PRESENTASI KASUS BEDAH PLASTIK
SEORANG LAKI-LAKI USIA 37 TAHUN DENGAN EPIDURAL HEMATOM DAN
FRAKTUR ZIGOMATICUS DEXTRA
Oleh: Aningdita Kesumo Nita Damayanti Nunik Wijayanti Teguh H.
Putri Satriany Monika Sitio Nurulita Tunjung Sari Baharudin Achmad
G0007186 G0007015 G9911112110 G9911112134 G0007017 G0007106
G0007218 G0006055
Pembimbing: dr. Amru Sungkar, Sp.B., Sp.BP.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN / SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNS/RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2012
1
BAB I STATUS PASIEN
A. ANAMNESA 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama
Alamat Tanggal Masuk Tanggal Periksa No CM : Tn. S : 37 tahun :
Laki-laki : Islam : Pucangan, Kertasura, Sukoharjo : 21 April 2012
: 23 April 2012 : 01124237
2.
Keluhan Utama Penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu
lintas
3.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan penurunan
kesadaran. Setengah jam sebelum masuk Rumah Sakit, pasien sedang
mengendarai sepeda motor dengan memakai helm standar kemudian
pasien menabrak mobil dari arah belakang. Pasien pingsan (+),
muntah (+), kejang (-). Karena pasien tidak sadarkan diri, oleh
penolong pasien dibawa ke RS Dokter Moewardi.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma sebelumnya Riwayat alergi
Riwayat penyakit jantung Riwayat kencing manis Riwayat hipertensi
Riwayat mondok : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal :
disangkal : disangkal
2
5.
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat alergi Riwayat penyakit
jantung Riwayat kencing manis Riwayat hipertensi : disangkal :
disangkal : disangkal : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Lemah, GCS E3V4M6, gizi
kesan baik.
2.
Primary Survey Airway Breathing Circulation Disability Exposure
: Bebas : Nafas spontan, thorakoabdominal dengan RR 20x/menit : HR
88x/menit, tensi 120/80 mmHg : GCS E3V4M6, lateralisasi (-), pupil
isokor (3mm/3mm) : Suhu 37.4o C per aksila, jejas (+) lihat status
lokalis.
3.
Secondary Survey Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik
(-), petechie (-), venectasi (-), striae (-), hiperpigmentasi
(-),
hipopigmentasi (-). Kepala : bentuk mesocephal, kedudukan kepala
simetris, jejas (+) lihat status lokalis, rambut hitam, tidak mudah
rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-). Mata : conjunctiva
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil
isokor (3mm/ 3mm), oedem palpebra (/-), hematom palpebra (+/-),
sekret (-/-). Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-),
krepitasi (-), bloody discharge (+/-). Telinga Mulut : deformitas
(-/-), darah (-/-), sekret (-/-). : bibir kering (-), sianosis,
maloklusi (-), gigi goyang (-) gigi tanggal (-) gusi berdarah
(-).
3
Leher
: simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP tidak meningkat,
limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-).
Thoraks Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi
: normochest, simetris, retraksi (-).
: Ictus Cordis tidak tampak : Ictus Cordis tidak kuat angkat :
Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I - II intensitas normal, reguler,
bising (-). Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : pengembangan dada kanan
= kiri : fremitus raba kanan = kiri : sonor/ sonor
Auskultasi : suara dasar (vesikuler / vesikuler), suara tambahan
(-/-) Abdomen Inspeksi : : distensi (-), dam countur (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal Perkusi Palpasi Ekstremitas
Oedem Sensorik 5 5 + + + + : tympani : supel, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba : Akral dingin -
Motorik 5 5
CRT < 2 detik Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat
4
4.
Status Lokalis a. Regio Midfacial Inspeksi : pendataran malar
eminen (+/-), maloklusi (-) b. Regio Supraciliaris Dextra Inspeksi
: vulnus excoriasi (+) ukuran 1x1 cm c. Regio Zigomaticus Dextra
Inspeksi : vulnus excoriasi (+) ukuran 2x1 cm
C. ASSESMENT I Cedera Kepala Sedang Suspek Fraktur Zigomaticus
Dextra
D. PLANNING I O2 2 lpm IVFD D5 NS 20 tpm Inj. Piracetam 3gr/ 8
jam Inj. Metamizole 1gr/ 8 jam Inj. Ranitidine 1 gr/ 12 jam Cek
Laboratorium Rontgen thorax CT scan kepala Awasi KUVS/ GCS/
lateralisasi
5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Darah Lab Hb Hct AE AL
AT Gol. darah GDS HBsAg 21-04-2012 14.6 43 5.17 15.5 287 O 203 Non
reaktif Non reaktif Satuan g/dl % 106/uL 10 /uL 103/uL3
Harga Rujukan 11,5-13,5 34-40 3,90-5,30 5,5-17,0 150-450
2. Pemeriksaan Radiologis Foto Thorax AP : Cor dan pulmo tak
tampak kelainan. CT Scan kepala : Tampak lesi hiperdenss bentuk
konveks di lobus frontalis kanan Midline shift (-) Sulci dan gyri
tidak tampak kelainan Sistem ventrikel dan cysterna tidak tampak
kelainan Tampak lesi densitas cairan di sinus maksilaris kanan
Tampak fraktur os zigomaticus kanan Kesan: cor dan pulmo tak tampak
kelainan hematosinus maksilaris kanan epidural hematom lobus
frontalis kanan fraktur os zigomaticus kanan
6
F. ASSESMENT II Epidural Hematom Fraktur Zigomaticus Dextra
G. PLANNING II Pro ORIF jika kondisi pasien membaik
7
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan Fraktur adalah hilang atau terputusnya
kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah
fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yng meliputi tulang
frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.
Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari
faktor yang datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai
akibat dari tindakan kekerasan.1 Fraktur midfasial melibatkan
banyak struktur yang terdiri dari fraktur zigomatikomaksilar
(zygomaticomaxillary complex /ZMC) termasuk fraktur Le fort, dan
fraktur nasoorbitoethmoid (nasoorbitalethmoid /NOE). Fraktur
midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan dan bagian yang
lemah seperti sutura, foramen, dan aperture. Fraktur zigoma
merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi,
umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian
tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol
pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding
bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris inferior, sutura
zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal,
dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid
yang terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dinding medial
orbita tetap utuh.2,3 Fraktur midfasial merupakan tantangan di
bidang bedah karena struktur anatomi yang kompleks dan padat.
Penanganan yang tepat dapat menghindari efek samping baik anatomis,
fungsi, dan kosmetik. Tujuan utama perawatan fraktur fasial adalah
rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu
penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler,
fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai
susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta
memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya
mobilitas segmen tulang.1,2
8
Zygoma berartikulasi dengan tulang frontal, sphenoid, temporal,
dan maksilar dan berkontribusi secara signifikan terhadap kekuatan
dan stabilitas wajah bagian tengah. Proyeksi kedepan zygoma
menyebabkannya sering terkena cedera. Zygoma dapat terpisah dari
keempat artikulasi ini. Hal ini disebut fraktur kompleks zygomatik
atau sering disebut juga fraktur tetrapod karena melibatkan empat
struktur artikulasi tersebut.4 Cedera zygomatik bervariasi dengan
demografi pasien dan lokasi institusi yang melaporkan. Matsunaga
dan Simpson di Los Angeles County/University of Southern California
Medical Center menemukan bahwa mayoritas dari fraktur zygomatik
yang diteliti adalah hasil dari kecelakaan kendaraan bermotor/lalu
lintas. Sebaliknya, Ellis dan kolega menemukan bahwa 80% dari
fraktur zygomatik di Glasgow, Skotlandia, dihasilkan dari
penyerangan, jatuh, atau cedera olahraga. Hanya sekitar 13% dari
fraktur terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.5
B. Anatomi Tulang Zygoma Zygoma memiliki empat proyeksi yang
menciptakan bentuk
quadrangular atau tetrapod yang meliputi: bidang frontal,
temporal, maksilaris, dan infraorbital. Zygoma berartikulasi dengan
empat tulang: frontal, temporal, maksila, dan sphenoid. Sebuah
fraktur kompleks zygoma menyertakan gangguan pada keempat sutura
yang berartikulasi, yaitu: sutura dan
zygomaticofrontal,
zygomaticotemporal,
zygomaticomaksilaris,
zygomaticosphenoid.4,5 Seluruh fraktur kompleks zygomatik
melibatkan dasar orbita, dan oleh karena itu sebuah pemahaman
gambaran anatomis orbita adalah penting untuk mereka yang merawat
cedera ini. Orbit adalah piramid quadrilateral yang berbasis
anterior. Dasar orbita melandai kearah inferior dan yang paling
pendek pada dinding orbita, rata-rata 47 mm. Ia terdiri dari
lingkaran orbita maksila, permukaan orbita pada tulang zygomatik,
dan prosesus orbital dari tulang palatinus.5 Dinding medial dan
lateral berkonvergen di posterior pada apeks orbital. Dinding
medial terdiri dari prosesus frontal maksila, tulang lakrimal,
9
lingkaran orbital ethmoid, dan sebagian kecil dari badan
sphenoid. Dinding orbital lateral adalah yang tertebal dan
terbentuk oleh zygoma dan gerater wing dari os sphenoid.4,5
Os Zygoma
A
B
Gambar 1. Os zygoma, pandangan submental (A) dan Fronto-lateral
(B).
Dasar orbital terdiri dari tulang frontal dan sayap yang lebih
kecil dari sphenoid. Arcus zygomatikus termasuk prosesus temporal
zygoma dan prosesus zygomatik dari tulang temporal. Fossa glenoid
dan eminensia artikularis terlokasi pada aspek posterior prosesus
zygomatikus tulang temporal.6 Saraf sensori yang berhubungan dengan
zygoma adalah divisi kedua nervus trigeminal. Cabang-cabang
zygomatik, fasial, dan temporal keluar dari foraminta pada tubuh
zygoma dan memberikan sensasi pada pipi dan daerah temporal
anterior. Nervus infraorbital melewati dasar orbital dan keluar
pada foramen infraorbital. Hal ini memberikan sensasi pada pipi
anterior, hidung lateral, bibir atas, dan geligi anterior maksila.
Otot-otot ekspresi wajah yang berasal dari zygoma termasuk
zygomaticus mayor dan labii superioris. Mereka diinervasi oleh
nervus kranialis VII. Otot masseter menginsersi sepanjang permukaan
temporal zygoma dan arcus dan diinervasi oleh sebuah cabang dari
nervus mandibularis.6,7 Fascia temporalis berlekatan ke prosesus
frontal dari zygoma dan arcus zygomatik. Fascia ini menghasilkan
resistensi pergeseran inferior dari sebuah fragmen fraktur oleh
penarikan kebawah dari otot masseter.
10
Posisi bola mata dalam hubungan dengan aksis dipertahankan oleh
ligamen suspensori Lockwood. Perlekatan ini lebih kearah medial
hingga aspek posterior dari tulang lakrimal dan lateral terhadap
tuberkel orbital (Whitnall) (yang adalah 1 cm dibawah sutura
zygomaticofrontal pada aspek medial dari prosesus frontal dari
zygoma). Bentuk dan lokasi dari canthi medial dan lateral kelopak
mata dipertahankan oleh tendon canthal. Tendon canthal lateral
berlekatan dengan tuberkel Whitnall. Tendon canthal medial
berlekatan dengan krista lakrimal anterior dan posterior. Fraktur
kompleks zygomatik seringkali dibarengi dengan sebuah antimongoloid
(kearah bawah) dari daerah canthal lateral yang disebabkan oleh
pergeseran zygoma.7
C. Penegakkan Diagnosa Fraktur zygomatik tidak mengancam nyawa
dan biasanya dirawat setelah cedera yang lebih serius tertangani
dan pembengkakan telah menghilang 4 hingga 5 hari setelah
cedera.3,6 Evaluasi awal dari pasien dengan fraktur zygomatik
termasuk pencatatan cedera tulang dan status jaringan lunak yang
mengelilinginya (kelopak mata, apparatus lakrimalis, tendon
canthal, dan bola mata) dan nervus kranialis II hingga VI.
Ketajaman visual dan status bola mata dan retina harus dibuat;
seorang ophthalmologis harus dikonsultasikan untuk kemungkinan atau
keraguan cedera mata.7 1. Riwayat Sifat, daya, dan arah hantaman
cedera harus dicari tahu dari pasien dan saksi-saksi yang ada.
Sebuah hantaman lateral langsung, seperti pada sebuah penyerangan,
seringkali menghasilkan arcus zygomatik yang terisolasi atau sebuah
fraktur kompleks zygomatik yang tergeser kearah inferomedial.
Sebuah cedera frontal seringkali menghasilkan fraktur yang bergeser
kearah posterior dan inferior.8 Pasien dengan fraktur kompleks
zygomatik mengeluh nyeri, odem periorbital, dan ekimosis. Mungkin
ada paresthesia atau anesthesia diatas pipi, hidung lateral, bibir
atas, dan gigi anterior maksila yang dihasilkan dari cedera
zygomaticotemporal atau nervus infraorbital. Hal ini terjadi
11
pada 18 hingga 83% dari seluruh pasien dengan trauma zygomatik.
Ketika arcus bergeser kearah medial, pasien mungkin mengeluh
trismus. Epistaksis dan diplopia mungkin dapat terjadi.6,8 2.
Pemeriksaan Fisik Ekimosis dan odem adalah tanda-tanda klinis awal
yang paling umum dan terlihat pada 61% dari seluruh cedera
zygomatik. Depresi eminensia malaris dan lingkaran infraorbital
menghasilkan penurunan pipi. Hemoragi subkonjungtiva juga
seringkali terlihat. Pergeseran kebawah dari zygoma menghasilkan
sebuah kemiringan terhadap canthus lateral, enophthtalmos, dan
penekanan pada lipatan supratarsal dari kelopak mata. Laserasi pada
daerah wajah akan menuntun ahli bedah untuk menduga adanya fraktur
dibawahnya.9 Palpasi sutura zygomaticofrontal, keseluruhan 360
lingkaran orbita, dan arcus zygomatik harus dilakukan dalam cara
yang berurutan. Kelunakan, patahan, atau pemisahan sutura adalah
indikatif terhadap sebuah fraktur. Secara intraoral, gangguan pada
penopang zygomatico maksilaris dapat dipalpasi, dan ekimosis pada
daerah fossa kanina mungkin terlihat. Rentang pergerakan mandibula
dievaluasi untuk mengetahui terkenanya arcus zygomatik pada
prosesus koronoid.8,9
Pada fraktur arcus zygomatik yang terisolasi, sebuah penurunan
terlihat dan terpalpasi di anterior dari tragus (Gambar 3). Nyeri
dan penurunan pergerakan mandibula seringkali terlihat pada
cedera-cedera ini, sementara tanda-tanda orbital biasanya tidak
ada.9,10 Evaluasi mata termasuk pencatatan ketajaman visual, respon
pupil terhadap cahaya, pemeriksaan funduskopi, pergerakan okuler,
dan posisi bola mata. Keterbatasan pergerakan otot-otot
ekstraokuler, diplopia, dan enophthalmos dapat terlihat jika
fraktur signifikan pada dasar orbita atau dinding medial atau
lateral terlihat.
12
Kurangnya respon pupil dan ptosis terlihat jika nervus kranial
III cedera. Cedera pada nervus optik, hyphema, cedera pada bola
mata, hemoragi retro-orbita, lepasnya retina, dan gangguan duktus
lakrimalis dapat terjadi. Pemeriksaan neurologis termasuk
pemeriksaan secara hati-hati pada seluruh nervus kranialis, dengan
perhatian khusus yang diarahkan pada nervus kranial II, III, IV, V,
dan VI.10 3. Pemeriksaan Radiografis Diagnosa fraktur zygomatik
biasanya dibuat dengan pemeriksaan riwayat dan fisik. Pemindaian CT
pada tulang wajah, pada bidang aksial dan koronal, adalah standar
untuk seluruh pasien dengan dugaan (suspect) fraktur zygomatik.
Radiografi membantu untuk konfirmasi dan untuk dokumentasi
medikolegal dan untuk menentukan perluasan cedera tulang.10 4.
Tomografi Komputasi CT adalah standar emas untuk evaluasi
radiografi fraktur zygomatik. Gambaran aksial dan koronal didapat
untuk menentukan pola fraktur, derajat pergeseran, dan serpihan dan
untuk mengevaluasi jaringan lunak orbital. Secara spesifik,
pemindaian CT memberikan visualisasi dan dasardasar dari tengkorak
wajah tengah: infraorbital, dan zygomaticotemporal. dasar-dasar
nasomaksilaris,
zygomaticomaksilaris, zygomaticosphenoid,
zygomaticofrontal, Pandangan koronal
khususnya membantu dalam evaluasi fraktur dasar orbita (Gambar
4A). Jendela jaringan lunak, pada dataran koronal, berguna untuk
mengevaluasi otot-otot ekstraokuler dan untuk mengevaluasi herniasi
jaringan orbita kedalam sinus maksilaris.11 5. Radiograf Biasa
Pemindaian CT (CT scan) telah menggantikan film biasa untuk
diagnosa dan penanganan fraktur kompleks zygomatik. Meskipun
demikian, sebuah pengetahuan kerja fundamental pada teknik ini
diperlukan. Pada banyak ruang emergensi dan rumah sakit, pasien
trauma akan masih menjalani evaluasi radiografi film biasa.
Kemampuan untuk
13
membaca dan interpretasi film-film ini menjadi diagnosa dan
merawat pasien-pasien ini adalah penting.11 a. Waters View
Radiograf tunggal terbaik untuk evaluasi fraktur kompleks zygomatik
adalah Waters view. Ia adalah sebuah proyeksi posteroanterior
dengan kepala yang terposisi pada sudut 27 terhadap vertikal dan
dagu berada pada kaset (cassette). Hal ini memproyeksikan piramida
petrosa jauh dari sinus maksilaris, memberikan visualisasi
sinus-sinus, orbita lateral, dan lingkaran infraorbita (Gambar 4B).
Ketika hal ini dikombinasikan dengan sebuah Waters view yang
terangkat, sebuah pandangan stereografi dari fraktur dapat
terlihat. Pada pasien yang tidak mampu mengira-ngira posisi wajah
kebawah, proyeksi Waters view terbalik memberikan informasi yang
sama.12 b. Caldwells View Caldwells view adalah sebuah proyeksi
posteroanterior dengan wajah pada sudut 15o terhadap cassette.
Penelitian ini membantu dalam evaluasi rotasi (disekitar aksis
horisontal).12 c. Submentovertex View Submentovertex (jug-handle)
view diarahkan dari daerah
submandibula ke vertex tengkorak. Ia membantu dalam evaluasi
arcus zygomatik dan proyeksi malar.12
D. KLASIFIKASI FRAKTUR Secara historis, klasifikasi fraktur
zygomatik digunakan untuk
memprediksi fraktur-fraktur apa yang tetap stabil setelah
reduksi. Secara klinis, hal ini akan membiarkan ahli bedah untuk
mengidentifikasi frakturfraktur tersebut yang memerlukan reduksi
terbuka dan beberapa metode fiksasi. Pada 1961 Knight dan North
mengklasifikasikan fraktur zygomatik dengan arah pergeseran pada
radiografi Waters view. Dengan kemajuan CT scan dan peningkatan
penggunaan fiksasi internal yang rigid, skema klasifikasi yang
lebih modern bertujuan untuk mengidentifikasi fraktur-fraktur
tersebut yang memerlukan pendekatan bedah agresif.
14
Pada 1990, Manson et.al mengajukan sebuah metode klasifikasi
yang didasarkan pada pola segmentasi dan pergeseran: 1. Fraktur
yang memperlihatkan sedikit atau tidak ada pergeseran
diklasifikasikan sebagai cedera energi-rendah. Fraktur incomplete
(tidak lengkap) pada satu atau lebih artikulasi dapat terlihat. 2.
Fraktur energi-menengah memperlihatkan fraktur lengkap (complete)
pada seluruh artikulasi dengan pergeseran ringan hingga moderat.
Serpihan mungkin dapat timbul (Gambar 5). 3. Fraktur energi-tinggi
ditandai dengan serpihan pada orbit lateral dan pergeseran lateral
dengan segmentasi pada arcus zygomatik (Gambar 6). Gruss dan kolega
mengajukan sebuah sistem yang menekankan kepentingan pada
pengenalan dan perawatan fraktur arcus zygomatik dalam hubungannya
dengan badan zygomatik. Seperti Manson dan kolega, Gruss menekankan
kepentingan mengidentifikasi dan perawatan segmentasi, serpihan,
dan busur lateral dari arcus zygomatik.11 Zingg dan kolega, dalam
sebuah tinjauan pada 1.025 fraktur zygomatik, mengklasifikasikan
cedera-cedera ini kedalam tiga kategori. Fraktur-fraktur tipe A
adalah fraktur energi rendah tidak lengkap dengan fraktur hanya
pada satu pilar zygomatik: arcus zygomatik, dinding orbita lateral,
atau lingkaran infraorbita. Fraktur tipe B mengacu pada fraktur
monofragmen lengkap dengan fraktur dan pergeseran disepanjang
keempat artikulasi. Fraktur multifragmen tipe C termasuk
fragmentasi badan zygomatik.11,12 E. Penatalaksanaan Penanganan
fraktur kompleks zygomatik dan arcus zygomatik bergantung pada
tingkat pergeseran dan resultan estetik dan defisit fungsional.
Perawatan oleh karena itu merentang dari observasi sederhana untuk
penyembuhan bengkak, disfungsi otot ekstraokuler, dan paresthesi
untuk reduksi terbuka dan fiksasi internal fraktur multipel.3,4 1.
Fraktur Arcus Zygomatik Teknik standar untuk perawatan fraktur
arcus zygomatik, pertamatama dijelaskan oleh Gillies, Kilner, dan
Stone pada 1927, dapat juga
15
digunakan untuk mereduksi fraktur kompleks zygomatik. Sebuah
insisi temporal (panjang 2 cm) dibuat dibelakang garis rambut.
Pemotongan berlanjut melewati subkutaneus dan fasia temporal
supefisial kebawah hingga fasia temporal dalam yang berwarna putih
mengkilap (Gambar 7). Fasia temporal diinsisi horisontal untuk
memaparkan otot temporalis. Sebuah elevator kuat, seperti elevator
uretral sehat atau zygomatik Rowe, diinsersi kedalam hingga fasia,
dibawah permukaan temporal dari zygoma. Elevator harus melewati
diantara fasia temporal dalam dan otot temporalis atau ia akan
terletak lateral terhadap arcus. Tulang harus terangkat keluar dan
kearah depan, dengan hati-hati untuk tidak mengaplikasikan daya
pada tulang temporal. Arcus harus dipalpasi selama bekerja sebagai
panduan untuk reduksi yang baik. Luka tertutup lapis demi
lapis.3,4
Gambar 7. Gilliess approach to reduce zygomatic arch fracture.
A, Temporal incision through subcutaneous and superficial fascia
down to the deep temporal fascia. B, Reduction of fracture with
elevator. 2. Fraktur Kompleks Zygomatik Energi-Rendah Energi
rendah, fraktur kompleks zygomatik tidak tergeser atau tergeser
minimal mungkin tidak memerlukan koreksi. Pasien harus diobservasi
secara longitudinal untuk tanda-tanda pergeseran, disfungsi otot
ekstraokuler, dan enophthalmos setelah pembengkakan sembuh.
16
Fraktur kompleks zygomatik yang tergeser minimal dan stabil
tanpa penemuan klinis signifikan mungkin tidak memerlukan
perawatan. Pasien harus diberikan pengetahuan resiko asimetri pipi,
orbita dan kelopak mata jika fraktur tidak direduksi. Dokumentasi,
termasuk fotografi, direkomendasikan.5,6 3. Fraktur Kompleks
Zygomatik Energi-Menengah. Fraktur energi menengah, kompleks
zygomatik yang tergeser memerlukan reduksi dan fiksasi internal.
Pada 1996, Ellis dan
Kittidumkerng mengajukan sebuah algoritma perawatan untuk
fraktur kompleks zygomatik energi menengah yang terisolasi bahwa
mereka tidak memerlukan rekonstruksi orbital (Gambar 8). Tahap awal
pada algoritma ini adalah reduksi fraktur. Ellis dan lainnya
merekomendasikan penggunaan sekrup Carroll-Girard, yang diinsersi
transkutaneus kedalam eminensia malar (Gambar 9). Sekrup
Carroll-Girard memberikan kendali tiga dimensi yang sempurna untuk
mereduksi fraktur.6
4. Fraktur Kompleks Zygomatik Energi-Tinggi. Sebuah pendekatan
bedah yang lebih agresif direncanakan untuk merawat fraktur
energi-tinggi (Gambar 13). Seringkali ada serpihan/pecah pada
buttress anterior, membuat reduksi anatomis menjadi sulit. Dengan
segmentasi pada arcus zygomatik, adalah tidak mungkin untuk
mengendalikan buttress posterior ini. Sebagai tambahan, fraktur ini
seringkali memerlukan rekonstruksi orbita.10
17
Untuk mengembalikan proyeksi yang baik, lebar wajah, dan volume
orbita, pemaparan arcus zygomatik dan dasar orbita seringkali
diperlukan sebagai tambahan terhadap pemaparan/eksposur pada
buttress anterior. Sebuah flap koronal digunakan untuk mendapatkan
akses kedalam arcus zygomatik. Sebuah insisi transkutaneus atau
transkonjungtiva digunakan untuk mengeksplorasi dan merekonstruksi
orbit interna. Dengan pemaparan intraorbita yang lebar, sutura
sphenozygomatik yang lebar juga mungkin dapat diperlihatkan untuk
membantu reduksi anatomis.8,9
F. Perawatan Akses hingga ke bagian dasar dilakukan dengan
subciliary atau insisi transconjunctival. Fraktur liniear sederhana
hanya memerlukan pembuangan jaringan yang tersisa. Kerusakan yang
lebih besar membutuhkan pengurangan jaringan lunak dan
serpihan-serpihan tulang yang berasal dari sinus serta membutuhkan
pula rekonstruksi bagian dasar dengan mengunakan bone graft atau
implant. Eksplorasi bagian dasar dilakukan terlebih dahulu untuk
mengurangi fraktur. Rekonstruksi bagian dasar dilakukan setelah
pengurangan dan stabilisasi lingkar orbita dilakukan. Bagian dasar
orbita mungkin bisa direkonstruksi dengan menggunakan autograft,
allograft, atau dengan menggunakan implan prostetik. Sumber
autograft termasuk itu calvaria, iliac crest, atau kartilago nasal
septal. Sumber allograft termasuk itu lyophilized dura dan
kartilago. Bahan alloplastic seperti titanium merupakan material
dengan karakteristik yang kuat, lentur sehingga dapat diadaptasikan
dengan akurat untuk menjangkau bagian orbital yang rusak. Implan
porous polyethylene dan resorbable polydioxanone juga telah
digunakan untuk melakukan rekonstruksi infraorbita. Tanpa
menghiraukan teknik, restorasi anatomis volume orbita
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya enophthalmos pada saat
postoperasi. Pada fraktur yang kompleks, bagian dasar orbital dalam
jumlah yang signifikan bisa saja hancur atau hilang. Kerusakan
harus dapat dikenali secara pasti, dan graft ataupun implant harus
diletakan tepat pada bagian posterior dari lingkar orbita.
18
Test forced duction sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah
dilakukan eksplorasi pada bagian dasar orbita dan
rekontruksi.9,10
G. Komplikasi 1. Paresthesia Infraorbita Insidensi perubahan
sensoris saraf infraorbita yang menyertai trauma zygomatic berkisar
18 hingga 83%. Penelitian oleh Vriens bersama mahasiswanya dan
Taicher bersama mahasiswanya, telah menemukan bahwa pemulihan
sensasi infraorbita yang lebih baik yang menyertai reduksi yang
terbuka dan fiksasi internal pada sutura zygomaticofrontal
dibandingkan dengan reduksi yang tanpa disertai dengan fiksasi.
Sepertinya, reduksi anatomis pada fraktur dapat meminimalisir
tekanan saraf dan dibiarkan untuk pulih. Namun, pada penelian
Vrien, tidak didapat tingkat kesembuhan yang sama pada pasien yang
membutuhkan eksplorasi bagian dasar dan rekonstruksi orbita. 9 2.
Malunion dan asimetris Reduksi dan stabilisasi fraktur zygomatic
yang kurang memadai dapat mengakibatkan malunion atau asimetris.
Malunion yang dikenali hingga 6 minggu setelah terjadinya kerusakan
dapat dikoreksi dengan teknik reduksi zygomatic secara rutin. 3.
Enophtahlmos Enophtahlmos merupakan satu dari beverapa komplikasi
yang paling mengganggu yang menyertai fraktur-fraktur zygomatic.
Peningkatan volume orbita merupakan etiologi yang paling umum. 4.
Diplopia Diplopia merupakan kondisi abnormal (sequel) pada fraktur
bagian tengah wajah. Penyebab-penyebab utama diplopia antara lain
adalah edema dan hematoma, terjepitnya otot-otot ekstraokular dan
jaringan orbita, dan kerusakan saraf III, IV, atau VI cranial.
Penelitian histologist oleh Iliff bersama mahasiswanya telah
menunjukan fibrosis post-traumatik pada otot-otot extraocular
sebagai akibat kerusakan yang ditimbulkan. Mereka mengajukan
hipotesis bahwa hal ini bisa saja merusak contractility 19
dan mengurangi terjadinya penyimpangan otot-otot. Diplopia yang
berhubungan dengan edema, hematoma, atau neurogenic bisa saja
diatasi tanpa adanya intervensi. 5. Hyphema Traumatik Trauma pada
mata bisa mengakibatkan perdarahan di dalam ruang anterior-area di
antara kornea dan iris yang berwarna Penatalaksanaan hyphema
terdiri atas terapi suportif termasuk itu mengatur kemiringan
bagian kepala tempat tidur dan mengobati bagian mata yang rusak.
Penatalaksanaan medis dengan menggunakan cycloplegic topikal, dan
beta-blocker. Antifibrinolitik sistemik, carbonic anhydrase
inhibitor, dan osmotic agent juga diperlukan. Intervensi pembedahan
oleh ahli mata jarang dibutuhkan. Perawatan fraktur dapat ditunda.
7,8 6. Trauma Neuropathy Optik Trauma neuropathy optik dapat saja
bermanifstasi sebagai kondisi yang meluas dari gambaran deficit
yang ringan hingga gambaran kehilangan secara keseluruhan.
Konsultasi dengan ahli mata harus dilakukan. Perawatannya
bervariasi tergantung dari penyebabnya tapi bisa saja melibatkan
penggunaan steroid secara sistemik atau pembedahan dengan
dekompresi saraf orbital atau optik. Perawatan pada fraktur wajah
dapat ditunda.8 7. Sindrom Superior Orbital Fissure Sindrom orbital
fissure merupakan komplikasi yang tidak umum yang menyertai trauma
wajah. Keadaannya bisa saja berupa ptosis, ophthalmoplegia,
forehead anesthesia, dan fixed dilated pupil. Proptosis juga
mungkin terlihat Perawatannya bisa berupa reduksi fraktur, steroid,
eksplorasi apeks orbital dan aspirasi hematoma retrobular, apabila
ada. 8 8. Perdarahan retrobulbar Perdarahan pada retrobular jarang
terjadi namun merupakan komplikasi yang parah yang dapat
mengakibatkan kerusakan awal atau koreksi operatif. Gangguan pada
sirkulasi retina dapat mengakibatkan iskemi yang ireversibel dan
kebutaan permanen. 9. Trismus 20
Pasien dengan fraktur zygomatik biasanya mengeluhkan adanya
trismus yang akut. Namun, hanya ada sedikit kasus pengurangan
pergerakan mandibula yang menyertai fraktur kompleks zygomatik yang
dilaporkan pada literatur tersebut. Penyebab yang paling umum
adalah pergeseran badan zygomatik pada prosesus koronoid mandibula.
Trismus juga terjadi sekunder terhadap ankilosis fibrosa atau
fibro-osseus dari koronoid lengkung zygomatik. CT scan sebaiknya
dilakukan untuk memperjelas diagnosa. Koronoidektomi merupakan
perawatan yang paling umum. Apabila zygoma tidak direduksi secara
tepat, osteotomi zygomatik dan reposisi mungkin perlu dilakukan
untuk mengembalikan gerakan mandibula yang terbatas.9
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Candace. Pau, Barrera. Jose, et al. 2010. Three-Dimensional
Analysis of Zygomatic-Maxillary Complex Fracture Patterns.
Craniomaxillofacial trauma & reconstruction.
2.
Ceallaigh et al. 2007. Diagnosis and Management of Common
Maxillofacial Injuries in the Emergency Department. Part 3: Orbito
Zygomatic Complex and Zygomatic Arch Fractures. Emerg Med J,
24:120-122.
3.
Chowdhury LCSR, Menon LCPS. 2005. Etiology and management of
zygomaticomaxillary complex fractures in Armed Forces.
MJAFI.;61(3):238-40.
4.
Sallam, Maha, Ghada Khalifa, et al. 2010. Ultrasonography vs
Computed Tomography in Imaging of Zygomatic Complex Fractures.
Journal of American Science, pp. 524-533
5.
Rehman, A., Ansari, S.R., Shah, S.M, et al. 2010. Pattern of
Zygomatic Bone Fractures and Treatment Modalities: A Study.
Pakistan Oral & Dental Journal, Volume 30, Nomor 1, pp.
36-40.
6.
Min Kwan Baek, et al. 2010. Delayed Treatment of Zygomatic
Tetrapod Fracture. Clinical and Experimental Otohinokryngology
Vol.3 No.2: 107-109
7.
Obuekwe., et al. 2005. Etiology and Pattern of Zygomatic Complex
Fractures: a Retrospective Study. Journal of the national medical
association, vol 97
8.
Kumar S.R. et al. 2010. Stabilization of the Isoated Zygomatic
Arch Fracture Using Folleys Ballon Catheter. J. Maxillofac. Oral
Surg. 9(4): 407-409
9.
Paik-Kwon Lee, et al. 2006.Single Transconjunctival Incision and
Two-point Fixation for the Treatment of noncomminuted Zigomatic
Complek Fracture. J Korean MedSci 2006.21: 1080-5.
10. Nyachhyon P. and Kim PC. 2011. Intraoperative Stereotactic
Navigation for Reconstruction in Zygomatic-orbital trauma. J Nepal
Med Assoc, 51(181):37-40.
22