Top Banner
PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019 (Skripsi) Oleh Hasril Mulya Budiman
71

PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

Feb 04, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

1

PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT

Staphylococcus aureus (MRSA) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

(ICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

(Skripsi)

Oleh

Hasril Mulya Budiman

Page 2: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

ABSTRACT

PREVALENCE OF METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

(MRSA) BACTERIAL COLONIZATION IN THE INTENSIVE CARE

UNIT (ICU) OF THE ABDUL MOELOEK PUBLIC HOSPITAL

BANDAR LAMPUNG

By

Hasril Mulya Budiman

Background: Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a

bacterium Staphylococcus aureus which has a resistance to methicillin and some

beta-lactam antibiotics. MRSA can colonize as normal flora in some parts of the

human body, such as the nose, skin, hands, perineum, and so forth. Intensive Care

Unit (ICU) is the highest-risk areas for MRSA transmission.

Objective: Knowing the prevalence of MRSA in the ICU of the Abdul Moeloek

Public Hospital, Bandar Lampung (RSUDAM).

Method: This study was an observational study with a cross sectional design. The

swab specimens was obtained from the patient's nose and hand in ICU of

RSUDAM, from October to November 2018. And then, the identification of

MRSA bacteria in cultures was measured at the laboratory with the media, in

order to determine their prevalence. MRSA colonization was declared as positive,

if at least one or both specimens (of the nose or hand) were tested positive.

Results: Positive MRSA colonization was showed by 15 of the 40 samples

(37.50%). Based on the swab location, the percentage of MRSA positive were: (1)

nasal specimens at 17.50%; (2) hand specimens at 32.50%; and (3) both at

12.50%.

Conclusion: There was 37.5 % of MRSA colonization’s prevalence in the ICU of

RSUDAM.

Keywords: Antibiotic resistance, bacteria colonization, Intensive Care Unit,

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus,

Page 3: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

ABSTRAK

PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT

Staphylococcus aureus (MRSA) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

(ICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Hasril Mulya Budiman

Latar Belakang: Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah

bakteri Staphylococcus aureus yang memiliki resistensi terhadap methicillin dan

beberapa antibiotik beta-lactam. MRSA dapat berkolonisasi sebagai flora normal

pada beberapa bagian tubuh manusia, seperti hidung, kulit, tangan, perineum, dan

lain sebagainya. Intensive Care Unit (ICU) merupakan area risiko tinggi untuk

transmisi MRSA.

Tujuan: Mengetahui prevalensi MRSA di ruang ICU Rumah Sakit Umum

Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung (RSUDAM).

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan

potong lintang. Pengumpulan spesimen diperoleh dari swab hidung dan tangan

pasien ICU RSUDAM pada periode Oktober hingga November 2018, kemudian

dilakukan identifikasi bakteri MRSA di laboratotium dengan dilakukan kultur

pada media agar untuk mengetahui prevalensinya. Kolonisasi MRSA dinyatakan

positif jika salah satu atau kedua spesimen hidung atau tangan dinyatakan positif.

Hasil: Kolonisasi MRSA positif sebesar 15 dari 40 sampel (37,50%).

Berdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung

sebesar 17,50%, tangan sebesar 32,50%, dan keduanya sebesar 12,50%.

Kesimpulan: Terdapat prevalensi kolonisasi Bakteri MRSA di ruang ICU Rumah

Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung sebesar 37,50%.

Kata Kunci: Intensive Care Unit, kolonisasi bakteri, Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus, resistensi antibiotik.

Page 4: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT

Staphylococcus aureus (MRSA) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

(ICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

Oleh

HASRIL MULYA BUDIMAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 5: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar
Page 6: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar
Page 7: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar
Page 8: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 4 November

1997, sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Hasriadi Mat Akin

dan Ibu Urip Mulyati.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika II-

5 Bandar Lampung pada tahun 2009. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Islam Terpadu Ar-Raihan Bandar Lampung pada tahun 2012.

Sekolah Menegah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada

tahun 2015.

Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa,

penulis aktif sebagai asisten dosen Histologi tahun 2016-2018 dan asisten dosen

patologi klinik tahun 2017-2018. Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota

organisasi Forum Studi Islam Ibnu Sina pada tahun 2015-2016 sebagai anggota.

Page 9: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

Sebuah Persembahan Untuk

Keluarga Tercinta

Page 10: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

“Stood and puff your chest out

like you never lost the war”

-Arctic Monkeys

Page 11: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

SANWACANA

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang atas berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad

SAW dengan mengharap syafaatnya di yaumil akhir kelak.

Skripsi dengan judul “PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN-

RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) DI RUANG INTENSIVE CARE

UNIT (ICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes, selaku Pembimbing I penulis atas

kesediaaan dan kesabarannya dalam membimbing serta memberi saran dan

kritik yang membangun untuk penulis.

Page 12: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

4. dr. Dwi Indria Anggraini, S.Ked., MSc., Sp.KK, selaku Pembimbing

Kedua atas kesediaan, waktu, pikiran, saran bimbingan, serta

kesabarannya dalam membimbing penulisan skripsi ini hingga akhirnya

selesai.

5. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked., M.Kes., Sp.MK, selaku

pembahas atas kesediaannya membahas dan bemberi waktu, saran serta

kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

6. dr. Susianti, S.Ked., M.Sc, selaku dosen Pembimbing Akademik penulis

selama penulis berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

yang telah membimbing penulis dalam bidang akademik.

7. Kedua orang tua penulis, Hasriadi Mat Akin dan Urip Mulyati yang telah

membesarkan penulis serta memberi dukungan penuh kepada penulis.

8. Direktur utama diklat dan direktur SDM Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Moeloek Bandar Lampung yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian.

9. Kepala ruangan ICU Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar

Lampung Ns. Hotmaida, S.Kep yang telah membantu pengambilan data

penelitian di ruang dan membimbing dengan sepenuh hati.

10. Seluruh dokter, staff, dan perawat Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung yang telah mengizinkan

dan membimbing penulis dalam pengambilan data.

11. Seluruh pasien yang di rawat di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung beserta keluarganya

Page 13: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

yang telah bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian ini, semoga

Allah SWT memberikan kesembuhan serta kesehatan, Aamiin.

12. Ibu Romiani A.Md dan ibu Roro yang telah memberikan bimbingan dan

ilmu berharga selama berada di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

13. Seluruh Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis dan seluruh Staf karyawan FK Unila.

14. Kepada kakak-kakak penulis yaitu Yulia Rahma Fitriana, Chandra

Prasetyo Hadi, dan dr. Muhammad Yogie Fadly yang selalu mendoakan,

meberikan dukungan, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

15. Kepada mama Arda, Mbak Nur, dan Mbak Rina yang telah membantu dan

memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Sahabat penulis, Reihan, Ajib, Norman, Uul, Geta, Iton, Anes, Yuri, Aldi,

Diki, Habibi, Melati, Mira, Tara, Mufid, Farhan, dan Rifath yang telah

membantu, bekerjasama, dan menemani penulis dari smester pertama

hingga sekarang dan seterusnya.

17. Teman seperjuangan skripsi di bidang mikrobiologi, Iqbal, Semadela, Eno,

Josi, Caca, Rialdi, Meiwa, dan masih banyak lagi dalam membantu,

memberi saran, dan menemani penulis dalam mengolah data di lab

maupun dalam pengambilan data.

Page 14: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

18. Teman-teman FK Universitas Lampung angkatan 2015 (Endomisium)

yang telah berjuangan bersama-sama dan saling membantu selama

menempuh pendidikan.

19. Sahabat-sahabat Asisten Dosen Histologi 2016/2018 dan Patologi Klinik

2017/2018, terimakasih atas doa, dukungan, dan kebersamaannya.

20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

menyumbangkan pemikirannya dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap skripsi ini bermanfaat dan

memberikan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya maupun

bagi penulis.

Bandar Lampung, 18 Januari 2019

Penulis,

Hasril Mulya Budiman

Page 15: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7 2.1 Staphylococcus sp. ............................................................................. 7 2.2 Staphylococcus aureus ....................................................................... 9 2.3 Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) .................... 17 2.4 Resistensi Antibiotik ........................................................................ 28 2.5 Intensive Care Unit (ICU) ............................................................... 33 2.6 Kerangka Teori ................................................................................ 34 2.7 Kerangka Konsep ............................................................................. 35 2.8 Hipotesis .......................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 36 3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 36 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 36 3.3 Subjek Penelitian ............................................................................. 37 3.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 39 3.5 Definisi Operasional ........................................................................ 39 3.6 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 40 3.7 Prosedur Penelitian .......................................................................... 40 3.8 Skema Prosedur Penelitian .............................................................. 46 3.9 Etika Penelitian ................................................................................ 47 3.10 Analisa Data ..................................................................................... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 48 4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 48 4.2 Pembahasan ..................................................................................... 51

Page 16: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

ii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53 5.1 Simpulan .......................................................................................... 53 5.2 Saran ................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54

LAMPIRAN..........................................................................................................59

Page 17: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan Antara CA-MRSA dan HA-MRSA. ......................................... 23

2. Definisi Operasional. ................................................................................... 39

3. Karakteristik Sampel ................................................................................... 48

4. Hasil Identifikasi MRSA Berdasarkan Asal Spesimen ............................... 50

Page 18: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Staphylococcus aureus dilihat dari mikroskop elektron ............................. 9

2. Tempat predileksi kolonisasi Staphylococcus aureus. .............................. 19

3. Kerangka Teori. ......................................................................................... 35

4. Kerangka Konsep. ..................................................................................... 35

5. Skema Prosedur Penelitian. ....................................................................... 46

6. Hasil Identifikasi Bakteri MRSA ............................................................. 49

7. Jumlah Kolonisasi MRSA Berdasarkan Asal Spesimen ........................... 50

Page 19: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pertama kali

ditemukan pada tahun 1961. Sebelumnya, infeksi Staphylococcus aureus

yang resisten terhadap Penisilin di terapi menggunakan Methicillin. Namun

setelah berjalan selama dua tahun, ditemukan juga Staphylococcus aureus

yang mengalami resistensi terhadap methicillin. Berdasarkan data The

National Healthcare-associated Infection Surveillance (NHIS) dan Centers

for Disease Control and Prevention (CDC) manunjukkan bahwa 50% isolat

healthcare-associated Staphylococcus aureus telah mengalami resistensi

terhadap methicillin (Wijaya et al, 2014).

MRSA merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang memiliki gen

resisten terhadap methicillin dan beberapa antibiotik beta-lactam lainnya,

termasuk resistensi terhadap flucloxacilin, kombinasi beta-lactam/beta-

lactamase inhibitor, sefalosporin, dan carbapenem. MRSA bisa menjadi flora

normal pada bagian-bagian tubuh manusia, terutama di hidung dan dapat

menyebabkan infeksi terutama pada orang-orang yang dirawat di rumah sakit

dalam waktu yang lama, penyakit yang mendasarinya, atau setelah

penggunaan antibiotik (Nathwani et al, 2010). Penisilin yang merupakan obat

Page 20: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

2

pertama yang digunakan untuk terapi pada awalnya memberikan hasil yang

memuaskan. Namun Staphylococcus aureus menghasilkan enzim

penicillinase atau -laktamase yang menyebabkan kegagalan terapi terhadap

penggunaan penicillin (Liana, 2014).

MRSA telah menjadi masalah kesehatan global yang sangat

berhubungan dengan infeksi yang susah disembuhkan dan morbiditas yang

tinggi. MRSA juga bertanggung jawab atas peningkatan kebutuhan biaya

kesehatan. Diperkirakan saat ini terdapat sekitar 2-3% populasi populasi

umum yang memiliki MRSA dalam tubuh mereka (Meta et al, 2014).

Menurut World Health Organization (2017), MRSA merupakan patogen

prioritas 2 (tinggi) untuk diteliti dan diperdalam guna membuat antibiotik

baru (World Health Organization, 2017). Orang dengan MRSA pada tubuh

mereka diperkirakan memiliki kemungkinan 64% lebih tinggi untuk

mengalami kematian (World Health Organization, 2018). Pada beberapa

daerah di Eropa bagian selatan dan Asia-Pasifik, ditemukan bahwa 25%

sampai 50% isolat dari infeksi Staphylococcus aureus adalah MRSA (Lee et

al, 2016). Kebanyakan bakterimia Staphylococcus aureus nosokomial terjadi

pada pasien yang sebelumnya telah terkolonisasi bakteri di tubuhnya.

Ditemukan pada 80% kasus bakterimia yang disebabkan oleh Staphylococcus

aureus, strain bakteri yang ditemukan pada darah penderita adalah identik

dengan bakteri yang sebelumnya berkolonisasi di tubuh pasien (Marzec dan

Bessesen, 2016). Berdasarkan hasil penelitian Marzec dan Bessesen (2016),

ditemukan bahwa pasien dengan kolonisasi bakteri MRSA memiliki risiko

Page 21: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

3

bakterimia 19,89 kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya bakterimia

dibandingkan dengan pasien tanpa kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus.

Diperkirakan terdapat 94.360 infeksi MRSA di Amerika serikat pada

tahun 2005 dan menyebabkan 18.000 kematian per tahunnya. Infeksi yang

disebabkan oleh MRSA sangat berkaitan dengan masa rawat inap yang lama

dan peningkatan biaya kesehatan. Diperkirakan di Amerika Serikat, sekitar

14,5 juta Dolar Amerika Serikat dihabiskan untuk kasus infeksi MRSA pada

tahun 2003. MRSA diperkirakan menyebabkan lebih banyak infeksi di

Amerika Serikat dibandingkan dengan AIDS, hepatitis viral, dan tuberkulosis

jika digabungkan dan menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan

dengan AIDS (Green et al, 2012). Progresifitas MRSA di Indonesia

menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1986, didapatkan

angka kejadian MRSA di Indonesia adalah 2,5% dan terus meningkat

menjadi meningkat menjadi 9,4% pada tahun 1993 dan tahun 2006 meningkat

kembali menjadi 23,5% (Nurkusuma, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asian Network for

Surveillance of Resistant Patogens (ANSORP), didapatkan hasil tingginya

prevalensi MRSA di rumah sakit, yaitu 13% dan Community-aquired MRSA

sebesar 12% (Amalia, 2012). Data pada tahun 2005 dari Pusat Kontrol

Penyakit dan Pencegahan menunjukkan 59,5% dari infeksi Staphylococcus

aureus di pusat-pusat kesehatan disebabkan oleh MRSA (Nurkusuma, 2009).

ICU merupakan area risiko tinggi untuk terjadinya MRSA (Biantoro,

2008). MRSA merupakan penyebab utama infeksi yang didapatkan di rumah

sakit yang dapat menjadi endemis di ruang ICU di negara Inggris. MRSA bisa

Page 22: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

4

menyebar melalui staf yang bertugas dan lingkungan sekitar pasien (Sangal et

al, 2011). MRSA juga merupakan penyebab utama penumonia terutama pada

pasien yang dirawat di ICU (Giancola et al, 2016). Sekitar 20% dari semua

pasien yang dirawat di ICU mendapatkan infeksi yang berhubungan dengan

ICU sebagai akibat dari penggunaan antibiotik yang lama dan prosedur

perawatan yang intensif. Semua infeksi yang berhubungang dengan ICU, 25%

diantaranya disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Rijnders et al, 2009).

Pada skrining MRSA tahun 2011-2014 di RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta didapatkan hasil angka kolonisasi MRSA sebesar 7,6% (Linosefa et

al., 2016). Menurut Mahmudah (2013) yang meneliti tentang kolonisasi

MRSA pada tenaga medis dan paramedis di ruang ICU dan ruang perawatan

bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abduk Moeloek Bandar Lampung yang

mengambil sampel sebanyak 68. Hasil yang didapatkan adalah terdapat

MRSA positif sebanyak 26 sampel (38,24%), 15 sampel sensitif (22,05%), 20

sampel Staphylococcus sp (29,41%), dan 7 sampel tidak ditemukan

pertumbuhan koloni pada Manitol Salt Agar (MSA) (10,3%). Berdasarkan

uraian di atas, peneliti merasa perlu untuk meneliti lebih lanjut mengenai

prevalensi kolonisasi MRSA pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum

Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Page 23: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian kali ini adalah: Berapa prevalensi

kolonisasi Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang

Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umun

Mengetahui keberadaan dan prevalensi kolonisasi bakteri

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruangan

Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui adanya kolonisasi MRSA pada pasien yang

dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek Bandar Lampung.

b. Mengetahui prevalensi kolonisasi bakteri Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) pada pasien ruangan Intensive

Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

Bandar Lampung.

Page 24: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai prevalensi kolonisasi bakteri Methicillin-

Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang ICU Rumah Sakit Umum

Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung, diharapkan memberikan manfaat

kepada berbagai pihak, antara lain:

1.4.1 Bagi peneliti, dapat menerapkan ilmu yang sudah dipelajari selama

perkuliahan di kampus dan menambah pengetahuan mengenai keadaan

yang sesungguhnya terjadi di ruang ICU.

1.4.2 Bagi instansi terkait, penelitian ini dapat memberikan informasi

mengenai prevalensi kolonisasi bakteri sehingga dapat membantu

pencegahan dan penekanan kejadian MRSA di Lampung maupun di

Indonesia.

1.4.3 Bagi penelitian yang akan datang, penelitian ini dapat memberikan

informasi serta dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

Page 25: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Staphylococcus sp.

Staphylococcus sp. merupakan sel sferis gram positif dan tersusun

secara irreguler seperti anggur. Organisme ini dapat dengan mudah tumbuh

pada banyak jenis medium dan aktif secara metabolis, memfermentasi

karbohidrat dan menghasilkan variasi pigmen dari putih hingga kuning tua.

Beberapa spesies dari genus ini merupakan flora normal kulit dan membran

mukosa manusia. Beberapa spesies dapat menginfeksi manusia dan

menyebabkan supurasi, pembentukan abses, berbagai infeksi piogenik, dan

septikemia yang fatal. Staphylococcus sp. yang bersifat patogen sering kali

menyebabkan koagulasi plasma, dan menghasilkan berbagai toksin serta

enzim ekstraseluler. Bakteri Staphylococcus sp. dapat dengan cepat menjadi

resisten terhadap berbagai antimikroba dan menyebabkan masalah terapi yang

sulit. Genus Staphylococcus mempunyai paling sedikit 40 spesies. Tiga

spesies yang paling sering dijumpai mempunyai kepentingan klinis antara

lain Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus

saprophyticus (Brooks et al., 2012).

Staphylococus epidermidis merupakan salah satu spesies

Staphylococcus koagulase negatif yang paling sering berkolonisasi pada

Page 26: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

8

epitel manusia, predominan pada axilla, kepala, dan juga nares dan

merupakan bagian dari flora normal komensal pada kulit. Kolonisasi bakteri

Staphylococcus epidermidis pada kulit dan mukosa memberikan mereka

kesempatan untuk menimbulkan infeksi jika keadaan memungkinkan.

Meskipun demikian, bakteri ini memiliki virulensi yang rendah. Infeksi

Staphylococcus epidermidis jarang bersifat lethal, tetapi mereka sangat

berhubungan dengan morbiditas dan peningkatan biaya kesehatan (Granslo et

al., 2011).

Staphylococcus saprophyticus berhubungan dengan infeksi saluran

kemih pada manusia. bakteri ini menempati peringkat kedua setelah

Escherichia coli sebagai penyebab tersering infeksi saluran kemih tanpa

komplikasi pada wanita, namun bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi

saluran kemuh pada laki-laki di pada semua usia. Reservoir utama dari

bakteri ini adalah saluran gastro intestinal dan menurut penelitian Latham et

al (1983), didapatkan kolonisasi Staphylococcus saprophyticus pada rektum,

vagina, dan uretra berhubungan dengan kejadian infeksi saluran kemih (Raz

et al, 2005).

Staphylococcus sp. menghasilkan katalase yang membedakannya dari

bakteri Streptococcus sp. Bakteri ini dapat memfermentasi banyak karbohidrat

dengan lambat, menghasilkan asam laktat, tetapi tidak ada gas. Stafilokok

relatif resisten terhadap pengeringan, pemanasan (dapat tahan pemanasan

50C

selama 30 menit), dan natrium klorida 9%, tetapi dapat dengan mudah

dihambat dengan bahan kimia tertentu, contohnya heksaklorofen 3% (Brooks

et al, 2012).

Page 27: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

9

2.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk

bulat berdiameter 0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok tidak

teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan

bersifat non-motil. Bakteri ini dapat tumbuh dengan optimum pada suhu

37C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20

-25

C).

Koloni pada media solid berbentuk bulat, halus, timbul, dan mengkilap.

Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga

kuning emas pekat. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan bakteri

Staphylococcus aureus yang memiliki kapsul polisakarida atau selaput tipis

sebagai faktor virulensi bakteri. Staphylococcus aureus bersifat koagulase

positif. Sifat ini yang membedakann Staphylococcus aureus dengan spesies

lain (Brooks et al, 2012).

Gambar 1 Staphylococcus aureus dilihat dari mikroskop elektron (Centers for Disease

Control and Prevention, 2016).

Page 28: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

10

2.2.1 Klasifikasi

Menurut Rosenbach (1884), klasifikasi Staphylococcus aureus

antara lain (Mahmudah, 2013):

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2.2.2 Patogenitas

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia.

Hampir setiap orang akan pernah mengalami beberapa infeksi

Staphylococcus aureus dalam hidupnya dengan kisaran keparahan dari

keracunan makanan, infeksi minor, hingga infeksi berat yang

mengancam jiwa (Brooks et al, 2012).

Sebagian bakteri genus Stafilokokus adalah flora normal pada

kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan manusia. Bakteri ini juga

dapat ditemukan pada udara dan lingkungan yang ada di sekitar kita.

Staphilococcus aureus yang patogen bersifat invasif, dapat

menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan

manitol (Kusuma, 2009).

Staphilococcus aureus merupakan patogen yang berbahaya dan

dapat menyebabkan berbagai penyakit. Penyakit yang paling sering

Page 29: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

11

ditemukan antara lain infeksi kulit dan infeksi saluran nafas. Infeksi

pada kulit biasanya berasal dari penyebaran Staphylococcus aureus

pada komunitas, sedangkan infeksi pada paru biasanya disebabkan oleh

infeksi Staphylococcus aureus nosokomial. Berbagai patogen

nosokomial telah diidentifikasi, namun Staphylococcus aureus

merupakan yang paling sering dan menyebabkan mortalitas dan

morbiditas yang tinggi. Pneumonia akibat Staphylococcus aureus sering

berkembang pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi

yang mendasarinya, seperti pada pasien dengan defisiensi imun atau

infeksi virus. Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan penyakit

lain yang bervariasi yang terkadang penyakit yang sangat berat dan

mengancam jiwa (endocarditis, toxic shock syndrome, scaled skin

syndrome, osteomyelitis, dan lain sebagainya) (Otto, 2014).

Infeksi Staphylococcus aureus ditandai oleh adanya kerusakan

jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit yang

merupakan infeksi bakteri Staphylococcus aureus antara lain bisul,

jerawat, impetigo, dan infeksi pada luka. Infeksi yang lebih berat

anatara lain pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran

kemih, osteomielitis, dan endokarditis (Kusuma, 2009).

2.2.3 Struktur Antigen

Protein A merupakan komponen dinding sel pada galur

Staphylococcus aureus dan merupakan protein permukaan bakteri yang

telah dicirikan di antara adhesin yang disebut molekul matriks adhesif

pengenal komponen permukaan mikroba (microbial surface

Page 30: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

12

components recognizing adhesive matrix molecule, MSCRAMMS).

Protein A akan terikat pada reseptor Fc molekul IgG, kecuali pada IgG3.

Bagian Fab IgG yang terikat pada protein A, bebas untuk bergabung

dengan antigen spesifik. Protein A telah menjadi reagen yang penting

bagi dalam bidang imunologi dan laboratorium diagnostik (Brooks et

al, 2012).

Beberapa galur Staphylococcus aureus memiliki kapsul yang akan

menghambat fagositosis oleh sel leukosit PMN, kecuali jika terdapat

antibodi yang spesifik. Sebagian besar galur Staphylococcus aureus

memiliki koagulase (faktor penggumpal) pada permukaan dinding

selnya. Koagulase terikat secara nonenzimatik pada fibrinogen yang

berikutnya akan menghasilkan agregasi bakteri (Brooks et al, 2012).

2.2.4 Faktor Virulensi

Faktor virulensi dari Staphylococcus aureus memiliki variasi yang

sangat luas dibandingkan hanya sekedar toksin saja seperti yang

diketahui pada organisme-organisme tertentu lainnya. Seperti

contohnya protein pada dinding sel ekstraseluler yang disebut secretom

dan surfacome, masing-masing merupakan faktor yang penting dalam

menyebabkan kolonisasi pada host lalu menyebabkan infeksi akut

(Bonar et al, 2015).

Patogenesis Staphylococcus aureus berhubungan dengan produksi

berbagai faktor, termasuk protein membran sel, protein permukaan

membran antar sel, protein dinding sel, dan protein yang di sekresikan

secara aktif oleh berbagai jalur. Semua faktor ini memungkinkan dan

Page 31: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

13

menentukan patogenitas dari bakteri, memiliki peranan penting dalam

kolonisasi dan invasi pada jaringan host, memediasi sitotoksik pada sel

host, dan memicu respon imun dari host. Protein-protein di atas

merupakan bagian dari faktor virulensi (Bonar et al, 2015).

Staphylococcus aureus memproduksi tiga buah macam metabolit,

antara lain yang bersifat nontoksin, eksotoksin dan endotoksin.

Metabolit nontoksin antara lain merupakan antigen permukaan

koagulase, hialuronidase, fibrinolisin, gelatinosa, protease, lipase,

tributirinase, fosfatase, dan katalase (Mahmudah, 2013).

Bakteri Staphylococcus dapat menimbulkan penyakit melalui dua

cara, kemampuan bermultiplikasi dan menyebar dalam jaringan, dan

melalui produksi banyak zat ekstraseluler. Staphylococcus aureus

menggunakan berbagai macam strategi untuk berkolonisasi sebelum

kemudian dapat menginfeksi hostnya. Strategi ini dimediasi dengan

diproduksinya faktor virulensi. Beberapa zat ini dianggap sebagai

enzim, sementara yang lainnya dianggap sebagai toksin meskipun

berfungsi sebagai enzim. Banyak dari faktor virulensi ini didefinisikan

sebagai toksin. Toksin diartikan sebagai substansi yang beracun.

Banyak dari enzim ini di sekresikan di bawah kendali plasmid.

Beberapa enzim ini mungkin juga dapat di sekresikan berdasarkan

kontrol dari kromosom dan ekstrakromosom, sementara yang lainnya

lagi belum dapat didefinisikan dengan jelas. Berbagai zat yang berperan

penting sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim

Page 32: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

14

dan toksin antara lain (Brooks et al, 2012; Otto, 2014; Bonar et al,

2015):

a. Katalase

Bakteri stafilokok menghasilkan enzim katalase yang berfungsi

mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji

katalase akan membedakan genus bakteri apakah dari stafilokok

atau dari streptokok. Hasil uji positif akan ditemukan pada bakteri

stafilokok, sementara hasil negatif akan ditemukan pada bakteri

streptokok (Brooks et al, 2012).

b. Koagulase

Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase. Enzim ini akan

membekukan plasma oksalat atau plasma sitrat. Koagulase

nantinya akan terikat pada prothrombin yang kemudian akan

menjadi aktif secara enzimatis dan memulai proliferasi fibrin.

Koagulase mungkin dapat mendeposit fibrin pada permukaan

bakteri Staphylococcus aureus dan akan mengganggu proses

fagositosis. Produksi koagulase pada bakteri ini dianggap sebagai

potensi patogenik infeksi. Faktor penggumpalan merupakan contoh

lain dari MSCRAMM yang bertanggung jawab atas perlekatan

organisme pada fibrinogen dan fibrin. ketika bercampur dengan

plasma, Staphylococcus aureus akan menyebabkan penggumpalan

(Brooks et al, 2012).

c. Hemolisin

Page 33: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

15

Hemolisin merupakan toksin yang akan menyebabkan

terbentuknya zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin

pada bakteri Staphylococcus aureus terdiri dari -hemolisin, -

hemolisin, dan -hemolisin. -hemolisin adalah toksin yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya zona hemolisis di sekitar

koloni Staphylococcus aureus pada medium agar darah. -

hemolisin merupakan protein heterogen yang bekerja pada

spektrum luas membran sel eukariot. -hemolisin juga merupakan

hemolisin yang poten. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis

pada kulit manusia maupun kulit hewan. -hemolisin merupakan

toksin yang terutama dihasilkan bakteri Staphylococcus yang

diisolasi dari hewan dan dapat menyebabkan lisis pada sel darah

merah domba dan sapi. -hemolisin akan mendegradasi

sfingomielin sehingga bersifat toksin bagi berbagai jenis sel,

termasuk sel darah merah manusia. Toksin ini merusak membran

biologis dan mungkin memiliki peran dalam menyebabkan diare

yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan

-hemolisin adalah toksin yang dapat menyebabkan lisis pada sel

darah merah manusia maupun kelinci, tetapi efek lisisnya kurang

pada sel darah merah domba. -hemolisin merujuk pada tiga

protein yang berinteraksi dengan dua protein yang menyusun

leukosidin Panton-Valentine untuk membentuk enam toksin yang

memiliki dua komponen. Dua komponen yang disebut sebagai S

dan F bekerja secara sinergis pada membran sel darah putih.

Page 34: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

16

Toksin ini merupakan toksin yang potensial. Keenam toksin ini

akan dengan efisien menyebabkan lisis sel darah putih dengan

pembentukan pori pada membran sel dan menyebabkan

peningkatan permeabilitas kation. Hal ini menyebabkan pelepasan

masif dari mediator inflamasi seperti IL-8, leukotrien, dan histamin

yang bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi berat dan

nekrosis. -hemolisin adalah faktor virulensi yang penting dalam

terjadinya infeksi MRSA yang berhubungan dengan komunitas

(Kusuma, 2009; Brooks et al, 2012).

d. Toksin eksfoliatif

Toksin ini memiliki aktivitas proteolitik dan bisa melarutkan

matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan

terjadinya pemisahan intraepitelial pada ikatan sel di stratum

granulosum. Toksin ini memiliki dua protein berbeda dengan berat

molekul yang sama. Toksin A epidermolitik merupakan produk

gen kromosom dan bersifat stabil panas (tahan dididihkan selama

20 menit). Toksin B epidermolitik merupakan toksin yang

diperantai oleh plasmid dan labil panas. Toksin ini merupakan

penyebab terjadinya Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang

ditandai dengan kulit yang melepuh (Kusuma, 2009; Brooks et al,

2012).

e. Toksin sindrom syok toksik

Sebagian besar galur dari bakteri Staphylococcus aureus yang

diisolasi dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan yang

Page 35: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

17

disebut dengan toksin-1 sindrom syok toksik (toxic shock

syndrome toxin-1, TSST-1) yang sama dengan enterotoksin F.

TSST-1 akan berikatan pada molekul MHC kelas II, lalu akan

menghasilkan stimulasi pada sel T. Mekanisme terbut nantinya

akan menyebabkan manifestasi klinis yang berubah-ubah pada

sindrom syok toksik. Toksin ini pada manusia akan menyebabkan

manifestasi klinis berupa demam, syok, ruam kulit, dan gangguan

multisistem organ tubuh. Gen untuk TSST-1 ditemukan pada 20%

isolat bakteri Staphylococcus aureus, termasuk MRSA (Kusuma,

2009; Brooks et al, 2012).

f. Enterotoksin

Enterotoksin merupakan enzim yang tahan panas dan tahan

terhadap suasana basa di dalam usus. Terdapat banyak enzim

enterotoksin (A-E, G-J, K-R, dan U, V). Sekitar 50% galur bakteri

dapat menghasilkan satu atau lebih enterotoksin. Enzim ini

bertanggung jawab atas terjadinya keracunan makanan, terutama

pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Brooks

et al, 2012).

2.3 Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Methicilline-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terermasuk ke

dalam Emerging Infection Pathogen sebagai infeksi nosokomial yang berada

di peringkat keempat setelah Eschrericia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan

Enterococcus. Infeksi oleh MRSA bisa menimbulkan masalah masalah serius

Page 36: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

18

terutama bagi penderita. Infeksi MRSA dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas, memperlama masa rawat pasien di rumah sakit dan biaya

perawatan akan menjadi lebih mahal. Risiko kematian pada bakterimia yang

disebabkan oleh MRSA bernilai dua kali lebih besar daripada bakterimia oleh

Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) (Sari, 2016).

Lebih dari 80% strain bakteri Staphylococcus aureus menghasilkan

penicilinase, dan penicilinase-stable betalactam antara lain seperti

Methicillin, clocacillin, dan fluoxacilin yang telah digunakan sebagai terapi

utama bakteri Staphylococcus aureus selama lebih dari 35 tahun. Bakteri

yang resistan ini muncul tidak lama setelah digunakannya agen ini sebagai

pengobatan (Mahmudah, 2013).

2.3.1 Epidemiologi

MRSA merupakan penyebab infeksi nosokomial yang sangat

penting dan tersebar di seluruh dunia. Diperkirakan saat ini terdapat

sekitar 2-3% populasi populasi umum yang memiliki MRSA dalam

tubuh mereka (Meta et al, 2014). Insiden tertinggi dari infeksi MRSA

terdapat di area yang densitasnya padat dan kebersihan individual yang

rendah. Bakteri MRSA biasanya dikaitkan dengan infeksi di rumah

sakit. Prevalensi MRSA di beberapa rumah sakit di negara Asia seperti

Taiwan, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan mencapai 70-80%

(Chuang dan Huang, 2013). Data insidensi MRSA di negara-negara

eropa barat, Jepang, dan Amerika Serikat didapatkan kenaikan insidensi

infeksi MRSA dalam 10 tahun terakhir. Angka tersebut termasuk

infeksi yang terjadi dalam komunitas. Insiden infeksi MRSA terkait

Page 37: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

19

komunitas di Amerika Serikat pada tahun 2001-2002 mencapai 18-25

kasus per 100.000 penduduk (Nurkusuma, 2009).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri komensal yang dapat

ditemukan berkolonisasi pada orang yang sehat. Orang sehat yang

membawa bakteri ini jarang menyebabkan kesakitan, tetapi populasi ini

memiliki risiko untuk terjadi infeksi lebih tinggi. Pada pasien dengan

kolonisasi MRSA, 19% berkembang menjadi infeksi MRSA selama

perawatan di rumah sakit, sementara pada orang yang memiliki

kolonisasi methicillin-susceptible Staphylococcus aureus (MSSA)

hanya 1,5% dan yang tidak membawa bakteri hanya 2%. Bakteri S.

aureus biasanya berkolonisasi di hidung (nares anterior), tetapi ada

beberapa tempat predileksi kolonisasi S. aureus seperti di tangan, kulit,

perineum, dan lain sebagainya (Ammerlaan and Kluytmans, 2010).

Gambar 2 Tempat predileksi kolonisasi Staphylococcus aureus (Ammerlaan dan

Kluytmans, 2010).

Page 38: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

20

Penelitian multisenter di negara lain diperoleh rentang angka

insidensi yang berbeda-beda. Insiden di Italia sebesar 34%, Swedia 0,1-

0,3%, dan Amerika Serikat 29% pada tahun 1991. Sedangkan di

Indonesia terjadi peningkatan empat kali lipat, tahun 1986 angkanya

2,5%, lalu pada tahun 1993 menjadi 9,4% di Jakarta. Angka di negara

Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Jepang

pada tahun 1989 (57%), Malaysia pada tahun 1991 sebanyak 35%,

Singapura pada tahun 1995 sebanyak 39%, Korea Selatan pada tahun

1994 sebanyak 50%, dan Hongkong pada tahun 1989 sebanyak 31%

(Nurkusuma, 2009).

Health care-associated MRSA (HA-MRSA) telah mengalami

peningkatan insidensi. Laporan dari US National Nosocomial Infection

Surveillance System di tahun 2000, ditemukan bahwa lebih dari 50%

isolat bakteri Staphylococcus aureus yang diambil dari ruangan

Intensive Care Unit telah resistan terhadap antibiotik methicillin.

Sebanyak 60% infeksi di dapatkan selama perawatan di rumah sakit

(Elston, 2007). Penelitian di 14 rumah sakit di Malaysia pada tahun

1985-1986 didapatkan prevalensi isolat MRSA berkisar 10%-25%.

Pada tahun 1996 prevalensi isolat MRSA di beberapa rumah sakit di

Malaysia mengalami peningkatan, yaitu lebih tinggi dari 40%.

Sementara itu di Indonesia masih belum terdapat data pasti mengenai

gambaran MRSA (Liana, 2014).

Sekitar 20% dari semua pasien yang dirawat di ICU mendapatkan

infeksi yang berhubungan dengan ICU sebagai akibat dari penggunaan

Page 39: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

21

antibiotik yang lama dan prosedur perawatan yang intensif. Semua

infeksi yang berhubungang dengan ICU, 25% diantaranya disebabkan

oleh Staphylococcus aureus (Rijnders et al, 2009).

Bakteremia merupakan salah satu infeksi penting yang disebabkan

oleh bakteri Staphylococcus aureus. Infeksi pada aliran darah ini telah

dilaporkan berhubungan dengan mortalitas sebesar 14%-45%.

Mortalitas pada pneumonia akan meningkat dari 8% hingga menjadi

39% jika disertai dengan bakteremia. Bakteremia yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan peningkatan kecacatan

fungsional (Marzec dan T. Bessesen, 2016).

2.3.2 Klasifikasi

Sekitar awal tahun 1990, telah muncul MRSA yang ditemukan

pada individu yang sebelumnya tidak memiliki faktor risiko untuk

terinfeksi MRSA. Keadaan ini kemudian disebut sebagai community-

acquired MRSA (CA-MRSA). Laporan pertama mengenai strain CA-

MRSA yang memiliki virulensi tinggi terjadi di Australia. Kemudian

pada tahun 2002, CA-MRSA mencuri perhatian nasional setelah

terjadinya infeksi kulit yang disebabkan oleh CA-MRSA di fasilitas

umum dan sejumlah tim atletik di Los Angeles, Amerika Serikat

(Elston, 2007).

Community-Acquired MRSA (CA-MRSA) dapat terjadi pada

pasien dengan riwayat inap rumah sakit ataupun tidak. Tempat

pelayanan umum, sekolah, penjara, dan tempat yang penduduknya

padat dapat dengan mudah ditemukan bakteri tersebut. Abses, luka

Page 40: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

22

bakar, ataupun luka gigitan serangga dapat menjadi tempat bagi CA-

MRSA berkembang dan menyebabkan infeksi. Sekitar 75% infeksi CA-

MRSA terjadi di kulit dan jaringan lunak (Biantoro, 2008). Orang yang

berisiko untuk terinfeksi CA-MRSA antara lain orang yang berkontak

langsung dengan orang lain yang memiliki MRSA di tubuh mereka atau

dengan luka yang terinfeksi oleh MRSA. Bakteri ini juga dapat

menyebar dengan penggunaan alat-alat secara bersamaan (handuk,

pisau cukur, dan lain-lain). orang yang bekerja atau tinggal di tempat

yang ramai atau padat juga memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi

MRSA. Pekerjaan-pekerjaan tertentu seperti atlet, tentara, pengasuh

bayi, pelajar, personel militer yang tinggal di barak memiliki risiko

yang lebih tinggi (Centers for Disease Control and Prevention, 2016).

CA-MRSA dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, antara

lain (Salmenlinna, 2002):

a. Pasien dan staf di rumah sakit dengan MRSA positif.

b. Perawat di rumah dengan MRSA positif.

c. Penyebaran MRSA pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit.

d. MRSA yang timbul di lingkungan masyarakat secara de novo.

Menurut definisi Centers for Disease Control and Prevention

(CDC), Healthcare-Associated MRSA (HA-MRSA) didefinisikan

sebagai infeksi MRSA yang pernah dirawat di rumah sakit atau

menjalani tindakan operasi dalam 1 tahun terakhir, memiliki alat bantu

medis permanen dalam tubuhnya, bertempat tinggal di fasilitas

perawatan jangka panjang, atau individu yang menjalani dialisis.

Page 41: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

23

HA-MRSA secara tipikal berhubungan dengan infeksi pada

seseorang yang memiliki faktor risiko seperti perawatan di rumah sakit

atau panti, menjalani dialisis, mendapatkan terapi antibiotik, atau

terpapar oleh alat atau prosedur medis yang invasif. HA-MRSA telah

menjadi infeksi nosokomial yang penting karena memiliki resistensi

yang tinggi (Mahmudah, 2013). Pada pelayanan kesehatan, MRSA

dapat menyebar dengan kontak langsung dengan luka yang terinfeksi

atau dengan tangan yang terkontaminasi, biasanya pada petugas

pelayanan kesehatan (Centers for Disease Control and Prevention,

2017). Secara genetik dan fenotipe, strain HA-MRSA berbeda dengan

strain CA-MRSA. Perbedaan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1 Perbedaan Antara CA-MRSA dan HA-MRSA.

HA-MRSA CA-MRSA

Faktor Risiko Pasien di ruang perawatan dalam

jangka waktu lama, pasien dengan

diabetes melitus, pasien yang

melakukan hemodialisa/peritoneal

dialisis, perawata dengan waktu

yang lama, peyebaran di ICU,

pemasangan kateterisasi pada

pasien

Anak-anak, atlet, angkatan laut,

suku tertentu (suku asli

Amerika/Suku asli Alaska,

Pulau disekitar laut Pasifik),

penggunaan obat secara

intravena, homoseksual

Tipe strain USA 100 dan 200 USA 300 dan 400

Resistensi

Antibiotik

Multidrug resistant Hanya resistan -laktam

Toksin Panton-

Valentine

Leukocidin

Jarang 5% Banyak (100%)

Sindroma klinis Pneumonia nosokomial, infeksi

nosokomial terkait infeksi traktus

urinarius dan pemasangan kateter,

infeksi melalui darah, infeksi akibat

Infeksi kulit dan jaringan

(furunkel, abses), post-

influenza, pneumonia yang

telah mengalami nekrosis

Page 42: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

24

Sumber: Biantoro, 2008

Bakteri yang berhubungan dengan CA-MRSA memiliki komposisi

yang lebih kecil, mengalami kejadian multidrug resistant pada obat

antimikroba non -laktam (Biantoro, 2008).

2.3.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya MRSA yaitu (Mahmudah, 2013):

a. Faktor risiko CA-MRSA:

- Tempat tinggal yang padat dan berdesakan serta kumuh

(penjara, barak militer, penampungan, pengungsian).

- Populasi (penduduk kepulauan Pasifik, orang-orang asli Alaska,

asli Amerika).

- Olahraga dengan kontak fisik

- Homoseksual (gay)

- Orang yang menggunakan alat pribadi secara bersamaan

(handuk, baju, dan lain-lain)

- Kebersihan tubuh yang buruk

b. Faktor risiko HA-MRSA

- Pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya (1 tahun terakhir)

- Riwayat operasi

- Riwayat rawat inap atau rawat jalan dalam satu bulan terakhir

- Riwayat infeksi kulit

- Riwayat infeksi kulit yang rekuren di keluarga

pembedahan. jaringan.

Page 43: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

25

- Terdapat bukti pasti kolonisasi MRSA pada orang-orang yang

tinggal di sekitarnya

- Tinggal di fasilitas kesehatan dalam jangka waktu yang lama

atau kontak berulang dengan penghuninya

- Penggunaan obat secara intravena

- Penggunaan kateter

- Kondisi medis yang menyertai

2.3.4 Cara Penyebaran

Staphylococcus aureus banyak ditemukan pada lipatan kulit,

seperti di penineum dan aksilla, dan di nares anterior. Bakteri ini juga

dapat berkolonisasi di luka yang kronik, contohnya pada eksem,

varises, dan ulkus decubitus. Bakteri MRSA dapat menyebar dengan

cara yang sama dengan penyebaran bakteri Staphylococcus aureus yang

masih sensitif. Bakteri ini dapat menyebar dengan cara sebagai berikut

(Royal College of Nursing, 2005):

a. Penyebaran endogen

Penyebaran endogen dapat terjadi jika orang dengan bakteri

stafilokok, menyebarkan bakteri dari satu bagian tubuh mereka ke

bagian tubuh yang lain. Ajarkan pasien untuk mencuci tangan dan

jangan menyentuh luka, kulit yang rusak, atau alat-alat yang invasif.

Cara ini dapat meminimalisir penyebaran secara endogenus (Royal

College of Nursing, 2005).

Page 44: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

26

b. Penyebaran eksogen

Penyebaran ini terjadi dari satu individu ke individu lain melalui

kontak kulit langsung atau melalui lingkungan atau peralatan yang

terkontaminasi. Kulit yang bersisik bisa saja mengontaminasi

lingkungan jika mereka terlepas dan mengontaminasi lingkungan

sekitarnya (Royal College of Nursing, 2005).

2.3.5 Cara Mendeteksi MRSA

Terdapat dua metode untuk mengetahui adanya MRSA, yaitu

metode molekular dan metode konvensional. Beberapa penelitian telah

dikembangkan untuk menilai penggunaan metode molekuler secra

langsung mendeteksi MRSA dengan menggunakan dasar gel dan real-

time PCR, penyelidikan DNA, serta penyelidikan asam nukleat peptida.

Kelemahan cara ini adalah memerlukan alat yang khusus serta

seseorang yang ahli (Biantoro, 2008).

Untuk dapat mengidentifikasi MRSA secara konvensional,

dibutuhkan beberapa media agar, antara lain media Manitol Salt Agar

(MSA). MSA merupakan media yang mengandung manitol yang

merupakan suatu karbohidrat yang dapat dijadikan media pertumbuhan

bakteri. Media MSA peting untuk melakukan identifikasi bakteri

stafilokokus. MSA dengan kandungan natrium klorida (garam) sebesar

2% direkomendasikan oleh British Society for Antimicrobial

Chemoteraphy (BSAC) dan National Comittee for Clinical Laboratory

Standard (NCCLS) yang pada saat ini telah digunakan luas di seluruh

dunia. MSA natrium klorida (garam) yang dapat menjadi penghambat

Page 45: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

27

bagi pertumbuhan bakteri gram negatif. Selain itu, media MSA juga

memiliki indikator pH yang disebut sebagai phenol red. Media MSA

merupakan media yang bekerja dengan prinsip bahwa bakteri yang

dapat tumbuh pada media ini adalah bakteri yang tahan pada keadaan

garam yang tinggi dan selama pertumbuhan bakteri menghasilkan asam,

sehingga mengubah indikator pH dan mengubah warna merah menjadi

warna kuning (Mainous III et al, 2006; Yuwono, 2012).

Agar darah merupakan media yang paling banyak digunakan untuk

bakteri yang sukar tumbuh dikarenakan pada media ini terdapat darah

domba yang berguna sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan bakteri.

Media pada dasarnya terdiri dari sumber protein (pepton), protein

kedelai olahan (mengandung karbohidrat), NaCl, agar, dan darah

domba dengan konsentrasi 5%. Bakteri yang menghasilkan enzim

ekstraseluler dapat melisiskan sel darah domba pada media agar

(Mahmudah, 2013). Terdapat tiga bentuk hemolisis darah, antara lain:

a. -hemolisis yang hanya menghemolisa sebagian hemoglobin (tidak

sempurna) dan akan membentuk zona kehijauan (meninggalkan

pigmen hijau biliverdin) hingga coklat muda di sekitar koloni.

b. -hemolisis yang akan membentuk zona jernih di sekitar koloni,

bakteri ini memproduksi -hemolisis (Streptolisin O dan S), yang

akan melisiskan hemoglobin secara sempurna.

c. -hemolisis yang tidak dapat menghemolisis darah sama sekali

sehingga tidak terbentuk zona hemolisis di sekeliling koloni.

Page 46: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

28

2.4 Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik didefinisikan sebagai tidak terhambatnya

pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistematik dengan

dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimal. Sedangkan

multiple drugs resistant didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau

lebih obat maupun golongan obat, sedangkan cross resistant adalah resistensi

suatu obat yang diikuti oleh obat lain yang belum pernah dipaparkan.

Resistensi terjadi saat bakteri berubah dalam satu dan lain hal yang

menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas terhadap obat, senyawa, atau

bahan kimia lain yang digunakan dalam pengobatan (Utami, 2012).

Penyebab utama dari resistensi antibiotik adalah penggunaannya yang

meluas dan digunakan secara irasional. Penggunaan antibiotik secara luas

dalam waktu yang lama merupakan proses seleksi, sehingga galur mutan pada

bakteri akan berkembang biak menjadi dominan pada populasi bakteri

tersebut dan pada akhirnya terjadi mutasi pada bakteri. Lebih dari separuh

pasien di rumah sakit menerima antibiotik sebagai pengobatan ataupun

profilaksis. Sekitar 80% penggunaan antibiotik dipakai untuk kepentingan

manusia dan sedikitnya 40% penggunaannya berdasarkan indikasi yang

kurang tepat, seperti pada kasus infeksi virus (Sudigdoadi, 2001; Utami,

2012).

Methicillin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959, dan MRSA

pertama kali ditemukan di Inggris pada tahun 1961 sebagai infeksi yang

berhubungan dengan rumah sakit. Sejak saat itu, lima strain besar dan

beberapa clone bakteri terus berkembang. Methicillin merupakan antibiotik

Page 47: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

29

yang tahan terhadap enzim -laktamase yang dihasilkan oleh bakteri MRSA

(Elston, 2007; Liana, 2014).

2.4.1 Kelas Resistensi Staphylococcus

Karena seringnya galur resistensi obat antimikroba, isolat bakteri

stafilokok yang bermakna harus diuji kerentanan antimikrobanya guna

memilih terapi yang cocok. Resistensi stafilokok dibagi menjadi

beberapa kelas, antara lain (Brooks et al, 2012):

a. Galur Staphylococcus aureus yang resisten terhadap penisilin G,

ampisilin, sefalosporin, tetrasiklin, piperasilin, dan obat yang serupa.

Resistensi ini terjadi karena bakteri memproduksi enzim penisilinase

(-laktamase) yang dikendalikan oleh plasmid. Galur ini meliputi

95% galur bakteri Staphylococcus aureus di dalam masyarakat

Amerika Serikat.

b. Resistensi terhadap nafsilin dan terhadap methicillin serta oksasiklin.

Resistensi ini bersifat bebas dari produksi -laktamase dan insiden

klinisnya bervariasi di berbagai negara dari waktu ke waktu. MRSA

berhubungan dengan bakteri Staphylococcus aureus yang memiliki

gen mecA yang juga dikenal dengan SCCmec (Brooks et al, 2012);

Ibrahim et al, 2017).

c. Di Amerika Serikat, bakteri Staphylococcus aureus dianggap sensitif

terhadap vankomisin jika konsentrasi penghambat minimumnya

(minimum inhibitory concentration, MIC) kurang atau sama dengan

Page 48: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

30

4 g/mL. Kerentanan intermediate jika MIC antara 8 g/mL sampai

16 g/mL dan resistan jika MIC 16 g/mL. Mekanisme resistensi

berhubungan dengan peningkatan sintesis dinding sel serta

perubahan dinding sel dan bukan sebagai akibat dari gen van seperti

yang ditemukan pada bakteri enterokokus. Strain Staphylococcus

aureus yang kerentanan terhadap vankomisinnya intermediate,

biasanya resisten terhadap nefsilin tetapi pada umumnya sensitif

terhadap oksazolidinon dan quinupristin/dalfopristin.

d. Pada tahun 2002, strain vancomycin-resistant Staphylococcus

aureus (VRSA) yang diisolat dari pasien di Amerika Serikat

mengandung gen vanA resistan vankomisin dan enterokokus, dan

gen mecA resistan nafsilin.

e. Resistensi yang diperantai plasmid terhadap obat-obat seperti

tetrasiklin, eritromisin, aminoglikosida, dan obat-obat lain sering

terjadi pada bakteri stafilokokus.

2.4.2 Mekanisme Resistensi MRSA

Mekanisme kerja obat antimikroba antara lain dengan menginhibisi

sintesis dinding sel, inhibisi fungsi membran sel, inhibisi sintesis

protein, dan inhibisi sintesis asam nukleat. Banyak mekanisme yang

akan menyebabkan mikroorganisme menjadi resistan terhadap

antimikroba tertentu (Brooks et al, 2012).

Mekanisme terjadinya resistensi dapat melalui beberapa cara.

Pertama adalah, organisme memiliki gen yang mengode enzim yang

akan memproduksi enzim -laktamase. Enzim ini dapat

Page 49: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

31

menghancurkan agen antimikroba sebelum agen tersebut dapat bekerja.

Kedua, bakteri dapat memiliki pompa penembus yang akan

menghambat agen antimikroba sebelum dapat mencapai tempat

perlekatan target dan memberikan efeknya. Ketiga, beberapa bakteri

memiliki beberapa gen yang mempengaruhi jalur metabolisme yang

nantinya akan menghasilkan perubahan pada dinding sel bakteri.

Perubahan ini mengakibatkan dinding sel tidak lagi memiliki tempat

perlekatan untuk agen antimikroba, atau bakteri akan bermutasi dan

membatasi akses dari agen antimikroba ke tempat perlekatan target

intraseluler melalui down regulation gen porin (Tenover, 2006).

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat

memproduksi enzim -laktamase. Enzim ini akan menghilangkan daya

antimikroba terutama pada antimikroba golongan penisilin, oksasilin,

penisilin G, dan ampisilin. Dengan diproduksinya enzim tersebut akan

merusak cincin -laktam sehingga antimikroba menjadi non-aktif

(Sulistiyaningsih, 2010).

Semua antibiotik golongan -laktam bersifat inhibitor selektif

terhadap sintesis dinding sel bakteri, dengan begitu obat ini akan aktif

pada bakteri dengan masa pertumbuhan. Tahap awal kerja antimikroba

ini dimulai dengan pengikatan dengan reseptor sel bakteri yaitu

penicilin-binding protein (PBP). Setelah obat melekat pada suatu atau

lebih reseptor, maka reaksi transpeptidasi akan dihambat dan

selanjutnya sintesis peptidoglikan akan dihambat. Tahap selanjutnya

adalah inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik pada

Page 50: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

32

dinding sel. Akibatnya adalah terjadi aktivasi enzim-enzim litik yang

menyebabkan lisis bakteri (Sudigdoadi, 2001).

Mekanisme resistensi terhadap methicillin terjadi dengan

pembentukan PBP baru yang sudah di modifikasi, yaitu PBP2a yang

mengakibatkan menurunnya afinitas obat golongan -laktam. Suatu

strain bakteri yang memiliki resistensi terhadap methicillin berarti juga

akan memiliki resistensi terhadap semua derivat penisilin, sefalosporin,

dan karbapenem (Salmenlinna, 2002).

Klasifikasi -laktamase sangat kompleks, didasarkan pada

genetika, sifat biokimia, dan afinitas substrat untuk inhibitor -

laktamase (asam klavulanat). Asam klavulanat, sulbaktam, dan

tazobaktam adalah inhibitor -laktamase dan dapat mengikat -

laktamase misalnya pada penisilinase yang dihasilkan bakteri

Staphylococcus aureus. Pengikatan ini bersifat ireversibel tetapi tidak

dihidrolisis oleh -laktamase. Obat ini dapat menjadi terapi MRSA

melalui kombinasi dengan antimikroba golongan penisilin yang dapat

dihidrolisis dari penghancuran (ampisilin, amiksisilin, dan tikarsilin)

(Brooks et al, 2012).

Bakteri Staphylococcus aureus telah resistan terhadap beberapa

antimikroba, antara lain (Sulistiyaningsih, 2010):

a. Penisilin

Saat ini telah diketahui bahwa lebih dari 90% isolat Staphylococcus

aureus memproduksi penisilinase. Produksi enzim ini dimediasi oleh

gen blaZ.

Page 51: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

33

b. Methicillin

Resistensi terhadap obat ini terjadi karena adanya perubahan pada

PBP. Hal ini disebabkan oleh gen mecA yang mengode 78-kDa

penisilin pengikat protein 2a (PBP2a) yang memiliki afinitas yang

kecil terhadap agen antimikroba -laktam.

c. Kuinolon

Resistensi terhadap fluorokuinolon terjadi karena adanya mutasi

kromosomal spontan dalam target terhadap antimikroba atau dengan

induksi pompa effluks berbagai obat.

d. Vankomisin

Penurunan sensitifitas terhadap vankomisin terjadi karena adanya

perubahan dalam biosintesis peptidoglikan bakteri tersebut.

e. Kloramfenikol

Resistensi terhadap obat ini terjadi karena adanya enzim yang

menginaktivasi kloramfenikol dengan mengkatalisis proses asilasi

terhadap gugus etil berupa asetil koenzim A. Akibatnya, akan

dihasilkan derivat asetoksi kloramfenikol yang tidak mampu

berikatan dengan ribosom bakteri.

2.5 Intensive Care Unit (ICU)

Ruang perawatan intensif (Intensive Care Unit, ICU) merupakan

fasilitas untuk merawat pasien-pasien dalam keadaan yang belum stabil

sesudah operasi berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan

pemantauan secara intensif dan ketat atau memerlukan tindakan segera

Page 52: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

34

(Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012). Pelayanan kesehatan

kritis diberikan pada pasien yang sedang mengalami penyakit yang kritis

selama kedaruratan medis dan masa kritis. Pelayanan intensif adalah

pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang dalam keadaan yang

mengancam jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang komperhensif dan

pemantauan secara terus menerus. Pelayanan kritis biasanya dilakukan di ICU

(Murti, 2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan

ICU di rumah sakit, ICU digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,

cidera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial

mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.6 Kerangka Teori

Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit

Tidak terdapat

kolonisasi MRSA

Terdapat kolonisasi

MRSA

Infeksi

Page 53: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

35

Keterangan:

: variabel yang diteliti

Gambar 3 Kerangka Teori.

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 4 Kerangka Konsep.

2.8 Hipotesis

Terdapat kolonisasi MRSA pada pasien yang di rawat di ruang Intensive

Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar

Lampung dengan prevalensi 25-50%.

Pasien yang dirawat di ruang

Intensive Care Unit Rumah

Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek Bandar Lampung

(Variabel Bebas)

Kolonisasi MRSA (pada

pasien yang dirawat di ICU)

(Variabel Terikat)

Page 54: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif laboratorik dengan

pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara mengumpulkan data pada satu

waktu dengan tujuan mendapatkan sampel swab, kemudian melakukan

kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus yang diambil dari swab hidung dan

tangan pasien yang di rawat di ruang Intensuve Care Unit (ICU) Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung untuk mengetahui adanya

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Setelah kolonisasi

MRSA diketahui, maka dilakukan analisis untuk mengetahui prevalensinya.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilaksanakan di ruang Intensive

Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar

Lampung pada pasien yang di rawat di ruang tersebut, sedangkan untuk

pemeriksaan dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada bulan Oktober 2018-

November 2018.

Page 55: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

37

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang di rawat di

ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar

Lampung.

a. Kriteria Inklusi

Pasien yang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Moeloek Bandar Lampung pada periode Oktober hingga

November 2018.

b. Kriteria Eksklusi

Pasien dalam keadaan tidak kooperatif sehingga tidak

memungkinkan dilakukannya swab pada hidung dan telapak tangan.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu

consecutive sampling. Semua pasien ICU yang datang secara berurutan

atau pergantian pasien di ruang ICU dan memenuhi kriteria inklusi akan

masuk ke dalam sampel penelitian sampai data yang dibutuhkan cukup.

Page 56: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

38

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu

menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

n : Sampel

: Tingkat kemaknaan (ditetapkan: 1,96)

P : Proporsi (dari pustaka: 0,076)

Q : 1-P (1-0,076=0,924)

d : Tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki (ditetapkan:

0,10)

Proporsi didapatkan berdasarkan hasil penelitian angka kejadian yang

dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2011

dan 2014 (7,60%) (Linosefa, 2016). Berdasarkan keterangan di atas,

maka dapat dihitung:

....

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang diperlukan

adalah 30 sampel.

Page 57: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

39

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas (independent) pada penelitian ini adalah pasien-

pasien yang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek Bandar Lampung.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kolonisasi bakteri

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang ada pada

pasien ICU Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 2 Definisi Operasional.

Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara

Ukur

Hasil

Ukur

Skala

Ukur

Pasien ICU Pasien yang dirawat

di ruang ICU

Rumah Sakit

Umum Daerah

Abdul Moeloek

Bandar Lampung

Pengamatan

di ruang ICU

Melihat

langsung

pasien

dirawat

di ruang

ICU

Ya atau

tidak

Kategorik

(nominal)

Kolonisasi

MRSA

Bakteri MRSA

yang membentuk

koloni pada tubuh

pasien

Media

tumbuh dan

disk

Cefoxitine

Kultur

pada

media

dan uji

resistensi

Ada

(diameter

hambat

cefoxitin 22mm

pada salah

satu

spesimen)

atau tidak

ada

(diameter

hambat

cefoxitin 21 mm

pada

kedua

spesimen)

Kategorik

(nominal)

Page 58: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

40

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat

standar yang dipakai pada laboratorium mikrobiologi, seperti inkubator,

autoklaf, pinset, bunsen, cawan petri, lidi kapas steril, tabung reaksi,

ose, rak beserta tabung reaksi, mikroskop, pipet mikro, cawan petri,

serta peralatan lain yang lazim digunakan di laboratorium mikrobiologi.

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

a. Isolat bakteri yang diambil dari swab hidung dan telapak tangan

pasien-pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU)

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek.

b. Cakram Antibiotik cefoxitin 30 g.

c. Media Manitol Salt Agar (MSA) dan media Agar Muller Hinton

(MHA).

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Sterilisasi alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan dan

dikeringkan terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan kertas

perkamen, sedangkan alat-alat seperti gelas (tabung reaksi) ditutup

dengan kapas lalu dibalut dengan kassa dan kemudian dibungkus

dengan menggunakan kertas perkamen. setelah itu disterilisasi di oven

Page 59: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

41

pada suhu 160

C selama kurang lebih 1 jam. Sterilisasi ini dilakukan

untuk membersihkan alat atau media dari jasad renik (Mahmudah,

2013).

3.7.2 Pembuatan Manitol Salt Agar (MSA)

Bahan yang digunakan pada pembuatan MSA terdiri dari 10 gr

pepton, 10 gr manitol, 15 gr agar, 75 gr sodium klorida, 0,25 Phenol

red. prosedur untuk membuat agar ini antara lain:

a. Bahan dilarutkan dalam 500 ml aquades, kemudian dipanaskan

sampai bahan-bahan tersebut terlarut sempurna.

b. Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dan

suhu 121

C selama kurang lebih 15 menit.

c. Media didinginkan sampai teraba hangat, kemudian dituangkan ke

dalam cawan petri steril.

d. media dibiarkan menjad padat (membeku) (Mahmudah, 2013).

3.7.3 Isolasi Spesimen Staphylococcus aureus

Isolat yang sebelumnya telah diambil dari pasien yang dirawat di

ruang ICU, kemudian ditanam pada media nutrient agar, lalu

diinkubasi pada suhu 37

C selama 24 jam (Mahmudah, 2013).

3.7.4 Pewarnaan Gram

Kolonisasi bakteri yang terdapat pada media nutrien agar

kemudian diambil untuk dilakukan pewarnaan gram. Pertama yang

harus dilakukan adalah mempersiapkan kaca objek dengan cara

dibersihkan dan dilewatkan di atas api, setelah itu diberi label pada

Page 60: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

42

pinggir kaca objek. Setelah kaca objek bersih, kemudian dibuat

lingkaran berbentuk oval dengan menggunakan spidol. Koloni bakteri

yang sebelumnya sudah tumbuh kemudian diambil dengan

menggunakan ose bulat yang sudah dipanaskan dan didinginkan

sebelumnya. Prosedur ini harus dilakukan di dekan lampu bunsen.

Koloni yang sudah ada pada ose bulat selanjutnya diapuskan pada

bagian tengah kaca objek di dalam bentuk oval yang sebelumnya telah

dibuat. Panaskan kembali ose yang sudah selesai dipakai dan kaca

objek yang sudah terdapat apusan selanjutnya difiksasi dengan cara

dilewatkan di atas api sebanyak tiga kali secara perlahan (Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, 2016).

Prosedur pewarnaan gram dimulai dengan meletakkan kaca objek

pada rak pewarnaan dan kemudian genangi seluruh permukaan koloni

yang sudah terfiksasi dengan crystal violet. Biarkan selama 60 detik,

kemudian bilas kaca objek dengan air mengalir selama 5 detik. langkah

berikutnya yaitu apusan pada kaca objek digenangi dengan larutan

iodine dan dibiarkan selama 60 detik, lalu dibilas kembali

menggunakan air mengalir selama 5 detik. berikutnya dilakukan

penambahan etanol selama 15-30 detik dengan cara diteteskan sedikit

demi sedikit. Langkah terakhir meliputi penambahan safranin pada

apusan dengan cara digenangi, biarkan selama 1 menit dan kemudian

apusan dibilas dengan air mengalir selama 5 detik. setelah prosedur

selesai, kaca objek dikeringkan secara perlahan dan kemudian dapat

Page 61: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

43

dilihat di bawah mikroskop (Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung, 2016).

3.7.5 Uji Katalase

Uji katalase dilakukan dengan cara meletakkan 1 sampai 2 tetes

H2O2 pada kaca objek. Kolonisasi bakteri yang sebelumnya sudah

tumbuh pada nutrien agar diambil dengan menggunakan ose bulat yang

sebelumnya sudah dipanaskan dan didinginkan, kemudian tambahkan

koloni tersebut ke dalam tetesan H2O2. Hasil positif akan menghasilkan

buih padan campuran H2O2 dan kolonisasi bakteri (Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, 2016).

3.7.6 Pembuatan Larutan McFarland

Membuat larutan McFarland dilakukan dengan mencampur 0,5 ml

1,175% BaCl2 2 H2O dengan 99,5 ml larutan H2SO4 1% hingga

akhirnya volume menjadi 100 ml dan kemudian dikocok hingga larutan

homogen (Maliku, 2010).

3.7.7 Pengukuran Sensitivitas Antibiotik

a. Setelah didapatkan pertumbuhan koloni pada nutrient agar, lalu

dengan menggunakan ose bulat, koloni ditanamkan pada media

Manitol Salt Agar (MSA) dan kemudian didiamkan 2-5 menit agar

bakteri dapat meresap ke dalam media. Setelah itu kultur diinkubasi

pada suhu 37

C selama 24-48 jam. Kemudian perhatikan perubahan

warna yang terjadi pada media. Apabila media berubah menjadi

Page 62: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

44

kuning, dapat dipastikan bahwa bakteri tersebut dapat tumbuh di

suasana garam serta dapat memfermentasi manitol. Prubahan warna

pada media menandakan bakteri tersebut adalah Staphylococcus

aureus.

b. Kultur positif Staphylococcus aureus ditanam kembali pada media

nutrient broth dan kemudian diinkubasi selama 6 jam atau lebih

sampai kekeruhan sama dengan kekeruhan larutan McFarland 0,5.

Kemudian ditanamkan kembali pada media Agar Muller Hinton

(MHA).

c. Cakram cefoxitin kemudian diletakkan pada kultur media Agar

Muller Hinton tersebut dengan menggunakan pinset. Jarak antara

cakram satu dengan cakram lainnya diatur kurang lebih sejauh 15

mm. Jarak ini bertujuan agar didapatkan kontak yang baik antara

cakram obat dengan bakteri, kemudian diinkubasi lagi pada suhu 37

C selama 24 jam.

d. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur dengan menggunakan

jangka sorong. Pengukuran ini menggunakan satuan milimeter (mm)

(Mahmudah, 2013).

3.7.8 Pengambilan Spesimen

Pertama-tama, untuk mengetahui apakah pasien yang dirawat di

ruang Intensive Care Unit (ICU) memiliki koloni di tubuh mereka,

dapat dilakukan swab pada hidung dan tangan pasien. Isolat diambil

dengan menggunakan lidi kapas steril yang sebelumnya telah dibasahi

dengan Nutrien Broth. Isolat diambil dari lubang hidung dengan cara

Page 63: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

45

memasukkan lidi kapas steril tersebut ke dalam lubang hidung sampai

terasa adanya tahanan pada daerah turbinat sedalam kurang lebih 1,5

cm, selanjutnya lidi kapas steril ditarik keluar secara perlahan dan

jangan sampai menyentuh area cavum nasi yang lain. Isolat dari telapak

tangan pasien diambil dengan cara lidi kapas steril yang sudah dibasahi

dengan Nutrien Broth diusap dengan cukup kuat pada kedua tangan dan

selah jari. Selama melakukan swab, lidi kapas steril perlu diputar secara

perlahan (dipelintir) agar terkumpul sebanyak mungkin bakteri yang

tersebar merata di ujung kapas. Setelah prosedur swab selesai,

masukkan lidi kapas steril ke dalam media Carry and Blair dan

kemudian di bawa ke laboratirium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung dengan menggunakan cool box (Universitas

Sebelas Maret, 2015; Wati, 2015; Oktaviani dan Mas’ari, 2017).

Page 64: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

46

3.8 Skema Prosedur Penelitian

Gambar 5 Skema Prosedur Penelitian.

Telah lulus Ethical Clearence dan telah terbit izin

untuk melakukan penelitian

Pengambilan Spesimen pada pasien yang dirawat di

ruang ICU (swab hidung dan tangan)

Spesimen digoreskan pada nutrient agar, lalu

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37

C

Spesimen (koloni yang tumbuh di nutrient agar),

digoreskan pada media Manitol Salt Agar (MSA),

lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37

C

Tidak terdapat

perubahan warna

(tidak terjadi

fermentasi

manitol)

Terdapat perubahan

warna (merah-kuning)

yang artinya terjadi

fermentasi manitol

(sudah pasti bakteri

Staphylococcus aureus)

Spesimen digoreskan

kembali pada media

Agar Muller Hinton

(MHA) setelah

kekeruhan sama

dengan McFarland 0,5

Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37

C

Meletakkan cakram

cefoxitin pada media

yang sudah digores

dengan bakteri

Hasil zona lisis pada

kultur yang di lakukan

di media Agar Muler

Hinton (MHA)

Sensitif

( 22mm)

Resistant

( 21 mm)

Analisis data dan

mencari

prevalensi

kolonisasi MRSA

Pewarnaan gram (bakteri coccus gram positif) dan

uji katalase (positif)

Koloni yang tumbuh

Didapatkan hasil bakteri Staphylococcus sp.

Identifikasi dengan mengukur

diameter

Page 65: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

47

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapatkan Ethical Clearence Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

3533/UN26.18/PP.05.02.00/2018.

3.10 Analisa Data

Data yang didapat pada penelitian ini akan diolah dengan menghitung

jumlah persentase dari kolonisasi MRSA dari seluruh sampel yang

dibutuhkan dan disajikan dalam bentuk tabel.

Page 66: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

53

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Prevalensi kolonisasi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus

aureus (MRSA) pada pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU)

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung adalah sebesar

37,50%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan menambah jumlah sampel dan

pengambilan spesimen di lebih dari dua tempat.

2. Perlu pemeriksaan secara berkala untuk mengetahui prevalensi MRSA.

Page 67: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

54

DAFTAR PUSTAKA

Amalia B. 2012. Kejadian Kolonisasi Methicillin-Resistant Staphylococcus

aureus ( MRSA ) dan Hubungannya dengan Riwayat Rawat Sebelum

Masuk ICU pada Pasien ICU Pusat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

tahun 2011. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ammerlaan H and Kluytmans J. 2010. Methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA) colonization. Dalam: Cohen, J., Powderly, W., Opal, S.M.,

penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. Birmingham: Elsevier.

Biantoro I. 2008. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. (Tesis).

Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Bonar E, Wójcik I, dan Wladyka B. 2015. Proteomics in studies of

Staphylococcus aureus virulence. Acta Biochimica Polonica. 62(3):367–81.

Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, penyunting. 2012.

Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta:

EGC.

Brown AF, Leech JM, Rogers TR, dan McLoughlin RM. 2014. Staphylococcus

aureus Colonization: Modulation of Host Immune Response and Impact on

Human Vaccine Design. Frontiers in Immunology: 4(507):1-20.

Centers for Disease Control and Prevention. 2016. General Information About

MRSA in the Community. Tersedia di:

https://www.cdc.gov/mrsa/healthcare/ (Diakses pada tanggal 26 Desember

2017).

Centers for Disease Control and Prevention. 2017. General Information About

MRSA in Healthcare Settings. Tersedia di:

http://archsurg.jamanetwork.com/

article.aspx?doi=10.1001/jamasurg.2017.0904 (Diakses pada tanggal 26

Desember 2017).

Chuang YY dan Huang YC. 2013. Molecular epidemiology of community-

associated meticillin-resistant Staphylococcus aureus in Asia. The Lancet

Page 68: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

55

Infectious Diseases. Elsevier Ltd. 13(8):698–708.

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. 2012. Pedoman Teknis Ruang

Perawatan Intensif Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

Elston DM. 2007. Community-acquired methicillin-resistant Staphylococcus

aureus. Journal of the American Academy of Dermatology. 56(1):1–16.

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2016. Panduan Pratikum

Mikrobiologi 2016. Depok: Fakultas Farmasi Universitas Snata Dharma.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2016. Buku Panduan Clinical Skill

Laboratory 2 Semester 2 T . A 2015 / 2016. Bandar Lampung: Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

Granslo HN et al. 2011. Staphylococcus epidermidis - Virulence Factors and

Innate Immune Response. Norwegia: University of Tromsø.

Giancola SE, Nguyen AT, Le B, Ahmed O, Higgins C, Sizemore JA et al. 2016.

Clinical Utility of a Nasal Swab Methicillin-Resistant Staphylococcus

aureus Polymerase Chain Reaction Test in Intensive and Intermediate Care

Unit Patients With Pneumonia. Diagnostic Microbiology & Infectious

Disease. 86(3):307-10.

Green BN, Johnson CD, Egan JT, Rosenthal M, Griffith EA, dan Evans MW.

2012. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus: An overview for manual

therapists. Journal of Chiropractic Medicine. Elsevier B.V. 11(1):64–76.

Ibrahim OMA, Bilal NE, Osman OF, dan Magzoub MA. 2017. Assessment of

methicillin resistant Staphylococcus Aureus detection methods: analytical

comparative study. Pan African Medical Journal. 27(281):1–7.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010. Jakarta:

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Kosnik IG, Dermota U, Ribic H, Storman A, Pertovic Z, dan Cretnik TZ. 2017.

Evaluation of Single vs Pooled Swab Cultures for Detecting MRSA

Colonization. Journal of Hospital Infection. 98(2018):149-54.

Kusuma SAF. 2009. Staphylococcus aureus. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.

Lautenbach E, Nachamkin I, Hu B, Fishman NO, Tolomeo P, Prasad P et al.

2009. Surveillance Cultures for Detection of Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus: Diagnostic Yield of Anatomic Sites and

Comparison of Provider-and Patient-Collected Samples. Infection Control

and Hospital Epidemiology. 30(4):380-2.

Page 69: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

56

Lee AS, Huttner B, dan Harbarth S. 2016. Prevention and Control of Methicillin-

Resistant Staphylococcus aureus in Acute Care Settings. Infectious Disease

Clinics of North America. 30(4):931–52.

Liana P. 2014. Gambaran Kuman Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA) di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Patologi Klnik Rumah

Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Periode Januari-Desember 2010.

Jurnal kedokteran dan Kesehatan. 46(3):171–5.

Linosefa, Lestari CL, Kusumaningrum A, Karuniawati A, dan Yasmon A. 2016.

Prevalensi Isolat MRSA Penghasil Panton-Valentine Leukocidin Pada

Pasien ICU Rumah Sakit Tersier. Majalah Kedokteran Andalas. 39(1):1–10.

Mahmudah R. 2013. Identifikasi Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus

(MRSA) Pada Tenaga Medis Dan Paramedis Di Ruang Intensivecare Unit

(ICU) Dan Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul

Moeloek. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Mainous III AG, Hueston WJ, Everett CJ, dan Diaz VA. 2006. Nasal Carriage of

Staphylococcus aureus and Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus in

the United States, 2001-2002. Annals of family medicine. 4(2):132-7.

Maliku P. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi di Bagian

Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

(Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung

Marzec NS dan Bessesen MT. 2016. Risk and Outcomes of Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) Bacteremia Among Patients Admitted

With and Without MRSA Nares Colonization. American Journal of

Infection Control. 44(4):405–8.

Meta DT, Endarin R, dan Sembiring LP. 2014. Identifikasi dan Resistensi Bakteri

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dari Ulkus

Diabetikum Derajat I dan II Wagner di Bagian Penyakit Dalam RSUD

Arifin Achmad. Pekanbaru: Universitas Riau.

Murti B. 2009. Mendesak, Kebutuhan untuk Memperbaiki Pelayanan Intensif

Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Indonesia. 1(1):1–3.

Nathwani D, Davey PG, dan Marwick CA. 2010. MRSA: treating people with

infection. Clinical evidence. 10(922):1–18.

Nurkusuma DD. 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap KejadianMethicillin-

Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada Kasus Infeksi Luka Pasca

Operasi di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Page 70: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

57

Oktaviani SY dan Mas’ari N. 2017. Identifikasi Staphylococcus aureus Sebelum

dan Sesudah Mencuci Tangan Dengan Sabun Antiseptik pada Swab Tangan

Perawat di Ruang OK RSUD Petala Bumi Pekanbaru. Jurnal Analis

Kesehatan Klinikal Sains. 5(2):46–9.

Otto M. 2014. Staphylococcus aureus toxins. Current Opinion in Microbiology.

Elsevier Ltd. 17(1):32–7.

Raz R, Colodner R, dan Kunin CM. 2005. Who are you - Staphylococcus

saprophyticus?. Clinical Infectious Diseases. 40(6):896–8.

Rijnders MIA, Deurenberg RH, Boumans MLL, Hoogkamp-Korstanje JAA,

Baisser PS, Stobberingh EE et al. 2009. Population structure of

Staphylococcus aureus strains isolated from intensive care unit patients in

The Netherlands over an 11-year period (1996 to 2006). Journal of Clinical

Microbiology. 47(12):4090–4095.

Royal College of Nursing. 2005. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA), Guidance for Nursing Staff. London: Royal College of Nursing.

Salmenlinna S. 2002. Molecular Epidemiology of Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus in Finland. (Disertasi). Helsinki: University of

Helinski.

Sangal V, Girvan K, Jadhav S, Vali L, Edwards GFS, Yu J et al. 2011. Molecular

Characterization of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus from

Intensive Care Unit in Aberdeen Royal Infirm, Scotland. Journal of

Infection. 63(6):38-9.

Sari PK. 2016. Faktor Risiko Pasien Dengan Kolonisasi Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga.

Sudigdoadi S. 2001. Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik Pada Infeksi

Bakteri. Jatinangor: Universitas Padjajaran.

Sulistiyaningsih. 2010. Uji Kepekaan Beberapa Sediaan Antiseptik Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus aureus Resisten

Metisilin (MRSA). Jatinangor: Universitas Padjadjaran.

Tenover F. 2006. Mechanism of Antimicrobial Resistant in Bacteria. the

American Journal of Medicine. 34(5 Suppl 1):S64-73.

Universitas Sebelas Maret. 2015. Keterampilan Pemeriksaan Telinga Hidung

Tenggorok, Buku Manual Smester 5. Surakarta: Fakultas Kedoteran

Universitas Negeri Sebelas Maret.

Page 71: PREVALENSI KOLONISASI BAKTERI METHICILLIN ...digilib.unila.ac.id/55333/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfBerdasarkan lokasi pengambilan swab, MRSA positif dari spesimen hidung sebesar

58

Utami ER. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. SAINTIS.

1(1):124-38.

Wati HA. 2015. Pengaruh Berbagai Larutan Antiseptik Dalam Menghambat

Pertumbuhan Bakteri dari Swab Telapak Tangan. Jakarta: Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah.

Wijaya PR, Nuryastuti T, dan Praseno. 2014. Uji Kepekaan Bakteri Methicillin-

Resistant Staphylococcus aureus Terhadap Antibiotik Vancomycin Dengan

Metode Macrobroth Dilution. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

World Health Organization. 2009. WHO Guidelines on Hand Hygiene in

Healthcara. Geneva: World Health Organizaton.

World Health Organization. 2017. Global Priority List Of Antibiotic-Resistant

Bacteria To Guide Research, Discovery, And Development Of New

Antibiotics. World Health Organization.

World Health Organization. 2018. Antimicrobial resistance. [Online Article]

[diunduh pada 10 Agustus 2018]. Tersedia dari: http://www.who.int/news-

room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance.

Yuwono H. 2012. Staphylococcus aureus dan Methicillin Resistant

Staphylococcus aureus ( MRSA ). Palembang: Universitas Sriwijaya.