); 6. Farmakologi,

antikolinergik seperti atropin telah digunakan dengan kombinasi kacamata bifokus

untuk menghambat progresivitas miopia. Walaupun progresivitas miopia

terhambat selama terapi namun efek jangka pendek nampaknya dengan perbedaan

ukuran tidak lebih dari 1-2 D dan tidak ada kasus miopia patologis yang telah

dicegah dengan terapi ini (Seet B. et al, 2001); 7. Non-farmakologi, menjaga

higiene visual dengan iluminasi yang adekuat, postur tubuh yang nyaman dan

alami saat melakukan kerja, dan menghindari kelelahan mata (Abrams D.A.,

1993).

2.3.11. Pencegahan

Menurut Curtin (2002) ada cara untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu

dengan:

1. Mencegah kebiasaan buruk seperti

a. Biasakan anak duduk dengan posisi tegak sejak kecil.

Page 18: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

18

b. Memegang alat tulis dengan benar.

c. Lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau

menonton televisi.

d. Batasi jam untuk membaca.

e. Atur jarak membaca buku dengan tepat (kurang lebih 30 sentimeter dari

buku) dan gunakan penerangan yang cukup.

f. Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik.

2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau

melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah terjadinya miopia.

3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan

menunggu sampai ada gangguan mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka

kelainan yang ada bisa menjadi permanen. Contohnya bila ada bayi prematur

harus terus dipantau selama 4-6 minggu pertama di ruang inkubator supaya dapat

mencegah tanda-tanda retinopati.

4. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan

konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Dan

selama mengikuti rehabilitasi tersebut, patuhilah setiap perintah dokter dalam

mengikuti program tersebut.

5. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil

tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama hamil.

6. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai

kacamata.

7. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang,

Page 19: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

19

maka segeralah melakukan pemeriksaan.

Selain Curtin (2002), menurut Wardani (2009) ada cara lain untuk mencegah

terjadinya miopia, yaitu dengan:

1. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali atau

sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai kacamata).

2. Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah.

3. Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca sambil

tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk membaca adalah sekitar 30

cm dari mata dengan posisi duduk dengan penerangan yang cukup baik (tidak

boleh terlalu silau atau redup). Lampu harus difokuskan pada buku yang dibaca.

4. Jaga jarak aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah 2 meter dari

layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan mata dan pencahayaan

ruangan yang memadai.

5. Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1-1,5 jam sekali selama 5-10

menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan maksud untuk

mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa untuk sering berkedip

supaya permukaan bola mata selalu basah.

6. Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan yang

banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi sebagai anti-

oksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada sayuran dan buah-buahan.

7. Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat mempercepat

terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat mata menjadi cepat kering.

8. Gunakanlah sunglasses yang dilapisi dengan anti UV bila beraktifitas di luar

ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar matahari yang

Page 20: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

20

berlebihan oleh karena sinar matahari mengandung sinar ultraviolet (UV) yang

tidak baik untuk sel-sel saraf di retina.

9. Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan (AC).

Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22-25° C. Jadi bila

menggunakan AC jangan terlalu dingin karena penguapan mata menjadi lebih

cepat sehingga mata menjadi cepat kering.

BAB 3

Page 21: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

21

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah:

3.2 Variabel dan Defenisi Operasional

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, maka yang menjadi

variabel dalam penelitian beserta dengan defenisinya operasionalnya masing-

masing sesuai dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut:

Penderita miopia adalah seluruh penderita yang didiagnosa dokter mengalami

miopia yang tercatat dalam rekam medik di RSUP H. Adam Malik periode

Januari 2011 – Desember 2011.

Usia

a. Defenisi : umur penderita saat didiagnosa menderita miopia yang

tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik dan usia

dinyatakan dalam tahun

b. Cara ukur : observasi

c. Alat ukur : data rekam medik

d. Kategori : usia dikategorikan sesuai dengan nilai usia yang didapat

- 21-25 tahun

- Usia

- Jenis Kelamin

- Status Pekerjaan

- Derajat Miopia

PenderitaMiopia

Page 22: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

22

- 26-30 tahun

- 31-35 tahun

- 36-40 tahun

e. Skala ukur : interval

Jenis kelamin

a. Defenisi : jenis kelamin penderita miopia yang tercatat dalam rekam

medik di RSUP H. Adam Malik

b. Cara ukur : observasi

c. Alat ukur : data rekam medik

d. Kategori : - laki-laki

- perempuan

e. Skala ukur : nominal

Status pekerjaan

a. Defenisi : status pekerjaanpenderita miopia yang tercatat dalam rekam

medik RSUP H. Adam Malik

b. Cara ukur : observasi

c. Alat ukur : data rekam medik

d. Kategori : status pekerjaandikategorikan sesuai dengan status

pendidikan yang didapat

- mahasiswa

- bekerja

e. Skala ukur : ordinal

Derajat miopia

a. Defenisi : tingkat keparahan miopia pada penderita yang tercatat

dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik

b. Cara ukur : observasi

c. Alat ukur : data rekam medik

d. Kategori : - ringan : < 3.00 D

Page 23: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

23

- sedang : 3.00 D – 6.00 D

- berat : > 6.00 D

e. Skala ukur : ordinal

BAB 4

METODE PENELITIAN

Page 24: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

24

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang akan

melihat prevalensi penderita miopia. Desain penelitian yang akan digunakan

adalah secara cross sectional study.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian akan

dilakukan pada bulan Agustus 2012.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medik penderita miopia pada

periode Januari 2011 – Desember 2011. Sampel penelitian diambil dengan metode

Total Sampling, semua objek kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian hingga

jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi. Kriteria inklusi yang digunakan

adalah:

1. Penderita miopia di Poli Kelainan Refraksi Mata RSUP H. Adam Malik

2. Penderita miopia yang berumur diantara 21 - 40 tahun

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah:

1. Penderita miopia yang berumur dibawah 20 tahun

2. Penderita miopia yang berumur diatas 40 tahun

4.3.2 Sampel

Page 25: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

25

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita miopia yang telah sesuai

dengan kriteria penelitian yaitu semua penderita miopia di Poli Kelainan Refraksi

Mata RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2011 – Desember 2011.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari pencatatan pada rekam medis pada pasien miopia, di RSUP H.

Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 – Desember 2011.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dideskriptifkan menggunakan program Statistical

Package for Social Sciences (SPSS), dan kemudian didistribusikan secara

deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai

dengan pustaka yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

26

American Academy of Ophtamology, 2002. Section 12 Retina and Vireus. USA:

AAO.

American Optometric Association, 2006. Care of the Patient with Myopia.

Lidbergh Blvd: AOA. Available from: http://www.aoa.com

Bullimore, M.A., et al., 2009. The Study of Progression of Adult Nearsightedness

(SPAN): Design Baseline Characteristics. Optom Vis Sci. 83(8): 594-604.

Cahyana, N.W., Hartono, Gunawan, Wasisdi, dan Suhardjo. Ampitudo Akomodasi

pada berbagai jenis myopia. Universitas Jember. Available from:

http://www.ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bik/article/viewFile

Curtin, B.J., 2002. The Myopia. Philadelphia: Harper and Row.

Dayan, Y.B., 2005. The Changing Prevalence of Myopia in Young Adult: A 13

Years Series of Population-Baesd Prevalence Surveys. Investigative

Ophtalmology and Visual Science 46: 2760-2765.

Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M, 2010. Gray’s Anatomy for Students.

Philadelphia: Churchill Livingstone.

Erbynovita, 2008. Faktor yang berpengaruh Terhadap Kejadian Miopia pada

Murid Sekolah Dasar Kleas IV, V, dan VI: Studi di SDK Santa Theresia 2

Surabaya.Surabaya: Universitas Airlangga. Available from:

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php.

Fredrick, D.R., 2002. Myopia. University of California. Available form:

http://www.bmj.com/cgi/content/extract/324/734/1195

Ilyas, H.S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Jacobsen, N., 2008. Does the Level of Physical Activity in University Students

Influence Development and Progression of Myopia. Optom Vis Sci 49:1322

Page 27: Prevalensi Penderita Miopia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 - Desember 2011

27

National Research Council (US), 1989. Myopia: Prevalence and Progression.

Washington DC: National Academy Press. Available from:

http://www.nap.edu/openbook.php.

Sitepu, B. R. E., 2008. Hubungan Ukuran Pupil dengan Miopia Derajat Sedang

dan Berat. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU.

Sperduto, R.D., Siegel, D., Robert, J., Rowland, M., 1983. Prevalence of Myopia

in the United States. Arch Ophtalmol 101(3):405-407.

Vaughan, G.D., Asbury, T., Riordan-Eva, P, 2000. Oftalmologi Umum Edisi ke-

14. Jakarta: Widya Medika.

Vitale, S., Sperduto, R.D., amd Ferris, F.L., 2009. Increased Prevalence of

Myopia in the United States between 1971-1972 and 1999-2004. Arch

Ophtamol 127(12):1632-1639.

Wedner, S.H., et al., 2002. Myopia in Secondary school students in Mwanza city,

Tanzania: The Need for a National Screening Programe. British Journal of

Ophtalmology 86:1200-1206.