Page 1
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 1 APRIL – 11 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
REZA HERMAWAN SULISTOMO, S.Farm.
1206313601
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2013
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 2
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 1 APRIL – 11 MEI 2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
REZA HERMAWAN SULISTOMO, S.Farm.
1206313601
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2013
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 3
iii
ESAH HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :
Nama : Reza Hermawan Sulistomo, S. Farm.
NPM : 1206313601
Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan
Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 1 April – 11 Mei
2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( ................................................ )
Pembimbing II : Dra. Rosmala Dewi., Apt. ( ................................................ )
Penguji I : ................................................. ( ................................................ )
Penguji II : ................................................. ( ................................................ )
Penguji III : ................................................. ( ................................................ )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
ANan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 4
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Dalam ruang yang terbatas ini,
dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi
UI sekaligus tenaga pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan
waktu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama pelaksanaan dan
penulisan laporan PKPA.
3. Dra. Rosmala Dewi., Apt selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat
kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
4. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.
5. Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti,
Mbak Ponah, dan staf Apotek Atrika lainnya) atas ilmu, arahan dan bantuan
yang telah diberikan selama penulis melaksanakan PKPA di Apotek Atrika.
6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI.
7. Keluarga tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang tiada
berbatas untuk penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan
penyusunan laporan PKPA ini.
8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah banyak membantu, berbagi
ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA.
9. Seluruh sahabat dan teman yang telah bekerja sama dan memberikan
dukungan serta semangat kepada penulis selama menjalankan pendidikan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 5
v Universitas Indonesia
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.
Penulis
2013
di : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan
Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode Februari dan Maret
2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( ................................................ )
Pembimbing II : Dra. Juheini Amin, M.Si ( ................................................ )
Penguji I : ................................................. ( ................................................ )
Penguji II : .................................................
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 6
IIALAMAN PER}IYATAAI\I PERSETUJUAN PIJBLIKASI TUGASAKIIIR UNTUK KEPENTINGAI\I AKADEhIIS
Sebagai sivitas akadeufk Universitas Indonesia" saya yang bertanda tangan dibawatr ini:
NamaNPMProgrm StrrdiFakultasJenis Karya
Reza Hermawan Sulistomo1206313601Profesi ApotekerFarmasiLaporan Kerja Praktek
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royatty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atika Jalan Kartini Raya
No.34 Jalorta Pusat Periode I April - l l Mei 2013
beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
NoneksHusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formal-kan" mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawal dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencanfimrkan nama
saya sebagai penuliJpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuatdi : DepokPadaTanggal : 79 Jali20l2
(Reza Hermawan Sulistomo)
vlu
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 7
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ............................................................... 3
2.1 Apotek .............................................................................................. 3
2.2 Landasan Hukum Apotek…………………………………………. 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ................................................................. 4
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ....................................... 5
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek .......................................... 5
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ........................... 7
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek .............................................................. 8
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ........................................................ 12
2.9 Tenaga Kerja di Apotek.................................................................. 13
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek ............................................................. 15
2.11 Pengelolaan Apotek ........................................................................ 25
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ........................................................ 29
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek ................................................... 30
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .................................... 33
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA......................................... 34
3.1 Sejarah dan Lokasi ......................................................................... 34
3.2 Tata Ruang...................................................................................... 34
3.3 Struktur Organisasi ......................................................................... 35
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan ............................................................... 35
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika .............................................................. 39
BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................... 49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 57
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 57
5.2 Saran ............................................................................................... 57
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 59
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 8
vii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logo golongan obat ........................................................................ 16
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas ..................... 18
Gambar 2.3 Matriks VEN – ABC ...................................................................... 32
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 9
viii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika ............................................................... 63
Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika ............................................................. 64
Lampiran 2a. Tata ruang tampak luar Apotek Atrika ........................................... 65
Lampiran 2b. Tata ruang depan Apotek Atrika .................................................... 65
Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika ........................................................ 66
Lampiran 3a. Lemari penyimpanan obat topikal di Apotek Atrika ...................... 67
Lampiran 3b. Lemari penyimpanan obat oral di Apotek Atrika ........................... 67
Lampiran 3c. Lemari penyimpanan obat oral cair dan obat mendekati
kadaluwarsa di Apotek Atrika ........................................................ 69
Lampiran 3d. Lemari penyimpanan obat generik di Apotek Atrika ..................... 69
Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika .................................................. 70
Lampiran 5a. Isi buku pemasukan barang ............................................................ 71
Lampiran 5b. Isi buku perubahan harga................................................................ 71
Lampiran 5c. Kartu pemasukan barang (kartu gudang) ....................................... 72
Lampiran 6a. Alur penanganan resep ................................................................... 73
Lampiran 6b. Salinan resep Apotek Atrika ........................................................... 74
Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika....................................................................... 75
Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan) .............. 75
Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika ................................................. 76
Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) narkotika ......................................................... 77
Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika .................................................... 78
Lampiran 9. Isi buku stok harian Psikotropika ................................................... 79
Lampiran 10. Laporan penggunaan obat golongan narkotika............................... 80
Lampiran 11. Laporan penggunaan obat golongan psikotropika .......................... 81
Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep ...................................................... 83
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 10
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan memiliki Visi, yaitu “Masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan” serta Misi untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin terjadinya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola
kepemerintahan yang baik. Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan
misi Kementerian Kesehatan tersebut, maka telah dirumuskan sasaran-sasaran
utama untuk menunjang pencapaiannya (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Penyelenggaraan berbagai upaya pembangunan kesehatan dilakukan
diantaranya dengan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang
didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai,
penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (PP
No. 51 tahun 2009, 2009). Pengertian apotek menurut Kepmenkes RI No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan Permenkes No.
992/Menkes/Per/X/1993 adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat (Umar, 2011). Apotek merupakan suatu institusi yang
mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented)
dan unit bisnis (profit oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 11
2
Universitas Indonesia
kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan obat‐obatan yang dibutuhkan
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fungsi apotek
sebagai institusi bisnis adalah untuk memperoleh keuntungan karena bagaimana
pun investasi yang ditanam pada apotek cukup besar dan biaya operasionalnya
juga tidak sedikit.
Pembuatan apotek memerlukan persyaratan khusus yang telah diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.889/Menkes/Per/V/2011, yang mengatur tata cara registrasi usaha apotek,
syarat tenaga kesehatan, aturan hukum serta tugasnya. Untuk mempersiapkan
apoteker yang profesional dan siap menjalankan pelayanan kesehatan, maka perlu
dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek sebagai pelatihan
untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat
mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Kegiatan
ini diharapkan dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal,
mengerti, dan menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek
serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan
kefarmasiannya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kali ini diselenggarakan
di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika
adalah sebagai berikut:
a. Memahami tugas pokok, fungsi dan peran Apoteker Pengelola Apotek (APA)
di apotek.
b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon Apoteker untuk beradaptasi
langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek serta
memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek Atrika.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 12
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2 Landasan Hukum Apotek
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
1. Undang – Undang Negara, yaitu:
a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah, yaitu:
a. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP
No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.
b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
3. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:
a. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 13
4
Universitas Indonesia
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
4. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:
a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
b. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
“APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 14
5
Universitas Indonesia
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.
Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga
kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 15
6
Universitas Indonesia
memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja
di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite
Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus
dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua,
atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA
atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
kualifikasi sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 16
7
Universitas Indonesia
c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23
ayat 1);
b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2);
c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).
d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada
pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 17
8
Universitas Indonesia
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika (Pasal 24 atay 2);
e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita
acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002)
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan
dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada
Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 18
9
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin
(d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Izin Apotek.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya .
Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama
dengan pihak lain adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6000,00.
b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c. Fotokopi KTP DKI dari APA.
d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 19
10
Universitas Indonesia
e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung
milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,
bila kontrak/sewa.
f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j. Peta lokasi dan denah ruangan.
k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.
n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q. Rencana jadwal buka apotek.
r. Daftar peralatan peracikan obat.
s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6000,00.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 20
11
Universitas Indonesia
b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi.
d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun.
e. Denah bangunan beserta peta lokasi.
f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g. Fotokopi NPWP apoteker.
h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti Apoteker.
i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:
a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 21
12
Universitas Indonesia
c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
d. Surat Izin Kerja APA dicabut.
e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 22
13
Universitas Indonesia
olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang
dimaksud dalam huruf (a).
2.9 Tenaga Kerja di Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin
kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker
Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai
administrasi/ tata usaha.
APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA
bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu
baik dan yang keabsahannya terjamin.
c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e. Melakukan pengembangan apotek.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek
selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 23
14
Universitas Indonesia
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, Asisten
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan
pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu
Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir
merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang
dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan
administrasi seperti membuat laporan harian.
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang
dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia
digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4
(empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat
golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan
dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian
obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 24
15
Universitas Indonesia
Obat Bebas
Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dan Psikotropika
Golongan Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)
Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2.10.1.1 Obat Bebas
Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.
(Kementerian Kesehatan, 2006).
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter
dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 25
16
Universitas Indonesia
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam
golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:
a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat
golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.
b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat
golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.
c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat
golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.
d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini
adalah Suppositoria untuk laksatif.
f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan
ini adalah Suppositoria untuk wasir.
Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 26
17
Universitas Indonesia
2.10.2 Obat Ethical
Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,
dan narkotika.
2.10.2.1 Obat Keras
Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,
hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua
obat injeksi.
2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan
I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD
(lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika
golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat
psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 27
18
Universitas Indonesia
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III
adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. . Contoh obat psikotropika golongan IV
adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan
klorazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta
dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat
pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat
tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan
kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.
b. Penyimpanan
Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Penyerahan
Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien.
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya
dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 28
19
Universitas Indonesia
dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam
keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya
resep dokter.
d. Pelaporan
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10,
dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat.
e. Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat
kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan
psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang
diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku,
kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat
tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan
jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan
identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran
gelap psikotropika.
2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 29
20
Universitas Indonesia
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II.
b. Narkotika golongan II
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon.
c. Narkotika golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
kodein.
Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna
dan pecandu narkotika.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 30
21
Universitas Indonesia
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang
ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.
Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam
narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing
akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip
apotek.
b. Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK
dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan
stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus
yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan
narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 31
22
Universitas Indonesia
c. Pelayanan resep
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa
narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung
narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya
boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian
dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
d. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan
stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku
narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus
pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini
harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan
Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
e. Pemusnahan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978
pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika
yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-
kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama
pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan
jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas
lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 32
23
Universitas Indonesia
pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.10.3 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk
pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan
pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari
apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi
obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,
obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 33
24
Universitas Indonesia
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.11 Pengelolaan Apotek
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan
non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab
mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan
pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat
khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis
farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,
keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 34
25
Universitas Indonesia
jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu
perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan
budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan
yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi
keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika
isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.
Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan
kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan
keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi
pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 35
26
Universitas Indonesia
yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5 Pelayanan
Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan
terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang
meliputi :
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12
ayat 1 dan 2);
b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1);
c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2);
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan
obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3); Namun, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b);
f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 36
27
Universitas Indonesia
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1);
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2);
i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 17 ayat 3);
j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa
resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2);
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1);
l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2);
m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3);
n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan
seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4);
o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
(Pasal 19 ayat 5);
p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek
(Pasal 20);
q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21);
r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (Pasal 22 ayat 1);
s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 37
28
Universitas Indonesia
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan
yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:
a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu
misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual
purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya,
seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja.
Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap
tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh
pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek
dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembelian kontan atau kredit
Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 38
29
Universitas Indonesia
melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam
menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya
sampai jatuh tempo.
b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat)
Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di
mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek
Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara
efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan
cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi
prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada
di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk
memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas
barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan
keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga
obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan
yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat
dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat
dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital
dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia
atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 39
30
Universitas Indonesia
obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan
diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam
tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke
apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.
Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak
esensial.
b. Analisis Pareto (ABC)
Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang
difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai
rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya
hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.
Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah.
Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki
volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai
persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan
untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat,
dan kelas C dilakukan secara sederhana.
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap
sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian
mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari
total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari
total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari
total investasi obat keseluruhan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 40
31
Universitas Indonesia
c. Analisis VEN-ABC
Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis
menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua
obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non-
esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C
pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan
inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya
pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan
dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi
yang diinginkan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 41
32
Universitas Indonesia
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa
kriteria.
b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi).
c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal
melalui telepon atau kunjungan residensial.
d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat
tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di
masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
a. Pelayanan Resep
1. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap
persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan
resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara
pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik
meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
2. Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 42
33
Universitas Indonesia
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang
benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
b. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,
dan lain-lainnya.
c. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 43
34
Universitas Indonesia
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
a. Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang
kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus
oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif
membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
b. Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis
obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
c. Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.
Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan
inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 44
35
Universitas Indonesia
a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
b. Menurunkan ketidakpatuhan.
c. Menurunkan efek samping obat.
d. Menurunkan biaya pengobatan.
e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2. Bagi Apoteker
a. Meningkatkan citra profesi.
b. Meningkatkan kepuasan kerja.
c. Menarik customer.
2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak
lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b. Objektif
c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari
berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan
sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 45
36
Universitas Indonesia
2.14.3 Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.4 Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di
masyarakat adalah :
1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat
OTC dan obat DOWA.
2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi
semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang
dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,
sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 46
37
Universitas Indonesia
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
swamedikasi, antara lain :
1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau
memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 47
38 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1 Sejarah dan Lokasi
Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.
Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang
merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan
yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta
merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar
apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari
hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari
Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur
nasional tutup.
3.2 Tata Ruang
Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,
tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk
obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat
ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek
Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan
berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat
tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 48
39
Universitas Indonesia
menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang
telah mendekati waktu kadaluarsa.
3.3 Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tenaga teknis farmasi, yaitu:
Pemilik Sarana Apotek : 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
Apoteker Pendamping : 1 orang
Asisten Apoteker : 2 orang
Juru resep : 1 orang
b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu:
Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang
Kurir : 1 orang
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 49
40
Universitas Indonesia
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini.
f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan
narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada
di tempat.
b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya.
d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
3.4.3 Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 50
41
Universitas Indonesia
a. Melakukan pendataan kebutuhan barang.
b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f. Mencatat keluar masuk barang.
g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran
yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep
Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.
3.4.5 Kasir
Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 51
42
Universitas Indonesia
a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b. Menerima barang masuk.
c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.
d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat
bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional
apotek, seperti listrik dan telepon.
d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran
faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh
Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan apotek.
b. Menjamin kerapian apotek.
c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis
kefarmasian.
3.4.8 Kurir
Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 52
43
Universitas Indonesia
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika
Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift
II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari
libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan
menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan
non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Pengadaan Barang
APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan
barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan
mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang
diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis
maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus
barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat
yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash
order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor
kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima
komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan.
Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek,
di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya
terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana
pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan
pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 53
44
Universitas Indonesia
b. Pemesanan Barang
Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon.
c. Penerimaan Barang
Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan
fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima
sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan
memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali
ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian
dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no.
faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan,
potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi
perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga
kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.
d. Penyimpanan Barang
Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC.
Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih
dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar
terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-
barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di
lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh
Apoteker Pendamping.
e. Pengeluaran Barang
Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 54
45
Universitas Indonesia
dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari
penjualan resep dicatat pada buku resep.
f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang
Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu
stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan
pemesanan.
g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)
Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan
sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah
minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat
biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini
ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika
a. Pengadaan Narkotika
Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan
oleh Apoteker Pengelola Apotek.
b. Penyimpanan Narkotika
Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu
stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah
merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 55
46
Universitas Indonesia
d. Pelaporan Narkotika
Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan
tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika
a. Pengadaan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penyimpanan Psikotropika
Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c. Pelayanan Psikotropika
Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan
resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep
lain.
d. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek
a. Pelayanan Obat dengan Resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten
Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan
diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada
komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep
berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya,
harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang
ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir
mencatat alamat dan nomor telepon pasien.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 56
47
Universitas Indonesia
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh
Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep
ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai
dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker,
kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa
kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang
menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat
tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah
selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam
buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara
kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya
tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada
awal bulan berikutnya.
b. Pelayanan Obat Tanpa Resep
Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan
sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara
tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.5.2.1 Kegiatan Administrasi
a. Administrasi Personalia
Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan
fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b. Administrasi Umum
Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan
psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 57
48
Universitas Indonesia
c. Administrasi Penjualan
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan
pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai.
Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam
buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat
perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.
d. Administrasi Pembelian
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan
pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang
ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan
tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
e. Administrasi Pajak
Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan
dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus
dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak
lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f. Administrasi Pergudangan
Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang
tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
g. Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi
Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker
yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek
Atrika meliputi:
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 58
49
Universitas Indonesia
a. Buku Defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah
habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi
kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi
lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan
terjamin dengan baik.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari
2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar
terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal
pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah
pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
c. Buku Faktur
Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal,
nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang,
tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah
harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam
dipisahkan.
d. Buku Perubahan Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada
perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku
perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku
daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek
Atrika cabang.
e. Buku Daftar Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan
untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek
dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan
abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.
f. Kartu Stok Besar
Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang,
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 59
50
Universitas Indonesia
nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal
kadaluarsa.
g. Kartu Stok Kecil
Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/
masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang,
tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah
yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari.
h. Buku Pemasukan Barang Dalam
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan
tanggal kadaluarsa.
i. Buku Pemasukan Barang Luar
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
j. Buku Resep
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku
ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat
serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Buku Penjualan Obat Bebas
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat
tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan
awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama
PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang
Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek
Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat
nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 60
51 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang tidak terpisahkan, termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di
apotek. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek juga
merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek juga merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran strategis dalam menunjang
pelayanan kesehatan masyarakat dan mendukung upaya kesehatan dasar, seperti
swamedikasi atau upaya pengobatan diri sendiri.
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, penulis memiliki
kesempatan untuk melakukan PKPA di Apotek Atrika yang berlokasi di di Jalan
Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat dengan nomor nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek kerja sama antara Bapak
Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek (PSA) dengan Dr. Harmita,
Apt., sebagai apoteker pengelola apotek (APA). Ditinjau dari letaknya, Apotek
Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis karena berdekatan dengan
pemukiman penduduk juga dengan beberapa praktek dokter. Lokasinya yang
cukup strategis juga didukung dengan keberadaan beberapa sarana kesehatan lain
yang letaknya tidak jauh dari apotek, seperti puskesmas, rumah sakit, dan
pelayanan kesehatan gereja, selain itu keberadaan apotek pesaing juga cukup jauh
letaknya. Apotek ini terletak di sisi jalan dua arah yang cukup ramai dilalui
kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, sehingga mudah
untuk dicapai. Lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1a.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 61
52
Universitas Indonesia
Dari segi bangunan dan fasilitas, halaman depan Apotek Atrika dapat
digunakan sebagai tempat parkir yang cukup untuk satu mobil dan beberapa
sepeda motor. Di halaman depan juga terdapat papan bertuliskan “Apotek” yang
besar dan jelas serta memiliki warna yang terang sehingga menarik penglihatan
masyarakat yang melintas. Papan nama Apotek Atrika dapat dilihat pada
Lampiran 1b dan 1c. Bagian dalam Apotek Atrika terbagi menjadi dua ruangan,
yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek digunakan sebagai
tempat untuk penerimaan resep, penyerahan obat, etalase penyimpanan obat
bebas, kasir dan ruang tunggu. Jumlah kursi di ruang tunggu sudah dirasa cukup
jika dilihat dari jumlah pelanggan yang datang setiap harinya dan ditambah
dengan waktu pelayanan yang dibutuhkan tidak terlalu lama sehingga
pengunjung yang menunggu untuk dilayani dapat bergantian. Ruang tunggu selalu
terjaga bersih dan dilengkapi pendingin ruangan sehingga pengunjung merasa
nyaman selama menunggu obat disiapkan. Ruang tunggu yang didesain
menghadap ke etalase obat bebas memudahkan pengunjung untuk melihat barang
yang dipajang di dalamnya. Kemudahan pengunjung untuk melihat dan memilih
obat bebas yang diperlukan ini memiliki efek positif terhadap apotik karena dapat
meningkatkan penjualan. Tata ruang Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran
2a hingga 2c.
Ruang dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja. Ruangan ini
memiliki luas yang cukup untuk kegiatan peracikan obat dan administrasi apotik.
Ruang dalam juga dilengkapi pendingin ruangan untuk menjaga temperatur
ruangan tetap pada temperatur stabilitas obat selama penyimpanan dan
memberikan kenyamanan bagi personel apotek dalam melakukan pekerjaannya di
ruangan dalam. Pada bagian tengah ruang dalam terdapat meja racik yang
dikelilingi rak penyimpanan obat. Disebelah meja racik terdapat meja kerja yang
jaraknya cukup untuk memisahkan kegiatan administrasi dan peracikan obat.
Peralatan untuk keperluan kegiatan peracikan terletak rapi dimeja racik. Di antara
meja racik dan mja kerja terdapat rak yang berisi buku-buku referensi yang biasa
digunakan. Pada ruang dalam juga terdapat obat-obatan yang disusun dalam rak
sesuai jenis sediaannya dengan penataan yang menggunakan sistem alfabetis,
sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan. Pada
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 62
53
Universitas Indonesia
ruang dalam juga terdapat toilet untuk karyawan yang dilengkapi dengan wastafel
yang dapat digunakan sebagai tempat cuci tangan sebelum dan sesudah peracikan
dan pencucian alat. Denah ruangan Apotek Atrika secara umum dapat dilihat pada
Lampiran 2c.
Tidak ada obat yang disimpan dalam jumlah besar di Apotik Atrika. Obat-
obatan terutama obat etikal di Apotek Atrika seluruhnya dilakukan pada lemari
obat yang terletak di ruang dalam, sehingga Apotek Atrika tidak memerlukan
ruang tambahan sebagai gudang penyimpanan obat. Hal ini dikarenakan lokasi
apotek yang berdekatan dengan beberapa PBF sehingga apotek tidak perlu
menyimpan stok obat dalam jumlah besar, kecuali untuk obat-obat yang
perputarannya cepat atau fast moving. Dengan tidak adanya gudang maka
pengeluaran lebih dapat ditekan karena Apotik Atrika tidak perlu mengeluarkan
biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang serta dapat mencegah kerugian
akibat obat kadaluarsa sebelum terjual.
Penataan obat di Apotek Atrika dilakukan dengan rapih dan alfabetis
sehingga memudahkan proses pengambilan obat saat dibutuhkan. Obat-obat bebas
atau over the counter (OTC) dipajang pada etalase di ruang depan sedangkan obat
yang harus dengan resep dokter atau ethical diletakkan pada lemari obat di ruang
dalam. Obat diletakan pada lemari berbeda yang dikelompokkan berdasarkan jenis
sediaan, yaitu sediaan oral padat, sediaan oral cair dan sediaan topikal. Obat
generik dan obat yang perputaran penjulannya cepat juga diletakkan dilemari
terpisah. Untuk obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari
khusus yang terpisah dari obat ethical lainnya. Masing-masing kelompok sediaan
disusun secara alfabetis dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari
sehingga memudahkan pencarian. Obat-obat generik ditempatkan pada lemari
tersendiri dan beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan di taruh
pada wadah khusus yang lebih kecil di meja racik mudah dijangkau saat
dibutuhkan ketika peracikan obat. Penyusunan obat pada lemari di Apotek Atrika
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Obat yang akan kadaluarsa diletakkan terpisah dan ditandai (dengan kertas
yang ditulis tanggal daluarsanya) agar personel apotik mendahulukan penjualan
obat tersebut sebelum masa kadaluarsanya tiba. Obat ini dikelompokkan sesuai
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 63
54
Universitas Indonesia
bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan
expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan
untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat yang sejenis diberi catatan
pengingat agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka opersonel
mendahulukan ppenjualan obat yang ada di lemari kadaluarsa tersebut.
Lancarnya kegiatan di apotek juga ditunjang dari tersedianya sumber daya
manusia yang profesional, terampil, dan dapat dipercaya. APA yang bekerja
Apotek Atrika dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh beberapa orang
karyawan, yang terdiri dari satu orang Apoteker Pendamping, satu orang Asisten
Apoteker, satu orang juru resep, dua orang tenaga keuangan dan kasir, lima orang
kurir serta dua orang petugas kebersihan. Susunan organisasi di Apotek Atrika
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengendalian persediaan Di Apotik Atrika terlaksana dengan baik.
Pemesanan obat yang dilakukan hampir setiap hari menyebabkan obat-obat di
apotek selalu tersedia dan berputar dengan cepat sehingga kerugian apotek dapat
diminimalkan. Kondisi ini didukung oleh lokasi apotek yang berdekatan dengan
PBF sehingga waktu tunggu barang pesanan datang atau lead time yang
diperlukan umumnya cepat sekitar kurang dari satu hari. Pemesanan obat
disesuaikan dengan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut. Obat yang tersedia
pada lebih dari satu PBF, akan dipesan pada PBF dengan pertimbangan harga
lebih murah, adanya potongan harga, ada tambahan bonus atau waktu pengantaran
yang lebih singkat.
Pada saat barang yang dipesan datang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian
jenis dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan yang tertera pada
faktur dan surat pesanan (SP). Bentuk surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran
7. Setelah seluruhnya sesuai, maka faktur diberi tanggal dan nomor urut, stempel
apotek serta tandatangan personel apotek yang menerima. Setelah serah terima
faktur dan SP, dilakukan pemeriksaan fisik, nomor bets dan tanggal
kadaluarsanya. Barang yang baru datang kemudian ditulis pada buku pemasukan
barang, kartu pemasukan barang dan kartu stok harian. Buku pemasukan barang
berisi nama dan jumlah barang yang dibeli setiap hari dan dilakukan pemisahan
pencatatan antara obat OTC dan ethical. Kartu pemasukan barang berisi jenis
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 64
55
Universitas Indonesia
barang, tanggal dan nama PBF yang masuk ke apotek. Kartu stok harian berisi
jumlah barang yang masuk dan keluar beserta tanggal dan keterangan asal barang
dan kemana barang tersebut dikeluarkan. Penulisan pada kartu pemasukan barang
dan kartu stok harian dimaksudkan agar jumlah persediaan barang terdokumentasi
dengan baik dan dapat ditelusuri jika terjadi ketidak sesuaian antara jumlah fisik
dan jumlah yang tertera pada kartu stok harian. Kartu stok juga dibedakan
berdasarkan jenis sediaannya untuk mempermudah penelusuran.
Faktur yang datang juga ditulis pada buku faktur. Buku faktur mencatat
seluruh pembelian dan berfungsi untuk mengetahui jumlah pembelian setiap hari
dan hutang yang akan jatuh tempo. Faktur kemudian dikumpulkan sesuai tanggal
untuk ditukar ke PBF pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal
pembayaran ditentukan oleh personel Apotek pada saat penukaran faktur tersebut.
Dengan sistem pembayaran seperti ini, apotek tidak harus membayar setiap hari
dan tanggal pembayaran lebih teratur sehingga arus keuangan yang keluar dapat
lebih mudah dikendalikan.
Setelah barang diperiksa dan dicatat pada buku pemasukan barang, kartu
pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku faktur, kemudian barang
diletakkan pada lemari penyimpanan sesuai jenis sediaan secara alfabetis. Sistem
pencatatan barang masuk dan contoh buku faktur dapat dilihat pada Lampiran 5.
Barang yang disimpan di lemari obat disusun menggunakan menggunakan
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk
mengurangi kerugian akibat obat-obat yang kadaluarsa sebelum terjual. Barang
dengan waktu kadaluwarsa yang tertera lebih lama diletakkan pada posisi lebih
bawah atau lebih belakang. Sedangkan barang dengan waktu kadaluarsa lebih
cepat diletakkan di posisi lebih atas atau lebih depan agar jika ada permintaan,
personel akan mengambilnya lebih dulu dan barang lebih cepat terjual. Setiap
pengeluaran barang, baik karena pembelian bebas dan resep, permintaan obat
antaran, dan pengiriman ke Apotek Atrika cabang dicatat pada kartu stok dan
buku masing-masing sesuai dengan jenis pengeluarannya. Setiap hari dilakukan
pencatatan keluar/masuk obat pada kartu stok yang juga dibuktikan kebenarannya
dengan memeriksa jumlah fisik sebenarnya pada lemari penyimpanan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 65
56
Universitas Indonesia
Pengelolaan resep di Apotek Atrika dilakukan dengan cukup baik. Semua
resep yang diterima, disimpan setiap harinya, disusun berdasarkan nomor urut
resep, dan dikelompokkan berdasarkan bulannya. Resep yang mengandung
narkotika dan psikotropika dipisahkan agar pelaporan setiap bulan menjadi lebih
mudah. Pada pengeluaran obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan pada buku
resep yang meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan
jumlah obat yang diberikan. Resep disimpan selama 3 tahun, setelah itu dilakukan
pemusnahan resep dengan membuat berita acara (Lampiran 12) yang selanjutnya
dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.
Pelayanan resep pada Apotek Atrika dilakukan berdasarkan langkah
HTKP (H/Harga, T/Timbang, K/Kemas, dan P/Penyerahan). Resep yang akan
ditebus pada awalnya akan ditempeli dengan label berisi tabel HTKP putih untuk
obat non-narkotik dan HTKP kuning untuk resep mengandung narkotik. Pertama-
tama dilakukan perhitungan harga obat. Setelah diketahui harganya, harga tersebut
diberitahukan kepada pasien/pengunjung. Dengan mempertimbangkan harga
tersebut, pasien/pengunjung mempunyai hak untuk memilih apakah akan menebus
seluruh resep atau hanya sebagian saja. Setelah mendapat keputusan dari pasien,
resep kemudian disiapkan mulai dari penimbangan/peracikan, pengemasan,
hingga obat diserahkan pada pasien/pengunjung. Masing-masing orang yang
melakukan fungsi pada HTKP harus menandatangani kotak dimana ia melakukan
fungsinya. Alur penanganan resep, salinan resep dan etiket Apotek Atrika dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan dilakukan
dengan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh
APA (Lampiran 8a dan 8b). Penerimaan obat narkotika dan psikotropika yang
telah dipesan sebelumnya hanya dilakukan oleh APA, Apoteker pendamping, atau
Asisten Apoteker yang memiliki nomor izin kerja dan telah tersertifikasi sebagai
tenaga kefarmasian. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang masuk dan
keluar dilakukan pada kartu pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku stok
harian yang disimpan terpisah dari kartu barang lainnya. Isi buku stok harian
untuk barang psikotropik dapat dilihat pada Lampiran 9.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 66
57
Universitas Indonesia
Pembayaran obat golongan narkotika dilakukan secara tunai, sedangkan
obat psikotropika dapat dilakukan secara kredit. Penyimpanannya dilakukan pada
lemari khusus yang terbuat dari kayu, terkunci, serta menempel pada dinding.
Pelayanan resep yang mengandung obat golongan narkotika dan psikotropika
telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan obat yang diserahkan dicatat
pada buku khusus pengeluaran obat narkotika dan psikotropika. Obat golongan
narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan disimpan di tempat yang
terpisah dari resep lain.
Apotek Atrika memberikan laporan penggunaan obat golongan narkotika
dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat setiap bulan,
sebelum tanggal 10. Format laporan penggunaan obat golongan narkotika dan
psikotropika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11.
Pemusnahan obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan
sudah kadaluarsa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi pemusnahan ini
sangat jarang dilakukan di Apotek Atrika karena penyediaan obat golongan
narkotika dan psikotropika dilakukan secermat mungkin untuk menghindari
adanya obat yang kadaluarsa sebelum terjual.
Ditinjau dari pelayanan yang diberikan, pelayanan resep baik racik
maupun non-racik di Apotek Atrika sudah cukup baik dan efisien sehingga
pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama. Selain itu, harga produk yang
dijual di Apotek Atrika juga cukup bersaing dengan Apotek lain. Ketersediaan
dan kelengkapan barang yang dijual di Apotek Atrika sudah cukup baik, karena
sedikit pengunjung yang resepnya ditolak atau tidak mendapatkan obat yang
dicarinya ketika datang ke Apotek Atrika. Hal ini terjadi karena Apotek Atrika
menjalin hubungan baik dengan PBF sebagai pemasok produk obat, apotek lain
sebagai rekan, maupun dokter khususnya dokter praktek di sekitar Apotek.
Hubungan dengan apotek lain dan PBF bisa dibilang menguntungkan, karena bila
obat yang diminta pasien tidak tersedia, maka apotek dapat membeli obat tersebut
dari apotek rekanan tersebut, atau memesan barang pada PBF dan meminta untuk
dikirim dengan segera sehingga ketepatan pelayanan resep dapat selalu
ditingkatkan dan apotek tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan. Pelayanan informasi obat bagi pasien telah terlaksana cukup baik
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 67
58
Universitas Indonesia
karena Apoteker yang selalu berada di apotek, tetapi pemberian konseling
terutama saat penyerahan golongan obat keras masih terus ditingkatkan.
Proses administrasi dalam hal pencatatan obat juga dilakukan secara
manual dan dilanjutkan dengan komputerisasi untuk meningkatkan kinerja.
Sistem ini menggunakan program khusus yang meliputi pencatatan pembelian,
persediaan, penjualan barang-barang di apotek beserta keterangan dari barang-
barang tersebut dan arus keuangan. Sistem ini berguna dalam mengintegrasikan
informasi mengenai arus barang apotek, termasuk dalam hal pengeluaran dan
pemasukan barang karena sistem ini terhubung langsung dengan kasir dan
personel yang melakukan transaksi penjualan lainnya, serta adanya peringatan
mengenai obat yang akan kadaluarsa agar didahulukan untuk dijual.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 68
59 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam
mengelola kegiatan apotek. Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) di
apotek atrika telah melakukan pengelolaan apotek sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, meliputi kegiatan perencanaan,
pemesanan, penerimaan, pemberian harga, penyimpanan, pendistribusian /
pelayanan, pencatatan persediaan, dan pelaporan. Untuk mengelola apotek
diperlukan keseimbangan kemampuan yang baik antara pelaksanaan
tanggung jawab profesi dan keterampilan wiraswasta demi kemajuan dan
keberlangsungan apotek yang dikelolanya. Kemampuan ini meliputi
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian, juga
pengelolaan keuangan, personalia, serta administrasi lainnya.
5.1.2. Apotek Atrika merupakan contoh apotek yang cukup baik sebagai tempat
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), karena telah menerapkan sistem
manajemen dan administrasi dengan baik, yang terlihat dari perencanaan
dan pengadaan barang yang efisien, penyimpanan dan penataan persediaan
yang teratur, arus barang keluar dan masuk senantiasa tercatat, pelayanan
masyarakat yang efektif dan efisien, pengelolaan dan pengawasan
keuangan dan administrasi yang jelas serta kegiatan promosi yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
5.2 Saran
5.2.1. Diperlukan reparasi komputer bagian kasir di Apotek Atrika, sehingga
sistem penjualan dapat dimasukkan lebih mudah, juga dapat melihat harga
obat dengan mudah saat ditanyakan pasien, memeriksa interaksi dan efek
samping obat, juga untuk melihat stok ketersediaan obat.
5.2.2. Dalam hal pelayanan kefarmasian di Apotek Atrika, pelayanan KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya dapat
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 69
60
Universitas Indonesia
ditingkatkan penerapannya sebagai wujud peran apoteker dalam
menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.
Selain itu pelayanan swamedikasi dapat ditingkatkan oleh apoteker yang
bertugas untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan
pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional, maka pelayanan
swamedikasi perlu dioptimalkan. Juga tidak memperbolehkan pembelian
obat golongan keras non-OWA tanpa resep dokter .
5.2.3. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses
pelayanan perlu adanya peningkatan fasilitas di ruang tunggu seperti
penambahan jumlah kursi, serta pengadaan majalah, koran atau televisi.
5.2.4. Perlu dilakukannya pelatihan secara berkesinambungan terhadap para
karyawan dan karyawati di apotek atrika untuk meningkatkan profesionalisme
dalam pelayanan kepada masyarakat dan selalu menerapkan slogan 5 S yaitu,
senyum, salam, sapa, sopan dan santun.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 70
61 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek (SK Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES
RI.
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No.
28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek.
Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
Kementerian Kesehatan RI. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Visi dan Misi Depkes Tahun 2010 - 2014.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/438-visi-dan-misi-
depkes-tahun2010-2014.html. Diakses tanggal 2 Mei 2014, pukul 19.00.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 71
62
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan
Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang
Apotek. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta.
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.
Kumarian Pers.
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga
University Pers.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997. (1997). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 72
63
Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika
[Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”]
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 73
64
Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 74
65
Lampiran 2a. Tata Ruang Tampak Luar Apotek Atrika
Lampiran 2b. Tata Ruang Ruang Depan Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 75
66
Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika
Rak obat generik
Rak
oba
t eth
ical
ora
lso
lid (a
tas)
dan
liqu
id (b
awah
)
Rak obat ethical topikal Rak obat ethical oral solid
Mej
ako
mpu
ter
Meja kerja Meja racik
Lemari narkotikadan psikotropika
Meja kartustokdan
buku-buku
Rak obat OTC liquid Rak obat OTC liquiddan topikal Rak obat konsinyasi
Cou
nter
oba
tO
TC s
olidCounter obat OTC solidKasir
Mej
a
Rak
oba
t eth
ical
oral
sol
id
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 76
67
Lampiran 3a. Lemari Penyimpanan Obat Topikal di Apotek Atrika
Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 77
68
Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika (Lanjutan)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 78
69
Lampiran 3c. Lemari Penyimpanan Obat Oral Cair dan Obat Mendekati
Kadaluwarsa di Apotek Atrika
Lampiran 3d. Lemari Penyimpanan Obat Generik di Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 79
70
Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika
Apoteker PengelolaApotek (APA)
AsistenApoteker
JuruResep
ApotekerPendamping
Kasir
Kurir
Pemilik SaranaApotek (PSA)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 80
71
Lampiran 5a. Isi Buku Pemasukan Barang
Lampiran 5b. Buku Perubahan Harga
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 81
72
Lampiran 5c. Kartu Pemasukan Barang (Kartu Gudang)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 82
73
Lampiran 6a. Alur penanganan resep
Penerimaan resep
Resep kredit Resep tunai
Pemeriksaan kelengkapan administrasi
Pemberian harga
Pasien mendapat nomor urut resep
Pasien mendapat nomor resep dan
membayar di kasir
Bagian peracikan
Obat jadi Obat racikan
Pemberian etiket dan
salinan resep
Pemeriksaan kesesuaian
obat
Penyerahan obat
Obat diterima pasien
Resep disimpan oleh
apotek
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 83
74
Lampiran 6b. Salinan Resep Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 84
75
Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika
Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)
Keterangan: putih untuk resep non-narkotik dan kuning untuk resep narkotik
\
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 85
76
Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 86
77
Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) Narkotika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 87
78
Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 88
79
Lampiran 9. Isi Buku Stok Harian Psikotropik
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 89
80
Lampiran10. Laporan penggunaan obat golongan narkotika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 90
81
Lampiran 11. Laporan penggunaan obat golongan psikotropika
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 91
82
Lampiran 11. Laporan penggunaan psikotropika (lanjutan)
\
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 92
83
Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep
POM.53.OB.53.AP.53.P1
BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP
Pada hari ini ............. tanggal ........... bulan ................ tahun .............
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
280/MenKes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek,
Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek :
SIPA Nomor : Tanggal
Nama Apotek :
Alamat Apotek :
Dengan disaksikan oleh :
1. Nama :
Jabatan :
SIK Nomor : Tanggal
2. Nama :
Jabatan :
SIK Nomor : Tanggal
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah
melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :
Resep dari tanggal ............................ sampai dengan tanggal .................................
Seberat .................................... kg
Tempat dilakukan pemusnahan :
Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.
Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada :
1. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
2. Kepala Dinas Kesehatan
3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
4. Satu sebagai arsip di Apotek
Saksi-saksi : ...................., .......................... 20.....
Yang membuat berita acara,
1. ( ...................................... )
S.I.K. No.
2. ( ...................................... ) ( ........................................... )
S.I.K. No. S.I.P.A. No.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 93
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP
ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN
DI APOTEK ATRIKA
PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.
1206313601
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
MEI 2013
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 94
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP
ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN
DI APOTEK ATRIKA
PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.
1206313601
ANGKATAN LXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
MEI 2013
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 95
iii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Definisi Hiperlipidemia .................................................................... 3
2.2 Etiologi dan Patofisiologi Hiperlipidemia ........................................ 3
2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia .......................................................... 6
2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis .................................................. 6
2.5 Sasaran Terapi .................................................................................. 9
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ......................................................... 22
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ....................................................... 22
3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 22
3.3 Metode Pengolahan Data ................................................................ 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 23
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 31
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 31
5.2 Saran ............................................................................................... 32
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 33
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 96
v Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa ............... 3
Gambar 2.2 Penyebab sekunder hiperlipidemia ................................................... 5
Gambar 2.3 Algoritma Terapi Umum untuk Hiperlipidemia .............................. 11
Gambar 2.4 Penilaian Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) .............. 13
Gambar 4.1. Frekuensi penjualan Obat Antihiperlipidemia Simvastatin
menggunakan resep dan bebas selama Periode Oktober
2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika .............................................. 25
Gambar 4.2 Ketikan Ulang Resep tanggal 1 Oktober 2012 ............................... 26
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 97
vi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein ............... 4
Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe
hiperkolesterolemia ............................................................................... 6
Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan
Trigliserida ............................................................................................ 8
Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi
perubahan gaya hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori
resiko berbeda ......................................................................................... 9
Tabel 2.5 Komponen esensial untuk terapi perubahan gaya hidup ..................... 10
Tabel 2.6 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein .............................. 14
Tabel 2.7 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan ................. 14
Tabel 2.8 Dosis Statin .......................................................................................... 16
Tabel 2.9 Efek Samping Niasin ........................................................................... 17
Tabel 4.1. Rekapitulasi Resep yang Mengandung Obat
Antihiperlipidemia Simvastatin di Apotek Atrika Periode
Oktober 2012 – Maret 2013 ................................................................ 23
Tabel 4.2 Informasi obat-obat yang tertulis di resep ........................................... 27
Tabel 5.1 Aspek konseling minimum yang perlu diberikan kepada
pasien ................................................................................................... 31
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 98
vii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (1) . 34
Lampiran 2. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (2) . 35
Lampiran 3. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (3) . 36
Lampiran 4. Nama, Alamat dan No. Telp Pedagang Besar Farmasi (PBF)........... 37
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 99
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman dan IPTEK menyebabkan perubahan pada pola
hidup manusia. Kebanyakan masyarakat saat ini lebih memilih makanan cepat saji
yang sebenarnya makanan tersebut kurang baik untuk kesehatan, karena banyak
mengandung lemak dengan sedikit serat. Disamping itu, cara hidup yang sibuk
menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik yaitu
berolahraga. Salah satu perubahan pada pola hidup yang seperti ini
mengakibatkan gangguan metabolisme dalam tubuh misalnya lipid.
Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen yang meliputi lemak,
minyak, steroid, wax dan senyawa terkait. Lemak atau lipid adalah zat yang kaya
energi, yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme
tubuh (Botham dan Mayes, 2009). Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk
di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk
digunakan di kemudian hari. Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan
trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa larut
dalam darah; gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein (Murray,
Granner, Mayes, Rodwell, 2003).
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar lemak darah yang ditandai
dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida serta
kadar kolesterol HDL diatas normal (DiPiro, 2005). Oleh sebab itu, terdapat
berbagai macam terapi yang digunakan untuk mengatasi masalah hiperlipidemia,
baik terapi nonfarmakologi maupun terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi
digunakan untuk membantu dalam menurunkan kadar lemakdalam darah tanpa
menggunakan obat-obatan, sedangkan terapi farmakologi digunakan dadalam
menurunkan kadar lemak dalam darah dengan penggunaan obat-obatan.
Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang mengandung obat
antihiperlipidemia simvastatin yang diterima di Apotek Atrika selama periode
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 100
2
Universitas Indonesia
Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013. Terhadap salah satu resep-resep
tersebut, dilakukan pembahasan tentang cara konseling yang diberikan kepada
pasien. Dari hasil rekapitulasi dan analisis resep tersebut, diharapkan dapat
diketahui profil peresepan dan penggunaan obat antihiperlipidemia simvastatin
pada apotek ini.
1.2 Tujuan
a. Melakukan rekapitulasi resep yang mengandung antihiperlipidemia
simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 –
Maret 2013.
b. Melakukan analisis resep yang mengandung obat antihiperlipidemia
simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 –
Maret 2013.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 101
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia didefinisikan sebagai peningkatan dari satu atau lebih
komponen berikut: kolesterol, ester kolesterol, fosfolipid, atau triasilgliserol
(trigliserida). Hiperlipoproteinemia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan
konsentrasi dari makromolekul lipoprotein yang mengangkut lipid dalam plasma
(DiPiro, 2005). Ketidak normalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh
yang buruk (predisposisi) terhadap koroner, serebro vaskular, dan penyakit
pembuluh arteri perifer (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009).
2.2 Etiologi dan Patofisiologi
Total kolesterol dan kolesterol LDL meningkat seiring pertambahan usia,
baik pada pria ataupun pada wanita. Gambar 2.9 menunjukkan nilai serum
kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa berdasarkan hasil survey kesehatan
nasional Amerika pada tahun 2000.
[Sumber: DiPiro, et al., 2005]
Gambar 2.1. Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa (Survey
Kesehatan Nasional Amerika 2000)
Dibandingkan dengan nilai HDL, nilai LDL sangat erat kaitannya dengan
peningkatan resiko penyakit jantung koroner (PJK). Abnormalitas lipid dan
keberadaan faktor resiko kardiovaskular selama masa kanak-kanak sangat
berhubungan dengan tingkat keparahan dari aterosklerosis yang terjadi pada
kemudian hari.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 102
4
Universitas Indonesia
Berdasarkan penyebab terjadinya, kondisi hiperlipidemia dapat dibagi menjadi 2,
yaitu hiperlipidemia primer (genetik) dan hiperlipidemia sekunder.
2.2.1. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan genetik yang meliputi
kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang mengakibatkan keadaan
yang tidak normal pada lipoprotein. Klasifikasi Frederickson membagi
hiperlipidemia atas dasar fenotip plasma lipoprotein pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein
(Klasifikasi Fredrickson-Levy-Lees)
Hiper
lipidemia
Penyakit yang terkait Masalah Labs description Pengobatan
Tipe I Hyperchylomicronaemia Penurunan
lipoprotein lipase
(LPL) atau
defisiensi ApoC2
Peningkatan
kilomikron
Kontrol diet
Tipe IIa Familial
hypercholesterolemi,
polygenic
hypercholesterolemi,
nephrosis,
hypothyroidism, familial
combined hyperlipidemia
Defisiensi
reseptor LDL
Hanya
peningkatan pada
LDL
Bile Acid
Sequestrant,
Statins, Asam
nikotinat
Tipe IIb Familial combined
hyperlipidemia
Penurunan
reseptor LDL
dan peningkatan
ApoB
Peningkatan
LDL, VLDL
Statins, Asam
nikotinat,
Gemfibrozil
Tipe III Dysbetalipoproteinemia Kerusakan pada
sintesis ApoE
Peningkatan IDL Gemfibrozil
Tipe IV Familial
hypertriglyceridemia,
familial combined
hyperlipidemia, sporadic
hypertriglyceridemia,
diabetes
Peningkatan
produksi VLDL
dan penurunan
eliminasi VLDL
Peningkatan
VLDL
Asam nikotinat
Tipe V Diabetes Peningkatan
produksi VLDL
dan penurunan
LPL
Peningkatan
VLDL dan
kilomikron
Nicotinic acid,
Gemfibrozil
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 103
5
Universitas Indonesia
2.2.2. Hiperlipidemia Sekunder
Hiperlipidemia sekunder, yang biasanya terjadi pada orang dewasa
mencapai prevalensi 40% dari seluruh kasus hiperlipidemia. Penyebab sekunder
yang paling sering adalah gaya hidup dengan asupan makanan yang berlebihan
lemak jenuh, kolesterol, dan lemak trans dalam jumlah besar. Penyebab sekunder
lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang berlebihan, penyakit
ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary cirrhosis, dan penyakit hati
kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti tiazid, β-blockers, retinoid, ARV,
estrogen dan progestin, serta glukokortikoid.
[Sumber: DiPiro, et al., 2005]
Gambar 2.2 Penyebab sekunder hiperlipidemia
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 104
6
Universitas Indonesia
2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia (Dipiro, 2005)
Berikut ini adalah faktor resiko dari peningkatan level LDL yang setara
degan peningkatan resiko PJK :
1. Usia
Pria : ≥ 45 tahun
Wanita : ≥ 55 tahun atau pada kondisi menopause prematur tanpa terapi
pengganti estrogen
2. Riwayat keluarga dengan PJK prematur
Mengalami infark miokard atau kematian mendadak sebelum usia 55 tahun
untuk ayah atau garis keluarga ayah tingkat pertama atau sebelum 65 tahun
untuk ibu atau garis keluarga ibu tingkat pertama
3. Diabetes, juga sebagai faktor resiko PJK
4. Merokok
5. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau menggunakan medikasi antihipertensi)
6. Nilai HDL rendah ( < 40 mg/dL)
Nilai HDL ≥ 60 mg/dL dihitung sebagai “faktor resiko negatif”.
2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis
Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia merupakan suatu kondisi, bukan
merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Manifestasi
klinik dapat terlihat setelah pemeriksaan klinik di laboratorium. Pada tahap lebih
lanjut, beberapa symptom yang mungkin timbul antara lain terjadinya
penyimpanan lemak pada otot dan kulit (xantoma) dan arteri (arteroma).
Hiperlipidemia diklasifikasikan oleh Fredrickson-WHO berdasarkan pola
elektroforesis atau ultrasentrifugasi menjadi beberapa tipe, yaitu tipe I, IIa, IIb, III,
IV, dan V.
Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe hiperkolesterolemia
Hiperlipoproteinemia Keterangan
Tipe I Disebut juga hyperchylomicronemia familial, merupakan
bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait dengan defisiensi
lipoprotein lipase sehingga terjadi peningkatan kilomikron.
Pada tipe ini ditandai dengan pankreatitis dan nyeri
abdominal,muncuknya xantomatosis kutaneus, dan
hepatosplenomegali.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 105
7
Universitas Indonesia
Tipe IIa Disebut juga hiperkolestrolemia,merupakan bentuk
hiperlipoproteinemia yang terkait dengan peningkatan
kadar LDL, ditandai dengan xantoma tendon, xanthelasma,
dan premature penyakit kardiovaskular.
Tipe IIb Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait
dengan peningkatan LDL dan VLDL.
Tipe III Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait
dengan peningkatan IDL. Pada tipe ini ditandai dengan
xantoma striata palmaris, tuberose xantoma, dan
aterosklerosis parah yang melibatkan arteri koroner, carotid
internal, dan aorta abdominal.
Tipe IV Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait
dengan peningkatan VLDL. Pada tipe ini sering dialami
oleh pasien dewasa obesitas, diabetes, dan hiperurisemia,
dan tidak memiliki xantoma.
Tipe V Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait
dengan peningkatan VLDL dan kilomikron. Pada tipe ini
ditandai dengan nyeri abdominal, pankreatitis, munculnya
xantoma, dan polineuropati perifer. Pasien dengan tipe ini
biasanya obesitas, hiperurisemia, dan diabetes.
Pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserisa direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia lebih dari 20 tahun dan
setidaknya dilakukan 5 tahun sekali. Kolesterol total tersusun atas turunan
kolesterol dari LDL, VLDL, dan HDL. Pemeriksaan HDL berguna ketika
kolesterol plasma meningkat. Pengukuran sebaiknya dilakukan setelah pasien
berpuasa selama 12 jam atau lebih, hal ini penting karena jumlah trigliserida dapat
meningkat pada individu yang tidak berpuasa sedangkan total kolesterol tidak
terlalu berpengaruh pada individu yang berpuasa.
Pemeriksaan dilakukan dua kali, 1 sampai 8 minggu secara terpisah,
dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan tidak memiliki
penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman dan untuk
mendapatkan data dasar yang dapat diepercaya. Jika total kolesterol lebih dari 200
mg/dl, dianjurkan melakukan pemeriksaan kedua dan jika nilainya lebih dari 300
mg/dl secara terpisah, harus menggunakan tiga nilai untuk nilai rata-ratanya.
Setelah diketahui adanya abnormalitas pada lipid, hal utama yang harus
dievaluasi selanjutnya adalah sejarah pasien (usia, jenis kelamin, jika wanita,
perhatikan siklus menstruasi dan perubahan estrogen), pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 106
8
Universitas Indonesia
Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan sebagai
berikut:
1). Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit kardiovaskuler.
2). Sejarah keluarga mengenai adanya penyakit kardiovaskuler premature atau
gangguan lipid.
3). Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia (termasuk pengobatan yang
sedang dijalani).
4). Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pankreatitis,
penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aorta
abdomen, atau penyakit pembuluh darah otak (stroke, iskemia).
Jika pemeriksaan fisik dan sejarah tidak cukup untuk mendiagnosis
penyakit familial, maka digunakan metode elektroforesis lipoprotein gel-agarosa
untuk memeriksa kelas mana yang akan mempengaruhi lipoprotein. Jika nilai
trigliserida di bawah 400 mg/dl dan baik hiperlipidemia tipe III atau kilomikron
tidak terdeteksi dengan elektroforesis, maka salah satunya dapat menghitung
konsentrasi LDL atau VLDL. VLDL = trigliserida/5, LDL = kolesterol total –
(VLDL + HDL). Uji awal menggunakan kolesterol total untuk menemukan
masalah tetapi manajemen yang berhubungan harus didasarkan pada konsentrasi
LDL. Untuk menghitung konsentrasi LDL dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
Tabel 2.3 menunjukkan klasifikasi nilai total kolesterol, LDL, HDL dan
trigliserida.
Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan Trigliserida.
Kolesterol Total
< 200 mg/dl Diinginkan
200 – 239 mg/dl Cukup Tinggi
> 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol LDL
< 100 mg/dl Optimal
100 – 129 mg/dl Jauh atau di atas optimal
130 – 159 mg/dl Cukup tinggi
160 – 189 mg/dl Tinggi
> 190 mg/dl Sangat Tinggi
Kolesterol LDL = kolesterol total – kolesterol HDL – trigliserida/5
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 107
9
Universitas Indonesia
Kolesterol HDL
< 40 mg/dl Rendah
> 60 mg/dl Tinggi
Trigliserida
< 150 mg/dl Normal
150 – 100 mg/dl Cukup Tinggi
200 – 499 mg/dl Tinggi
> 500 mg/dl Sangat Tinggi
2.5 Sasaran Terapi
Tujuan yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan kolesterol
total dan LDL untuk menguranggi resiko pertama atau berulang dari infark
miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain pada penyakit
arterial perifer seperti karotid stenosis atau aneurisme aortik abdominal.
Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi perubahan gaya
hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori resiko berbeda Kategori Resiko Sasaran LDL Tingkat LDL untuk
Inisiasi PGH (mg/dL)
Tingkat LDL untuk
Terapi Obat (mg/dL)
PJK atau resiko
PJK
(resiko 10 tahun >
20%)
< 100 ≥ 100 ≥ 130 (100-129; obat
terpilih)a
2+ Faktor resiko
(resiko 10 tahun ≤
20%)
< 130 ≥ 130 Resiko 10 tahun 10-
20%; ≥ 130 resiko 10
tahun < 10%; ≥ 160
0-1 Faktor resikob < 160 ≥ 160 ≥ 190 (160-189; obat
pilihan penurun LDL) a Beberapa ahli menyarankan penggunaan obat penurun LDL untuk kategori ini jika kadar
kolesterol LDL ≤ 100mg/dL tidak dapat diraih dengan PGGH. Kebaikan lain pilihan obat ini
karena memodifikasi kadar trigliserida dan HDL, contoh asam nikotinat atau fibrat. Pernyataan
klinik menyebutkan penundaan terapi obat untuk subkategori ini. b Kebanyakan orang dengan faktor resiko 0-1 memiliki faktor resiko 10 tahun kurang dari 10%,
resiko 10 tahun pada orang faktor resiko 0-1 ditaksir tidak penting.
2.5.1. Terapi Non-Farmakologi
Terapi perubahan gaya hidup dimulai sejak awal kedatangan dan termasuk
terapi diet, pengurangan berat badan serta peningkatan aktivitas fisik.
1. Diet
Terapi diet yang objektif adalah menurunkan langsung konsumsi lemak total,
lemak jenuh dan kolesterol untuk mendapatkan berat badan yang sesuai. Konsumsi
kolesterol dan asam lemak yang berlebihan menyebabkan pengurangan klirens
hepatik LDL dan deposisi LDL serta oksidasi LDL dalam jaringan lemak.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 108
10
Universitas Indonesia
Peningkatan konsumsi serat larut dalam bentuk oat, pektin, gum dan psyllium
dapat membantu penurunan kolesterol total dan LDL sebesar 5-20%, tetapi perubahan
makanan atau suplemen seharusnya tidak digantikan untuk pengobatan dengan
sediaan yang lebih aktif. Serat ini hanya memiliki efek yang sedikit atau tidak sama
sekali terhadap konsentrasi kolestorel HDL atau trigliserida. Serat ini juga boleh
digunakan untuk pengaturan konstipasi yang berhubungan dengan resin asam
empedu.
Pencernaan 2-3 g/hari tanaman sterol dan stanol akan mengurangi LDL 6-
15%. Zat ini terdapat pada margarin di pasaran. Zat tambahan dari minyak ikan
memiliki efek yang cukup besar dalam pengurangan trigliserida dan kolesterol
VLDL, tetapi zat ini tidak memiliki efek untuk kolesterol total dan LDL atau dapat
meningkatkan fraksi ini.
Jika seluruh terapi diet ini dilakukan, perkiraan penurunan rata-rata LDL
berkisar antara 20-30%. Induksi penurunan berat badan hingga 10% harus
didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien yang kelebihan berat badan.
2. Aktivitas Fisik
Pada umumnya, aktivitas fisik teratur dan tidak terlalu berat, yaitu 30 menit
tiap harinya untuk sebagian besar hari dalam seminggu harus diusahakan. Setidaknya
untuk tiap latihan dapat mengeluarkan 200 kkal/hari.
3. Berhenti Merokok
Setiap pasien harus dianjurkan untuk berhenti merokok.
Tabel 2.5 Komponen esensial untuk terapi perubahan gaya hidup
Komponen Rekomendasi
Lemak Total 25-35% Kalori total
Lemak Jenuh <7% dari kalori total
Makanan berkolesterol < 200 mg/hari
Tanaman stanol/sterol 2 g/hari
Peningkat serat 10-25 g/hari
Karbohidrat 50-60% kalori total
Protein ± 15% kalori total
Total kalori Untuk meraih dan memelihara bobot badan yang
diinginkan
Aktivitas fisik Olahraga sedang yang cukup, setidaknya
mengeluarkan 200 kkal/hari
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 109
11
Universitas Indonesia
2.5.2. Algoritma Terapi Umum
[Sumber: National Cholesterol Education Program, 2001]
Gambar 2.3. Algoritma Terapi Umum untuk Hiperlipidemia
Keterangan Algoritma :
1. Pasien dengan dislipidemia, CHD, atau berisiko tinggi CHD
a. Penyebab sekunder tingkat lipid abnormal sebaiknya dipertimbangkan
dan diobati bila perlu.
b. Pasien dengan riwayat aterosklerosis non-koroner (termasuk penyakit
karotid vaskuler oklusif, aneurisme aorta abdominal, atau penyakit
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 110
12
Universitas Indonesia
vaskuler perifer) atau yang memiliki diabetes berisiko tinggi terkena
CHD.
2. Hitung 10-Year Risk for CHD
Faktor risiko penyakit jantung koroner sebaiknya dipertimbangkan dalam
evaluasi 10-year risk pada skrining pasien hiperkolesterolemia. The National
Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (ATP III)
mendefinisikasn risiko tinggi sebagai dua atau lebih faktor risiko CHD, yang
mengarah pada guideline (National Cholesterol Education Program, 2001
[Guideline]). Faktor risiko tersebut adalah:
a). Pria usia 45 atau lebih dan wanita usia 55 atau lebih. Orang tua dan pria
berisiko lebih besar terkena CHD dibanding orang muda dan wanita.
b). Keluarga dengan riwayat penyakit jantung koroner dini
c). Sedang merokok.
d). Hipertensi, tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (dikonfirmasi dengan
pengukuran pada beberapa kali) atau sedang menjalani pengobatan
antihipertensi.
e). Kadar kolesterol HDL rendah (kurang dari 40 mg/dL).
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 111
13
Universitas Indonesia
[Sumber: American Medical Association, 2001]
Gambar 2.4 Penilaian Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK)
2.5.3. Terapi Farmakologi
2.5.3.1 Terapi Farmakologi Secara Umum
Tujuan yang ingin dicapai pengobatan ini adalah penurunan kolesterol
total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 112
14
Universitas Indonesia
miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia atau kejadian lain pada
penyakit arterial perifer seperti carotid stenosis atau aneurisme aortic abdominal.
Meskipun banyak obat penurun lipid, tidak ada yang efektif untuk semua
gangguan lipoprotein, dan semua agen tersebut dikaitkan dengan beberapa efek
samping. Obat penurun lipid secara luas dapat dibagi menjadi: (1) agen yang
menurunkan sintesis VLDL dan LDL, (2) agen yang meningkatkan klirens VLDL,
(3) agen yang meningkatkan katabolisme LDL, (4) agen yang mengurangi
penyerapan kolesterol, (5) agen yang meningkatkan HDL, atau beberapa
kombinasi dari karakteristik tersebut. Tabel 1.2 adalah daftar obat pilihan yang
direkomendasikan untuk setiap fenotipe lipoprotein dan agen alternatif serta terapi
kombinasinya.
Tabel 2.6 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein
Obat Mekanisme Kerja Efek terhadap
Lemak
Efek terhadap
Lipoprotein
Kolestiramin,
kolestipol, dan
kolesevelam
Niasin
↑ Katabolisme
LDL
↓ Absorpsi
kolesterol
↓ Sintesis LDL,
dan
VLDL
↓ Kolesterol
↓Trigliserida dan
kolesterol
↓ LDL
↑ VLDL
↓VLDL,↓LDL,↑H
DL
Gemfibrozil,
finofibrat
↑Klirens VLDL
↓Sintesis VLDL
↑Katabolisme
LDL
↓Trigliserida dan
kolesterol
↓LDL
Lovastatin,
Pravastatin,
Simvastatin,
Fluvastatin,
Atorvastatin,
Rovusastatin
Ezetimib
↓Sintesis LDL
Menghambat
absorbsi
kolesterol
membatasi saluran
cerna
↓Kolesterol ↓LDL
Tabel 2.7 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan
Tipe
Lipoprotein
Pilihan Obat Terapi Kombinasi
I Tidak diindikasikan -
IIa Statin
Kolestiramin atau Kolestipol
Nicain
Niacin atau BAR*
Statin atau niacin
Statin atau BAR
Ezetimib
IIb Statin
Fibrat
Niacin
BAR atau fibrat atau niacin
Statin atau niacin atau BAR
Statin atau fibrat
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 113
15
Universitas Indonesia
Ezetimib
III Fibrat
Niacin
Statin atau niacin
Statin atau fibrat
Ezetimib
IV Fibrat
Niacin
Niacin
Fibrat
V Fibrat
Niacin
Niacin
Minyak ikan *BAR, bile acid resins (resin pengikat asam empedu), termasuk gemfibrozil atau fenofibrat. BAR
tidak digunakan untuk terapi pertama jika trigliserida meningkat pada nilai awalnya, karena
hipertrigliria dapat diperburuk oleh BAR tunggal.
2.5.3.2 Obat Hiperlipidemia
Statin merupakan pilihan pertama karena mereka adalah agen penurunLDL
paling ampuh. Saat ini produk yang tersedia termasuk lovastatin, pravastatin,
simvastatin, fluvastatin, dan atorvastatin. Rosuvastatin adalah statin paling ampuh
saat ini di pasaran.Waktu paruh plasma semua statin yang dilaporkan pendek,
kecuali untuk atorvastatin dan rosuvastatin, yang mungkin menjelaskan mengapa
keduanya memiliki potensi yang besar.
Keputusan untuk menggunakan terapi obat pada hiperlipidemia harus
didasarkan pada kelainan metabolisme spesifik dan potensinya yang
menyebabkan aterosklerosis atau pankreatitis. Diet merupakan tambahan yang
diperlukan untuk terapi obat dan sebaiknya dilanjutkan untuk mencapai potensi
pada obat yangsempurna. Terapi obat pada hiperlipidemia sebaiknya dihindari
pada wanita yang mungkin akan hamil atau sedang menyusui.
1. Inhibitor HMG Co-A Reduktase (Statin)
Statin menghambat HMG CoA reductase, yaitu langkah yang membatasi
pada biosintesis kolesterol. Perubahan ini menghasilkan penurunan kadar
kolesterol LDL. Inhibisi sintesis kolesterol menurunkan kandungan kolesterol
hepatik, menghasilkan peningkatan ekspresi reseptor LDL untuk mempertahankan
LDL intraseluler melalui mekanisme homeostatis yang menurunkan kadar
kolesterol LDL serum. Namun, sitokrom P450 7A1 (CYP7A1, kolesterol 7α-
hidroksilase), yang spesifik untuk hati, merubah kolesterol intraselular menjadi
asam empedu, yang menyebabkan penurunan kolesterol di hati. IDL dan VLDL
remnant juga dihilangkan melalui reseptor LDL yang menyebabkan penurunan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 114
16
Universitas Indonesia
trigliserida kaya protein. Statin juga menurunkan pelepasan lipoprotein hepatik ke
sirkulasi melalui penghilangan oleh reseptor LDL. Kolesterol disintesis dari asetil-
CoA. Sintesis mevalonat, yang dimediasi oleh HMG-CoA reduktase, merupakan
langkah yang membatasi, yang mengatur sintesis kolesterol.
Tabel 2.8 Dosis Statin
Obat Bentuk sediaan Dosis harian Dosis maksimum harian
Lovastatin
(Mevacor)
Tablet 20 dan 40
mg
20-40 mg 80 mg
Pravastatin
(Pravachol)
Tablet 10 dan 20
mg
10-20 mg 40 mg
Simvastatin
(Zocor)
Tablet 5, 10, 20,
40, dan 80 mg
10-20 mg 80 mg
Atorvastatin
(Lipitor)
Tablet 10 mg 10 mg 80 mg
Rosuvastatin
(Crestor)
Tablet 5 dan 10
mg
5 mg 40 mg
Waktu yang paling baik untuk meminum obat jenis Statin adalah malam
hari. Ini dikarenakan tubuh mulai mensintesis kolesterol saat asupan dari luar
berkurang, yaitu malam hari sebelum tidur. Semua obat dalam kelas statin harus
dikonsumsi malam hari kecuali Atorvastatin(Lipitor) dan Rosuvastatin(Crestor).
Kedua obat ini mempunyai efek kerja yang lebih lama sehingga bisa dikonsumsi
kapan saja. Obat lainnya (Simvastatin (Zocor), Pravastatin (Pravachol), dan
Fluvastatin (Lescol) memiliki efek kerja yang lebih singkat karena klirens hepatik
yang tinggi serta waktu paruh yang pendek. Alhasil bila dikonsumsi pada pagi
atau siang hari maka obat tersebut telah berhenti bekerja saat tubuh mulai
memproduksi kolesterol.
Secara umum, terapi statin dianggap aman karena efek samping merugikan
berat yang jarang terjadi. Kendati demikian pada beberapa kasus pasien mungkin
akan mengalami intoleransi terhadap statin. Secara khusus, statin menginduksi
terjadinya miopati, yang merupakan salah satu efek samping yang paling
merugikan pada penggunaan statin. Selain ini adanya peningkatan
aminotransferase serum, dianggap sebagai manivestasi adanya toksisitas hati.
Pada dasarnya efek samping merugikan statin dapat dihentikan dengan
penghentian penggunaan obat statin tersebut.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 115
17
Universitas Indonesia
Statin dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, kolestasis dan
miopati serta pada ibu hamil dan menyusui. Statin juga dapat berinteraksi dengan
antikoagula oral dan digoksin dengan meningatkan efek kedua obat tersebut.
Peningkatan resiko suatu miopati atau rhabdomiolisis juga terjadi pada pemberian
bersama dengan immunosupresan, fibrat, asam nikotinat dan eritromisin.
2. Niasin (Asam Nikotinat)
Niasin atau vitamin B3 merupakan vitamin larut air yang berpotensi
sebagai obat hiperlipidemia yang terbukti dapat mengurangi low-density
lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta meningkatkan high density lipoprotein
(HDL). Mekanisme kerja niasin yaitu dengan menghambat perpindahan asam
lemak bebas dari jaringan adiposa menuju hati sehingga menyebabkan penurunan
sintesis dan sekresi very-low-density lipoprotein (VLDL) dan konversi VLDL
menjadi low-density lipoprotein (LDL). Niasin juga dapat meningkatkan
konsentrasi high-density lipoprotein (HDL) sebesar 30% dengan menurunkan
katabolisme HDL.
Dosis niasin dimulai dengan dosis yang sedang misalnya 250 sampai 500
mg dua kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan sebesar 1000 mg sampai maksimal
3000 mg per hari. Namun pada dosis 3000 mg per hari kemerahan pada kulit
dapat terjadi.
Efek samping dari niasin adalah kemerahan pada kulit yang terjadi pada
kurang lebih 90% pasien. Untuk mengurangi kemerahan pada kulit pasien dapat
diberikan 325 mg aspirin dikonsumsi 30-60 menit sebelum konsumsi niasin.
Pasien dapat juga disarankan untuk konsumsi niasin setelah makan dan tidak
diminum dengan air panas. Beberapa efek samping niasin lainnya tercantum pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2.9 Efek Samping Niasin
Kulit Memerah, kulit kering, pruritus, ichtyosis, acanthosis nigricans
Mata Konjungtivitis, edema makula, pelepasan retina
Pernapasan Hidung tersumbat
Saluran cerna Mulas, diare
Jantung Aritmia supreventrikular
Hati Hepatitis dengan mual dan kelelahan
Otot Myosistis
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 116
18
Universitas Indonesia
Niasin dikontraindikasikan untuk pasien penyakit liver aktif karena dapat
memperburuk gout dan diabetes yang telah ada.
3. Asam Fibrat (Gemfibrozil, Fenofibrat, Klofibrat)
Obat-obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor Peroxisome
prolifertor-activated receptor (PPARs), yang mengatur transkripsi gen. Akibat
interaksi dengan PPAR isotipe α (PPARα), maka terjadilah peningkatan sintesis
LPL, dan penurunan ekspresi Apo C III. Peninggian kadar LPL meningktkan
klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo CIII akan
menurunkan VLDL. HDL meningkat karena peningkatan ekspresi Apo A1 dan
Apo AII. Klofibrat kurang efektif dibandingkan dengan gemfibrozil atau niasin
dalam menurunkan produksi VLDL.
Obat-obat turunan asam fibrat merupakan obat pilihan untuk kondisi
Trigliserida sangat tinggi dan LDL tinggi, atau Trigliserida tinggi dan HDL
rendah. Penyakit hati dan gagal ginjal yang parah serta pasien yang hipersensitif
terhadap obat ini.
Dosis Gemfibrozil 600 mg 2x sehari, diminum setengah jam sebelum
makan pagi dan makan malam. Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari.
Klofibrat diminum 2-4 kali sehari dengan dosis total 2 g/hari.
Golongan asam fibrat umumnya ditoleransi secara baik. Efek samping
yang paling sering ditemukan adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah,
diare, perut kembung). Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,
alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah, gangguan irama
jantung.
Peningkatan toksisitas bila digunakan bersama statin, siklosporin,
furosemid, MAO Inhibitor, dan probenesid. Penurunan efek bila digunakan
bersama resin dan rifampin. Golongan fibrat dapat meningkatkan efek
klorpropamid, furosemid, sulfonylurea, dan warfarin.
4. Bile Acid Resin/BAR (Resin pengikat asam empedu)
Asam empedu yang merupakan metabolit kolesterol, dalam keadaan
normal direabsorpsi dalam jejenumdan ileum dengan efisiensi sekitar 95%.
Peningkatan bersihan mencerminkan peningkatan konversi kolesterol menjadi
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 117
19
Universitas Indonesia
asam empedu dalam hati melalui 7α-hidroksilasi, yang dalam keadaan normal
dikontrol oleh umpan balik negative asam empedu.
Mekanisme kerja obat ini merupakan resin (damar) penukar ion yang
bersifat basa, yang mempunyai afinitas tinggi terhadap asamempedu. Asam
empedu akan diikat oleh resin ini, membentuk senyawa yang tidak larut dan tak
dapat direabsorbsi untuk selanjutnya diekskresi melalui feses. Dengan demikian
ekskresi asamempedu yang biasanya sedikitakibat peredaran darah enterohepatik,
dapat ditingkatkan hampir 10 kalinya. Kekurangan asam empedu didapat dari
sintesis baru dari kolesterol (yang terdapat dalam LDL), dengan demikian kadar
LDL plasma menurun.
Penggunaan: obat ini (yang biasa dikombinasi dengan diet atau niasin)
adalah obat-obat pilihan dalam mengobati hyperlipidemia tipe IIa dan IIb. Efek
samping pada gastrointestinal yaitu, konstipasi, mual dan kembung (flatulen),
mengganggu absorbsi vitamin larut lemak (A,D,E,K) pada resin dosis tinggi.
Berinteraksi dengan Tetrasiklin, Fenobarbital, Digoksin, Warfarin,
Pravastatin, Fluvastatin, Aspirin dan Diuretik Tiazid dengan mengganggu
absorbsinya dalamusus. Karena itu, obat-obat tersebut harus diminum 1-2 jam
sebelum atau 4-6 jam setelah obat resin pengikat empedu diminum.
Kolestipol dan kolestiramin adalah preparat granular yang tersedia
dalambungkus 5 g dan 4 g, berturut-turut, dalam bubuk atau sebagai tablet
peningkatan dosis secara bertahap dari 5 gram atau 4 gram/hari sampai 20
gram/hari secara oral. Jumlah dosis 30-32 gram/hari mungkin diperlukan untuk
efek maksimum. Dosis biasa untuk anak 10-20 g/hari. Resin dicampurkan dengan
sari buah atau air yang dibiarkan terhidrasi selama 1 menit. Harus diminum 2 atau
3 dosis bersama makanan.
5. Omega-3
Minyak ikan, kaya akan asam lemak omega-3 yaitu asam eicosapentaenoic
(EPA) dan asam decosahexaenoic (DHA). Minyak ikan menurunkan sintesis
VLDL. Dengan demikian dapat juga menurunkan kadar kolesterol. Obat ini
dipasarkan dalam bentuk kapsul dengan dosis yang tergantung dari jenis asam
lemak omega – 3.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 118
20
Universitas Indonesia
Dosis obat tergantung dari jenis kombinasi asam lemak. Sebagai contoh
Maxepa yang terdiri atas 18% asam eicosapentaenoic dan 12% asam
decosahexaenoic diberikan dengan dosis 10 kapsul sehari.
6. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat hiperlipidemia yang bekerja dengan
menghambat absorpsi kolesterol dari makanan dalam usus. Ezetimibe berikatan
dengan protein NPC1L1 pada sel epitel usus. Karena absorpsi kolesterol menurun
maka kadar VLDL dan LDL dalam tubuh juga menurun. Ezetimibe digunakan
untuk mengobati kolesterol tinggi dan hanya bagian dari program pengobatan
lengkap yang juga mencakup diet, olahraga, dan pengendalian berat badan,
kadang-kadang diberikan dengan obat penurun kolesterol lainnya.
Ezetimibe merupakan pengobatan alternatif yang memblokir sekitar 55%
dari penyerapan kolesterol dalam usus dan mengurangi kembalinya kolesterol dari
usus ke hati. Data yang disajikan pada pertemuan American Diabetes Association
2005 tahunan pada pemakaian bersamaan ezetimibe / simvastatin tablet
menunjukkan penurunan LDL-C tingkat 52% dan non-HDL-C tingkat sekitar
48%. Ezetimibe menjadi obat baru dengan berdampak tidak hanya LDL-C, tetapi
tingkat HDL-C juga.
Diindikasikan untuk hiperkolesterolemia, sitosterolemia homozigot, dan
hiperkolesterolemia familial homozigot. Dosis 10 mg/ hari dapat diberikan setelah
atau sebelum makan. Dikontra indikasikan pada pasien hipersensitif dan gangguan
ginjal serta hati. Kombinasi ezetimibe dan statin dikontraindikasikan untuk wanita
hamil dan menyusui. (FDA kehamilan kategori C).
Efek samping yaitu Pembentukan batu empedu karena peningkatan sekresi
asam empedu, diare, athralgia, sinusitis, nyeri perut dan punggung. Dalam kasus
yang jarang terjadi, obat penurun kolesterol dapat menyebabkan suatu kondisi
yang mengakibatkan kerusakan jaringan otot rangka. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal ginjal. Jika memiliki nyeri otot yang tidak dapat dijelaskan
atau nyeri, kelemahan otot, demam atau gejala flu, dan urin berwarna gelap harus
segera hubungi dokter.
Ezetimibe tidak digunakan saat pemakaian cholestyramine (Prevalite,
Questran), colestipol (Colestid), atau colesevelam (Welchol), dikarenakan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 119
21
Universitas Indonesia
zetimibe dapat menurunkan AUC dari kolestiramin. Tunggu minimal 4 jam
setelah mengambil salah satu obat-obatan sebelum menggunakan ezetimibe, atau
gunakan Ezetimibe 2 jam sebelum mengambil salah satu obat-obatan lainnya.
Siklosporin dapat menurunkan kadar ezetimibe. Pada kombinasi ezetimibe dan
statin harus diperiksa fungsi hati pasien.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 120
22 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 – 26 April 2013 yang bertempat di
Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Resep yang akan dikaji adalah resep yang mengandung obat
antihiperlipidemia simvastatin generik pada periode bulan Oktober 2012 hingga
Maret 2013. Resep-resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin
selama periode bulan tersebut didata jumlah dan tanggalnya dari buku resep dan
kartu stok harian. Kemudian resep yang memenuhi kriteria dikumpulkan dan
dilakukan pengkajian selanjutnya.
3.3 Metode Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dicatat kemudian dihitung frekuensi
peresepannya. Data tersebut kemudian dilakukan rekapitulasi dan analisis data
yang disesuaikan dengan literatur.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 121
23 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Atrika, dilakukan pengkajian resep yang mengandung obat antihiperlipidemia
simvastatin yang diterima oleh Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 –
Maret 2013. Tujuannya adalah untuk mengetahui profil peresepan dan
penggunaan obat antihiperlipidemia simvastatin di apotek ini. Dengan demikian,
diharapkan dapat diketahui frekuensi pembelian obat simvastatin selama periode
tersebut. Simvastatin yang dilakukan pengkajian adalah simvastatin 10 mg
generik, karena simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika dan banyak
diresepkan adalah jenis generik.
Rekapitulasi resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin
di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013 dapat dilihat pada
Tabel 4.1. Selama periode tersebut, jumlah resep yang mengandung obat
antihiperlipidemia simvastatin adalah 10 resep.
Tabel 4.1. Rekapitulasi Resep yang Mengandung Obat Antihiperlipidemia
Simvastatin di Apotek Atrika Periode Oktober 2012 – Maret 2013
Simvastatin 10 mg Resep Penjualan Bebas
Tanggal/bulan/tahun
1/10/2012 1/10/2012
3/10/2012 8/10/2012
31/10/2012 18/10/2012
16/11/2012 24/10/2012
10/12/2012 3/11/2012
26/12/2012 4/11/2012
29/12/2012 9/11/2012
22/3/2013 19/11/2012
20/11/2012
3/12/2012
18/12/2012
21/12/2012
2/1/2013
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 122
24
Universitas Indonesia
8/1/2013
1/2/2013
4/2/2013
8/2/2013
1/3/2013
2/3/2013
5/3/2013
15/3/2013
22/3/2013
Jumlah Penjualan 8 resep 22 tanpa resep/bebas
Dari hasil pengkajian resep yang diterima Apotek Atrika selama periode
Oktober 2012 – Maret 2013, terdapat 8 pasien yang menebus obat simvastatin
menggunakan resep, sementara penjualan terbanyak yaitu 22 pasien hanya
melakukan penjualan bebas. Seperti diketahui penyakit hiperlipidemia ini adalah
penyakit degeneratif yang terapinya berlangsung terus menerus sepanjang hidup
pasien, sehingga pasien perlu meminum obatnya sepanjang hidupnya. Oleh karena
itu pasien cenderung hanya membawa resep pada kali pertama ia berobat ke
dokter diawal masa sakitnya, dan setelah itu pasien cenderung langsung membeli
obat yang sama secara bebas di apotek tanpa melakukan pemeriksaan ke dokter
kembali terlebih dahulu.
Frekuensi penjualan obat antihiperlipidemia simvastatin oleh pasien
dengan menggunakan resep ataupun pembelian bebas selama periode Oktober
2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika dapat dilihat pada Gambar 4.1. Jumlah resep
yang mengandung simvastatin terbanyak berada pada bulan Oktober dan
Desember 2012 masing-masing sebanyak 2 lembar resep. Sementara itu, pada
bulan Januari dan Februari 2013 Apotek Atrika tidak menerima resep yang
mengandung obat simvastatin. Untuk penjualan bebas, dari 6 bulan periode
analisis menunjukkan selalu ada penjualan obat simvastatin secara bebas tanpa
menggunakan resep, dimana penjualan bebas terbanyak adalah pada bulan
November 2012 dan Maret 2013 masing-masing dengan 5 penjualan obat.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 123
25
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Frekuensi penjualan Obat Antihiperlipidemia Simvastatin
menggunakan resep dan bebas selama Periode Oktober 2012 –
Maret 2013 di Apotek Atrika
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam terapi hiperlipidemia adalah
terapi secara non-farmakologi yaitu terapi perubahan gaya hidup. Perubahan gaya
hidup yang dimaksud berupa diet, aktivitas fisik dan berhenti merokok. Terapi
diet yang objektif adalah menurunkan langsung konsumsi lemak total, lemak
jenuh dan kolesterol untuk mendapatkan berat badan yang ideal. Peningkatan
konsumsi serat larut air dalam bentuk oat, pektin, gum dan psyllium dapat
berpengaruh dalam menurunkan kolesterol total dan LDL sebesar 5-20%.
Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah yang teratur dan tidak terlalu berat, yaitu
sekitar 30 menit setiap harinya dan diusahakan dilakukan dalam seminggu. Pasien
yang merokok juga harus menghentikan kebiasaan merokoknya untuk
memperbaiki kesehatan pembuluh darahnya. Komponen esensial untuk terapi
perubahan gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Setelah terapi non-farmakologi dilakukan dan masih belum mencapai
tujuan pengobatan, dilakukan terapi farmakologi untuk menurunkan kolesterol
total dan LDL yang dapat mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark
miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain. Tidak ada obat
penurun lipid yang efektif untuk semua gangguan lipoprotein, sehingga
pemilihannya harus sesuai dengan manifestasi kliniknya.
0
1
2
3
4
5
6
Okt-12 Nov-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13
Ju
mla
h P
enju
ala
n
Bulan
Frekuensi Penjualan Obat
Antihiperlipidemia Simvastatin
Penjualan Resep
Penjualan Bebas
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 124
26
Universitas Indonesia
Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai cara konseling dari
salah satu contoh resep obat dari 8 resep obat antihiperlipidemia simvastatin yang
diterima di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013, yaitu yang
mengandung simvastatin 10 mg generik. Resep yang dipilih untuk dibahas dan
diberikan cara konselingnya yaitu resep GKI (Gereja Kristen Indonesia) tanggal 1
Oktober 2012 dan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
ATRIKA Jl. Kartini raya No. 34 A Jakarta Pusat 10750
A P O T I K 629 8888
Copy Resep : Unit Farmasi St. Carolus 24/9/12 no.00248
Resep Dr. : Parlin Tgl, 5 – 12 – 12
Untuk : Ny. Yu Hun Nio No. GKI
Jakarta, 1 – 10 – 12
R/ Acid Folic No. XX
S1 dd 1 det orig
R/ Leparson No. XC
S3 dd 1 det orig
R/ Simvastatin No. XXX
S 0-0-1 det orig
ATRIKA
A P O T I K
Gambar 4.2 Ketikan Ulang Resep tanggal 1 Oktober 2012
Di dalam resep yang dituliskan pada tanggal 1 Oktober 2012 tersebut
terdapat Asam Folat, Leparson dan Simvastatin. Informasi mengenai obat-obat
dalam resep tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 125
27
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Informasi obat-obat yang tertulis di resep
Nama Obat
Kandungan
Indikasi
Dosis Efek Samping
Kontraindikasi
Asam Folat Asam folat
1 mg
Defisiensi asam
folat, suplemen
selama masa
hamil dan
laktasi, kondisi
dimana
kebutuhan asam
folat meningkat,
anemia
megaloblastik
karena
defisiensi asam
folat, inflamasi
kronik.
Defisiensi
asam folat
Dosis awal:
0.25-1
mg/hari,
dosis
lanjutan:
0.25-0.5
mg/hari.
Hamil atau
menyusui :
0.5-1
mg/hari.
Anemia
megaloblastik
0.5-1 mg/hari
Reaksi alergi
atau
hipersensitivitas
Anemia
Pernisiosa
Leparson®
Levodopa
100 mg,
Benserazid
HCl 25 mg
Penyakit
Parkinson,
kecuali yang
diinduksi oleh
obat.
Awal : 3-4 x
½ tab
Pemeliharaan
: 3 x 2 tab
Anoreksia,
artimia,
hipotensi
ortostatik,
diskinesia,
gangguan
gastrointestinal
Glaukoma sudut
sempit, psikosis,
gangguan ginjal,
hati, paru dan
jantung.
Simvastatin Simvastatin
10 mg
Mengurangi
kadar kolesterol
total dan LDL
Awal : 1 x 10
mg
Ringan : 1 x
5 mg
Nyeri
abdominal,
konstipasi,
flatulen,
astenia, nyeri
kepala, mual,
hipersensitif.
Kehamilan dan
menyusui,
penyakit hati
aktif, peningkatan
transaminase
serum,
hipersensitif
[Sumber : ISO Volume 47- 2012/2013]
Berdasarkan resep pasien diatas yaitu Ny. Y yang berjenis kelamin wanita,
dapat disimpulkan ada beberapa penyakit yang diderita oleh pasien, yaitu
hiperlipidemia dan gejala penyakit parkinson. Simvastatin 10 mg diberikan
sebanyak 30 tablet untuk diminum 1 kali pada malam hari, karena signa yang
diberikan oleh dokter adalah S 0 – 0 – 1. Simvastatin bekerja menghambat HMG
Co-A reduktase, yaitu langkah dalam sintesis kolesterol, perubahan ini juga
menghasilkan penurunan kadar kolesterol LDL. Agen antihiperlipidemia ini
diberikan secara tunggal, dan statin merupakan agen penurun kolesterol total dan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 126
28
Universitas Indonesia
LDL yang paling poten dan ditoleransi paling baik. Kolesterol total dan LDL akan
direduksi hingga 30% atau lebih.
Leparson® yang mengandung Levodopa 100 mg dan Benserazid HCl 25
mg diresepkan oleh dokter sebanyak 90 tablet, diberikan 3 kali sehari untuk
mengatasi gejala penyakit parkinson, yang tidak disebabkan oleh obat. Parkinson
adalah gangguan gerak/motorik karena berkurang/hilangnya neuron dopamin di
bagian nigrostiatal yang menghasilkan penurunan aktivitas kortikal dan gangguan
motorik. Gejalanya berupa bradikinesia, ketidakseimbangan, tremor saat istirahat,
kekakuan dan gejala lainnya. Leparson tidak berhubungan dengan gejala
hiperlipidemia, oleh karena itu obat ini diberikan untuk mengatasi gejala
parkinson pasien.
Asam folat 1 mg diberikan sebagai suplemen untuk mengatasi gejala yang
dimiliki oleh pasien Ny. Y, dapat berupa defisiensi asam folat, suplemen selama
masa hamil dan laktasi, kondisi dimana kebutuhan asam folat meningkat, anemia
megaloblastik atau pun inflamasi kronik. Asam folat diminum 1 x sehari dapat
diminum dengan atau tanpa makanan.
Dari ketiga obat diatas, yaitu Simvastatin, Leparson®
dan asam folat, tidak
ditemukan adanya interaksi antar obat seperti interaksi farmakodinamik dan
farmakokinetik (The Medical Letter, 2005). Oleh karena itu resep ini dapat
dikatakan rasional dari segi tidak adanya interaksi yang terjadi.
Hiperlipidemia adalah penyakit kronik yang masuk dalam kriteria pasien
yang membutuhkan konseling. Konseling dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman pasien tentang penyakit dan obat-obat yang diterimanya sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat. Dengan pemahaman
tersebut, diharapkan pasien dapat lebih bertanggung jawab dan turut serta dalam
upaya penyembuhan penyakitnya.
Kegiatan konseling yang dilakukan dimulai dengan menanyakan hal-hal
yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
open-ended question. Pertanyaan utama dalam konseling meliputi 3 pertanyaan,
yaitu tentang apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian obat, dan efek yang diharapkan dari obat tersebut. Hal ini dilakukan
untuk mencegah ternyadinya perbedaan antarta informasi yang nantinya diberikan
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 127
29
Universitas Indonesia
apoteker bila dibandingkan dengan apa yang sebelumnya telah dikatakan dokter
kepada pasien. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sedikitnya ada 4
aspek konseling yang harus diberikan, yaitu deskripsi dan kekuatan obat, waktu
dan cara penggunaan obat, efek samping obat, cara penyimpanan obat.
Untuk pasien Ny. Y yang menerima resep pada tanggal 1 Oktober 2012,
perlu diberikan informasi mengenai deskripsi dan kekuatan obat yang terkandung
didalamnya seperti Simvastatin 10 mg sebagai obat hiperlipidemia, Leparson®
yang mengandung Levodopa 100 mg dan Benserazid HCl 25 mg untuk mengatasi
gejala parkinson yand diderita pasien dan asam folat 1 mg sebagai suplemen
dalam kondisi defisiensi asam folat dan kondisi dimana kebutuhan asam folat
meningkat. Hal ini perlu dilakukan untuk mendidik pasien agar sadar terhadap
duplikasi jika diberikan obat lain yang memiliki kandungan zat aktif yang sama.
Selanjutnya diberikan informasi tentang waktu dan cara penggunaan obat.
Simvastatin 10 mg diminum 1 kali sehari dianjurkan diminum pada malam hari
karena tubuh mulai mensintesi kolesterol saat asupan dari luar berkurang, yaitu
pada malam hari sebelum tidur. Leparson®
digunakan 3 kali sehari 1 tablet, dan
karena dalam satu hari terdapat 24 jam, maka diusahakan untuk meminum kedua
obat ini setiap 8 jam sekali. Namun, jika tidak memungkinkan karena jam tidur
yang lebih cepat, maka obat dapat diminum setiap 7 jam sekali, yaitu pada jam 7
pagi, jam 2 siang, dan jam 9 malam sebelum tidur. Leparson® dapat diminum
setengah jam sebelum makan atau 1 jam setelah makan, karena absorbsinya lebih
baik ketika perut keadaaan kosong. Asam folat 1 mg diminum 1 kali sehari 1
tablet, dapat diminum setelah makan. Pasien diminta untuk meminum obat dengan
air putih, tidak dengan teh atau susu untuk mencegah kemungkinan interaksi.
Ketiga obat ini merupakan tablet biasa, sehingga boleh saja dikunyah atau
digerus.
Aspek konseling lain yang harus diberikan adalah efek samping dan cara
penyimpanan obat. Untuk mencegah ketidakpatuhan pasien minum obat,
sebaiknya informasi efek samping obat yang diberikan adalah efek samping obat
yang paling sering muncul. Jika terjadi gejala nyeri perut, konstipasi, flatulen,
nyeri kepala dan mual, maka gejala tersebut adalah efek dari bekerjanya obat
simvastatin sebagai obat hiperlipidemia. Jika terdapat gejala seperti anoreksia,
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 128
30
Universitas Indonesia
artimia, pusing saat berdiri dari posisi duduk (hipotensi ortostatik), gerak tubuh
yang tidak disadari dan gangguan pencernaan, gejala tersebut adalah efek dari
obat parkinson yang diminum yaitu Leparson®, diharapkan pasien untuk perlahan-
lahan jika berdiri dari posisi duduk. Apabila terdapat reaksi alergi setelah
mengkonsumsi asam folat, maka diharapkan pasien menghentikan sementara
konsumsi asam folat. Pasien juga harus diedukasikan bahwa gejala-gejala yang
telah disebutkan adalah efek yang umum terjadi pada pemakaian obat, namun
apabila gejala yang ditimbulkan sangat mengganggu pasien, disarankan pasien
mengunjungi kembali dokternya untuk pengaturan kembali obat. Jika tidak
disebutkan cara penyimpanan khusus dari brosur/kemasan obat, maka dapat
diinformasikan kepada pasien untuk menyimpan ketiga obat tersebut pada tempat
yang sejuk, kering, dan tidak terkena cahaya matahari langsung, tidak di tempat
lembab seperti di kamar mandi.
Perlu diberitahukan juga agar pasien melakukan perubahan gaya hidup
terkait dengan penyakit hiperlipidemia yang diderita. Pasien disarankan untuk
melakukan diet konsumsi makanan yang mengandung lemak dan kolesterol,
melakukan aktivitas fisik yang teratur setiap hari selama 30 menit dan berhenti
mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol.
Dalam melakukan konseling sebaiknya digunakan kata-kata yang mudah
dipahami pasien, tunjukkan fisik obat saat menjelaskan obat, dan pastikan pasien
mengerti tentang informasi yang diberikan, dengan cara menanyakan kembali apa
yang sudah kita jelaskan.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 129
31 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1). Berdasarkan hasil rekapitulasi resep yang diterima Apotek Atrika pada
periode Oktober 2012 sampai Maret 2013, pasien yang datang untuk
menebus obat antihiperlipidemia simvastatin 10 mg generik sebanyak 8
pasien, sementara 22 pasien melakukan pembelian secara bebas tanpa resep
dari dokter.
2). Resep tanggal 1 Oktober 2012 dipilih sebagai resep yang akan dianalisa
kesesuaiannya dan cara pemberian konselingnya. Didalam resep tersebut
terdapat Asam folat 1 mg, Leparson® (Levodopa 100 mg dan Benserazid
HCl 25 mg), dan Simvastatin 10 mg. Aspek konseling yang diberikan pada
pasien dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Aspek konseling minimum yang perlu diberikan kepada pasien
Nama Obat
Kandungan
Indikasi
Dosis Efek Samping Cara
Penyimpanan
Asam Folat Asam folat
1 mg
Defisiensi asam
folat, suplemen
selama masa
hamil dan
laktasi, kondisi
dimana
kebutuhan asam
folat meningkat,
1 x sehari 1
tablet
diminum
setelah
makan
Reaksi alergi
atau
hipersensitivitas
Simpan di tempat
sejuk dan kering,
hindarkan cahaya
matahari langsung
Leparson®
Levodopa
100 mg,
Benserazid
HCl 25 mg
Penyakit
Parkinson.
3 x 1 tablet
Diminum ½
jam sebelum
atau 1 jam
sesudah
makan
Anoreksia,
artimia, pusing
ketika berdiri,
gerakan tidak
terkontrol,
gangguan
pencernaan
Simvastatin Simvastatin
10 mg
Mengurangi
kadar kolesterol
total dan LDL
1 x 1 tablet
diminum
pada malam
hari sebelum
tidur
Nyeri perut,
konstipasi,
buang gas,
nyeri kepala,
mual
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 130
32
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Berdasarkan hasil rekapitulasi resep pada periode Oktober 2012 sampai
Maret 2013, telah didapatkan pola konsumsi obat antihiperlipidemia simvastatin
sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan pengadaan komoditas
obat di apotek. Selain itu, diharapkan apoteker dapat secara aktif memberikan
konseling kepada pasien-pasien yang membeli obat di apotek sesuai dengan
kebutuhannya.
Perlu diperhatikan pembelian obat simvastatin secara bebas, karena
simvastatin merupakan obat keras yang hanya dapat dibeli dengan resep dari
dokter dan bukan merupakan golongan obat wajib apotek. Sehingga penjualan
bebas dari pasien yang hanya membawa resep dokter pada kunjungan pertama kali
dan setelahnya membeli bebas perlu disarankan untuk mengunjungi dokter untuk
kelanjutan terapi serta diberikan informasi cara penggunaan dan efek samping
yang dapat terjadi.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 131
33 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
American Medical Association. (2001). Executive Summary of The Third Report
of The National Cholesterol Education (NCEP) Expert Panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). National Cholesterol Education Program Vol. 285
No.19.
Botham, K.M. & Mayes, P.A. (2009). Pengangkutan & Penyimpanan Lipid. In
Murray, R.K., Granner, D.K., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper (Ed. ke-
27, p. 225). Jakarta: Penerbit EGC, 225-234.
Corwin, E.J., Handbook of Pathophysiology 3rd edition. 2008. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru.
DiPiro, Joseph T., et al. (1997). Pharmacoteraphy A Pathophysiologic Approach.
Stamford : Appleton & Lange.
Dipiro, J. T., Robert, L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
(2005). Pharmacoterapy A Pathologic Approach Sixth Edition. New York:
McGraw-Hil Companies, Inc.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2011-2012). Informasi Spesialite Obat Indonesia
Volume 46. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan.
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. (2003). Harper’s
Illustrated Biochemistry, 26th Ed. United States: McGraw Hill.
The Medical Letter® On Drugs and Therapeutics. (2005). Adverse Drug
Interaction Program for Windows. New York : The Medical Letter.
US Departemen of Health and Human Service Public Health Service, National
Institut of Health, National Health and blood Institute. 2001. National
Cholesterol Education Program.
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 132
LAMPIRAN
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 133
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 134
34
Lampiran 1. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (1)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 135
35
Lampiran 2. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (2)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 136
36
Lampiran 3. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (3)
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013
Page 137
37
Lampiran 4. Nama, Alamat dan No. Telp Pedagang Besar Farmasi (PBF)
No. Nama Obat Nama PBF Alamat dan No. Tlp
1. Simvastatin PT.Kimia Farma Cabang Jakarta-1
Komplek Majapahit Permai Blok A
105-106. Jalan Majapahit No. 18-22
Jakarta Pusat
Telp. (021) 34833395 s/d 34833397
Fax. 34833453
PT. Anugerah
Argon Medica
(AAM)
Jalan Petojo Melintang 17, Jakarta
Pusat 10160
Telp. (021) 3861271
Website : www.anugrah-argon.com
PT. Enseval
Putera
Megatrading Tbk.
Jalan Pulo Lentut No. 10 Kawasan
Industri Pulo Gadung, Jakarta 13920
Telp. (021)4600200 Ext. 248, 259,
261
Fax. (021) 46820807
E-mail : [email protected]
PT. Bernofarm
Kompleks Harmoni Plaza Blok J3 - J4
Jl. Suryopranoto, Jakarta Pusat 10130
Phone : (62)-21-6318949 (hunting)
Fax : (62)-21-6318948
E-mail : [email protected]
Website : www.bernofarm.com
2. Asam Folat PT. Biomed Ruko Lokasari Complex Blok A-6,
Jl. Mangga Besar Raya, Jakarta Barat
11170,DKI Jakarta
Fax.(021) 6267416
Telp.(021) 6252387
Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013