PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(SH) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah Oleh: Rozi Asandi Nim. 1217046 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH) FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI TAHUN 1442 H/ 2021 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT
DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari
Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(SH) Pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah
Oleh:
Rozi Asandi
Nim. 1217046
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
(MUAMALAH) FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN 1442 H/ 2021 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul “PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN
KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di
Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam”. yang disusun
oleh ROZI ASANDI NIM 1217046, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(muamalah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah
dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk
Dari Hadist Riwayat Ahmad Dan Abu Daud Dari Sa’d Ibnu Abi Waqqash
Ia berkata:
4
سلم الله صلئ ا الله عل يه وعن سعد ابن و قا ص ان رسول
كنا نكرى ال رض بما على السوا فى من الذع فنهى رسول قا ل :
صلى الله الله
بودودى(عليه وسلم عن ذالك واأمرنا ان نكر يها بذهب اوورق )روه ااحمدوا
Artinya: “Dari sa’d ibn abi waqas bahwa dia berkata: Dahulu kami
menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang
tumbuh di sana. lalu Rasulullah melarang cara yang demikian
dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas
atau perak”. (HR. Ahmad, dan Abu Daud, dan nasa’i)”.8
Mengenai ijarah ini juga sudah mendapatkan Ijma’ ulama berupa
kebolehan seorang Muslim membuat dan melaksanakan akad ijarah atau
perjanjian sewa-menyewa. Tentu saja kontra prestasi berupa uang sewa.
Harus di sesuaikan dengan kepatutan yang ada dalam masyarakat.9
Kompensasi dalam sewa-menyewa ini telah diatur dalam Islam,
bahwasannya bentuk kompensasi dari sewa-menyewa ini diisyaratkan
adalah bentuk harta yang bernilai jelas, konkrit atau dengan menyebutkan
kriterianya. Kompensasi dari sewa-menyewa harus dijelaskan ukuran dan
standarnya. Jika menyewakan sesuatu apakah kompensasi dibayarkan
perhari, perbulan, atau pertahun. sehingga jelas takaran sewa menyewa
tersebut.
Aturan tentang sewa-menyewa dalam dalam Islam telah dijelasakan
dalam kitab Fiqh Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili berpendapat:
8 Imam nasaiy, sunan nasaiy. (Dar. al fikr Beirut) hal 274 9E-Book Abdul Ghofur Anshari, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta:
Gajah Mada University, 2018), Hal 71
5
ه ول والىكون المنفعة استىفء عىن قصدا فلا تصح اجرة ابست ن لخز ثمرت الثنة لخزصو فها او لبنهز
Artinya: “Diisyaratkan dalam manfaatnya tidak ada maksud mengambil
barang dengan sengaja. maka tidak sah menyewa kebun untuk
diambil buanya, atau kambing untuk diambil bulunya atau
susunya.” 10
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat kita pahami tidak boleh
mengambil manfaat sewa dari apa yang disewakan, apalagi mengambil
hasilnya. Adapun praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit sedikit
berbeda dengan ketentuan dalam Ijarah sewa-menyewa dalam Islam.
Namun meski telah diatur dalam Islam bagaimana praktek sewa-menyewa
yang sesungguhnya dalam Islam, tetap saja muncul beberapa kasus praktek
sewa-menyewa, kelihatannya seolah-olah bertentangan dengan prinsip
sewa-menyewa dalam Islam.
Hal ini seperti yang penulis temukan di keNagarian Bawan, sebagian
besar penduduk Bertani atau berkebun kelapa sawit sebagai sumber mata
pencarian. Dalam kegiatan ini sebagian penduduk menyewakan kebun
kelapa sawit sebagai penunjang aktifitas Ekonomi dan Pendidikan anak.
Dalam pelaksanaanya sewa-menyewa kebun kelapa sawit ini
dilakukan dengan perjanjian-perjanjian yang disepakati kedua belah pihak,
seperti biaya sewa, dan waktu berakahirnya. bentuk perjanjiannya tertulis
dan ada tidak tertulis. Didalam transaksi atau kesepakatan tanpa ada unsur
10 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani ,2011)
Hal 409
6
paksaan dari pihak mana pun perjanjian ini ril datang dari kedua belah
pihak.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan pada hari Senin,
21 juli 2020 pada beberapa orang adalah pemilik dan penyewa kebun di ke
Nagarian bawan. Adapun praktek sewa-menyewa kebun ini dilakukan
secara langsung antara pemilik dan penyewa tanpa perantara. Perjanjian
yang dilakukan secara tertulis, dan ada masa berakhir sewanya yang
disepakati. besar uang sewa yang diberikan berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak dan berapa luasnya kebunnya.
Adapun biaya sewa yang dilakukan pertahunnya dari berapa orang
yang penulis wawancarai adalah yang pertama yaitu bapak Johan yang
memiliki luas 1 hektar kebun kelapa sawit yang sudah berumur lebih kurang
5 tahun dan sudah siap untuk dipanen dengan biaya sewa 20 selama 2 tahun.
Lalu yang ke dua ibuk Ena yang memiliki 2 hektar kebun kelapa sawit yng
sudah berumur lebih kurang lima tahun dan telah siap untuk dipanen dengan
biaya sewa 30 selama 4 tahun. Selanjutnya bapak Buyung memiliki 1,5
Hektar kebun kelapa yang mana biaya sewanya adalah 25 juta selam 3
tahun.
Praktek Sewa-menyewa yang dilakukan ini adalah atas dasar suka
sama suka dan tidak ada paksaan dari yang lainya (ridho sama ridho). dan
kebun yang disewakan ini adalah milik sepenuhnya bukan milik bersama.
7
Setelah selesai melaksanakan akad-akad atau perjanjian diatas maka
pihak penyewa boleh mengambil dan memanfaatkan hasil kebun kelapa
sawit tersebut sampai batas yang waktu yang disepakati.11 Saat perjanjian
sewa menyewa sudah disepakati oleh pihak penyewa dan yang menyewakan
(pemilik kebun), maka sejak saat itu pihak penyewa dapat memanen hasil
kebun kelapa sawit tersebut sampai waktu sewa menyewa berakhir. Artinya
yang menjadi objek sewa tersebut bukan saja tanah/kebun tersebut tapi juga
pohon atau buah kelapa sawit yang sudah ada di dalam kebun tersebut.
Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas penulis tertarik untuk
menulis lebih lanjut bagaimana sebenarnya Praktek Sewa-menyewa kebun
kelapa sawit di Nagari Bawan. disisi lain apakah Praktek sewa-menyewa
yang dilakukan ini apakah sudah sesuai dengan prinsip sewa-menyewa
dalam Islam. dan dalam transaksi ini apakah tidak ada yang dirugikan
dengan judul “PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA
SAWIT DITIJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari
Bawan Kec. Ampek Nagari Kab.Agam)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas
maka yang menjadi Rumusan Masalah dalam pembahasan ini adalah:
1. Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Praktek Sewa-Menyewa
Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan
11 Hasil Wawancara Pribadi Dengan, (Pemilik Dan Penyewa Kebun) Pada Tangal 21 Juli
2020
8
2. Bagaimana Praktek (Ijarah) Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di
Nagari Bawan Ditinjau Dari Fiqh Muamalah
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penulisan Skripsi ini :
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Praktek
Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Praktek (Ijarah) Sewa-Menyewa Kebun
Kelapa Sawit di Nagari Bawan Ditinjau Dari Fiqh Muamalah
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Hukum pada prodi Hukum Ekonomi Syariah
2. Untuk merealisasikan tujuan Tri Darma Perguruan Tinggi
3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis terhadap
permasalah sewa-menyewa dalam Fiqh Muamalah.
4. Sebagai sumbagan pemikiran masyarakat muslim secara umum.
D. Penjelasan Judul
Untuk menghindari keracuan dan kesalahan dalam memahami judul
ini maka perlu penulis jelaskan maksud dari kata-kata yang ada didalamnya.
Praktek : Adalah suatu pelaksanaan secara langsung atau
nyata12
12 Kamus Besar Bahasa Indonesia
9
Sewa menyewa : Adalah suatu perjanjian atau kesepakatan dimana
sipenyewa harus membayarkan imbalan berupa uang
tunai atau sejenis yang bisa dimanfaatkan oleh
pemilik lahan pemilik kebun tersebut. 13
Kelapa sawit : Adalah tumbuhan industri atau perkebunan sebagai
penghasil minyak masak, industri, maupun bahan
bakar, pohon kelapa sawit terdiri dari spesies yaitu
elaeis guineesis dan elaeis oleifera yang digunakan
untukpertanian komersial dalam pengeluaran minyak
kelapa sawit.
Kebun : Adalah sebidang lahan, biasanya tempat terbuka,
yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia,
khusus sebagai tempat tumbuh tanaman.14
Fiqh muamalah : Adalah ilmu-ilmu hukum syara’ yang bersifat
amaliyah yang digali adalah dari dalil yang terperinci
mengenai hubungan manusia dengan manusia lainya
terkait transaksi ekonomi.15
Jadi secara keseluruhan yang penulis maksud dari judul penelitian
ini adalah bagaimana kedudukan hukum praktek sewa-menyewa dengan
menjadikan pohon kelapa sawit sebagai objek ditinjau dari fiqh muamalah.
13 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta: University
Gajah Mada ,2018) Hal 69 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia 15 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008),
Hal.19
10
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan disekitar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang dilakukan tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah ada. Untuk
menghindari adanya dugaan plagiasi,berikut ini penulis akan memaparkan
beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian
yang akan penulis lakukan. Ada beberapa penelitian yang membahas
tentang praktek sewa-menyewa, ijarah didalam hukum islam dan fiqh
muamalah.
1. Skripsi dengam judul. Tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa
pohon manga.yang ditulis oleh saudari Dwi Rianti dengan rumusan
masalah “bagaimana tinjauan hukum islam terhadap akad dalam sewa-
menyewa pohon mangga.?”. Dan yang menjadi kesimpulannya bahwa
akad yang dilakukan dalam sewa-menyewa pohon mangga tidak sesuai
dengan prinsip ijarah,karena tidak terpenuhi salah satu rukun dan
syaratnya. 16
Bahwasanya skripsi yang ditulis saudari Dwi Rianti dengan
judul “tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa pohon mangga”
16Dwi rianti, tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa pohon mangga (Skripsi:
IAIN ponorogo 2018)
11
tidak sama dengan skripsi yang saya bahas dengan judul “praktek sewa-
menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah”
2. Skripsi dengan judul kosep ijarah dalam islam dan penerapannya di ptp
nusantara VII pir sinabang kabupaten lahat. Yang ditulis saudari Peni
dengan rumusan masalah”bagaimana bentuk kerja sama dalam
perkebunan karet di ptp nusantara VII di sinabing dan kaitanya dengan
ijarah dalam ajaran islam ?” Dan yang menjadi kesimpulannya bahwa
kerja sama dalam perkebunan karet dilakukan dengan sistem upah yang
diberikan pada petani penggarap dan bagi hasil dalam bentuk tunjangan
/bonus apabila penjualan dari hasil perkebunan karet mendapatkan
keuntungan lebih. 17
Bahwa skripsi yang ditulis saudari Peni dengan judul “konsep
ijarah dalam islam dan penerapan di ptp nusantara VII pir sinabing
kabupaten laha”tidak sma dengan skripsi yang saya bahas dengan judul
“praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh
muamalah.”
3. Skripsi dengan judul tinjuan hukum tentang praktek sewa-menyewa
tanah dengan system pembayaran hasil panen. Yang ditulis oleh saudara
Rendi Aditia dengan rumusan masalah “bagaimana tinjuan hukum
tentang praktek sewa-menyewa tanah dengan system pembayaran hasil
17 Peni,Konsep Ijrah Dalam Islam Dan Penerapannya Di PTP Nusantara VII Pir
Sinabing Kabupaten Lahat, (Skripsi: Bukitinggi, 2003), Hal.76
12
panen ?” dan yang menjadi kesimpulanya adalah akad yang dilakukan
tidak jelas dan tidak ada kesepakatan kedua belah pihak dan system
pembayaran dilakukan setelah panen dan merugikan pihak penyewa,
pembayaran tidak jelas tidak sesuai prinsip islam. 18
Bahwa skripsi yang ditulis oleh saudara Rendi Adtia dengan
judul “tinjauan hukum islam tentang praktek sewa menyewa tanah
dengan sistem pembayran hasil panen ” tidak sama dengan skripsi yang
saya bahas dengan judul “praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit
ditinjau dari fiqh muamalah”
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research).19 yang
bersifat kualitatif disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak deskriptif yang mengambarkan tentang persepsi masyarakat
terhadap transaksi sewa-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh
muamalah. penelitian dilakukan pendekatan sosiologi secara lansung
dan mengadakan pengamatan data yang akan dianalisis.
2. Sumber Data
18 Rendi aditia, tinjauan hukum islam tentang praktek sewa-menyewa tanah dengan
system pembayaran hasil panen (Skripsi: uin raden lampung ,2018) 19 Herman Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta:
Gramedia Pustaka Ulama) Hal 10
13
Sumber data dalam penelitian ini adalah pemilik dan penyewa kebun
kelapa sawit. Dalam penelitian kualitatif ini sumber data sebagai
narasumber atau pemilik dan penyewa kebun kelapa sawit.
3. Teknik Pengumpulan Data
untuk mendapatkan data yang akurat dan terarah, maka penulis
menggunakan teknik snowball sampling yaitu:
a. Observasi yaitu pengamatan dan pencatan ynag sistematis terhadap
gejala gejala yang diteliti.
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data
apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat
secara sistematis serta dapat dikontrol keandalan (realibilitas) dan
kesahihannya.
Observasi yang penulis lakukan secara langsung kelapangan
ditempat kediaman penulis yang melakukan sewa-menyewa kebun
kelapa sawit.
b. Wawancara atau tanya jawab lisan antara penyewa dan pemilik
kebun
Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
informasi secara lisan dari responden atau keterangan dengan tanya
jawab, antara pihak penyewa dan pihak pemilik kebun dengan
tujuan untuk mengumpulkan informasi demi menyempurnakan
data.
14
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah penulis mengumpulkan data data yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, maka selanjutnya data tersebut akan
dianalisa untuk kevalidtan data. Data yang bersifat kuantitatif yang
diperoleh dari hasil wawancara, cara pengolahan dan penganalisaan
menggunakan langkah langkah sebagai berikut :
a. Seleksi data yang terkumpul.
b. Mengklasifikasi berdasarkan permaslahan dan sub-sub masalah.
c. Mengadakan interprestasi dan analisa data sehinga penulis bisa
mengambil kesimpulan.
d. Sitematisasi data (sistemaizing).
Yaitu menepatkan data menurut kerangka sistematika bahasan
berdasarkan urutan masalah
5. Teknik Analisis Data
Analisa data adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mencari, menyusun, secara sistematis, sehingga mudah dipahami dan
bisa dibuat kesimpulan pada data yang didapat.
Jadi setelah data dikumpulkan dari lapangan secara lengkap,
kemudian data tersebut diolah dan dianalisa dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Editing
15
Editing merupakan kegiatan yang dilaksanakan setelah
peneliti selesai menghimpun data dilapangan. Adapun kegiatan ini
dilakukan karena kenyataan bahwa data yang terhimpun karena
belum memenuhi harapan peneliti. Maka dilakukan proseses editing
untuk mengolah data obsevasi dan wawancara yang penulis
lakukan.20
b. Interpretasi data
Setelah data tersebut diolah kemudian data tersebut dianalisa
dengan cara deduktif yaitu penulis didalam mengambil kesimpulan
dengan menggambarkan data-data umum yang ada kaitannya
dengan tulisan ini sehinggga smapai kepada kesimpulan yang
khusus
Dalam hal ini penulis menganalis setara menjelaskan yang
berhubungan dengan kegiatan masyarakat atau orang-orang yang
terlibat didalam kegiatan sewa-menyewa kebun kelapa sawit
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahan dalam penulisan
skripsi ini, penulis membagi masing-masing pembahasan menjadi beberapa
bab untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
BAB I : Merupakan Pendahuluan, yang berisikan Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah yang akan dibahas, Tujuan dan
20 E- book Burhan bugun, metode penelitian kuantitatif (Jakarta: kencana, 2017), hal 175
16
Kegunaan Penelitian, Penjelasan Judul, Metode Penelitian,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Berisikan Tentang Pengertian Ijarah (sewa-menyewa),
dasar Hukum Ijarah (sewa-menyewa), Rukun dan Syarat-
syarat, Macam-macam, Berakahirnya Akad, Manfaat dan
Hikmah Ijarah (sewa-menyewa).
BAB III : Merupakan hasil penelitian yang mencakup tentang
Monografi Nagari Bawan dan Persepsi masyarakat tentang
sewa-menyewa kebun kelapa sawit, padangan Fiqh
Muamalah terhadap sewa menyewa kebun kelapa sawit dan
Padangan Ulama Fiqh terhadap sewa menyewa kebun kelapa
sawit Di Nagari Bawan Kec.Ampek Nagari Kab.Agam.
BAB IV :Merupakan penutup yang berisikan Kesimpulan dan Saran-
saran.
17
BAB II
KONSEP IJARAH DALAM ISLAM
A. Pengertian Ijarah (Sewa-Menyewa)
Secara terminology kata al-ijarah berasal dari kata ajru yang berarti
‘iwadhu (penganti) oleh karena itu, tsawab (pahala) disebut juga dengan
ajru (upah). Dalam pengertian syara’ al-ijarah adalah salah satu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.21
Sedangakan dalam kontek KUHPerdata Al- ijarah disebut sebagai
sewa-menyewa. sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu mengikatkan untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari
suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan membayarkan sejumlah
harga sesuai dengan kesepakatan bersama. 22
Menurut kompilasi hukum ekonomi Syari’ah ijarah adalah sewa-
menyewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah
uang.23 Menurut Bahasa ijarah adalah upah atau ganti rugi atau imbalan.
menurut syari’at ijarah adalah akad atas dasar manfaat dengan timbal balik
imbalan. Ijarah menurut syara’ juga berarti memberikan sesuatu kepada
orang lain untuk diambil manfaatnya dan penerima barang tersebut
21 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), Hal 283 22 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta: University
Gajah Mada, 2018), Hal 69 23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana,
2013), Hal 245
18
membayar imbalan sebagai atas barang yang digunakan dan diambil manfaatnya.
Ijarah menurut fatwa DSN-MUI ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa /upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.24
Pengertian ijarah menurut ulama fiqh adalah:
1. Menurut Ulama malikiyah
قولت فعة ال د مي وب عض المن مية التعا قد على من Artinya: “nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat
manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.”
2. Menurut Ulama hanafi’yah فعة المستأ جرة بعوض معلومة مقصودة من العين الإجارةعقد يفيد من
Artinya: “Ijarah adalah suatu perjanjian yang mempunyai faedah,
memiliki manfaat yang diketahui dan disengaja dari benda
yang disewakan denga nada imbalan pengganti”
3. Menurut Ulama syafi’iyah
فعة معلومة مقصودة قابلة للبذل والإ ب حة بعوض ا جارة عقد على من لإ
معلوم Artinya: “Ijarah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui
disengaja, yang bias diserahkan kepada pihak lain secara
Media Group 2010), Hal 277 27 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Grafindo Persada 2010), Hal 94-95
20
Jumhur ulama sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang
diperbolehkan oleh syara’, alasan jumhur ulama membolehkan akad ijarah
berdasarkan sumber hukum baik alqur’an, hadis, ijma’ maupun qiyas yaitu:
1. Al-quran
Surat Al-Baqarah ayat 233
ت ي رضعن أولدهن حولين لد كاملين لمن أراد أن يتم ٱلرضاعة وعلى ۞وٱلووسعها ل تضاأر ٱلمولود لهۥ رزق هن وكسوتن بٱلمعروف ل تكلف ن فس إل
بولدها ول مولودلدة لك ثل م ٱلوارث وعلى بولدهۦ لهۥ و فصال أرادا فإن ذهما ت راض عن ضعوأا أن أردت وإن عليهما جناح فلا وتشاور م ن م أولدك تست وٱت قوا ٱلل وٱعلموأا أن ٱلل ف
تم بٱلمعروف لا جناح عليكم إذا سلمتم ماأ ءات ي ٢٣٣با ت عملون بصي
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan, (Qs: al-baqarah 233).
Menurut tafsir ibnu katsir, tafsir ayat diats adalah bahwa ketika
seseorang mempercayakan anaknya untuk disusui orang lain, hendanya
ia memberikan upah yang layak. Ayat ini juga menegaskan agar
21
kehadiran seorang anak tidak sampai membawa mudarat bagi kedua
orang tuanya.
Misalnya, jika memang siibu tidak kuasa untuk menyusui karena
faktor kesehatan atau yang lain, hendanya ia mencari solusi, diantaranya
dengan menyusukan anaknya kepada orang lain dengan membayar
sejumlah uang sebagai imbalan jasa. 28
Surat at- thalak ayat 6
هن لتضي قوا عليهن وإن أسكنوهن من حيث سكنتم م ن وجدكم ول تضاأرو ل لهن يضعن حت عليهن فأنفقوا كن أولت ح اتوهن ف لكم أرضعن فإن ح
نكم بعروف أجورهن تروا ب ي ضع ت عاسرت وإن وأ ٦ى أخر لهۥأ فست
Artinya: “tempatkan mereka (para istri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahlkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang
hamil maka berikanlah kepada mereka nafkah hanya sampai
mereka melahirkan kandunganya, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalanya
kepada mereka; dan musyawarahkanlah diantara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan, maka permpuan lain boleh menyusukanm (anak itu)
untuknya. (Q.S. At-Thalak:6).”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada bekas suami untuk
mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan bekas istrinya untuk
memmungkinkan menyelenggrakan susuan yang baik bagi anak yang
diperoleh dari bekas suaminya itu.
28 Muhammad Nasi Bar-Rifa’i Hal 388
22
uang yang diterima bekas istri itu dinamakan upah, karena
hubungan perkawinan mereka telah terputus, sehingga diantara bekas
suami dan bekas istri itu adalah orang lain yang tiada hubungan hak dan
kewajiban suami istri lagi.
Yang masih ada adalah kewajiban, bekas suami sebagai ayah
anaknya, untuk mengeluarkan nafkah bagi anaknya itu sampai umur
baligh (berakal). Dengan demikian nafkah yang diperlukan untuk
menyusui anak tersebut, meskipun menyusui kepada ibunya sendiri,
harus dikeluarkan oleh ayah anak itu, yang dapat dinamakan upah
sebagai imbangan susun itu.
Surat al-qasas ayat 26
بت هما يأ ٱست قالت إحدى إن خي من ٱست
جره ٢٦ جرت ٱلقوي ٱلمين
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya". (Q.S. Al-Qasas:26)”
Dari ayat diatas bahwa salah seorang anak nabi su’aib yang
bernama shofuro mengusulkan kepada ayahnya agar nabi musa diangkat
menjadi pekerja keluarganya. dan maka dari itu nabi musa bekerja selam
10 tahun dengan nabi syu’aib sebagi pengembala ternak dan hasil kerja
kerasnya dijadikan sebagi mas kawin untuk menikahi shofuro.
Maksud dari ayat tersebut jika kita ingin mempekerjakan
seseorang dikeluarga kita maka pilihlah ia yang kuat secara ilmu dan
23
kemampuan/skill dan perbuatan dan pilihlah ia yang bersifat jujur lagi
dapat dipercaya atau baik akhlaknya.
2. Hadist
Hadist Riwayat Ahmad, Abu Daud Dari Sa’id I Abi Waqqash Ia
Berkata: ان رسول الله صلئ ا الله عل يه و سلمعن سعد ابن و قا ص
كنا نكرى ال رض با على السوا ف من الذع ف ن هى قا ل : رسول الل صلى الل
ا بذهب اوورق عليه وسلم عن ذالك واأمرنا ان نكر ي ه (ااحدوا بودودى)روه
Artinya: “dari sa’d ibn abi waqas bahwa dia berkata: Dahulu kami
menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang
tumbuh di sana. lalu Rasulullah melarang cara yang
demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya
dengan uang mas atau perak”. (HR. Ahmad, dan Abu Daud,
dan nasa’i)”.29
Hadist Riwayat bukhari shaihih muslim Bahwa Nabi saw
Bersabda:
صلئ ا الله عل يه و سلم قا لت واستأ جر رسول الله عن عا ئشة زوج النب ابوبكر رجلا من بن الديل ها د ي عل يه و سلم و صلئ ا الله
خريت ا وهوعلى دبن كفاركريش فد ف عا اليه راحلت يهم ووعداه غار ث ور ب عد ثلاث ليا ل برا حلت يهم صبح ثلا ث
Artinya: dari aisyah istri nabi saw dia berkata, rasulullah saw
mengupah seorang laki-laki yang pintar sebagai petunjuk
jalan, laki-laki itu berasal dari bani dil termasuk kafir
quraisy, beliau berdua menyerahkan kendaraannya kepada
laki-laki itu (sebagi upah), dan keduanya berjanji kepadanya
29 Imam nasaiy, sunan nasaiy. (Dar. al fikr Beirut) hal 274
24
akan bermalam digua tsur selama tiga malam pada pagi hari
ketiga, keduanya menerima kendaraanya. 30
3. Ijma’ ulama
pada zaman sahabat ulama’telah sepakat akan kebolehan (jawaz)
akad ijarah, hal ini disadari pada kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa
terentu seperti halnyakebutuhan akan barang-barang. ketika akan jual
beli diperbolehkan, maka terdapat suatu kewajiban untuk membolehkan
akad ijarah atas manfaat/jasa. karena pada hakikatnya, akad ijarah juga
merupakan akad jual beli namun pada objeknya manfaat/jasa. dengan
adanya ijma’, akan memperkuat keabsahan akad ijarah.31
Semua ahli fiqh sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan
kebutuhan akan kemanfaatan dari ijarah. Tidak ada ulama pun yang
membantah kesepakatan ijma’ ulama. Akibat hukum dari ijarah yang
shahih adalah tetapnya hak milik atas uang sewa atau upah bagi
musta’jir (yang menyewakan). oleh sebab itu akad ijarah adalah akad
mu’awada, yang disebut jual beli manfaat.32
C. Rukun Dan Syarat Ijarah (Sewa-Menyewa)
1. Rukun ijarah (sewa -menyewa)
Menurut ulama hanafiyah bahwa rukun ijarah (sewa-menyewa)
hanya terdiri dari ijab dan qabul, baik dengan lafadh ijarah atau lafadz
yang menunjukan makna yang sama. Sedangkan menurut jumhur ulama
30 Hadis Shahih Bukhari Muslim Hal 297-298 31 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
Hal 97 32 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal 329
25
rukun ijarah terdiri dari mu’ajir (yang menyewa), musta’jir (penyewa),
manfaat, dan shighah (ijab dan qabul).33berikut adalah penjelasanya
yaitu:
a. Pelaku akad (al-mu’jir dan al-musta’jir)
al-mu’jir, yaitu orang yang menyewakan dirinya atau pekerja
(pemberi jasa), sedangkan orang yang dimaksud al musta’jir adalah
orang yang menyewa (penyewa). Sighat akad dari kedua belah
pihak, yakni perikatan atau perjanjian yang diperoleh melalaui
transaksi ijarah (sewa-menyewa).34
kedua pelaku transaksi diisyaratkan berakal dan mumayyiz
(mengerti harga, takaran dan timbangan). seandainya salah satu dari
keduanya merupakan orang gila atau anak kecil yang belum
mumayyiz, maka taransaksi ijarah diangap tidak sah dan batal.35
meskipun demikian, orang kafir sah melakukan akad ijarah dengan
seorang muslim, seperti yang dipraktekan oleh Ali tentang ijarah
dalam bentuk tanggungan dengan kta lain ijarah hanya sah dilakukan
oleh orang yang diperkenankan membelanjakan hartanya karena
ijarah merupakan akad yang berorientasi pada keuntungan seperti
halnya jual beli.
33 Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: teras 2011), Hal 80 34 Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Bandung: Diponegoro, 1992 Hal
171 35 Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya, Al-Faili Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq
(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2009), Hal Hal 803
26
Persyaratan berikutnya adalah mu’jir mampu menyerahkan
manfaat barang, karena itu tidak sah hukumnya menyewakan barabg
ghasaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang
tersebut setelah kesepakatan akad. begitu pula, tidak sah
menyewakan tanah gersang untuk bercocok tanamanan, yaitu tanah
yang tidak bisa menyerap air, baik air hujan musiman atau lelehan
salju dari bukit.36
b. Shighat akad (ijab dan qabul)
Ijab dan qabul adalah suatu ungkapan antara kedua belah
pihak dalam transaksi sewa-menyewa suatu barang atau benda. Ijab
adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang
berakad dengan menggambarkan keinginannya dalam melakukan
akad. Qabul adalah kata yang keluar dari pihak lain yang sudah
adanya ijab untuk menerangkan persetujuannya.37
Sewa-menyewa akan menjadi sah apabila ada akad baik
dalam bentuk lisan atau pun lisan yang menunjukan adanya
persetujuan antara kedua belah pihak dalam melakukan sewa-
menyewa.
Contoh persyaratan ijab dan qabul misalnya mu’jir
mengucapakan “aku sewakan benda ini kepadamu selama setahun
dengan uang sewa sekian”, lalu penyewa berkata “aku terima”, atau
36 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 40 37 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. raja grafindo
persada), Hal 101
27
“aku sewa”. menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan,
“aku menyewakan manfaat barang ini kepadamu”, dan tidak sah
dengan redaksi, “aku jual manfaat ini barang ini kepadamu”, karena
istilah “jual beli” digunakan untuk mengalihkan hak kepemilikan
atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan manfaat. sebaiknya jual
beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah. 38
c. Ujrah (upah atau imbalan)
Imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaanya dalam
bentuk materi, pihak penyewa dan yang menyewakan mengadakan
kesepakatan mengenai harga sewa dimana antar keduanya terjadi
penawaran. Pada dasarnya ujrah diberikan pada saat terjadinya akad
sebagaimana dalam transaksi jual beli.
Tetapi pada waktu akad para pihak dapat mengadakan
kesepakatan boleh diadakan dengan mendahulukan imbalan dan
mengakhirkan imbalan.
syarat-syarat upah adalah:
1. sudah jelas/ sudah diketahui
2. uang sewa harus diserahakan bersamaan dengan penerimaan
barang yang disewa, jika lengkap manfaat yang disewa, maka
uang sewanya juaga harus lengkap.
d. Manfaah/manfaat
38 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 41
28
Barang yang disewakan benar-benar berharga dan tidak
hilang zat yang disewakan. Iman taqiyuddin menjelaskan bahwa
tidak boleh menyewakan barang atau benda yang tidak bermanfaat
atau terlarang sebab termasuk barang yang batal. 39 Unsur yang
penting dalam transaksi ini yaitu kedua belah pihak cakap dalam
bertindak dan mampu membedakan yang baik dan yang buruk
(berakal). Imam asy-syafi’I dan hambali menambahkan satu syarat
lagi yaitu dewasa (baliqh).
Perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan orang belum
berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang
buruk.
syarat-syarat sah manfaat yang mengharuskan adanya upah
yaitu
1. Hendaknya manfaat bisa ditaksir atau dihargai seperti menyewa
hewan untuk dinaiki, atau menyewa rumah untuk tempat tinggal.
2. Hendaknya manfaat bisa dimanfaatkan oleh orang yang
menyewa.
2. Syarat-syarat ijarah (sewa-menyewa)
a. Syarat syarat ijarah
1) Syarat wujud (syarth al-in’iqad)
39 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Khifatul Akhyar, Jilid 2 Terjemah, Achmad
Zaidun & A Ma’ruf Asrori (Surabaya: PT Bina Ilmu 1997), Hal 4000
29
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid, akad dan
objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal,
dan mumayyiz.40 yang terkait dengan dua orang yang berakad.
menurut ulama syafiyah dan hanaballah diisyartkan telah baliq