DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini preeklampsi masih merupakan penyulit dalam
kehamilan dan menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan
maternal maupun perinatal ( Wibowo N, 2001). Preeklampsia terjadi
bervariasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan. Diagnosis
preeklampsia salah satunya ditegakkan berdasarkan terjadinya
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg. Bila tekanan darah
mencapai 160/110 mmHg atau lebih maka disebut preeklampsia berat.
Morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal karena
preeklampsia di Indonesia masih tinggi ( Cunningham FG et al, 2001,
Wibowo, Rachmidi T, 1999).
Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap preeklampsia yaitu
beratnya derajat penyakit, usia kehamilan dan adanya hipertensi
kronis. Preeklampsia berat yang terjadi sebelum usia kehamilan 34
minggu berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas perinatal
yang tinggi. Masih terdapat kontroversi dalam hal penatalaksanaan
pasien dengan preeklampsia berat sebelum usia kehamilan 34 minggu.
Beberapa institusi menganjurkan pengakhiran kehamilan sebagai
terapi defenitif pada semua kasus tanpa memandang usia kehamilan,
sedangkan sebagian lagi menganjurkan untuk memperpanjang kehamilan
sampai aterm atau tercapainya maturitas paru ( Friedman SA, 1999,
Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, 1993).
Tujuan dasar penatalaksanaan pada setiap kehamilan yang
dipersulit oleh karena hipertensi adalah ( Cunningham FG et al,
2001).
1. Mengakhiri kehamilan dengan trauma sedikit mungkin baik bagi
ibu maupun bagi janinnya.
2. Melahirkan janin yang selanjutnya dapat bertahan hidup.
3. Memulihkan kesehatan ibu secara total.
Pada dasarnya penanganan yang terbaik pada preeklampsia adalah
segera melahirkan janin, tetapi disamping itu usia kehamilan,
keadaan ibu dan keadaan janin harus diawasi dengan baik, dan
menjadi pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan
Pada preeklampsia berat pengakhiran kehamilan dilakukan setelah
35 minggu, kecuali lebih dini atas indikasi komplikasi pada ibu,
misalnya perburukan ginjal, hepar, koagulasi intravaskuler dsb.
Cara pengakiran kehamilan dilakukan atas dasar keadaan serviks, his
dan keadaan janin ( Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, 1993, Soefoewan,
2003).
Berikut ini akan disampaikan kasus seorang wanita umur 30 tahun
yang masuk KB RSUP M.Djamil Padang kiriman bidan tanggal 09 -06
2005 jam 23.45 WIB dengan diagnosa G1P0A0 gravid aterm dengan tensi
190/130, oedema (+). Setelah dilakukan pemeriksaan pasien
didiagnosa dengan G1P0A0H0, Gravid Preterm(32-34 mg ) + PEB, anak
hidup intra uterin. Pasien kemudian diberikan regiment SM dan
direncanakan untuk terapi konservatif.
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama: Neti SumarniNama suami : JermawanUmur: 30 tahunUmur : 34
tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMAPekerjaan: RT Pekerjaan :
Buruh.
Alamat: Kelurahan Kampung Jua no. 15, Lb. Begalung
MR: 43 12
24========================================================
Seorang wanita umur 30 tahun masuk KB RSUP M.Djamil Padang
kiriman bidan tanggal 09 -06 2005 jam 23.45 WIB dengan diagnosa
G1P0A0 gravid aterm dengan tensi 190/130, oedema (+).Riwayat
Penyakit Sekarang :
Pasien pergi kontrol kehamilan ke bida, karena tensi pasien
tinggi, pasien kemudian dirujuk ke RSMJ.
Nyeri pinggang yang menjalar keari-ari(-)
Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (-) Keluar air-air
yang banyak dari kemaluan (-) Keluar darah yang banyak dari
kemaluan (-)
Sakit kepala (-), Nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur(-)
Tidak haid sejak 8 bulan yang lalu
HPHT : lupa, TP : tak bisa ditentukan.
Gerakan anak dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Hamil Muda :Mual (+), Muntah (-), Perdarahan (-)
PNC
:ke bidan, teratur.RHT
:Mual (-), Muntah (.-), perdarahan (-)
R. Meanstruasi
: Menarche usia 13 tahun, - Siklus 1 x 28
hari, Lama 5 - 7 hari, jumlah : (2 - 3) x
ganti duk/hari, nyeri (-)
R. Perkawinan: 1 x tahun 2004R.Hamil /Abortus/Persalinan :
1/0/01. Sekarang.
R. Kontrasepsi: (-).RPD: Tidak ada riwayat penyakit jantung,
paru, ginjal, DM
dan hipertensi.RPK: tidak ada yang penting.Pemeriksaan
FisikKeadaan Umum : sedang kesadaran
: CMC Tekanan darah
:190/110 mmhg Nadi
:192 x/menit Nafas
: 20 x/menit Suhu
: 37 oC. BJA
:13-12-12
Jumlah Urin
: 200 cc/ jernih
Prot
: (+++)
Diagnosa
: G2P1A0H1 Gravid preterm + PEB
Anak,hidup ,intra uterin.Sikap
:
Rawat isolasi Regiment SM dosis initial. Kontrol KU,BJA,reflek
patella,jml urine Tidur miring kiri Anti hipertensi, jika TD (
160/110 mmhGRencana
: Reg SM dosis maintenance.Jam 23.45.wib :Mulai Reg SM dosis
inisial
jam 00.00.wib :Selesai Reg SM dosis inisialPemeriksaan
FisikKeadaan Umum : sedang
kesadaran
: CMC
Tekanan darah:150/92 mmhg
Nadi
:192 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 37 oC.
Mata: konjungtiva : tak anemis , sklera : tak ikterik
Leher: JVP 5 - 2 cm H20 , KGB tak membesarThorak :
Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen
: Status obstetrikus
Genetalia
: Status obstetrikusEktremitas
: Oedema +/+, RF +/+ , RP -/-
Genetalia
: I v/u : tenang
Status Obstetrikus
Inspeksi Membuncit sesuai usia kehamilan preterm
LM hiperpigmentasi, Striae gravidarum (+),Sikatrik (-)
Palpasi L I : FUT : pusat - proc. xyphoideus
teraba masa, lunak, noduler.
L II : teraba tahanan terbesar disebelah kiri dan
bagian kecil anak teraba dikanan.
L III : teraba massa bulat, keras, floting
L IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP..
TFU : 28 cm , TBA : 2325 gr His (-) Auskultasi
: BJA 13 - 12 - 12Genitalia: Inspeksi
: V/U tenang
Diagnosa :G1P0A0H0, Gravid Preterm(32-34 mg ) + PEB selesai
regiment SM dosis initial. anak hidup, tunggal intra uterine let
kep, floating.
Sikap :
Lanjutkan Reg. SM dosis maitenance
Kontrol KU, BJA, Rf patella, jml Urine
Periksa darah lengkap,urine lengkap, faal heparfaal ginjal, faal
hemostatik,gula darah.
Tidur miring kekiri EKG
Konsul mata, Interne. USG dan CTG
Dexamethason 4 x 6 mg ( 2 hari)
Rencana: Konservatif
Laboratorium ( 09 Juli 2005): HB
; 12,6 gr% Leuko
: 9800 /mmHematokrit
: 39 %
CT
: 4 menit
Trombosit
: 318. 000
Gula darah random: 80 mg%Ureum
: 17 mg% ( 20 40)
Konsul mata : Kesan : Fundus Eklampsia sedang
Anjuran: Terapi sesuai TS.
Konsul Peny. dalam :
Kesan : PEB dalam Re. SM
Anjuran: terapi sesuai bag. TS.
Tanggal 10-6-2005Anamnesa
Nyeri pinggang keari-ari (-)
Keluar air air dari kemaluan (-) Mata kabur (-), sakit kepala
(-), nyeri ulu hati (-) Nyeri perut (-)Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang kesadaran
: CMC
Tekanan darah : 165/92 mmhg Nadi
: 116 x/mnt Nafas
: 20 x / mnt
Suhu
: afebris,
Mata
: konjungtiva : tak anemis , skelera : tak ikterik
Leher
: JVP 5 - 2 cm H20 , KGB tak membesarThorak : Jantung dan paru
dalam batas normal
Abdomen
: Status obstetrikus
Ekstremitas
: Udem +/+, RF +/+, R. Patella+/+Abdomen
: Status Obstetrikus
Genitalia
: Status obstetrikus
Diagnosa :G1P0A0H0, Gravid Preterm(32-34 mg ) + PEB dalam
Reg. SM dosis maintenance.
anak hidup, tunggal intra uterine let kep, floating.
Sikap :
Lanjutkan Reg. SM dosis maitenance
Kontrol KU, BJA, Rf patella, jml Urine
Tidur miring kekiri
USG dan CTG
Dexamethason 4 x 6 mg ( 2 hari)
Rencana: Konservatif
Laboratorium ( 10 Juli 2005):
HB
; 12,6 gr%
Leuko
: 9800 /mm
Hematokrit
: 39 %
CT
: 4 menit
Trombosit
: 318. 000
Gula darah random: 80 mg%
Ureum
: 12 mg% ( 20 40)
Kreatinin
: 0,7 mg%
Bilirubin total
: 0,56 mg%
SGOT
: 16 U/L ( sp 32)
SGPT
: 20 U/L (sp 31)
LDH
: 456 U/L (240-480)
Hasil USG ( 10 juni 2005): Janin hidup tunggal, intra uterin let
kep, FM (+), FHM (+).Plasenta tertanam di korpus kiri
DBP : 87 mm , HL: 59 mm, FL : 62 mm, AC = 169 mm, TBA: 2014
gr
Air ketuban cukup.
Kesan : Gravid 33 34 mg, janin hidup
Hasil CTG ( 10 juni 2005):
Baseline:130 140 dpm
Variabilitas:10 15 dpm
Akselerasi:(+)
Deselerasi:(-)
Gerak janin:(+)
Kontraksi:(-)
Kesan/: CTG normal.
Tanggal 11-6-2005Anamnesa
Nyeri pinggang keari-ari (-)
Keluar air air dari kemaluan (-) Mata kabur (-), sakit kepala
(-), nyeri ulu hati (-) Nyeri perut (-)Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
kesadaran
: CMC
Tekanan darah : 150/92 mmhg
Nadi
: 92 x/mnt
Nafas
: 20 x / mnt
Suhu
: afebris,
Mata
: konjungtiva : tak anemis , skelera : tak ikterik
Leher
: JVP 5 - 2 cm H20 , KGB tak membesarThorak : Jantung dan paru
dalam batas normal
Abdomen
: Status obstetrikus
Ekstremitas
: Udem +/+, RF +/+, R. Patella+/+Abdomen
: Status Obstetrikus
Genitalia
: Status obstetrikus
Diagnosa :G1P0A0H0, Gravid Preterm(32-34 mg ) + PEB anak hidup,
tunggal intra uterine let kep, floating.
Sikap :
Kontrol KU, BJA Tidur miring kekiri
CTG
Dexamethason 4 x 6 mg ( 2 hari)
Rencana: Konservatif
Hasil CTG ( 11 juni 2005):
Baseline:120 130 dpm
Variabilitas:2 10 dpm
Akselerasi:(+)
Deselerasi:(-)
Gerak janin:(-)
Kontraksi:(-)
Kesan/: CTG normal.
Anjuran: ulang CTG 24 jam.
pematangan paru : dexamethason 1 x 12 mg (
2 hari)
BAB IIIPENATALAKSANAAN PEB PRETERM
Preeklampsia adalah suatu sindroma penyakit yang bersifat
polimorfik sehingga semua organ dapat terlibat. Diagnosa
preeklampsia ditegakkan apabila hipertensi disertai dengan
proteinuria yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20
bahkan kadang kadang timbul lebih awal bila terdapat vili korialis
yang luas, dan semua tanda tanda tersebut mengalami remisi setelah
persalinan. Sedangkan Eklampsia di sertai kejang pada preeklampsia
tanpa adanya penyebab lain ( Cunningham FG et al, 2001, Rocella EJ,
2002).Pada preeklampsia, janin dapat mengalami hipoksia, maupun
kekurangan nutrisi sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan
janin terhambat. Keadaan ini terlihat pada buruknya sirkulasi
plasenta, yang disebabkan oleh invasi trofoblast pada a. spiralis
yang tidak sempurna atau akibat terjadinya atherosis pada
pembuluh-pembuluh darah desidua dan plasenta. (Wibowo N, 2001,
Sibai MB, Chames MC, 1999). Mencari etiologi preeklampsia merupakan
pendekatan terbaik dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas
yang diakibatkan oleh preeklampsia / eklampsia. Namun sampai
sekarang etiologinya belum diketahui, walaupun diyakini bahwa
preeklampsia berhubungan erat dengan plasenta. Hipotesis yang
penting pada patogenesis dari preeklampsia adalah terdapatnya
senyawa yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang masuk ke sistem
sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi
endotel yang terjadi dianggap sebagai penyebab utama timbulnya
gejala klinik preklampsia hipertensi, proteinuria, dan aktivasi
sistem hemostasis (Wibowo N, 2001, Dildy III GA, 2004)PATOGENESIS
PREEKLAMPSIA
Untuk terjadinya implantasi yang harmonis sehingga terjadi
proses kehamilan yang normal maka persiapan sudah dimulai sejak pra
menstruasi saat terjadi pemilihan telur mana yang terpilih untuk
dimatangkan. Proses implantasi mudigah pada endometrium adalah
suatu proses yang sangat kompleks dan harmonis. Ditandai dengan
invasi trofoblas ke segmen desidua a. spiralis dan segmen
miometrium a. spiralis. Pada saat implantasi ini diperlukan
kesiapan endometrium (yang dikenal dengan masa endometrium
reseptif), mekanisme molekuler, keseimbangan hormonal, energi dan
peran ekspresi gen pengatur dalam invasi trofoblas (Wibowo N,
2001).
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas kedalam jaringan desidua
menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis. Untuk
memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah
membesarkan diameter arteri. Sesuai hukum Poiseuile's maka
pembesaran diameter arteri spiralis yang meningkat 4 sampai dengan
6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil,
akan memberikan peningkatan aliran darah sampai 10.000 kali lebih
besar dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil. Maka kemampuan
untuk melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan
utama untuk keberhasilan kehamilan (Wibowo N, 2001, August P,
2002). Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah
arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih
lebar berupa kantung yang elastis bertahanan rendah dan aliran
cepat, dan bebas dari kontrol neurovaskuler normal, sehingga
memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan
nutrisi bagi janin (Wibowo N, 2001).
Pada preklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi
kegagalan gelombang kedua invasi trofoblas, sehingga perubahan
fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya
terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara
arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel
otot polos. Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika
media dan trombosis. Garis tengah arteri spiralis 40 % lebih kecil
dibandingkan dengan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan
tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya
menyebabkan insufisiensi dan iskemia. Sebagian arteri spiralis
dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid
berisi sel-sel busa, terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak,
dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler. Keadaan ini
dikenal sebagai aterosis akut, dimana pada fase awal aterosis akut
ditandai dengan gangguan fokal dari endotel, terjadi proliperasi
sel-sel otot polos tunika intima dan terjadi nekrosis tunika media.
Ruang ekstra seluler antara sel-sel otot intima diisi oleh fibrin.
Arteri yang terlibat bisa tersumbat sebagian sampai total. Aterosis
berhubungan erat dengan terjadinya pertumbuhan janin terhambat dan
beratnya gejala dari preeklampsia (August P, 2002).
DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA (Roshadi RM, 2004). Pada saat ini, untuk
lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working Group Report dan
High Blood Pressure ini Pregnancy (2000) menyarankan klasifikasi
hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronis
3. Superimposed preeklampsia
4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah
kenaikan tekanan darah diastolik (90 mmHg dan tekanan darah
sistolik (140 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 4 jam
dan proteinuria, jika dijumpai protein dalam urine melebihi 0,3
gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif minimal positif (+)
satu.
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang
hanya dijumpai dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan,
tidak dijumpai keluhan dan tanda-tanda preeklampsia lainnya.
Diagnosa akhir ditegakkan pasca persalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai
sebelum kehamilan, selama kehamilan sampai sesudah masa nifas.
Tidak ditemukan keluhan dan tanda-tanda preeklampsia lainnya.
3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda
preeklampsia muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang
sebelumnya menderita hipertensi kronis.
4. Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia : jika
dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah 140/90 mmHg,
proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan
dalam kriteria diagnostik , karena edema juga dijumpai pada
kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang
4 jam, tekanan darah diastol ( 90 mmHg digunakan sebagai
pedoman.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ( 140/90 mmHg,
tapi kurang 160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110
mmHg, proteinuria ( +2, dapat disertai keluhan subjektif seperti
nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan
oliguria.
c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan
atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala
preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologik).
PENGARUH PREEKLAMPSIA TERHADAP JANIN
Pengaruh. yang nyata preeklampsia pada kehamilan adalah
tingginya angka proporsi bayi yang lahir preterm, pertumbuhan janin
terhambat, asfiksia, dampak koagulopati serta pengaruh dari obat
yang digunakan. Pertumbuhan janin terhambat terjadi akibat
pemasokan darah utero plasenta yang berkurang dan terdapatnya
keadan patologi plasenta. Keadaan patologi a. spiralis plasenta
berupa terjadinya atherosis, mengakibatkan pemasokan nutrisi dan
oksigen pada alas plasenta berkurang (Winkjosatro GH, Saifuddin AB,
1993)Obat-obat yang diberikan juga dapat mempengaruhi baik ibu
maupun janin. Berikut ini digambarkan beberapa obat yang mungkin
masih dipakai didalam praktek perawatan preeklampsia-eklampsia
(Winkjosatro GH, Saifuddin AB, 1993)a Diuretik
Baik thiazid maupun furosemid dapat menurunkan fungsi
plasenta.
b Diazepam
Obat ini banyak dipakai di Eropa sebagai anti konvulsan.
Memiliki efek samping pada bayi yaitu : nilai Apgar rendah,
peningkatan kejadian apnea, hipotonia dan meta bolisme yang
lambat.
c Methyl dopa
Obat ini mempunyai efek penurunan aktifitas simpatis perifer,
tidak berbahaya namun memilik risiko relatif proteinuria
d Clonidine
Obat ini memiliki efek yang hamper sama dengan methyl dopa.
Peningkatan proteinuria tetap terjadi pada 80 % kasus.
e Nifedipine
Obat yang tergolong penghambat pompa kalsium ini, bekerja
mencegah masuknya kalsium masuk kedalam sel. Obat ini yang
diberikan 3-4 mg sebanyak 4 kali sehari cukup aman dan tak
mengganggu arus darah uteroplasenta.
f Magnesium sulfat
Obat ini sangat populer dan pemberiannya dapat secara
intramuskuler atau intravena. Pengaruh buruk terhadap ibu dan janin
sangat kecil, dan keuntungan ialah ibu tetap sadar.
PEMANTAUAN JANIN
Ada beberapa metode yang dapat di gunakan untuk memenatau
kesejahteraan janin, seperti pengukuran tinggi fundus uteri,
ultrasonografi dan kardiotokografi (Winkjosatro GH, Saifuddin AB,
1993, Karsono B, 2002). Pengukuran Tinggi Fundus Uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri berguna untuk mengetahui adanya
pertumbuhan janin terhambat. Cara ini mempunyai sensitifitas lebih
dari 80% dalam menentukan PJT setelah kehamilan 32 minggu bila
didapatkan ukuran kurang 4 cm dari tinggi sesuai usia
kehamilan.
Ultrasonografi
Pemeriksaan USG serial amat bermanfaat untuk pemantauan
perkembangan janin. Pengukuran DBP (diameter biparietal) LA
(lingkar abdomen), dan PF (panjang femur) serta ICA (indeks cairan
amnion) harus secara rutin dilakukan. Taksiran berat janin yang
disesuaikan dengan kurva perkembangan akan menunjukkan apakah
pertumbuhan janin dalam keadaan normal atau pertumbuhan janin
terhambat (PJT) . PJT patut mendapat perhatian khusus karena risiko
hipoksia. Indeks cairan ketuban < 10 cm merupakan petanda awal
berkurangnya cairan amnion.
Kini dengan adanya cara Doppler dapat diukur velositas arus
darah baik pada uterus maupun pada janin. Sesuai dengan
perkembangan janin yang membutuhkan lebih banyak darah maka. arus
diastolik a. umbilikalis akan meningkat menurut usia kehamilan.
Pada kehamilan dengan resistensi perifer yang meningkat misalnya
pada insufisiensi plasenta dan hipertensi, dapat ditemukan arus
darah diastolik yang abnormal (hilang). Beberapa laporan
menunjukkan kejadian kematian janin 100% bila arus diastolik
menghilang atau terbalik.
Kardiotokografi
Kardiotokografi merupakan upaya rutin dalam deteksi perubahan
denyut jantung akibat kelainan sirkulasi dan hipoksia/asidosis.
Akselerasi merupakan pertanda baik bahwa rangsang simpatis masih
bekerja sehingga janin tidak dalam keadaan depresi akibat asidosis
atau hipoksia. Disebut reaktif bila ditemukan 2 akselerasi dalam 20
menit. Bila ditemukan hasil yang non reaktif, untuk meyakinkan
dapat dilakukan tes dengan kontraksi (TDK), yaitu infus oksitosin
di berikan mulai 1 mIU / menit dan dinaikkan 1 mIU/menit tiap 30
menit sehingga tercapai kontraksi 3 kali/10 menit. Bila ditemukan
hasil : deselerasi lambat yaitu bradikardia lebih dari 15 dpm dari
frekuensi dasar dan terjadi 20 detik setelah kontraksi maka hasil
itu disebut positif, artinya mungkin terdapat insufisiensi
plasenta. Namun patut difahami bahwa sensitifitas tes itu hanya
sekitar 50 % dan mempunyai potensi efek samping berupa gawat janin
jika di lakukan pada janin dengan cadangan yang terbatas. Secara
faali patut difahami bahwa janin mempunyai kemampuan kompensasi
untuk mengatasi keadaan hipoksia, sehingga mungkin bayi lahir
dengan nilai apgar relatif baik tetapi telah terjadi kerusakan otak
yang berkaitan dengan bukti klinis ensefalopati atau kelumpuhan
otak akibat kejadian asidosis. Namun pihak lain pemeriksaan gas
darah janin tidak mudah dan invasif disamping hasilnya hanya
bersifat sesaat. Bila 2 kali pemeriksaan ditemukan kadar pH yang
kurang dari 7.20 maka janin jelas dalam keadaan asidosis.
(Winkjosatro GH, Saifuddin AB, 1993)Terdapat perubahan fungsi pada
beberapa organ dan sistem, akibat dari vasospame, yang telah
diidentifikasi pada preeklampsia berat dan eklampsia. Efek yang
terjadi dibagi menjadi efek pada maternal dan janin. Walaupun
begitu perubahan ini dapat terjadi secara simultan (Friedman SA,
1999).PENATALAKSANAAN
Waktu untuk terminasi kehamilan pada preeklampsi berat preterm
masih menjadi perdebatan. Karena penyembuhan preeklampsia hanya
dengan melahirkan janin, maka terdapat kesepakatan umum untuk
terminasi pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu atau jika
terdapat bukti adanya distress janin atau ibu sebelum waktu itu.
Akan tetapi belum ada kesepakatan mengenai terminasi kehamilan pada
pasien preeklampsi berat sebelum usia kehamilan 34 minggu.
Manajemen aktif pada preeklampsi berat sebelum usia kehamilan 34
minggu akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal karena
prematuritas. Dengan demikian akan memperpanjang perawatan janin
pada neonatal intensive care unit. Sebaliknya, manajemen
ekspektatif dapat menimbulkan kematian janin intra uterin dan
peningkatan morbiditas maternal (Sibai BM et al, 1994).
Dengan monitoring ketat terhadap janin dan ibu akan dapat
menurunkan komplikasi janin dan ibu pada preeklampsia preterm.
Pemantauan janin antenatal pada preeklampsi berat preterm mencakup
penghitungan gerak janin oleh ibu, NST dan/atau profil biofisik
setiap hari dan USG untuk memantau pertumbuhan janin 2 kali
seminggu (Wijayanegara dkk, 1996). Sedangkan pemantauan ibu
mencakup kontrol ketat tekanan darah, gejala sakit kepala, gangguan
penglihatan dan nyeri epigastrium, nyeri perut, perdarahan
pervaginam dan pemeriksaan laboratorium hemoglobin, hematokrit dan
trombosit setiap hari, fungsi hepar 2x seminggu (Sibai BM et al,
1994, Wijayanegara dkk, 1996). Pentalaksanaan Ekspektatif
Terdapat pertentangan tentang penatalaksanaan ekspektatif pada
preeklampsi berat. Telah dibuat kriteria untuk ibu (tabel. 1) dan
janin (tabel. 2) untuk melahirkan segera (dalam 72 jam) pada
preeklampsi berat karena dipercaya resiko untuk menunda pada kasus
ini lebih banyak kerugiannya dibandingkan keuntungannya. Secara
jelas indikasi seperti fetal distress atau perkembangan sindroma
HELLP membutuhkan tindakan dalam waktu kurang dari 72 jam (
Friedman SA, 199). Tabel 1. Pedoman Maternal Untuk Segera
Melahirkan Pada Wanita Dengan
Preeklampsia Berat Yang Jauh Dari Aterm
PenatalaksanaanTemuan Klinik
Dilahirkan cepat (dalam 72 jam)1 atau lebih dari keadaan berikut
:
Hipertensi berat yang tidak terkontrol *
Eklampsia
Jumlah platelet < 100.000 / (l
SGOP atau SGPT > 2x nilai normal tertinggi dengan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas
Edema paru
Gangguan fungsi ginjal
Solusio plasenta
Sakit kepala berat yang menetap atau gangguan penglihatan
Ekspektatif1 atau lebih dari keadaan berikut :
Hipertensi terkontrol
Protein urin berapapun jumlahnya
Oliguria ( 2 x nilai normal tertinggi tanpa nyeri epigastrium
atau nyeri perut kanan atas
Tabel. 2 Pedoman Janin Untuk Dilahirkan Segera Dan
Penatalaksanaan
Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat Yang Jauh Dari Aterm
PenatalaksanaanTemuan Klinik
Dilahirkan segera
(dalam 72 jam)1 atau lebih dari keadaan berikut
Deselerasi lambat berulang atau deselerasi variabel yang
berat
Profil biofisik ( 4 pada dua pemeriksaan dengan jarak 4 jam
Indeks cairan amnion ( 2 cm
Taksiran berat anak dengan USG ( 5 persentil
Ekspektatif Seluruh dari keadaan berikut
Profil biofisik ( 6
Indeks cairan ketuban > 2 cm
Taksiran berat anak dengan USG > 5 persentil
Pedoman Untuk Penatalaksanaan Ekspektatif ( Friedman SA, 1999,
Chammas MF, 2000). Setelah masuk rumah sakit, pasien diobservasi
pada kamar bersalin selama 24 jam untuk menentukan syarat-syarat
untuk penatalaksanaan ekspektatif. Selama waktu ini diberikan
magnesium sulfat intra vena untuk profilaksis kejang, dan
glukokortikoid diberikan untuk meningkatkan luaran janin. Obat
antihipertensi diberikan sesuai kebutuhan untuk mengontrol tekanan
darah, termasuk hidralazin intra vena atau labelatol, atau
nifedipin oral, atau labelatol. Hitung darah komplet dengan
platelet, kadar kreatinin serum, asam urat, dan asparatat
transaaminase (AST), dan laktat dehidrogenase (LDH), dan urin 24
jam untuk melihat protein total dan klirens kreatinin.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita resiko tinggi
dapat mencegah terjadinya janin immature preterm dan merupakan
salah satu interverensi obstetrik yang efektif dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas perinatal. Kortikosteroid antenatal akan
menurunkan resiko RDS, perdarahan intraventrikular, dan kematian
perinatal dan terlihat memberikan keuntungan pada perkembangan
neurologik pada kehamilan lebih lanjut jika diberikan sebelum
kelahiran preterm. NIH merekombinasikan pemberian kortikosteroid
secara tunggal betamethasone (12 mg intramuscularly [IM], dua dosis
tiap 24 jam) atau dexamethasone (6 mg IM, empat dosis tiap 12 jam)
karena secara potensial dapat menurunkan perdarahan
intraventrikular (Mercer BM, 2003)Selama masa observasi, diberikan
Ringer Laktat dan Dextrose 5% intravena sebanyak 100-125 ml/jam,
dan asupan oral dibatasi. Jika ibu dan janin dinilai memenuhi
syarat untuk penatalaksanaan ekspektatif berdasarkan kriteria
diatas, magnesium sulfat diberhentikan, dan pasien dirawat pada
ruang rawat. Tekanan darah diukur 4 jam sekali, platelet setiap
hari, dan serum AST dan kadar kreatinin setiap dua hari sekali.
Begitu preeklampsia berat terjadi, tidak dilakukan pengulangan
pemeriksaan protein urin 24 jam karena, wanita dengan peningkatan
protein urin mempunyai luaran kehamilan yang sama dengan wanita
dengan protein urine yang stabil atau berkurang ( Friedman SA,
1999, Chammas MF, 2000 ). Obat antihipertensi oral diberikan sesuai
kebutuhan untuk mengontrol tekanan darah pada rentang sistolik
130-150 mmHg dan sistolik 80-100 mmHg. Dosis maksimal untuk
nifedipin oral 20 mg setiap 4 jam ditambah labetalol 600 mg tiap 6
jam. Sakit kepala (pada wanita tanpa riwayat migrain) diobati
dengan asetaminofen dan bed rest. Jika tidak terdapat perbaikan
dalam 6 jam dan sakit kepala bertambah berat, tekanan darah
dikontrol lebih ketat, dan dimulai magnesium sulfat intravena. Jika
sakit kepala menetap disiapkan untuk melahirkan. Pemeriksaan
antenatal setiap hari dengan preeklampsia berat yang ditatalaksanan
secara ekspektatif mengurangi atau meniadakan stillbirth atau
kegawatan janin pada saat melahirkan. Awalnya, dilakukan
pemeriksaan profil biofisik setiap hari; saat kondisi pasien sudah
terlihat stabil, dilakukan non stress test setiap hari dan profil
biofisik setiap minggu. Penaksiran berat janin dengan USG dilakukan
setiap 2 minggu. Pengukuran serial indeks cairan ketuban tidak
berguna sebagai prediksi pada fetal distress, walaupun AFI ( Amnion
Fluid Index ) tidak memprediksikan IUGR (pada AFI 5 cm ). Pasien
tetap dirawat sampai melahirkan. ( Friedman SA, 1999, Chammas MF,
2000 )Jika persalinan preterm mengancam, tidak diberikan tokolitik
spesifik. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis biasa untuk
profilaksis kejang intrapartum, dan dosis ini sering kali mencegah
persalinan preterm. Pada kehamilan sebelum 34 minggu, adanya
kontraindikasi untuk penatalaksanaan ekspektatif, seperti tersebut
pada tabel 1 dan 2, janin harus dilahirkan secepatnya. Persalinan
bisa dengan pervaginam atau perabdominan, tergantung pada beberapa
faktor. ( Friedman SA, 1999, Chammas MF, 2000 ). Amniosentesis
dapat dilakukan wanita yang dirawat dengan preeklampsia berat
antara kehamilan 32 dan 34 minggu. Janin dengan paru yang matang
segera dilahirkan tanpa menunda, dan untuk janin yang paru-parunya
belum matang dilahirkan 24 jam setelah dosis terakhir pemberian
glukokortikoid. Wanita yang telah dirawat di rumah sakit dan
mencapai usia kehamilan 33-34 minggu tidak di anjurkan melakukan
amniosentesis karena telah mendapat glukokortikoid sebelumnya (
Friedman SA, 1999, Chammas MF, 2000 ). Perawatan konservatif
dianggap gagal jika : (Wijayanegara dkk, 1996). Setelah 6 jam sejak
dimulainya pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah
Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada
perbaikan
Pedoman Untuk Penatalaksanaan Dilahirkan Segera
Preeklampsia berpengruh terhadap ibu dan anak. Karena tidak ada
pengobatan yang efektif untuk preeklampsi selain melahirkan anak,
melahirkan adalah merupakan penanganan pilihan untuk ibu. Untuk
janin yang jauh dari aterm, perpanjangan kehamilan mungkin lebih
tepat untuk kasus kasus tertentu.
Terdapat perubahan fungsi pada beberapa organ dan sistem, akibat
dari vasospame, yang telah diidentifikasi pada preeklampsia berat
dan eklampsia. Efek yang terjadi dibagi menjadi efek pada maternal
dan janin. Walaupun begitu perubahan ini dapat terjadi secara
simultan ( Friedman SA, 1999, Chammas MF, 2000 ). Pedoman Maternal
untuk penatalsanaa segera apabila di temukan 1 atau lebih keadaan
berikut ( Cunningham FG et al, 2001, Wibowo, Rachmidi T, 1999,
Friedman SA, 1999, Sibai BM et al, 1994). 1. Hipertensi yang tidak
terkontrol,yaitu sistolik ( 160 mmHg atau diastolik ( 110 mmHg
maksimal dengan 2 kali pemberian antihipertensi yang di
anjurkan
2. Eklampsia adalah suatu keadaan gawat dan akut pada kehamilan,
persalinan dan nifas dini yang di tandai timbulnya kejang kajang
atau koma, di mana sebelumnya wanita hamil itu menunjukan gejala
preeklampsia, kejang kejang yang timbul bukanlah akibat kelainan
neurologik
3. Penurunan trombosit berdasarkan jumlah di klasifikasikan
menurut Mississippi Klas 1. Trombosit , 50.000 / mm3
Kals 2. Trombosit antara 50.000 100.000 / mm3
Klas 3. Trombosit antara 100.000 150.000 / mm3 jm
4. Edema paru pada preeklampsi telah di laporkan terjadi pada
2,9% dari kasus PEB. Faktornya resikonya adalah tuanya usai ibu ,
multiparitas, dan hipertensi yang ada sebelumnya. Angka kematian
maternal yang berhubungan dengan edema paru pada preeklampsi
sekitar 10% kematian perinatal mencapai 50%.
5. SGOT atau SGPT 2x nilai normal tertinggi dengan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas. Serum SGOT, SGPT dan LDH
akan meningkat pada preeklampsi dan merupakan tanda HELLP sindrome.
Peningkatan fungsi liver ini merupakan petunjuk adanya subkapsuler
dan ruptur hepar imminens. Lactat dehidrogenase (LDH) adalah enzim
katalase yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat
menjadi piruvat. LDH yang meningkat menggambarkan terjadinya
kerusakan sel hepar. Walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan
tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai
peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.
6. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi kelainan berupa
endotelisasi glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel
endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya,
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah anuria sampai gagal ginjal,
juga terdapat kadar kreatinin > 1 mg %
7. Solusio plasenta, biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preklampsia, yang
merupakan tindakan akut yang harus segera ditindak.
8. Sakit kepala berat yang menetap atau gangguan penglihatan
untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat juga
terjadi perdarahan kadang kadang pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
Pedoman Janin untuk penatalsanaa segera apabila di temukan 1
atau lebih keadaan berikut
1. Bila ditemukan hasil : deselerasi lambat yaitu bradikardia
lebih dari 15 dpm dari frekuensi dasar dan terjadi 20 detik setelah
kontraksi maka hasil itu disebut positif, artinya mungkin terdapat
insufisiensi plasenta. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu
akan menyebebkan janin mengalami hipoksia Pada deselerasi variabel
terdapat gambaran dengan ciri ciri gambaran deselerasi yang
bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya .
Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty
yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi
dasar denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60
detik
2. Profil Biofisik ( 4 pada dua pemeriksaan dengan jarak 4 jam.
Konsep dasar profil biofisik adalah penilaian beberapa variabel
dari kegiatan biofisik fetus lebih sensitif dan lebih dapat di
andalkan daripada pemeriksaan satu parameter saja. Pemantauan
kegiatan biofisik fetus, memainkan peranan dalam mengidentifikasi
fetus yang mengalami asfiksia.
3. Indek cairan amnion ( 2 cm. Bila diameter cairan amnion
kurang dari 2 cm maka terdapat keadaan oligohidramnion.
4. Taksiran berat anak dengan USG ( 5 persentil
BAB V
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seoarang wanita berumur 30 tahun yang
masuk KB IGD RS Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 09 Juli 2005 jam
23.45 wib, kiriman bidan dengan diagnosa G1P0A0 gravid aterm dengan
tensi 190/130 mmHg. Setelah pemeriksaan klinis dilakukan,
ditegakkan Diagnosis G1P0A0H0 gravid preterm (32-34 minggu) dengan
preeklampsia berat. Diketahui anak hidup, intra uterin. Setelah
dilakukan pemberian regimen Sulfas Magnesikus dan pemberian anti
hipertensi, keadaan pasien menunjukan perbaikan dan selanjutnya
diambil sikap konservatif.
Pemilihan terapi konservatif pada kasus ini didasarkan pada
pedoman maternal preeklampsia berat yang jauh dari aterm, dimana
kita menemukan keadaan setelah terapi regimen SM hipertensinya
terkontrol serta kadar SGOP atau SGPT yang sedikit meningkat (>
2 x nilai normal tertinggi tanpa nyeri epigastrium atau nyeri perut
kanan atas) ( Friedman SA, 199).Pada pemeriksaan fisik diperoleh
informasi bahwa fundus uteri teraba pada pertengahan pusat -
procesus xhypoideus, ukuran ini sesuai untuk usia kehamilan 32
minggu (Winkjosastro H, 1999). Pengukuran tinggi fundus uteri
adalah 28 cm dimana ukuran ini sesuai untuk kehamilan 32 minggu.
Informasi ini menunjukan bahwa janin memiliki taksiran berat badan
yang semestinya untuk usia kehamilan 32-34 minggu. Pengukuran
tinggi fundus yang diukur dari fundus ke simfisis menggunakan pita
ukur atau dengan notasi satuan jari tangan, akan berguna untuk
mengetahui adanya pertumbuhan janin terhambat. Cara ini mempunyai
sensitifitas lebih dari 80% dalam menentukan PJT setelah kehamilan
32 minggu bila didapatkan ukuran kurang 4 cm dari tinggi sesuai
usia kehamilan. (Winkjosatro GH, Saifuddin AB, 1993, Karsono B,
2002)
Pada pemeriksaan USG di temukan kesan gravid 33-34 minggu.
Menurut kepustakaan pemeriksaann USG saat ini di pandang sebagai
suatu metoda pemeriksaan antenatal yang paling akurat untuk
mendeteksi adanya PJT. Melalui pengukuran biometri janin dengan USG
yang di konversikan dengan nomogram yang sesuai dengan usia
kehamilan , atau dapat juga dengan menggunakan berbagai macam
formula yang ada seperti : Osaka, Tokyo Chambell, Hansmann, Hadlock
dan Shepard. Maka dapat di tentukan jenis PJT, progresivitas PJT
dan prognosis PJT. Untuk usia kehamilan trimester II III biometri
janin yang lazim digunakan adalah pengukuran lingkar kepala, HL,FL,
jarak bi orbita dan lain-lain. Ketepatan dalam memperkirakan usia
kehamilan akan semakin baik apabila banyak variabel biometri yang
diukur. Tidak ada variabel biometri tunggal yang terbukti sangat
akurat untuk menentukan usia kehamilan khususnya pada kehamilan
trimester II III. Tingkat kesalahan akan lebih kecil kalau
menggunakan variabel multiple di banding dengan hanya menggunakan
variabel tunggal. Namun tidak di ketahui seberapa banyak variabel
dan variabel apa saja yang paling baik di gunakan untuk mengetahui
usia kehamilan dan tentu saja jika terlalu banyak variabel yang di
gunakan akan membuat pemeriksan USG menjadi tidak praktis. (Karsono
B,2002)
Pertumbuhan janin terhambat pada kasus ibu yang menderita
preeklampsi ini dapat dipahami sebagai akibat berkurangnya suplai
nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin akibat insufisiensi plasenta
yang timbul dari vasospasme pembuluh darah yang terjadi. Sehingga
terjadi malnutrisi selama fase hypertropi pertumbuhan janin yang
akan menyebabkan pengurangan ukuran sel yang bersifat reversibel.
(Dildy III GA, 2004, Karsono B,2002)
Walaupun ada beberapa pendapat lain yang memutuskan untuk segera
mengakhiri persalinan setelah keadaan ibu stabil tanpa memandang
maturitas janin. Hal ini masuk diakal karena tidak ada pengobatan
yang lebih efektif untuk mengakhiri suatu preeklampsia berat selain
dengan melahirkan anak. Melahirkan anak adalah suatu pilihan utama
untuk menyelamatkan ibu. Pendekatan tentang keseimbangan
kepentingan ibu dan janin hanya dapat dilakukan pada
penatalaksanaan kehamilan preterm dengan preeklampsia ringan.
Sementara pada pasien dengan preeklampsia berat melahirkan anak
dilakukan tanpa pertimbangan terhadap janin. (Handaya, 2001)
Beberapa peneliti lain menentang pendapat ini dimana dengan semakin
baiknya metode pemantauan kesejahteraan ibu dan janin serta
banyaknya variasi preeklampsia berat maka banyak klinisi menunda
persalinan hanya sampai 48 jam untuk pemberian Glukokortikoid.
(Handaya, 2001). Pertanyaan sampai saat ini yang masih terus
diperdebatkan, apakah kehamilan preterm dengan preeeklampsia berat
dapat diteruskan lebih dari 48 jam. Sibai et al. 1994 dalam
penelitiannya dalam penatalaksanaan ekspektatif pada pasien pretem
28 32 minggu dengan PEB dapat menunda persalinan sampai rata-rata
15,4 hari. (Soefoewan,2003). Di RSCM penanganan preeklampsia tanpa
komplikasi pada kehamilan sebelum 34 minggu adalah meneruskan
kehamilan dengan menunda persalinan sampai 2 minggu. (Handaya,
2001) Pada kasus ini sebaiknya pasien dilakukan pemeriksaan USG
secara serial untuk pemantauan perkembangan janin. Pengukuran DBP
(diameter biparietal) LA (lingkar abdomen), dan PF (panjang femur)
serta ICA (indeks cairan amnion) harus secara rutin dilakukan.
Taksiran berat janin yang disesuaikan dengan kurva perkembangan
akan menunjukkan apakah pertumbuhan janin dalam keadaan normal atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT) . PJT patut mendapat perhatian
khusus karena risiko hipoksia. Indeks cairan ketuban < 10 cm
merupakan petanda awal berkurangnya cairan amnion (Winkjosatro GH,
Saifuddin AB, 1993, Karsono B, 2002)
Pada kasus ini dilakuka pemeriksaan CTG dan didapatkan kesan CTG
reaktif. Disebut reaktif bila ditemukan 2 akselerasi dalam 20
menit. Kardiotokografi merupakan upaya rutin dalam deteksi
perubahan denyut jantung akibat kelainan sirkulasi dan
hipoksia/asidosis. Akselerasi merupakan pertanda baik bahwa
rangsang simpatis masih bekerja sehingga janin tidak dalam keadaan
depresi akibat asidosis atau hipoksia. Bila ditemukan hasil yang
non reaktif, untuk meyakinkan dapat dilakukan tes dengan kontraksi
(TDK), yaitu infus oksitosin di berikan mulai 1 mIU / menit dan
dinaikkan 1 mIU/menit tiap 30 menit sehingga tercapai kontraksi 3
kali/10 menit. Bila ditemukan hasil : deselerasi lambat yaitu
bradikardia lebih dari 15 dpm dari frekuensi dasar dan terjadi 20
detik setelah kontraksi maka hasil itu disebut positif, artinya
mungkin terdapat insufisiensi plasenta (Winkjosatro GH, Saifuddin
AB, 1993)Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan Doppler
untuk menilai arus diastolik pada A. Umbilikalis. Pemeriksaan
Doppler dapat diukur velositas arus darah baik pada uterus maupun
pada janin. Sesuai dengan perkembangan janin yang membutuhkan lebih
banyak darah maka. arus diastolik a. umbilikalis akan meningkat
menurut usia kehamilan. Pada kehamilan dengan resistensi perifer
yang meningkat misalnya pada insufisiensi plasenta dan hipertensi,
dapat ditemukan arus darah diastolik yang abnormal (hilang).
Beberapa laporan menunjukkan kejadian kematian janin 100% bila arus
diastolik menghilang atau terbalik (Winkjosatro GH, Saifuddin AB,
1993, Karsono B, 2002).Karena kehamilan pada kasus ini masih
preterm, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan amniosentesis.
Amniosentesis dapat dilakukan wanita yang dirawat dengan
preeklampsia berat antara kehamilan 32 dan 34 minggu. Janin dengan
paru yang matang segera dilahirkan tanpa menunda, dan untuk janin
yang paru-parunya belum matang dilahirkan 24 jam setelah dosis
terakhir pemberian glukokortikoid (Friedman SA,1999).Pada kasus ini
pasien diberikan kortikosteroid antenatal karena pasien memiliki
resiko tinggi, sehingga dapat mencegah terjadinya janin immature
preterm. Tindakan ini merupakan salah satu interverensi obstetrik
yang efektif dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Kortikosteroid antenatal akan menurunkan resiko RDS, perdarahan
intraventrikular, dan kematian perinatal dan terlihat memberikan
keuntungan pada perkembangan neurologik pada kehamilan lebih lanjut
jika diberikan sebelum kelahiran preterm. NIH merekombinasikan
pemberian kortikosteroid secara tunggal betamethasone (12 mg
intramuscularly [IM], dua dosis tiap 24 jam) atau dexamethasone (6
mg IM, empat dosis tiap 12 jam) karena secara potensial dapat
menurunkan perdarahan intraventrikular (Mercer BM, 2003)DAFTAR
PUSTAKA
1. Wibowo N. Patogenesa Preeklampsia. Seminar konsep Mutakhir
Preeklampsi. Jakarta, April 2001.
2. Cunningham FG et al. Hypertensive Disorder in Pregnency,
William Obstetrics 21 th ed. Prentice hall Inc, 2001, page
567-609.
3. Wibowo, Rachmadi T. Preeklampsia dan Eklampsi dlam Ilmu
Kebidanan edisi ketiga, cetakan kelima, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999, hal 279 - 300.
4. Friedman SA. Expectant Management of Severe Preeclampsia
Remote from term, Clinical Obstetrics and Gynecology, Vol 42,
Number 3, Lippincott Williams and Wilkins, Pennsylvania, 1999
5. Winkjosatro GH, Saifuddin AB, Pemantauan Janin Pada
Preeklampsia-Eklampsia, Seminar dan Lokakarya Penanganan
Preeklampsia-Eklampsia, Jakarta, 1993
6. Soefoewan. Preeklampsia-eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di
Indonesia, Patogenesis dan Kemungkinan Pencegahannya, Majalah
Obstetri dan Ginekologi Indonesia, vol 27, no 3, Juli 2003
7. Rocella EJ. Report of the National High Blood Pressure
Education program Warking Group on High Blood Pressure in
Pregnancy. In Am J Obst Gynecol 2002; 183, 1-22
8. Sibai BM, Chames MC. Preventing Preeclampsia : What Works?,
Obstet Gyncol North Am, 1999; 19(4) : 615-632
9. Dildy III GA. Preeclampsia and Hypertensive Disorders in
Pregnancy, Obstetric & Gynecologic Emergencies Diagnosis and
Management, The McGraw Hill Co, 2004; 96-10310 August P,
Pathogenesis of preeclampsia, www.uptodate.com, 200211 Roshadi RM .
Hipertensi Dalam kehamilan. Ilmu kedokteran Maternal , edisi
Perdana , Jakarta .2004 ,p 494 499
12 Karsono B. Pertumbuhan Janin Terhambat, Makalah Lengkap
Kursus Dasar Ultrasonografi & Kardiotokografi, RSUD Dr. Saiful
Anwar, Malang, 2002
13 Sibai BM et al. Aggressive versus expectant management of
severe preeclampsia at 28 to 32 weeks gestational ; A randomizard
controlled trial In Am J Obst Gynecol 1994; 171, 818 22
14 Wijayanegara dkk. Hipertensi Dalam kehamilan. Dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi Obstetri dan ginekologi RSUP Dr. Hasan
Sadikin. Bagian obstetri dan gynekologi FK Unpad / Dr. Hasan
Sadikin, Bandung 1996.
15 Chammas MF et al. Expectant management of severe preterm
preeclampsia; is Intrauterine growt restriction an indication for
immediate delivery In Am J Obst Gynecol 2000; 183, 1-1016 Mercer
BM. Preterm premature rupture of the membranes. Obstet Gynecol
2003; 101:1.17 Handaya. Penangan Preeklampsia/ eklampsia, Makalah
Seminar Konsep Mutakhir Preeklampsia, Jakarta, April 2001PAGE 2