TETANUS Slide 001
TETANUS
Slide 001
• WHO 1995 : – Endemic di negara berkembang – Kematian 1992 : 1,000,000 di seluruh dunia
KUMAN
• Clostridium tetani
• Gram positif, anaerob murni
• Membentuk spora
• Tahan terhadap pemanasan s/d 150°
TOKSiN
• Eksotoxin• 2 macam :
– Tetanolisin ; tidak menimbulkan tetanus, tetapi menambah kondisi optimal bagi kuman
– Tetanospasmin : protein neurotoxic berikatan pada ganglion anterior horn medula spinalis dan brainstem, bekerja dengan jalan blokade inhibitor sinaps muscle spasm + hiperrefleksia
sensorik tidak terganggu
Toxins dan CNS
• Efek toxin diakibatkan oleh hambatan pelepasan neurotransmiter pada neuron inhibitor menghambat pelepasan glycine dan GABA kegagalan inhibisi (relaksasi) otot tonus meningkat dan spasme. (1,5-13)
• Ikatan toxin dengan neuron : irreversible• Recovery : butuh pertumbuhan ujung saraf
baru (menjelaskan durasi tetanus berkepanjangan). (11-13)
Klinis
• Inkubasi : 7–10 hari• onset time (gejala pertama sampai terjadinya
spasme) : antara 1 – 7 hari • Semakin pendek masa inkubasi dan onset
semakin buruk prognosa • Gangguan saraf otonom dimulai beberapa hari
setelah spasme dan menetap 1- 2 minggu • Spasme berkurang setelah minggu 2-3, tetapi
kekakuan hilang lebih lama
• Trias : rigidity, spasme otot dan gangguan saraf otonom
• Kaku leher, kesulitan menelan dan kesulitan buka mulut
• Trismus atau 'lockjaw'
• ‘Risus sardonicus' : spasme otot wajah
• Opisthotonos : kaku punggung
• Sifat spasme :– tonic– Terjadi pada otot agonis dan antagonis
sekaligus – Dicetuskan oleh rangsangan sentuh,
penglihatan, pendengaran atau emosional – Spasme faring diikuti spasme laring
aspirasi obstruksi jalan nafas
Autonomic effects
• Ditandai denganktidakstabilan fungsi saraf otonom
• Terutama saraf simpatis tachycardia and hypertension
• Didapatkan juga :– Hipersalivasi dan peningkatan sekresi bronkus
secretions. – Pengosongan lambung menurun, ileus, diare
Kriteria Parameter Nilai
Masa
Inkubasi
< 48 jam
2-5 hari
6-10 hari
11-14 hari
> 14 hari
5
4
3
2
1
Lokasi Infeksi
Internal/umbilikal
Leher, kepala, dinding tubuh
Ektremitas proksimal
Ekstremitas distal
Tidak diketahui
5
4
3
2
1
Imunisasi Tidak diketahui
Mungkin ada / ibu mendapat
> 10 tahun yang lalu
< 10 tahun yang lalau
Proteksi lengkap
10
8
4
2
0
Faktor memperberat
Penyakit/trauma membahayakan jiwa
Keadaan tak lgs bahayakan jiwa
Keadaan tdk bahayakan jiwa
Trauma / penyakit ringan
ASA derajat
10
8
4
2
1
PHILIPS SCORE
Ringan < 9, Sedang 9 –
16, Berat >16
OBSERVASI
• Kekakuan
• Frekuensi kejang
• Suhu
• Pernafasan
Tiap 12 jam
TERAPI
• Tetanus ringan (skor < 9) : sembuh tanpa pengobatan
• Tetanus sedang (skor 9 – 16): sembuh dengan pengobatan baku
• Tetanus berat (skor > 16) : perawatan intensif
MANAGEMENT
Tiga prinsip penanganan :
1. Eradikasi kuman : mencegah pelepasan toxin
2. Netralisasi toxin yang beredar
3. Minimalisasi efek toxin pada CNS
IRD• IV line, NGT, kateter• Inj Diazepam 10 mg bolus 2 menit, evaluasi tiap 1 jam, bila
masih kejang diulang injeksi diazepam 10 mg sampai dengan total 40 mg
• HIG (Tetagam) 3000 IU, im• Metronidazole 3 x 500 mg• Antrain 3 x 1 amp• Rantin 3 x 1 amp • Debridement luka• MgSO4 5 gram loading dose dlm 20 menit dilanjutkan
maintenance 30 gram dalam 24 jam : drip
RUANGAN
• Diazepam 0,8 cc/jam menggunakan syringe pump evaluasi 12 jam
• Bila masih kejang : diazepam ditambah 0,2 cc/jam tiap 12 jam hingga Px tidak kejang. Dosis max 300 mg/24 jam (2,5 cc/jam)
• Bila masih kejang : MgSO4 dinaikkan menjadi 60 gr dalam 24 jam, drip evaluasi 12 jam
RUANGAN
• Tracheostomy bila sekret saluran napas mengancam airway
• Diazepam diturunkan 10-15% dari dosis harian setelah 2 hari bebas kejang
• Diet : 3-8 x 200 cc via NGT• IVFD KaenMg3:D51/2NS:NS = 1000:1000:1000• Lab ulang tiap 3 hari• Bila perlu konsul Ventilator
Terima Kasih
Metronidazole
• Metronidazole may be the antibiotic of choice, and may now be considered as the first line therapy. (5,6)
• 1985, Ahmadsyah : membandingkan penisilin prokain dan metronidazole menurunnya angka mortalitas pada grup metronidazole.(7)
Metronidazole
• In 1997, 1,105 pasien oleh Yen dkk : tidak didapatkan perbedaan kematian bermakna antara grup penisilin dan metronidazole. Tetapi pada grup metronidazole membutuhkan lebih sedikit sedatif dan muscle relaxan. (8)
• Sefalosporin generasi ketiga mempunyai struktur mirip penisilin dan sebaiknya dihindari.(4)
Pengendalian Kejang dan Spasme
• Prinsip penanganan kejang dan spasme adalah menggunakan diazepam. (11-13)
• Benzodiazepines meningkatkan aktivitas GABA• Dosis 3 – 10 mg/kg/24 jam, intravenous, pelan
(MIMS)• Khoo, dkk menggunakan diazepam 20-40
mg/kg/hari continous IV untuk mengatasi kejang pada tetanus neonatorum. (10)
• Lethal dose : tidak diketahui, pada tikus : 720 mg/kg/24 jam
Benzodiazepin
• Efek relaksan diazepam lima kali lebih besar dari phenobarbital dengan efek hipnotiknya hanya seperenam. (6)
Efek Samping Diazepam
• Drowsiness, coma, • Kadang : apnoeic episodes reversible dengan
pengurangan dosis• Excessive pooling sekresi orofaring disebabkan reflek
menelan turun suction sesering mungkin• Respiratory arrest : diazepam IV continous tidak
bermakna dalam depresi pernafasan • Renal, hepatic, and haematological functions : tidak
terganggu. (10)
Ismoejianto, dkk, IKA
• Untuk severe cases dosis diazepam dimulai 8 mg/kg/hari (1.6 ml/jam), maximum 240 mg/hari (2.0 ml/jam).
• Moderate cases dimulai 4 mg/kg/hari (0.8 ml/jam). Bila tanda klinis memburuk, dosis ditingkatkan menjadi 1.6 ml/jam atau lebih.
• Mild cases, dosismulai 4 mg/kg/day (0.8 ml/jam) dan diganti oral bila memungkinkan. (1)
Magnesium sulphate
• Attygalle and Rodrigo : 40 pasien tetanus dengan trakeostomi yang diberikan Mg2SO4 tidak memerlukan ventilator. (2)
• Laporan dari USA : dengan ditambahkan magnesium sulfat tidak dibutuhkan trakeostomi. (3)
• Magnesium adalah pre-synaptic neuromuscular blocker, bekerja dengan jalan menghambat pelepasan katekolamin dan mengurangi respon reseptor pada katekolamin.
• James and Manson : pada pasien severe tetanus : efek sedasi dan relaksasi tidak kuat, tetapi efektif dalam mengontrol gangguan otonom. (4)
IRD• IV line, Pasang NGT, Kateter
• HIG 3000 IU, i.m
• Metronidazole 3 X 500 mg
• Antrain 3 X 1 ampul
• Rantin 3 X 1 ampul
• Debridement luka
• Lab : DL, KD, Elektrolit
IRD
• MgSO4 5 gram loading dose dalam 20 menit dilanjutkan maintenance 30 gram dalam 24 jam : drip
• Diazepam 0,8 cc/jam menggunakan syringe pump
Evaluasi 12 jam, bila masih kejang dizepam dinaikkan menjadi 1,6 cc/jam
Evaluasi 24 jam
• Bila masih kejang :– MgSo4 dinaikkan menjadi 60 gram dalam 24
jam dripEvaluasi 12 jam
• Bila masih kejang :– Diazepam ditambah 0,2 cc/jam tiap 12 jam,
hingga dosis maksimal 300 mg/24 jam (2,5 cc/jam)
Ruangan
Ruangan Harian
• Tracheostomi bila sekret saluran nafas banyak• Diazepam diturunkan 10-15% dari dosis harian
setelah 2 hari bebas kejang. (10)• Diet : 3-8X 200 CC via NGT• IVFD : KaenMg3:D1/2NS:NS = 1000:1000:1000• Lab ulang tiap 3 hari• Bila perlu konsul ventilator
SEVERITY GRADING(Abllet classification of tetanus severity)
Grade Clinical Features1 Mild : mild trismus, general spasticity, no
respiratory embarassment, no spasms, no dysphagia
2 Moderate : moderate trismus, rigidity, short spasms, mild dysphagia, moderate respiratory involvement, RR > 30
3 Severe : severe trismus, generalized spasticity, prolonged spasm, RR > 40, severe dysphagia, apnoeic spells, pulse >120
4 Very severe : grade 3 with autonomic disturbances involving cardiovascular system
Referensi
1. Ismoedijanto, Koeswardoyo, Dwi Atmadji S, et al. Diazepam dosis tinggi pada tetanus neonatorum in Proceding Diskusi Kelompok Tetanus Neonatorum, KONIKA V, Medan. 1981
2. Attygalle D, Rodrigo N. Magnesium as first line therapy in the management of tetanus: a prospective study of 40 patients. Anaesthesia 2002;8:778-817
3. Ceneviva G, Thomas N, Kees-Folts D. Magnesium Sulfate for control of muscle rigidity and spasms and avoidance of mechanical ventilation in pediatric tetanus. Pediatric Critical Care Medicine: 2003;4:480-4
4. James MFM, Manson EDM. The use of magnesium sulphate infusions in the management of very severe tetanus. Intensive Care Medicine 1985;11:5-12
5. Peetermans WE, Schepens D. Tetanus – still a topic of present interest: a report of 27 cases from a Belgian referral hospital. J Intern Med 1996;239(3):249-52.
6. Reddy VG. Pharmacotherapy of tetanus – a review. Middle East J Anesthesiol 2002;16(4):419-42.
7. Ahmadsyah I, Salim A. Treatment of tetanus: an open study to compare the efficacy of procaine penicillin and metronidazole. Br Med J (Clin Res Ed) 1985;291(6496):648-50.
8. Yen LM, Dao LM, Day NPJ, et al. Management of tetanus: a comparison of penicillin and metronidazole. Symposium of antimicrobial resistance in southern Viet Nam, 1997
9. Kaspan MF, Dwi Atmaji S, Ismoedijanto, et al. Tetanus. In: Pedoman diagnosis dan terapi Lab/UPF ilmu kesehatan anak, 1994: 194-7.
10. Khoo BH, Lee EL, Lam KL. Neonatal tetanus treated with high dosage diazepam. Arch Dis Child 1978; 53: 737-9.
11.Raymond Towey, Department of anesthesia, St. Mary’s Hospital Lacor, Gulu Uganda, TETANUS: A REVIEW , World Federation of Societies of Anaesthesiologists, Issue 19 (2005) Article 17
12. Tetanus — Forgotten but Not Gone, The New England Journal of Medicine, Volume 332:812-813 March 23, 1995 Number 12
13. T. M. Cook, R. T. Protheroe and J. M. Handel , Tetanus: a review of the literature, British Journal of Anaesthesia, 2001, Vol. 87, No. 3 477-487