PRESENTASI KASUS PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An Disusun Oleh : Eva Nur Fadila 20090310167 BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :
dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An
Disusun Oleh :
Eva Nur Fadila
20090310167
BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Eva Nur Fadila
20090310167
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal
27 Desember 2014
Oleh :
Dokter Penguji
dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An., M.Kes
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Tanggal masuk
Nomor RM
: Ny. TN
: 26 tahun
: Perempuan
: Jambon Argosari Sedayu Bantul
: Karyawan Swasta
: SMA
: 17 Desember 2014
: 5443**
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Desember 2014 di
bangsal Nusa Indah.
1. Keluhan Utama : benjolan di payudara kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan benjolan
pada payudara kiri sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan
pada payudara kiri atas sebesar kelereng dengan ukuran ± 3 cm dengan
konsistensi kenyal, membulat, tepi licin, tidak nyeri, mobile, tidak
membesar. Tidak ditemukan adanya kulit kemerahan di payudara,
tidak ada retraksi puting susu, tidak ada luka, tidak ada kulit yang
terlihat seperti kulit jeruk. Riwayat keluar cairan dan darah dari puting
susu (-). Tidak ditemukan benjolan ditempat lain. Keluhan lain (-).
gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah. 6
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam
dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan
pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg
intra vena. 6
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak.
Pemberian : SC, IM, IV. 4
Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya depresi nafas dan
efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan
atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan
perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas,
akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi
sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi
kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan
kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing
pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul
sinkop orthostotik karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan
histamin. 4
Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada
pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin
dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang
diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg
per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek
analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit. 4
Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan
sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Midazolam bersifat
larut dalam air serta merupakan benzodiazepin pilihan untuk pemberian
parenteral. Penting untuk diketahui bahwa obat ini dapat bersifat menjadi larut
lemak pada pH fisiologuis sehingga dapat dengan cepat menembus sawar darah
otak dan menimbulkan efek sentral. Merupakan benzodiapin kerja cepat yang
bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang
terdapat di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,
serebelum system limbic serta korteks serebri. Midazolam memiliki onset yang
lebih cepat , eliminasi waktu paruh yang lebih pendek (2-4 jam), serta kurva dosis
responsif yang lebih curam daripada benzodiazepin lain yang tersedia. Oleh
karena itu, midazolam seringnya diberikan secara intravena sebelum pasien masuk
ke dalam kamar operasi. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian
intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit
tanpa premedikasi narkotika sebelumnya. 5
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi,
basal sedasion sebelum tindakan diagnostik atau pembedahan yang dilakukan di
bawah anestesi lokal serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan sensitif terhadap golongan benzodiazepine,
pasien dengan insufisiensi pernafasan, dan acute narrow-angle glaucoma. 3
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum
pasien, lazimnya diberikan 5 mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05
mg/kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-
10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5
mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV. 4
Fentanil
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan
remifentanil, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan
untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang
deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,
dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana
meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan
toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah
digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi
inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.3
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan
analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna
diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik
yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil
menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh
efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh
nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat
digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan
untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.5
Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang berkaitan dengan haloperidol)
diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgesia dan amnesia dan
dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek yang disedut
sebagai neurolepanestesia.4
Ondansetron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan
basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
konstipasi. Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat
ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam
hati.5 Dosis ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8
mg/kgBB. Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang
diberikan sesaat sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang
diberikan saat induksi anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah
muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan
dexamethasone.6
2. Obat Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium
pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. 4
Macam-macam stadium anestesi 3:
Stadium I (analgesia)
mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran
mengikuti perintah, rasa sakit hilang.
Stadium II ( Delirium )
mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah.
gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi.
Stadium III (Pembedahan) :
Tingkat 1: nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak,
nafas dada dan perut seimbang.
Tingkat 2: nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak bergerak, pupil
mulai melebar, mulai relaksasi otot.
Tingkat 3: nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna.
Tingkat 4:nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis maksimal,
reflek cahaya ( - )
Stadium IV. (Paralisis) :
nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi berhenti dan
meninggal.
Pada kasus ini digunakan Ketamin.
Propofol
Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi
dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya
dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi
secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi
lain.4
Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai
induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien
rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat. 3
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti
selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan
venodilatasi.10 Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak
menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung, tidak merusak fungsi hati dan
ginjal. 4
Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ) 10 mg/ml Propofol.
Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak)
2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat
dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung
pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak
mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar
lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah
propofol memiliki efek antiemetik. 3
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,
apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan
dapat terjadi nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50
mg).3
Ketamine
Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk
sistem viseral. Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan
curah jantung sampai 20%. 6
Mekanisme aksi ketamine adalah memblokade membran terhadap efek
eksitasi neurotranmiter asam glutamat pada reseptor subtipe NMDA. Ketamine
merupakan obat yang sangat lipofilik dan dengan cepat didistribusikan ke dalam
organ yang perfusinya baik seperti otak, hati dan ginjal. Kemudian, ketamine
diredistribusi ke dalam jaringan-jaringan yang berperfusi kurang baik bersamaan
dengan metabolisme hepatik dan diikuti dengan ekskresi urin dan bilier. Ketamine
merupakan satu-satunya anestesi intravena yang memiliki efek analgesik dan
mampu menghasilkan stimulasi cardiovaskular yang berkaitan dengan dosis.
Nadi, tekanan darah arteri dan cardiac output dapat meningkat secara signifikan di
atas nilai normal. Variabel-variabel ini mencapai puncaknya 2-4 menit setelah
injeksi bolus intravena, kemudian menurun ke nilai normal selama 10-20 menit
kemudian. Ketamine menghasilkan efek terhadap kardiovaskuler ini dengan
menstimulasi sistem saraf simpatis pusat, kurang lebih, dengan menghambat
reuptake norepinefrin pada terminal saraf simpatis. Peningkatan kadar epinefrin
dan noerpinefrin plasma terjadi selama 2 menit setelah bolus ketamine intravena
dan kembali ke kadar normal dalam kurang dari 15 menit. Ketamine secara nyata
meningkatkan aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan intrakranial.
Sebagaimana anestesi yang menguap, ketamine merupakan sebuah obat yang
secara potensial berbahaya ketika tekanan intrakranial meningkat. Meskipun
ketamine menurunkan laju pernapasan, tonus otot pernapasan bagian atas tetap
dipertahankan dengan baik dan refleks-refleks jalan napas biasanya tetap
dipelihara.3, 4,5
Penggunaan ketamine telah dihubungkan dengan disorientasi, ilusi sensori
dan persepsi serta mimpi yang nyata postoperasi (sehinggan disebut dengan
fenomena emergence). Diazepam (0,2-0,3 mg/kgBB) atau midazolam (0,025-0,05
mg) secara intravena, yang diberikan sebelum pemberian ketamine dapat
mengurangi insidensi efek-efek negatif ini. Meskipun demikian, penggunaan
ketamin dosis rendah dalam kombinasi dengan anestesi inhalasi dan intravena
yang lainnya telah menjadi alternatif pilihan daripada analgesik opioid dalam
meminimalkan depresi pernapasan. Selain itu, ketamine sangat bermanfaat bagi
pasien geriatri dan pasien dengan resiko tinggi terjadi syok kardiogenik atau syok
sepsis dikarenakan efek kardiostimulasinya. Ketamin dosis rendah juga digunakan
bagi pasien-pasien rawat jalan yang dikombinasikan dengan propofol serta bagi
anak-anak yang menjalani prosedur yang menyakitkan (seperti penggatian
dressing pada luka bakar).3
Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1-
4,5 mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit.
Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB),
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.4
3. Analgetik
Ketorolac
Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena.
Setelah suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30
menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan
penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. 5
Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer
tanpa mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Seperti NSAID lain
tidak dianjurkan digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan,
wanita sedang menyusui, usia lanjut, anak usia < 4 tahun, gangguan perdarahan
dan bedah tonsilektomi. 6 Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30
mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg pethidin, sedangkan sifat antipiretik dan
antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan dengan
opioid. 4
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50
kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.
Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml
Pemberian : IM atau IV
4. Terapi Cairan
Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan serius,
terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. 6
Pemberian cairan operasi dibagi : 5
o Pra operasi
Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang
diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus
obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan cairan
untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi
dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi
sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7%
BB. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 –
15 %.
o Durante operasi
Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena
proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan
4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila
terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari
10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3
kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %
maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran
dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi
perdarahan lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya
transfusi.
o Post operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.
5. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar
adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.3
Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,
ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme
laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan
aspirasi.3 Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien
belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan
adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan
hiperkarbi.Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan
nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek
vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat
berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Tabel 1. Aldrette Scoring System
Kriteria Recovery score
in 15 30 45 60 out
Aktivitas Dapat bergerak volunter atau atas perintah
4 anggota gerak
2 2 2 2 2 2
2 anggota gerak
1 1 1 1 1 1
0 anggota gerak
0 0 0 0 0 0
Respirasi
Sirkulasi
Mampu benafas dan batuk secara bebas
2 2 2 2 2 2
Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas
1 1 1 1 1 1
Apnea 0 0 0 0 0 0
Tensi Pre op…mmHg
Tensi ± 20 mmHg preop
2 2 2 2 2 2
Tensi ± 20-50 mmHg preop
1 1 1 1 1 1
Tensi ± 50 mmHg preop
0 0 0 0 0 0
Kesadaran Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2
Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1
Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0
Warna kulit
Normal 2 2 2 2 2 2
Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1
Sianotik 0 0 0 0 0 0
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis mastopati sinistra pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Melalui anamnesa didapatkan data bahwa
pasien merasakan adanya benjolan pada payudara kanan dan dirasakan nyeri. Dari
diagnosis mastopati sinistra maka kelanjutan dari penatalaksaannya adalah
dilakukan eksterpasi.
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (pasien keadaan
sehat normal). Teknik general anestesi dengan TIVA pada pasien ini dilakukan
atas pertimbangan lama waktu operasi yang relatif singkat, yaitu sekitar 15 menit.
Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi suntikan intravena untuk dewasa dengan ondansetron 4 mg, Pada
pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 3 mg (0,05-0,1 mg/kgBB)
intravena. Selanjutnya diberikan fentanyl 50 meq. Induksi anestesia dilakukan
dengan pemberian ketamin 50 mg (intravena). Pada pasien ini diberikan
maintenance oksigen 3L/m. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigenasi
jaringan. Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk
membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama
perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik
membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL.
Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor
Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat
dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1
(merespon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 2 (dua ekstremitas dapat
digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah
dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi
Aldrete Score pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, 2004.
2. Djamaloedin. "Kelainan Pada Mammae." In Ilmu Kandungan Edisi 2, by Hanifah Winkjosastro, 472-477. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.
3. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: FK UI
4. Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.
5. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
6. Pratiwi, A. 2010. Pengelolaan Anestesi Umum pada Kistektomi. Bagian SMF ilmu Anestesi. FK UNS
7. Dachlan, R., Suryadi, KA., Latief Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI.
8. Muhiman, M., Thaib, R., Sunatrio, Dachlan, R. Anestesiologi. Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI.
9. Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4 th