1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap rendemen proses ekstraksi rumput laut
dari rumput laut putih (Eucheuma cottonii) dapat dilihat pada tabel
1.
Tabel 1. Rendemen Proses Ekstraksi Rumput laut dari Rumput Laut
Putih (Eucheuma cottonii) KelompokBerat Awal (g)Berat Kering
(g)Rendemen (%)
C1400,30,750
C2400,41,000
C3401,23,000
C4401,43,500
C5401,43,500
C6400,230,575
Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa dari proses ekstraksi dari
rumput laut putih (Eucheuma cottonii) yang dilakukan didapatkan
rendemen rumput laut sebesar 0,750 % pada kelompok C1, untuk
kelompok C2 sebesar 1,000 % untuk kelompok C3 dengan nilai sebesar
3,000 % , lalu untuk kelompok C4 dan C5 dengan nilai rendemen
sebesar 3,500 % dan yang terakhir pada kelompok C6 sebesar
0,575.
5
2
2. PEMBAHASAN
Rumput laut dikenal dengan nama Seaweed yang merupakan bagian
dari tanaman laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah,
seperti agar-agar, karaginan dan algin. Karaginan sangat penting
peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener
(bahan pengental), pembentukan gel, pengemulsi.dll. pada produksi
makanan karaginan berfungsi sebagai bahan adiktif. Setelah proses
ekstraksi dilakukan proses pengeringanpada pembuatan karaginan yang
berjuan untuk mendapat karaginan yang kering dan siap dihaluskan
menjadi bubuk.(Brown,1950). Pengeringan menggunakan bantuan sinar
matahari artinya dijemur di tempat terbuka, hal ini terdapat
kelemahan diantarnya membuat mutu karaginan menjadi rendah dan
strukturnya rusak serta banyak kendala pada cuaca dan tempat
pengeringannya.
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan
air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas
Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid
yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium
sulfat. Karaginan dibagi atas 3 kelompok utama yaitu : Kappa, iota,
dan lamda dan memiliki struktur jelas. Karaginan ini diperoleh dari
alga merah, salah satu jenisnya adalah Euchema sp. Karaginan
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Kappa Karaginan Kappa
karaginan tersusun dari (13) D galaktosa-4 sulfat dan (14) 3,6
anhydro D Galaktosa. Disamping itu karaginan mengandung D
Galaktosa-6 sulfat ester dan 3,6 anhydroD galaktosa 2-sulfat ester.
Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari
karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan
terjadinya trans-eliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan
terbentuknya 3,6 anhydroD galaktosa. Dengan demikian derajat
keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah.
Dalam air panas larut diatas 60 oC. Stabil dalam keadaan gel.
Sedangkan pada air dingin larut dengan penambahan garam natrium,
tidak larut dengan penambahan garam K, Ca. Pada pH netral
terhidrolisis bila dipanaskan. ( Winarno, 1990 )
2. Iota KaraginanIota karaginan, dapat ditandai dengan adanya
4-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugusan
2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali
seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung
beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya
keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali.
( Winarno, 1990 )
3. Lambda KaraginanLambda karaginan berbeda dengan kappa dan
iota karaginan, karena memiliki sebuah residu disulphated (14) D
galaktosa. Tidak seperti pada kappa dan iota karaginan yang selalu
memiliki gugus 4-phosphat ester. Posisi dari sulfat terkait dapat
dengan mudah ditentukan dengan infrared spectrophotometer. (
Winarno, 1990 )
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa sari karaginan
dapat digunakan untuk pembuatan dessergel semacam agar untuk
hidangan orang eropa. Karaginan juga banyak digunakan sebagai bahan
penambah (adiktif) pada berbagai produk makanan eropa. Karagenan
ini dapat juga berinteraksi dengan protein dan membentuk struktur
gel yang memberikan sifat kepadatan dan kekenyalan, misalnya
diaplikasikan dalam mie basah. Dalam pembuatan karaginan terdapat
proses pengeringan untuk mendapatkan karaginan yang kering dan siap
dihaluskan. Hal ini diinginkan dalam proses pengeringan adalah
keluarnya air dari bahan yang dikeringkan ke lingkungannya. Salah
satu contoh pengeringan secara tradisional dengan mnggunakan panas
matahari, panas buatan oleh heater, sistem vakum atu kombinasi
dua-duanya. (Glicksman, 1969)
Mekanisme pengeringan dapat diterangkan dengan teori perpindahan
massa dimana peristiwa lepasnya molekul air dari permukaan
tergantung dari bentuk dan luas permukaan. Bila suatu bahan sangat
basah/ lapisan air yang menyelimuti bahan itu tebal, maka akan
menarik molekul-molekul air dari permukaan datar. Bila pengeringan
berlanjut, kecepatan air yang hilang atau lepas dari setiap molekul
akan tetap sama. Setelah molekul-molekul air yang melapisi
permukaan bahan datar habis, luas permukaan akan naik di karenakan
titik-titik permukaan butir jadi rata yang dapat memperluas
permukaan sehingga dalam pengeringan ada 2 macam mekanisme yaitu
mekanisme penguapan dengan kecepatan konstan (tetap) dan kecepatan
penguapan dengan tidak konstan. (Aslan,1998)
Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki
akar, batang dan daun sejati. Tanaman ini biasannya melekat pada
substrat dan berbentuk thallus. Menurut Anggadiredja et al, (2007),
secara taksonomi alga dikelompokkan ke dalam divisio Rhodophyta.
Alga berdasarkan kandungan pigmennya dibagi kedalam empat kelas,
yaitu sebagai berikut :1. Chlorophyceae (ganggang hijau) yakni
makro alga yang didominasi oleh zat warna hijau daun (klorofil).2.
Cyanophyceae (ganggang biru-hijau) yakni makro alga yang didominasi
zat warna biru sampai kehijauan (fikosianin)3. Phaeophyceae
(ganggang cokelat) yakni makro alga yang didominasi zat warna
coklat atau pirang. Alga kelas ini dapat menghasilkan produk berupa
alginat.4. Rhodophyceae (ganggang merah) yakni makro alga yang
didominasi zat warna merah, ungu, lembayung (fikoeritrin).
Rhodophyceae lebih banyak dibudidayakan karena dapat menghasilkan
karaginan dan rumput laut.
Rumput laut dapat digunakan sebagai sumber karagenan, rumput
laut-rumput laut dan alginat. Karaginofit ialah rumput laut yang
mengandung bahan utama polisakarida karagin, sedangkan rumput
lautofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama
polisakarida rumput laut-rumput laut yang keduanya merupakan rumput
laut merah (Rhodophyceae). Alginofit ialah rumput laut coklat
(Phaeophyceae) yang mengandung bahan utama polisakarida alginat.
Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma.
(Anggadiredja et al, 2007).
Rumput laut yang dikonsumsi sebagai bahan pangan memiliki
beberapa nilai gizi tinggi didalamnya, antara lain protein,
vitamin, dan beberapa mineral esensial yang dibutuhkan menusia.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut, namun
sumber daya ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Rumput
laut dapat diolah menjadi rumput laut, alginat, dan karagenan.
Produk olahan ini dapat dimanfaatkan ke berbagai produk pangan dan
memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Rumput laut di Indonesia
dijual dalam bentuk rumput laut kering (Susanto, 2009). Kandungan
protein pada rumput laut adalah 4-25% dan berat keringnya.
Kandungan asam amino pada rumput laut tergantung dari iklim,
habitat, umur, bagian thallus, serta kondisi pertumbuhan seperti
cahaya, nutrisi dan salinitas ( Insan dan Widyartini, 2001)
Alga dapat hidup mandiri tanpa bergantung pada makhluk lain atau
yang disebut dengan makhluk hidup autotrof (Sediadi &
Budihardjo, 2000). Meurut Winarno (1996), berdasarkan pigmen
warnannya, alga digolongkan menjadi empat kelas, yaitu alga hijau,
(Chlorophyceae), alga hijau-biru (Cyanophyceae), alga merah
(Rhodophyceae) dan alga coklat (Phaeophyceae). Chlorophyceae dan
Cyanophyceae dapat tumbuh di laut atau perairan tawar, sedangkan
Rhodophyceae dan Phaeophyceae hidup di laut dan banyak mengandung
polisakarida yang nilai ekonominya tinggi. Alga merah memiliki
banyak kandungan karagenan dan rumput laut, sedangkan alga coklat
mengandung alginat. Secara biologis, rumput laut (seaweed) termasuk
salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.
Keberhasilan pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat
bergantung pada faktor-faktor biotik dan abiotik yang berada
disekitar ekosistem rumput laut. Secara umum, rumput laut dapat
tumbuh didaerah perairan yang dangkal (internal dan sublitorral)
dengan kondisi dasar perairan berpasir, berlumpur atau campuran
keduanya. Rumput laut juga memiliki sifat benthic algae yang
melekatkan thallus-nya pada substrat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah sebagai berikut :
a. Suhu PerairanMenurut Sulistijo dan Atmadja (1996) kisaran
suhu perairan yang baik untuk rumput laut Eucheuma sp adalah
27-300C. Hal tersebut tidak jauh berbeda sebagaimana diungkapkan
Anggadiredja (2007) bahwa kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan
Kappaphycus alvarezii adalah 27-280C.
b. SalinitasSalinitas adalah jumlah (gram) zat-zat yang larut
dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah
menjadi oksida, brom, dan ion diganti dengan klor dan semua
bahan-bahan organik telah teroksidasi sempurna. Menurut Atmadja et
al (1996), kisaran salinitas yang baik pada pertumbuhan Kappaphycus
Alvarezii adalah 28-34 ppt.
c. Intensitas Cahaya MatahariKualitas dan periode penyinaran
merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju
produktivitas primer di dalam perairan. Mutu dan kuantitas cahaya
berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhannya.
Fotosintesis juga bertambah sejalan dengan meningkatnya intensitas
cahaya sampai pada satu nilai optimum tertentu (Doty,1981).
d. Pergerakan AirArus dan gelombang memiliki pengaruh besar
terhadap aerasi, transportasi nutrien, dan pengadukan air.
Pengadukan air berperan untuk menghindari fruktuasi suhu yang besar
(Trono et al,1988). Peranan lain dari arus adalah mengindari
akumulasi lumpur (silt) dan epifit yang melekat pada thallus yang
dapat menghalangi pertumbuhan alga.
e. SubstratSubstrat perairan merupakan dasar perairan dimana
alga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran alga di
suatu perairan tergantung pada tipe substrat , musim, dan komposisi
jenis (Atmadja et al., 1996).
f. KedalamanKedalaman rata-rata yang diperlukan bagi pertumbuhan
rumput laut tergantung pada jumlah intensitas cahaya matahari yang
masuk ke dalam perairan. Semakin dalam perairan, sinar matahari
tidak dapat menjangkau permukaan thallus (Atmadja et al.,
1996).
g. Oksigen Terlarut (DO)DO sangat penting artinya dalam
mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan mempengaruhi
kehidupan organisme laut. Baku mutu DO untuk rumput laut adalah
lebih dari 5 mg/L (Sulistijo dan Atmadja, 1996).h. Derajat Keasaman
(pH)Nilai pH sangat berpengaruh terhadap jumlah karbon yang
terkandung dalam medium pemeliharaan. Alga dapat tumbuh optimal
pada pH yang sesuai. Sulistijo dan Atmadja (1996) menyatakan bahwa,
hampir seluruh alga menyukai kisaran pH 6.8 - 9.6.
Jenis rumput laut diantaranya adalah Gracilaria, Gelidium,
Gelidella, dan Ahfeltia. Menurut Imerson (1999). Rumput laut dapat
berfungsi sebagai thickening dan gelling agent. Gel yang terbentuk
dari rumput laut memiliki sifat rigid, kaku, kurang elastis
(short), dan memiliki perbedaan suhu yang jauh diantara titik
pembekuan dan titik leleh gel. Titik pembekuan gel adalah sekitar
31-430C, sedangkan titik lelehnya adalah 80-920C. Ciri-ciri fisik
dari Gracilaria sp. Adalah mempunyai thalus yang memipih tau
silindris, membentuk percabangan yang tidak teratur, pada ujung
pangkal percabangan thalusnya meruncing, permukaannya halus , licin
berbintil-bintil dan garis tengah thalus berkisar 0,5-4,0 mm dengan
panjang yang dapat mencapai 30 cm atau lebih. Warna dari rumput
laut ini biasanya hijau kuning, coklat tua atau merah ungu (Ahda et
al. 2005)
Komponen yang ada pada rumput laut adalah karbohidrat, protein,
senyawa nitrogen dengan bobot molekul rendah, mineral, lemak,
vitamin, senyawa volatil, dan pigmen (Glicksman, 1983). Protein,
serat, -karoten, dan mineral sangat diperlukan bagi manusia dalam
pola makan sehari-hari. Komposisinya bervariasi bergantung pada
individu, spesies, habitat, kematangan, serta kondisi lingkungan
yang berhubungan langsung dengan rumput laut tersebut (Ito &
Hori, 1989). Glicksman (1983) menambahkan bahwa kandungan gizi
rumput laut antara lain karbohidrat (39-51%), protein
(17.2-27.13%), lemak (0.08%), abu (1.5%), mineral (K, Ca, P, Na,
Fe, dan I), dan vitamin (A, B, B1, B2, B12, dan C).
Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan rumput laut menggunakan
metode ekstraksi rumput laut. Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah rumput laut putih. Menurut Chapman & Chapman (1980),
rumput laut merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa
galaktan yang tidak larut dalam air dingin namun larut dalam air
panas dan akan membentuk gel. Rumput laut termasuk polisakarida
linier yang mempunyai berat molekul 120.000 dalton, tersusun dari
beberapa jenis polisakarida antara lain : 3,6-anhidro-L-galaktosa,
D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-galaktosa (Glicksman,
1983).
Rumput laut termasuk produk kering yang tidak berbentuk dan
memiliki sifat seperti gelatin, yaitu berupa rantai linear
galaktan. Galaktan merupakan polimer dari galaktosa. Rumus molekul
dari rumput laut adalah (C12H14O5(OH)4)n (Distantina et al., 2007).
Menurut distatina et al.(2007), rumput laut merupakan hidrokoloid
yang merupakan senyawa polimer dan dapat dilarutkan dalam air
sehingga memberikan suatu larutan atau suspense yang kental. Sifat
paling dominan dari rumput laut adalah larut dalam air panas dan
akan membentuk gel jika didinginkan hingga suhu tertentu. Sifat ini
menyebabkan rumput laut banyak dimanfaatkan. Rumput laut dapat
membentuk gel pada larutan yang sangat encer, yaitu sekitar
0,04-1%. Pada larutan 1,5% rumput laut akn membentuk gel yang
sangat stabil pada suhu 32-390C dan tidak mudah leleh hingga suhu
kurang dari 850C. Rumput laut dengan kemurnian tiggi tidak larut
pad suhu 250C, larut dalam air panas, etanol amida, dan formida
(Winarno, 1990)
Rumput laut-rumput laut merupakan campuran polisakarida yang
tersusun dari dua fraksi utama, yaitu rumput lautose dan rumput
lautopektin (Rasyid, 2004), rasio kedua polimer tersebut di dalam
rumput laut berkisar antara 50-90%. Perbedaan antara kedua polimer
itu adalah rumput lautopektin mengandung muatan sulfat, sedangkan
rumput lautose umumnya bebas sulfat. Rumput lautopektin juga lebih
kompleks dan merupakan campuran dari beberapa polisakarida.
Agropektin mengandung 3-10% sulfat dan asam glukoronat yang
jumlahnya tergantung spesies penghasilnya. Di dalam rumput
lautopektin seringkali terdapat rangkaian rumput lautose dan
3,6-anhidro-1-galaktose digantikan oleh L-galaktose sulfat. Menurut
Winarno (1990), rumput laut-rumput laut merupakan produk ekstraksi
rumput laut merah (rumput lautophyte). Rumput laut-rumput laut
disebut sebagai gelosa atau gelosa bersulfat dengan rumus molekul
C6H10O5 atau (C6H10O5)n H2SO4. Selain mengandung polisakarida
sebagai senyawa utama, rumput laut-rumput laut juga mengandung
kalsium dan mineral lainnya (Angka dan Suhartono 2000). Menurut
Chapman dan Chapman (1980), rumput lautophyte yang paling penting
adalah jenis Gelidium sp, Gracilaria sp, Pterocladia sp,
Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltis plicata. Rumput laut-rumput
laut merupakan kompleks polisakarida linear yang mempunyai berat
molekul 120.000, tersusun dari beberapa jenis polisakarida, antara
lain: 3,6-anhidro Lgalaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil
metil D-galaktosa.
Rumput laut-rumput laut merupakan salah satu dari gum
polisakarida yang telah lama dikenal dan merupakan koloid
hidrofilik yang diekstrak dari alga laut tertentu dari kelas
Rhodophyceae (Peterson dan Johnson, 1978). Struktur rumput
laut-rumput laut terdiri dari dua komponen utama, yaitu rumput
lautosa dan rumput lautopektin dalam jumlah yang bervariasi
(Glicksman, 1983). Unit gula dasar penyusun rumput laut-rumput laut
dapat dilihat pada tabel berikut:Rumput lautUnit Gula Penyusun
Rumput lautosaD-galaktosa L-galaktosa 3,6-anhidrogalaktosa
D-xilosa
Rumput lautopektinD-galaktosa L-galaktosa 3,6-anhidrogalaktosa
D-xilosa Galaktosa sulfat Asam piruvat
(Glicksman, 1983)
Pembentukan Rumput laut disebabkan karena tiga atom hidrogen
pada residu 3,6-anhydro-L-galaktosa membentuk struktur helix.
Interaksi ini menyebabkan terbentuknya gel. Jika grup sulfat
dikonversi dengan perlakuan alkali menjadi senyawa
3,6-anhidro-L-galaktosa maka akan diperoleh kekuatan gel yang lebih
tinggi (Glicksman 1983). Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan
di air, molekul rumput laut dan air bergerak bebas. Ketika
didinginkan, molekul-molekul rumput laut mulai saling merapat,
memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air,
sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Rasyid (1999)
menambahkan jika viskositas juga berpengaruh terhadap pembuatan
rumput laut. Viskositas rumput laut tergantung dari rumput lautofit
penghasilnya. Sampai saat ini, pembentukan Rumput laut belum
diketahui dengan pasti, namun ada dugaan jika mekanisme pembentukan
Rumput laut sama dengan pembentukan gel karagenan, yaitu terbentuk
sol pada suhu di atas titik cair dan rantai polimer berada dalam
bentuk gulungan acak. Setelah dingin, sol ini akan berubah menjadi
gel ketika struktur helixnya membentuk ikatan silang dan membentuk
jaringan yang berhubungan. Pendinginan yang lebih lanjut akan
membuat ikatan silang menjadi lebih rapat dan lebih kaku. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan jumlah struktur helix
(Glicksman, 1983). Pembentukan gel rumput laut dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu suhu, konsentrasi, pH, gula, dan ester suflat.
Gel rumput laut bersifat reversible terhadap suhu. Pada suhu di
atas titik leleh, fase gel akan berubah menjadi fase sol dan
sebaliknya. Fase transisi dari gel ke sol atau sebaliknya tidak
berada pada suhu yang sama. Suhu pembentukan gel yang berada jauh
di bawah suhu pelelehan gel disebut dengan gejala histerisis.
Sifat-sifat rumput laut antara lain dapat membentuk gel dalam
larutan yang sangat encer misalnya 1% atau lebih rendah, yaitu
0,04%. Pada larutan konsentrasi 1,5%, rumput laut membentuk gel
yang sangat stabil pada suhu 32-39C dan tidak meleleh hingga suhu
mencapai di bawah 85C. Gugus yang sangat mempengaruhi pembentukan
gel pada rumput laut adalah 3,6-anhidro-1-galaktose yang dapat
membentuk ikatan helix. Sifat lain yang sangat berpengaruh dalam
pemanfaatan rumput laut adalah viskositas. Viskositas rumput laut
sangat tergantung pada rumput lautofit penghasilnya. Viskositas
akan stabil pada pH 4,5-9 dan sangat dipengaruhi oleh ion kuat pada
pH 6,0-8,0 (Rasyid., 2004).
Pada prinsipnya, rumput laut dibentuk melalui proses ekstraksi,
Ekstraksi rumput laut dari rumput laut ini termasuk peristiwa
transfer massa, dengan difusi komponen rumput laut dari fase padat
(rumput laut) ke fase cair (air) dan akan mencapai keseimbangan
atau keadaan jenuh yang ditandai dengan tidak adanya perubahan
konsentrasi rumput laut dalam pelarut terhadap waktu. Parameter
keseimbangan ini menunjukkan rasio minimum antara pelarut dengan
padatan yang diekstraksi (Perry, 1984). Parameter ini sangat
penting diketahui karena parameter tersebut dapat digunakan untuk
menentukan tingkat ekstraksi mana yang sesuai dan cocok dengan
derajat pemisahan yang diinginkan. Menurut Stephen (1995), proses
pembuatan rumput laut meliputi perendaman, ekstraksi, pemisahan
rumput laut dengan pelarutnya, dan yang terakhir pengeringan rumput
laut. Semua tahapan yang dilakukan akan mempengaruhi kualitas dan
rendemen rumput laut itu sendiri.
Ekstraksi rumput laut ialah perendaman rumput laut dalam larutan
asli atau alkali dengan waktu yang berbeda-beda. Rumput laut dengan
kondisi utuh dalam larutan asli dan alkali berkisar 7,1%-13,5%.
Hasil rumput laut tertinggi dapat didapatkan dari rumput laut dalam
kondisi utuh yang direndam dalam larutan aslinya (tanpa penambahan
alkali). Untuk kekuatan gel yang paling tinggi, dapat diperoleh
dari rumput laut utuh dengan penambahan NaOH 5% selama 3 jam.
Rumput laut yang utuh dan diperas menunjukkan kekuatan gel yang
lemah, namun setelah diberi perlakuan penambahan basa, kekuatan gel
rumput laut menjadi meningkat dibandingkan tanpa penambahan alkali.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perlakuan penambahan alkali
memberi dampak terhadap hasil rumput laut dan kekuatan gel pada
rumput laut utuh. Untuk rumput laut yang diperas, penambahan alkali
tidak memberi efek terhadap kekuatan gel rumput laut (Ahmad et al.,
2011).
Tahapan proses produksi rumput laut adalah :a. Pembersihan dan
Pencucian Rumput laut dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan
batu-batuan, kerikil, lumpur, kerang dan benda-benda asing lainnya.
Setelah dicuci, rumput laut harus segera dikeringkan sehingga
kandungan airnya mencapai 20%. Hal ini penting untuk mencegah
terjadinya proses fermentasi yang dapat menurunkan mutu dan
kandungan rumput laut-rumput laut. Pengeringan dapat dilakukan
dengan sinar matahari. Penjemuran juga dimaksudkan untuk
menghilangkan warna dari rumput laut. . Rumput laut pada kondisi
ini memiliki kadar air 20% (Putro, 1991).
b. Perendaman dan Pemucatan Perendaman dimaksudkan untuk
melanjutkan pembersihan rumput laut dari kotoran-kotoran yang
mungkin masih melekat. Perlakuan ini juga bertujuan untuk
melunakkan jaringan rumput laut rumput laut memudahkan
ekstraksinya. Perendaman ini dapat dilakukan sekaligus dengan
proses pemucatan (Indriany, 2000). Pada proses pemucatan, rumput
laut direndam dalam larutan pemucat selama beberapa waktu disertai
proses pengadukan (Indriany 2000). Larutan pemucat yang umum
digunakan adalah larutan kalsium hipoklorit (CaOCl3) 1% dengan lama
perendaman 30 menit (Amnidar, 1989), larutan kapur tohor (CaO) 0,5%
selama 5-10 menit dan NaOCl 1% selama 30 menit ( Kosasih dan
Suprijatna 1967). Larutan pemucat yang digunakan pada penelitian
ini adalah larutan kapur tohor (CaO) 0,5% selama 5-10 menit.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Indriany (2000), larutan
tersebut memberikan hasil pemucatan yang baik terhadap bahan baku.
Untuk menghilangkan bau bahan pemucat yang digunakan, rumput laut
dicuci sambil dibilas dengan air bersih.
c. Praperlakuan Ekstraksi Praperlakuan sebelum ekstraksi adalah
proses perendaman rumput laut yang dilakukan sebelum ekstraksi
untuk mempermudah proses ekstraksi, serta untuk meningkatkan mutu
rendemen produk rumput laut-rumput laut yang dihasilkan.
Praperlakuan dapat dilaksanakan dengan menggunakan larutan alkali
atau asam (Irawati, 1994).
d. EkstraksiEkstraksi rumput laut dilakukan dengan air panas
pada suhu didih. Disebabkan karena pada sifat kelarutan rumput
laut-rumput laut, yaitu larut hanya dalam air panas dan tidak larut
dalam air dingin (Furia, 1975). Semua proses ekstraksi rumput
laut-rumput laut dalam dunia perdagangan (secara komersial) umumnya
menggunakan air panas dengan suhu (90-150)C, yang kemudian diikuti
dengan proses filtrasi dan pembekuan (Wheaton dan Lawson 1985).
Dalam proses ekstraksi diperlukan suasana sedikit asam, yang
bertujuan untuk mengontrol pH karena pH dapat mempengaruhi kualitas
rumput laut yang dihasilkan. Keasaman (pH) larutan ekstraksi harus
diatur kurang lebih 6.5 dengan penambahan sedikit asam (Chapman
& Chapman 1980). Proses ekstraksi dapat pula dilakukan pada pH
netral atau tanpa penambahan asam, karena diduga pada pH netral ini
proses ekstraksi akan lebih mudah dan dapat dilakukan pada pH
kurang lebih 7, suhu 100C, selama 1-4 jam. Tetapi ekstraksi pada pH
netral ini dilakukan hanya untuk rumput laut yang telah mengalami
proses praperlakuan asam (Matsuhashi,1977).
Produksi rumput laut selain dipengaruhi oleh musim, juga
dipengaruhi oleh lama waktu perebusan (waktu ekstraksi) (Chapman
& Chapman, 1980). Waktu pendidihan yang terlalu lama dapat
mengakibatkan degradasi hidrolitik yang berlebihan, meskipun pada
proses normal degradasi hidrolitik tidak dapat dihindari seluruhnya
(Matsuhashi 1977).
proses produksi rumput laut yang dilakukan pada praktikum ini
sudah sesuai atau memiliki metode yang hampir serupa. Namun, pada
praktikum, tidak dilakukan pengeringan rumput laut karena rumput
laut yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut komersial
yang sudah bersih dan siap diolah. Selain itu, juga tidak dilakukan
proses pengeringan setelah pemadatan rumput laut karena pada
praktikum ini, rendeman yang dihitung adalah rendeman rumput laut
dalam bentuk gel bukan dalam bentuk serbuk atau bubuk. Proses
ekstraksi yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pertama tama
rumput laut putih ditimbang sebanyak 40 gram. Rumput laut putih
yang digunakan dalam praktikum ini adalah Eucheuma cottonii.
Dipotong-potong dan diblender, setelah itu direbus 500 ml air
selama 1 jam dengan suhu antara 80-900C. Di tambahkan HCL 0,1 N dan
NaOH 0,1 N rumput laut menjadi pH 8, hasil ekstraksi disaring dan
filtratnya ditampung dalam waduh dan melakukan proses selanjtnya
yaitu filtrat tersebut ditambah NaCl 10% sebanyak 5% dari volume
filtrat dan dipanaskan dengan suhu 600C, fitrat dituang ke wadah
yang berisi cairan IPA sebanyak 2 kali dan diaduk selama 10-15
menit dan terbentuk endapan karagenan, kemudian ditiriskandan
direndam dalam IPA sampai karagenan kaku. Karagenan dibentuk
tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas lalu dikeringkan
dalam oven selama 12 jam dengan suhu 50-600C. Karagenan kering dan
ditimbang kemudian di blender dan terbentuk tepung karagenan.
Polisakarida penyusun rumput laut akan terhidrolisis menjadi
monomer karena adanya asam, sehingga lebih mudah membentuk gel.
Larutan asam asetat berfungsi sebagai katalisator. Pengasaman juga
dapat berfungsi untuk menghancurkan dan melarutkan kontoran
sehingga bahan menjadi semakin bersih (Winarno, 2002). Selain itu,
penambahan asam saat perendaman akan melunakkan dinding sel rumput
laut sehingga komponen rumput laut semakin banyak yang dapat
diekstrak. Semakin tinggi konsentrasi asam maka rendemen yang
dihasilkan akan semakin banyak.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui jika pada kelompok
C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Pada kelompok C1 hasil rendemen mencapai
0,750%, sedangkan pada kelompok C2 sebesar 1000%. Untuk kelompok C3
sebesar 3000% sedangkan utuk kelompok C4 dan C5 sebesar 3500% dan
yang terkhir kelompok C6 dengan nilai 0,575%. Hal ini mungkin
disebabkan karena ketidakakuratan dalam penimbangan rumput laut
sebelum pengeringan, sehingga setelah pengeringan hasil rendemen
terlihat berbeda. Namun menurut Distantina et al. (2007) beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi adalah jenis pelarut,
rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu, pengadukan, waktu
ekstaksi, ukuran paatan, dan perendaman. Perendaman dengan asam
asetat juga mempengaruhi hasil rendemen rumput laut, karena
ketidaktepatan pengambilan jumlah larutan juga akan menentukan
hasil rendemen.
Perlakuan yang diberikan oleh setiap kelompok adalah sama,
tetapi hasil yang didapatkan berbeda-beda. Menurut Distantina et
al. (2007) beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi adalah
jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu,
pengadukan, waktu ekstaksi, ukuran paatan, dan perendaman.
Perbedaan hasil yang didapatkan berbeda-beda dapat disebabkan
karena kandungan rumput laut berbeda-beda. Selain itu kesalahan
dapat juga disebabkan karena suhu pemanasan yang tidak tepat atau
tidak stabil. Ukuran rumput laut saat pemotongan awal juga kurang
seragam, sehingga hasilnya mengalami perbedaan. Dan proses terakhir
menjadi tepung karagenan.
Berdasarkan Jurnal; Carrageenan Properties Extracted from
Eucheuma cottonii, Indonesia (Distantina et al.,2011), proses
ekstraksi karagenan dilakukan dengan berbagai macam pelarut. Jenis
karagenan yang digunakan dalam penelitian berdasarkan jurnal
tersebut adalah jenis kappa-carragennan. Dua jenis pelarut yang
digunakan untuk menentukan jumlah ekstraksi karagenan dari Eucheuma
cottoni adalah air destilasi (distilled water) dan KOH dengan
konsentrasi 0.1 sampai dengan 0.5 N. Proses ekstraksi dilakukan
degan pemanasan menggunakan waterbath pada suhu 86C selama 45
menit. Proses ekstraksi disertai dengan pengadukan menggunakan
stirrer dengan kecepatan 275 rpm. Jumlah proporsi rumput laut
Eucheuma cottonii dengan pelarut adalah sebesar 1 : 50. Setelah
proses ekstraksi, selanjutnya dilakukan proses penguapan
menggunakan pelarut etanol sebanyak 90% ekstrak yang diperoleh.
Proses penguapan ini dilakukan di dalam oven pada suhu 60C. Pada
penelitian dalam jurnal tersebut, diuji prosentase yield
carragennan extract, prosentase kandungan sulfat, dan kekuatan gel
(gel stregth). Dari hasil diketahui bahwa, untuk menghasilkan
ekstrak karagenan dalam jumlah besar, air destilasi merupakan
pelarut yang paling efektif daripada KOH pada berbagai konsentrasi.
Namun, dengan pelarut air destilasi, kandungan sulfat yang
dihasilkan relatif paling kecil dibandingkan bila menggunakan
pelarut KOH. Dengan pelarut air destilasi, kekuatan gel juga tidak
teridentifikasi. Berbeda halnya jika digunakan pelarut KOH pada
konsentrasi 0.1 N, dapat diperoleh kandungan sulfat terbesar; dan
jika menggunakan KOH 0.5 N akan dihasilkan kekuatan gel yang paling
besar. Maka, dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa efisiensi
pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi karagenan spesifik
pada tujuan tertentu.
Pada Jurnal; Extraction and Quantification of Hybrid
Carrageenans from the Biomass of the Red Algae Furcellaria
lumbricalis and Coccotylus truncatus (Tuvikene et al., 2006),
efisiensi proses ekstraksi dilakukan dengan pengujian menggunakan
berbagai macam peralut. Sama dengan jurnal yang telah dikemukakan
oleh Distantina et al., (2011) di atas, pengujian pelarut digunakan
untuk mengekstrak karagenan. Bedanya, rumput laut yang digunakan
berbeda. Jika pada jurnal sebelumnya ekstraksi karagenan dilakukan
dari rumput laut Eucheuma cottonii, pada jurnal ini digunakan
rumput laut dengan spesies Furcellaria lumbricalis and Coccotylus
truncatus. Efisiensi proses ekstraksinya pun berbeda. Pada jurnal
ini dijelaskan bahwa pelarut yang paling efektif untuk mengekstrak
karagenan dari Furcellaria lumbricalis and Coccotylus truncatus
adalah KOH 0.05 M dengan lama ekstraksi 3-4 jam. Dengan KOH 0.05 M
dapat dhasilkan karagenan dengan viskositas dan kekuatan gel
terbaik. Namun ekstraksi dengan menggunakan air murni tetap
menghasilkan yield karagenan yang tertingggi.
Pada Jurnal; Optimization of Extraction of Carrageenan from
Kappaphycus alvarezii using Response Surface Methodology (Webber et
al., 2012); digunakan inovasi metode baru dalam proses ekstraksi
karagenan yaitu Response Surface Methodology (RSM). Metode ini
didasarkan pada prinsip isolasi menggunakan proses pengeringan
atomisasi, dimana optimisasi ekstraksi karagenan ditentukan
berdasarkan waktu yang diperlukan selama pengeringan untuk
menghasilkan karagenan dalam bentuk bubuk kering. Namun ternyata,
waktu tidak berpengaruh signifikan terhadap yield dan viskositas
karagenan. Suhu lebih menentukan optimisasi proses ekstraksi
karagenan. Suhu optimum yang diperoleh adalah pada suhu 74C selama
4 jam untuk menghasilkan karakteristik karagenan yang memuaskan
dari segi yield yang besar, kekuatan gel tertinggi, dan viskositas
tertinggi. Pada Jurnal; Carrageenan of Eucheuma isiforme
(Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucatan, Mexico. I. Effect of
Extraction Condition (Pelegrin et al., 2006), karagenan dari
Eucheuma isiforme diekstraksi dengan berbagai tingkatan konsentrasi
larutan alkali (0, 1, 3, 5, dan 7% KOH) dan dengan berbagai durasi
waktu (3, 4, dan 5 jam). Pada hasil diperoleh bahwa dengan
konsentrasi 1% KOH selama 3 jam diperoleh ekstrak karagenan dengan
karateristik yang paling baik dari segi viskositas. Dengan hasil
ekstraksi tersebut diperoleh bahwa ekstrak banyak mengandung
iota-carrageenan.
Berdasarkan Jurnal; A K-Carrageenase from a Newly Isolated
Pseudomoalteromonas-like Bacterium, WZUC10 (Zhou et al., 2008),
Strain bakteri mampu menghasilkan karagenan diantarannya alga
merah, dengan bukti filogenik dan fitur fenotipik yang menunjukkan
bahwa strain ini memiliki genus yang memerlukan NaCl untuk
pertumbuhan dan karagenan untuk merangsang sintesis. Galaktosan dan
laktosa tidak berpengaruh terhadap itu, suhu optimalnya adalah
23-270C. Enzim yang disekresi yang memiliki massa molekul 45kDa,
dapat rusak didalam karagenan, tetapi sturktur tidak menurun. Enzim
dapat mempertahankan 90% aktifitas setalah dua hari pada suhu 400C
dan benar-benar aktif pada pH 7,5.
3. KESIMPULAN
Karagenan terdiri dari 3 bagian : Kappa, Iota, lamda Rumput laut
(seaweed) merupakan anggota alga berklorofil. Rumput laut dibedakan
sebagai penghasil rumput laut, karagenan, dan alginat. Alga merah
(Rhodophyta) merupakan penghasil rumput laut. Rumput laut merah
penghasil rumput laut adalah Gracilaria, Gellidium, dan Gelidiella.
Rumput lautofit adalah rumput laut penghasil rumput laut. Rumput
laut-rumput laut disebut sebagai gelosa atau gelosa bersulfat
dengan rumus molekul C6H10O5 atau (C6H10O5)n H2SO4. Rumput laut
adalah hydrophylic colloid atau senyawa polysacharida yang
diekstrak dari ganggang merah (Rhodophyceae) yang tidak larut dalam
air dingin tetapi larut dalam air panas. Tahapan proses pembuatan
rumput laut meliputi pemanenan dan pengeringan rumput laut,
pemotongan dan pengasaman, pemasakan rumput laut, pemadatan, dan
pengeringan. Tujuan dilakukannya pemotongan rumput laut rumput laut
dapat memaksimalkan proses ekstraksi rumput laut sehingga rumput
laut-rumput laut yang diperoleh lebih banyak. Rumput laut memiliki
fungsi sebagai zat pengental, pengemulsi, penstabil dan
pensuspensi. Semakin tinggi pH, semakin tinggi kekuatan gel rumput
laut-rumput laut. Terhadap suhu, gel bersifat reversible.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi rumput laut adalah
jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu,
pengadukan, waktu ekstraksi, ukuran padatan, perendaman, dan jenis
rumput laut
Semarang, 10 September 2014Praktikan,Asisten Dosen: Aletheia
Handoko Margaretha Rani Kirana
Fransiscus Christian H W16
12.70.0036
4. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Surono A, Imam A, Batubara I, Ismanadji I, Suitha IM,
Yunaidar R, Setiawan, Kurnia N, Danakusumah E, Sulistijo, Zatnika
A, Basmal J, Effendi I, Runtuboy, N. (2011). Profil Rumput Laut
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Angka SI dan Suhartono MT. (2000). Bioteknologi Hasil-hasil
Laut. Bogor : PKSPL-IPB.
Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S.,
(2007). Rumput Laut, Penebar Swadaya, Jakarta
Amnidar (1989). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Aslan,M., (1998), Budidaya Rumput Laut, Kanisius, Yogyakarta,
hal. 89.
Atmadja, W.S., A. Kadi, dan Rachmaniar. (1996). Pengenalan
Jenis-Jenis RumputLaut Indonesia. Puslitbang Oseanografi-LIPI,
Jakarta.
Brown,G G, (1950),Unit Operations,Modern Asia Edition,John wiley
& Sons, New York.
Chapman, V.J., and Chapman, C.J. (1980). Seaweed and Their Uses
, 3rd ed., pp. 148 193, Chapman and Hall Ltd., London
Distantina S, Fadilah, Danarto YC, Wiratni, dan Fahrurrozi
M.2007. Model Penentuan Viskositas Intrinsik Karagenan Dari Rumput
Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia.
Distantina. S .Wiratni . Fahrurrozi M. and Rochmadi. (2011).
Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia.
World Academy of Science, Engineering and Technology
Doty, Maxwell S. (1981). The production and use of Eucheuma. In
Doty, M.S., Caddy, J.F., & Santelices, B. (Eds.) Case Studies
of Seven Commercial Seaweed Resources. FAO Fisheries Tech. Pap 281:
45-56.
Furia, T. E. dan Bellanca, N. 1975. Handbook of Flavor
Ingredient. CRC Press Inc.,Crandwood Parkway.
Glicksman M., (1969), Gum Technology in the Food Industry,
Academic Press, New York, page 214 - 224
Glickman, M. (1983). Food Hydrocolloid Vol.I CRC Press, Inc.
Boca Raton. Florida. 199 hlm.
Imersion. (1999). Thickening and Gelling Agent: Rumput laut. Ed
ke-2. Florida: Aspen Pr.
Indriani, Y.H., 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar
Swadaya. Jakarta
Ito, K. dan K. Hori. 1989. Seaweed : Chemical Composition and
Potential Uses. Food Rev. Int. 5 (10) : 101.
Irawati A. 1994. Pengaruh Jumlah Air dan Waktu Ekstraksi
terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Rumput laut-rumput laut dari
Rumput Laut Gracilaria sp. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB.
Bogor.
Kosasih R., dan E. Suprijatna. 1967. Pembuatan dan Pemurnian
Rumput laut-rumput laut. Komunikasi No.4. Akademi Kimia Analis.
Bogor.
Matsuhasi, T. (1977). Acid Pretreatment of Rumput lautophytes
Provides Improvement in Rumput laut Extraction, J. Food Sci., 42,
1396-1400.Pelegrin, Y.F, D. Roblendo, and J.A. Azamar. (2006).
Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from
Yucatan, Mexico. I. Effect of Extraction Condition. Botanica Marina
49 : 65 71.
Perry, R.H., and Green, D. (1984). Perry s Chemical Engineers
Handbook , 6th ed., p. 15-5, McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Rasyid A. 2004. Beberapa catatan tentang rumput laut. Oseania
XXIX (2):1-7.
Sediadi, A. & U. Budihardjo. (2000). Rumput Laut Komoditas
Unggulan. Grasindo. Jakarta.
Sulistijo, S.A dan Atmadja WS. (1996). Rumput Laut (Algae):
Manfaat, Potensi, dan Usaha Budidaya. Jakarta: Lembaga Oseanologi
Nasional-LIPI.
Susanto.(2009). Alga Merah Pengungkap Kebenaran Taksonomi.Koran
Ibukota. Jakarta.
Stephen, M.A. (1995). Food Polysacharides and Their Application,
pp.187-199, Marcel Dekker, Inc., Cape Town.
Trono GC, Ganzon-Fortes ET. 1988. Philippine Seaweeds. Manila:
National Book Store Inc.
Tuvikenea.R, K.Truusa, M.Vaherb, T.Kailasb, G.Martinc, and
P.Kersenc. (2006). Extraction and quantification of hybrid
carrageenans from the biomass of the red algae Furcellaria
lumbricalis and Coccotylus truncatus. Proc. Estonian Acad. Sci.
Chem,55,1,40-53
Wheaton F.W and Lawson T.B., 1985. Processing Aquatic Food
Product. New york : John Wiley and Sons.
Webber.S, M.S.Carvalho, P.J.Oliari, L.Hayashi, P.L.M. Baretto
(2012). Optimization of the extraction of carrageenan from
Kappaphycus alvarezii using response surface methodology.
Departamento de Cincia e Tecnologia de Alimentos, Centro de Cincias
Agrrias, Universidade Federal de Santa Catarina UFSC, Rod. Admar
Gonzaga, 1346, Itacorubi, CEP 88034-001, Florianpolis, SC, Brazil,
e-mail: [email protected]. Cinc. Tecnol. Aliment., Campinas.
Winarno FG. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Winarno FG. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Zhou.M.H, J.S. Ma, J.Li, H.R.Ye, K.X.Huang, and X.W. Zhao.
(2008). A Carrageenase from a Newly Isolated Pseudoalteromonas-like
Bacterium, WZUC10. Biotechnology and Bioprocess Engineering 2008,
13: 545-55. 5. LAMPIRAN
5.1. PerhitunganRumus:
Kelompok C1% Rendemen = x 100% = 0,750 %
Kelompok C2% Rendemen = x 100% = 1,000 %
Kelompok C3% Rendemen = x 100% = 3,000 %
Kelompok C4% Rendemen = x 100% = 3,500 %
Kelompok C5% Rendemen = x 100% = 3,500 %
Kelompok C6% Rendemen = x 100% = 0,575 %
5.2. Laporan sementara