Top Banner

of 29

Praktikum Pengenalan Ekosistem Enda

Oct 15, 2015

Download

Documents

Herman Kaenda
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangEkosistem secara luas merupakan hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), masing-masing bersifat saling mempengaruhi dan diperlukan keberadaannya untuk memelihara kehidupan yang seimbang, selaras dan harmonis. Dalam hal ini, fungsi-fungsi ekosistem ditekankan pada hubungan saling ketergantungan dan hubungan timbal balik serta sebab-akibat dari seluruh komponen yang membentuk ekosistem tersebut, berdasarkan habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem teresterial (ekosistem darat) dan ekosistem akuatik (ekosistem air), dalam ilmu ekologi, dikenal beberapa ekosistem teresterial seperti padang rumput, semak belukar, hutan, gurun pasir dan sebagainya, sedangkan jenis ekosistem akuatik seperti kolam, sungai, danau, estuaria, laut dan sebagainya. Dalam hal ini ekosistem pesisir dan ekosisitem intertidal merupakan bagian dari ekosistem di atas.Ekosistem pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penydia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah. Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fumgsi dimensi ekologis yang dimiliki oleh kawasan pesisir, selayaknya digiatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara pembagiannya telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia.Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali hanya beberapa meter luasnya terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal, Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ekosistem pesisir dan zona itertidal, maka perlu di adakan Praktikum Ekologi Perairan1.2 Tujuan dan ManfaatTujuan praktek pengenalan ekosistem ini adalah untuk mengenal jenis-jenis organisme darat (teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik) serta komponen-komponen penyusun dan kedudukannya di dalam ekosistem tersebut.Kegunaan dalam praktek pengenalan ekosistem adalah sebagai informasi atau masukan bagai mahasiwa untuk lebih mengetahui jenis-jenis ekosistem sungai serta komponen-komponen penyusun dan kedudukannya di dalam ekosistem air tawar.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 EkologiEkologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme dengan lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam (Odum 1983), menurut Zoeaini (2003) Ekologi dapat dibagi menjadi dua yaitu utekologi membahas sejarah hidup dan pola adaptasi individu-individu organisme terhadap lingkungan, Sinekologi membahas golongan atau kumpulan organisme yang berasosiasi bersama sebagai satu kesatuan. Bila studi dilakukan untuk mengetahui hubungan jenis serangga dengan lingkungannya, kajian ini bersifat autekologi, apabila studi dilakukan untuk mengetahui karakteristik lingkungan dimana serangga itu hidup maka pendekatannya bersifat sinekologi.Seseorang yang belajar ekologi sebenarnya mempertanyakan berbagai hal antara lain adalah bagaimana alam bekerja, species beradaptasi dalam habitatnya, apa yang diperlukan organisme dari habitatnya untuk melangsungkan kehidupan, organisme mencukupi kebutuhan materi dan energy, interaksi antar species dalam lingkungan, individu-individu dalam pecies diatur dan berfungsi sebagai populasi, dan bagaimana keindahan ekosistem tercipta (Zoeani,2003).20

31

2.2 Ekosistem PesisirEkosistem pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (organisme hidup) dan nir-hayati (fisik), mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun (seagrass), dan ekosistem terumbu karang. (Aci, 2012).2.1.1 ManggroveHutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Irwanto, 2006).Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska, kepiting, Uca sp dan berbagai spesies sesamanya, umumnya dijumpai di hutan mangrove kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove (Pramudji, 2010).2.1.2 LamunLamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal, semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Azkab, 2010), fungsi utama ekosistem lamun dapat memberikan nutrisi terhadap biota yang berada diperairan sekitarnya, ekosistem lamun merupakan produsen primer dalam rantai makanan di perairan laut dengan produktivitas primer berkisar antara 900-4650 gC/m2/tahun. Pertumbuhan, morfologi, kelimpahan dan produktivitas primer lamun pada suatu perairan umumnya ditentukan oleh ketersediaan zat hara fosfat, nitrat dan ammonium. Sejak tahun 1980 sampai sekarang, diperkirakan lamun di dunia telah mengalami degradasi sebesar 54 % (Purnama,2011).Sebagaimana terumbu karang, padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (molusca), beragam jenis ekinodermata (teripang-teripangan), udang, dan berbagai jenis ikan. Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong (dugong dugon) adalah dua hewan pencinta berat padang lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi (Pramanda, 2009).2.1.3 KarangEkosistem terumbu karang merupakan suatu himpunan integral dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Ekosistem ini merupakan ekosistem perairan dangkal yang sangat produktif sehingga sangat penting untuk mendukung kehidupan manusia, terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi (Siringoringo, 2010).2.2 Organisme IntertidalEkosistem intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat mulai dari pasang paling tinggi didaerah pasir sampai surut paling tinggi di daerah laut. Pembagian wilayah pada daerah intertidal adalah zona pasang surut tinggi, zona pasang surut pertengahan, dan zona pasang surut rendah. Pada zona pasang surut tinggi adalah pada saat hempasan gelombang paling tinggi di daerah pasir. Pada zona ini memiliki salinitas yang tinggi karena terjadi penguapan dimana porusitas pada pasir sehingga hewan yang hidup didaerah ini adalah hewan yang beradaptasi dengan salinitas tinggi. Biasanya ditemukan kepiting tentara yang bersembunyi dipasir.Zona pasang surut pertengahan memiliki salinitas yang tidak terlalu tinggi dan zona pasang surut rendah memiliki salinitas yang rendah. Berikut dapat dilihat gambar pembagian wilayah intertidal (Brotowidjoyo,2004).

Gambar 1. Organisme Intertidal.Zona intertidal dapat juga disebut dengan zona litoral atau wilayah pasang surut, hanya pada ekosistem intertidal masih ada zona tambahan yaitu zona supralitoral yaitu daerah pasang tertinggi bagian pasir yang basah pada saat pasang tinggi. Banyak organisme mobile, seperti siput dan kepiting, menghindari fluktuasi suhu dengan merangkak di sekitardan mencari makanan di pasang tinggi dan bersembunyi di dingin, lembab tempatperlindungan (celah-celah atau lubang) pada saat air surut. Selain itu hanya tinggal diketinggian pasang lebih rendah, organisme non-motil mungkin lebih tergantung pada mekanisme bertahan. Sebagai contoh, organisme surut tinggi memiliki respon yang kurang kuat, respon fisiologis membuat protein yang membantu pemulihan dari stres suhuhanya sebagai alat bantu respon kekebalan dalam pemulihan dari infeksi (Anonim, 2011).2.3. Klasifikasi OrganismePada gastropoda habitat hidup terdapat di darat, perairan tawar dan terbanyak di laut. Class pelecypoda umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung atau batu (Aslan dkk,2011). Menurut Suwignyo (2005) klasifikasi dari Burungo (Telescopium telescopium) adalah sebagai berikut :Kingdom: Animalia Philum: Mollusca Class: GastropodaOrdo : Mesogastropoda Familly: Potamididae Genus: Telescopium Spesies: Telescopium telescopi

Gambar 2. Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)Cara memperoleh makanan dari kerang umumnya dengan cara menyaring partikel-partikel yang terdapat dalam air laut, kerang mempunyai Insang yang terdiri dari rambut-rambut getar yang menimbulkan arus sehingga makanan akan mengalir masuk ke dalam mantelnya, sekaligus akan menyaring plankton sebagai makanannya dan menghasilkan oksigen untuk respirasnnya. Makanan dan kebiasaan makan pada gastropoda sangat beragam yaitu ada yang bersifat herbivor, karnivor, ciliary feeder, deposit feeder, parasit maupun scavenger. Pada pelecypoda sebagian besar ciliary feeder, karena sebagian besar cilia memegang peranan penting dalam mengalirkan makanan ke dalam mulut. Makanan yang tidak dapat dicerna disalurkan oleh minor tyhosole ke usus. Makanannya adalah siput, ikan dan terutama kepiting yang ditangkap dengan tangan-tangannya kemudian dilumpuhkan dengan cara memakai racun pada kelenjar lidahnya (Nontji, 2005). Menurut Brotowijoyo (2000), Kalandue (Polymesoda sp.) diklasifikasikan sebagai berikut:Kingdom : Animalia Phylum: Mollusca Class: Pelecypoda Ordo: Arcoida Familly: Arcoidaceae Genus: Polymesoda Spesies: Polymesoda sp.

Gambar 3. Morfologi Kalandue (Polymesoda sp.)Pada dasarnya tubuh Pelecypoda pipih secara lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hingeligament, yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (chonciolin) sama dengan periostrakum dan bersambung dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot aduktor rileks, ligament berkerut, maka keping cangkang akan terbuka, demikian pula sebaliknya. Pada kebanyakan pelecypoda, untuk mempererat sambungan kedua keping cangkang, dibawah hinge ligament terdapat gigi atau tonjolan pada keping yang satu dengan lekukan atau alur pada keping yang lain. (Nontji, 2005). Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus), menurut Romimohtarto (2005), adalah sebagai berikut :Kingdom: AnimaliaPhylum: EchinodermataClass: AsteroideaOrdo: ValvatidaFamilly: PresteridaeGenus: ProtoreasterSpesies : Protoreaster nodosus

Gambar 4. Morfologi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)Semua jenis echinodermata mempunyai habitat di laut, mulai dari daerah litoral sampai pada keadalaman 6000 m. Daerah Indopasifik utamanya sekitar pulau-pulau Filipina, Kalimantan, dan Papua merupakan daerah yang banyak terdapat berbagai jenis lely laut, timun laut, dan bintang ular. Echinodermata merupakan satu-satunya filum yang anggotanya tidak nada yang hidup sebagai parasit. Umumnya echinodermata dijumpai pada daerah pantai utamanya di daerah terumbu karang dan juga di daerah pantai berbatu yang berlumpur. Di Indonesia Echinodermata banyak terdapat pada kawasan Indofasifik barat dan sekitarya yakni teripang sebanyak kurang lebih 141 jenis, bulu babi 84 jenis, dan lely laut sebanyak 92 buah. Echinodermata hidup di pantai termasuk di laut dalam, bahkan di palung laut (Nontji, 2005).Polychaeta adalah kelompok hewan invertebrata terbesar, yaitu sekitar 8000 spesies, kelompok terbesar ditemukan di laut. Bentuk yang khas dari polychaeta adalah bentuk tubuhnya yang beruas-ruas dan setiap ruasnya terdapat sepasang parapodia. Menurut Bahrun (2006), Cacing laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : AnimaliaPhylum : AnnelidaClass : PolychaetaOrdo : NereidaeGenus : NereisSpesies : Nereis Sp.

Gambar 5. Morfologi Cacing laut (Neries sp.)Cacing laut (Nereis sp.) banyak ditemui di pantai, sangat banyak terdapat pada pantai cadas, paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir. Beberapa jenis hidup di bawah batu, dalam lubang lumpur dan liang di dalam batu karang, dan ada juga yang terdapat pada air tawar sampai 60 km dari laut, seperti di Bogor (Suwigyono dkk., 2005).Menurut Brotowijoyo (2004), Klasifikasi dari kepiting bakau (Scylla serata) adalah sebagai berikut:Kingdom: AnimaliaPhylum: CrustaceaClass: MalacostracaOrdo: DecapodaFamilly: PortunidaeGenus: ScyllaSpesies: Scylla serrata

Gambar 6. Kepiting Bakau (Scylla serrata)Crustacea dapat hidup pada berbagai tempat baik di air tawar, air laut, dan daratan. Jenis-jenis yang hidup di darat umumnya membuat lubang dan ada jenis-jenis tertentu yang hidup di puncak pohon. Kehidupan yang dijalani juga sangat beragam seperti plankton, benthos, epizon, dan parasit (Aslan dkk, 2011).

III. METODE PRAKTEK3.1 Waktu dan TempatPraktikum lapang ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 08.00 - 02.00 WITA bertempat di perairan Bungku Toko Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.3.2 Alat dan BahanAlat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada tabel 1.Table 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek pengenalan ekosistemNo. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan

1. Alat PatokmMembuat transek/plot Meteran rollmMengukur panjang TalimMembuat transek/plot Buku identifikasi Mengidentifikasi biota2. Bahan Alkoholuntuk mengawetkan sampel Kantong plasticWadah sampel biota3.3 Prosedur Kerja1. Menentukan jenis ekosistem teresterial/akuatik yang akan diamati;2. Membuat transek yang memotong topografi dari arah laut kea rah darat (tegak lurus dari pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) di daerah intertidal sepanjang 50 m;3. Membuat transek kuadrat dengan panjang 1x1 m, masing-masing plot 25x25 cm4. Meletakkan petak (plot) atau transek kuandrat di samping line transek pada jarak yang telagh ditentukan;5. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis dengan empat kali pengambilan.6. Mengulangi point ke empat dan lima pada tiap jarak yang ditentiukan (5 m).7. Melakukan pendataan atau inventarisasi terhadap semua komponen baik abiotik maupun biotik yang terdapat dalam ekosistem tersebut;8. Bila ditemukan jenis tumbuhan/hewan yang belum diketahui namanya atau sukar untuk diidentifikasi di lapangan seperti jenis plankton, maka lakukanlah koleksi untuk keperluan identifikasi;9. Mentukan keadaan ekosistem berdasarkan komponen penyusunnya, serta peranan masing-masing individu di dalam ekosistem tersebut.3.1. Analisis Data Analisis DataData yang diperoleh berdasarkan hasil observasi lapangan dan analisis vegetasi dengan menggunakan metode Transek kuadrat adalah sebagai berikut.3.1.1. Kelimpahan JenisKelimpahan jenis menyatakan jumlah individu organisme dalam satuan luas tertentu. Untuk menghitung kelimpahan jenis organisme digunakan rumus menurut Pennak (1953):

K D = ---------- x 10.000 Dimana: K = Kelimpahan individu jenis i (individu/m2) Y = Jumlah individu yang ditemukan X = Luas dasar petakan yang digunakan dalam mengambil contoh :10.0 Konversi dari cm2 ke m2 3.1.2. Kelimpahan RelatifKelimpahan relatif merupakan perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis dengan keseluruhan yang diperoleh dari suatu komunitas. Untuk menghitung kelimpahan relatif digunakan rumus menurut Coz (1967) dan Smith (1992): ni R = ---------- x 100% NDimana: R = Kelimpahan relatif jenis i (individu/m2) ni = Jumlah individu yang ditemukan N = Jumlah individu semua jenis10.0 Konversi dari cm2 ke m23.1.3. Indeks keanekaragamanIndeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas. Perhitungan indeks keanekaragaman menggunakan rumus Shannon Index of General Diversity dari Shannon Wienner dalam Odum (1971) dan Smith (1992), yaitu: ni ni H = ----- log ----- N NDimana: H = Indeks Keanekaragaman Shannon ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu semua jenis3.1.4. Indeks KeseragamanIndeks keseragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemerataan individu tiap spesies di dalam suatu komunitas. perhitungan nilai Indeks Keseragaman menggunakan Evennes Index dari Shannon Index of General Diversity dari Shannon Wienner dalam Odum (1971) dan Smith (1992), yaitu: H E = ---------- ; Hmax = log 2 S HmaxDimana: E = Indeks Keseragaman H = Indeks KeanekaragamHmax= Keanekaragaman jenis pada kondisi kemerataan yang maksimumS = Jumlah spesies3.1.5. Indeks DominansiIndeks Dominansi dihitung berdasarkan rumus Index of Dominant dari Simpson dalam Odum (1971) dan Smith (1992), yaitu: C = (ni / N)2Dimana: C = Indeks Dominansi ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu semua jenis 3.1.6. Indeks Kesamaan (Similarity Index)Indeks Kesamaan yang digunakan untuk mengetahui kesamaan organisme yang menyusun dua tempat yang berbeda dihitung berdasarkan rumus Morisita Index (Smith,1992), yaitu: 2C E = ----------- A + BDimana: A = Jumlah spesies dalam sampel A B = Jumlah spesies dalam sampel B C = Jumlah spesies yang sama pada kedua sampelCatatan : Indeks Ketidaksamaan = 1 S3.1.7. Indeks Distribusi Untuk mengetahui pola penyebaran organisme dapat dianalisis dengan menggunakan Morisita Index (Soegianto, 1994) yaitu: X2 - N Id = n -------------- N (N-1)Dimana :Id = Indeks penyebarann = Jumlah transekN = Jumlah total individuX = Kuadrat jumlah individuKriteria pola penyebaran adalah sebagai berikut:Id < 1 Distribusi acakId = 1 Distribusi seragamId > 1 Distribusi mengelompok

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum Lokasi

Gambar 7. Perairan Pulau BungkutokoPulau Bungkutoko sebagai lokasi praktikum lapang ekologi perairan yang merupakan sebuah pulau yang terletak di muara teluk Kendari dan secara administrasi pulau ini masuk dalam wilayah Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kotamadya Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara. letak geografis sebagai berikut: Sebelah Utara berhadapan dengan Kelurahan Kasilampe Sebelah Timur berhadapan dengan Laut Banda Sebelah Selatan berhadapan dengan Kelurahan Petoaha Sebelah Barat berhadapan dengan Teluk KendariBungkutoko mempunyai daratan yang terdiri dari perbukitan yang membentang dari bagian barat sampai bagian selatan. Sedangkan bagian timur dan utara relatif rata. Luas wilayah 2,25 km2 dengan kemiringan antara 1% - 5% dan memiliki pantai yang landai dengan dasar perairan berpasir, berlumpur dan pasir berbatu dimana cacing laut, burungo, kalandue, bintang laut, dan kepiting banyak hidup didaerah substrat tersebut.4.1. Hasil PengamatanTabel 2. Data organisme pada Perairan BungkutokoNoJarakOrganismeJumlahKeterangan

15 MeterKepiting bakau 2Pasir berlumpur

Cacing laut3

Burungo1

210 MeterKepiting bakau1Pasir berlumpur

Cacing laut3

Burungo 2

315 MeterKalndue2Pasir berlumpur

Cacing laut1

Burungo 4

420 MeterCacing laut2Pasir berlumpur

Kepiting bakau1

Burungo2

Kalandue4

Kerang darah1

525 Mete rBintang laut1Lumpur berpasir

Kepiting Bakau1

Burungo2

Kerang darah1

630 MeterCacing laut2Lumpur berpasir

Burungo 2

735 MeterKalandue1Lumpur berpasir

Burungo1

840 MeterBintang laut1Lumpur berpasir

Cacing laut3

Burungo2

945 MeterKalandue4Lumpur berpasir

Burungo 1

1050 MeterKalandue3Lumpur berpasir

Burungo2

Tabel 3. Analisis data organismeNoOrganismeKRH'EC

1keping bakau (Scylla serrata)5108,930,0940,0520,0080

2Burungo (Teloscopium telescopium)193833,930,1590,0880,1151

3Kalandue (Polymesoda sp.)142825,000,1510,0840,0625

4cacing laut (Nereis sp.)142825,000,1510,0840,0625

5bintang laut (Protoreaster nodosus)243,570,0520,0290,0013

6kerang darah243,570,0520,0290,0013

N56112100,000,6570,3650,2506

Keterangan : K = Kelimpahan Jenis R = Kelimpahan Relatif H= Keanekaragaman E = Keseragaman C = DominansiTabel 4. Indeks kesamaan OrganismeKomponenJumlah spesies Jumlah spesies yang samaKesamaan 2c= A+B=

Sample a64 Spesies

Sample b4

A+B10

Indeks kesamaanE = 0,8

Tabel 5. Indeks disribusi OrganismeNoOrganismeJumlahId

1Kepiting Bakau (Scylla Serrata)50,454

2Burungo (Teloscopium telescopium)196,563

3Kalandue (Polymesoda sp.)143,563

4Cacing Laut (Nereis sp)143,563

5Bintang laut (Protoreaster nodosus)20,072

6Kerang darah20,072

N5614, 29

Tabel 6. Rata-rata tiap analisisNoPengukuranJumlah spesiesRata-rata

1Kelimpahan jenis618,67

2Kelimpahan relatif616,666667

3keanekaragaman60,012532

4keseragaman60,006962

5dominansi60,041773

6id62,381818

4.3 Pembahasan Praktikum ekologi yang dilakukan di Perairan Bungkutoko yang menjadi tujuan pengamatan yaitu kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi organisme yang berasosiasi di Perairan Bungkutoko.Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di perairan diperairan tersebut diperoleh 6 jenis organisme yaitu Burungo (Telescopium telescopium), Kalandue (Polymesoda sp.), Cacing laut (Neries sp.), Kepiting bakau (Protoreaster nodosus), bintang laut (Protoreaster nodosus), dan kerang dara. Jumlah keseluruhan organisme intertidal yang didapat di perairan bungkutoko adalah 56 individu.Jarak 5 meter sebagai awal pengambilan sampel di dapatkan sebanyak 6 organisme yaitu burungo sebanyak satu individu, kepiting bakau dua individu dan cacing laut sebanyak tiga individu dan berasosiasi pada substrat pasir berlumpur. Burungo (Teloscopium telescopium) berasal dari phylum mollusca class gastropoda yang memiliki kebiasaan hidup pada substrat berpasir ataupun berlumpur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan, dkk.(2011). Pada gastropoda habitat hidup terdapat di darat, perairan tawar dan terbanyak di laut. class pelecypoda umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung, kayu atau batu. Kepiting Bakau (Scylla serrata) berasal dari phyllum Crustacea cllas malacostraca yang memiliki cangkang keras dan hidup merayap di dasar perairan yang berpasir ataupun berlumpur. Menurut Suwignyo (2005) Crustacea berasal dari kata crusta yang berarti kulit yang keras dan arthros yang berarti sendi. Dengan kulit yang keras sehingga hewan ini tidak disukai oleh predator dan dengan adanya sendi memudahkan hewan ini untuk berjalan dan berenang dengan cepat. Phylum crustacea mempunyai ukuran yang beraneka ragam yaitu kurang dari 0,1 mm sampai 60 cm. Umumnya filum crustacea 13 % hidup di Laut , di air tawar 13 %, dan 3 % di darat. Kebanyakan crustacea hidup mendominasi plankton laut maupun air tawar.Cacing laut merupakan hewan avertebrata dari phylum Annelida Cllas Polychaeta yang hidup di daerah pantai berpasir dan berlumpur. Ada juga hidup menempel di sisi batu ataupun karang. Pada pengamatan jarak 5 meter di temukan cacing laut tiga individu pada substrat lumpur berpasir. Menurut Suwigyono dkk. (2005) Cacing laut (Nereis sp.) banyak ditemui di pantai, dan terdapat pada pantai cadas, paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir. Beberapa jenis hidup di bawah batu, dalam lubang lumpur dan liang di dalam batu karang.Hasil pengamatan organisme yang masuk dalam transek dan menjadi bahan pengamatan untuk identifikasi dari pengatan jarak 5 sampai 50 meter dapat dilihat pada hasil pengamatan. Keseluruhan hewan yang di dapat merupakan hewan avertebrata air yang telah teridentifikasi sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tinjauan Pustaka Klasifikasi Organisme.Hasil pengamatan organisme yang berasosiasi pada daerah substrat lumpur berpasir menunjukan bahwa seluruh organisme yang di dapat (Lihat pada Tabel 2. Data organisme pada Perairan Bungkutoko) merupakan jenis organisme makrozoobentos,dimana hewan tersebut hidup di dasar perairan berpasir, berlumpur maupun lumpur berpasir.Kelimpahan organisme di Perairan Bungkutoko bernilai rata-rata 16.66 %, keanekaragaman bernilai rata-rata 0.012 dan keseragaman sebesar 0.006 serta dominansi 0.041. Hal ini menunjukan bahwa keadaan organisme Perairan Bungku toko di tinjau dari segi kelimpahan sedikit, Keanekaragaman rendah penyebaran rendah kestabilan komunitas rendah, keseragaman kecil komunitas tertekan dan dominansi rendah .

V. SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan1. Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup atau sesuatu yang mencakup organisme dan lingkungannya.2. Jenis organisme yang ditemukan di perairan Bungkutoko yaitu Burungo (Telscopium telcopium), Kalandue (Polymesoda sp.), Cacing laut (Neries sp.), Kepiting bakau (Scylla serrata), dan bintang laut (Protoreaster nodosus). Jumlah keseluruhan organisme intertidal yang didapat di perairan bungkutoko adalah 56 individu dan di perairan tersebut sebagian besar substratnya lumpur berpasir.3. Keanekaragaman dari semua organisme yang di dapat sangat rendah sehingga ke stabilan komunitas rendah dan jenis hewan yang di temukan pada pengamatan praktikum ekologi perairan adalah hewan jenis makrobentos, yaitu hewan yang hidupnya di dasar perairan atau melekat pada substrat.5.2 SaranSaran yang dapat diberikan praktikan pada paktikum ekologi perairan ini yaitu sebaiknya sebelum penulisan laporan dilakukan diadakan asistensi aturan penulisan laporan terlebih dahulu agar tercapai keseragaman metode penulisan laporan untuk seluruh praktikan sehingga praktikan tidak bingung dalam penulisan laporan praktikum.