SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM MENGURANGISTOK POY DOWNGRADE MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DENGAN TOOLS FMEA PADA PT. MGT 1)Program Studi Sistem Informasi STIKOM Surabaya. Email: [email protected]Abstract PT. Mutugading Tekstil adalah perusahaan manufaktur yang menghasilkan salah satunya produk POY (Partially Oriented Yarn). Dengan adanya sistem pengukuran kualitas yang baik, diharapkan perusahaan dapat mengetahui berapa banyak jumlah produk yang mengalami defect. Untuk memecahkan masalah tersebut dibutuhkan suatu sistem yang ditunjang dengan metode Six Sigma. Metode ini merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu agar lebih fokus pada peningkatan kualitas produk yang mendekati sempurna. Untuk mencapai Six Sigma, suatu proses tidak boleh memiliki lebih dari 3,4 cacat per sejuta kesempatan. Saat ini stok POY downgrade yang tanpa ada rencana penjualan mencapai 166,5MT di gudang PT. Mutugading Tekstil.dengan adanya sistem pendukung keputusan menggunakan metode Six Sigma, customer ingin agar stok POY downgrade yang tidak dapat digunakan secara optimal di produksi yang tanpa ada rencana penjualan dikurangi menjadi maksimal 130MT di gudang PT. Mutugading Tekstil. Keyword:Six Sigma, FMEA, Stock Salah satu bisnis yang bergerak di bidang manufaktur adalah industri tekstil. Pada saat ini kemajuan industri tekstil berkembang sangat pesat.
27
Embed
ppta.stikom.eduppta.stikom.edu/upload/upload/file/054101002181. makalah... · Web viewFailure mode-effects analysis (FMEA) FMEA merupakan suatu prosedur terstruktur dari sig Sigma
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
DALAM MENGURANGISTOK POY DOWNGRADE
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DENGAN TOOLS FMEA
PADA PT. MGT
1)Program Studi Sistem Informasi STIKOM Surabaya. Email: [email protected]
Abstract
PT. Mutugading Tekstil adalah perusahaan manufaktur yang menghasilkan salah satunya produk
POY (Partially Oriented Yarn). Dengan adanya sistem pengukuran kualitas yang baik, diharapkan
perusahaan dapat mengetahui berapa banyak jumlah produk yang mengalami defect.
Untuk memecahkan masalah tersebut dibutuhkan suatu sistem yang ditunjang dengan metode Six
Sigma. Metode ini merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu agar lebih fokus pada
peningkatan kualitas produk yang mendekati sempurna. Untuk mencapai Six Sigma, suatu proses
tidak boleh memiliki lebih dari 3,4 cacat per sejuta kesempatan. Saat ini stok POY downgrade yang
tanpa ada rencana penjualan mencapai 166,5MT di gudang PT. Mutugading Tekstil.dengan adanya
sistem pendukung keputusan menggunakan metode Six Sigma, customer ingin agar stok POY
downgrade yang tidak dapat digunakan secara optimal di produksi yang tanpa ada rencana penjualan
dikurangi menjadi maksimal 130MT di gudang PT. Mutugading Tekstil.
Keyword:Six Sigma, FMEA, Stock
Salah satu bisnis yang bergerak di
bidang manufaktur adalah industri tekstil.
Pada saat ini kemajuan industri tekstil
berkembang sangat pesat. Industri tekstil
menghadapi kendala dan tantangan baik
dari dalam negeri maupun dari dunia
global. Hal ini dikarenakan ciri dunia
dalam era globalisasi ialah terjadinya
perubahan dengan sangat cepat (Siagian,
2000). Revolusi informasi dan komunikasi
telah memicu perubahan di lingkungan
usaha, secara cepat dan signifikan berbeda
dari kondisi sebelumnya.
Pada era teknologi informasi saat ini,
perusahaan dituntut meningkatkan kinerja
untuk mewujudkan efektifitas dan efisiensi
supaya mempunyai daya saing yang kuat.
Kemampuan suatu perusahaan untuk
berkompetisi di pasar global dan menjaga
kelangsungan hidupnya adalah dengan
meningkatkan kualitas proses
organisasinya. Di samping itu, persaingan
dunia bisnis yang sangat ketat
menghadapkan organisasi pada
internalprocess, secara langsung hal
tersebut berdampak pada efektifitas dan
efisiensi kinerja perusahaan. Berbagai cara
dilakukan oleh perusahaan untuk tetap
hidup dan bersaing di era globalisasi dan
salah satunya dengan adanya manajemen
operasional yang baik.
Perusahaan yang turut serta
meramaikan pasar Indonesia sebagai
pelaku bisnis dalam bidang tersebut adalah
PT. Mutu Gading Tekstil (selanjutnya
dalam tulisan ini disebut MGT). Hadir
pada tahun 1997, berpusat di Jakarta
sebagai kantor pemasaran dan mendirikan
pabrik di Karanganyar, Solo.
Merupakansalah satu
perusahaanmanufakturbenang dengan
pertumbuhan yang cepat diIndonesia
dengankapasitas produksi29.400MT
perbulan, 18900 benang per hari. Capaian
tersebut merupakan sesuatu hal yang
sangat baik bagi perusahaan.
Dalam aktivitas produksinya,
perusahaan ini menghasilkan Draw
Texture Yarn (selanjutnya dalam tulisan ini
disebut DTY) sebagai produk jadi.
Tahapan dari proses produksinya dimulai
dari Department Spinning (selanjutnya
dalam tulisan ini disebut SPG)
memproduksi Partially Oriented Yarn
(selanjutnya dalam tulisan ini disebut
POY). POY merupakan bahan baku dalam
pembuatan DTY. Perlu diketahui bahwa
kualitas bahan baku mempengaruhi hasil
dari proses produksinya. Bahan baku dari
POY adalah chips (biji plastik), pada
perusahaan ini disebut raw material.
Proses selanjutnya dilakukan oleh
Departement Texturising (selanjutnya
dalam tulisan ini disebut TXT) yang
memproduksi DTY.
POY sebagai barang setengah jadi
yang diproduksi oleh Departemen
Spinning menghasilkan 2 grade yaitu first
grade (A grade) dan down grade (B, C,
BB grade). Menurut data, rata-rata stok
POY downgrade tanpa rencana penjualan
selama periode Agustus 2010 sampai
dengan Februari 2011 di gudang MGT,
sebesar 166,45 MT perbulan. Jumlah stok
tersebut dianggap terlalu tinggi oleh
manajemen, dan dapat mempengaruhi
kinerja dan cash flow perusahaan.
Dari permasalahan tersebut di atas,
kerugian yang didapat oleh perusahaan
antara lain, perusahaan kehilangan
penghematanbersihsebesar 1.645 US$/
tahundaribungasebesarnilaiJual 36,45 MT
POY B,C, BB grade.
Penghematanbersihsebesar 4.153 US$
daripengembalian pack
materia
l.Penguranganbiayasimpandikurangibiaya
lain-lain yang timbuldariPenjualan 36.45
MT POY B,C, BB grade dapat
membantuCash Flowperusahaan.
Dalam cakupan ini, manajemen MGT
menetapkan target stok POY downgrade di
gudang MGT paling tinggi sebesar 130
MT perbulan, dan untuk mencapai sasaran
tersebut, manajemen MGT mengharapkan
penerapan metode six sigma dapat
menyelesaikan masalah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, pada tugas
akhir ini akan dibangun suatu aplikasi,
yang diharapkan dapat memberikan
masukan kepada perusahaan dalam
membantu proses pengurangan jumlah
stok POY downgrade pada gudang MGT.
METODE
Six Sigma
Definisi Six Sigma
Six sigma dimulai oleh Motorola
ditahun 1980-an dimotori oleh salah
seorang engineer disana yang bernama Bill
Smith atas dukungan penuh CEO-nya Bob
Galvin. Motorola menggunakan statistics
tools diramu dengan ilmu manajemen
menggunakan financial metrics (yaitu
return on investment, ROI) sebagai salah
satu metrics/ alat ukur dari quality
improvement process. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder
yang lebih lanjut membuat metode ini
mendapat sambutan luas dari petinggi
Motorola dan perusahaan lain.
Six sigma merupakan sebuah
proses perbaikan berkelanjutan. Metode ini
berkembang setelah beberapa cara metode
perbaikan proses seperti Statistic Process
Control (SPC), Total Quality Management
(TQM), Malcolm Baldrige Company,
Quality Circle, Kaizen, Juran, dan lain-
lain. SixSigma pertama kali dikembangkan
oleh Motorola pada pertengahan tahun
1980 dan dipublikasikan oleh Jack Welch
(General Electric) dalam forum strategi
bisnis. Istilah Six Sigma diambil dari
terminologi, statistik, dimana Sigma (σ)
adalah standar deviasi dalam distribusi
normal dengan probabilitas (a) ± 6 (enam)
atau sama dengan Pvalue = 0,999996 atau
efektivitas sebesar 99,9996%.
Tabel 1.Sigma level
(Sumber: Gasperz,2002 : 3)
Six Sigma adalah proses yang
menuntut disiplin tinggi yang membantu
kita fokus pada pengembangan menuju
produk dan pelayanan yang mendekati
sempurna (Pyzdek,2002). Definisi lain dari
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis
yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai
kapabilitas dari aktivitas proses bisnis
(Hidayat,2007: 28). Proses adalah sesuatu
yang dimulai dari perencanaan, desain
produksi sampai dengan fungsi-fungsi
konsumen (kebutuhan, keinginan, dan
ekspektasi). Di dalam konsep Six Sigma
dikenal dua proses kerja yang disebut
proses kerja internal dan eksternal. Proses
kerja internal meliputi seluruh aspek
fungsi dan kegiatan yang ada di dalam
perusahaan, sedangkan proses eksternal
adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari
pengelolaan produk jadi atau promosi
hingga distribusi ke konsumen. Tujuan Six
Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis
dengan mengurangi berbagai variasi proses
yang merugikan, mereduksi kegagalan-
kegagalan produk atau proses, menekan
cacat-cacat produk, meningkatkan
keuntungan, meningkatkan moral personil
atau karyawan, dan meningkatkan kualitas
produk pada tingkat maksimal. Kunci
sukses Six Sigma (Ferrin et all, 2002)
adalah:
1. Critical to Quality (CTQ) – atribut-
atribut yang penting bagi konsumen.
2. Defect – kegagalan untuk memberikan
keinginan konsumen.
3. Process Capability – apa yang bisa
diberikan dari sebuah proses.
4. Variation – apa yang bisa konsumen
lihat dan proses.
5. Stable Operation – jaminan konsisten,
proses yang dapat diperkirakan untuk
meningkatkan apa yang konsumen
lihat dan rasakan.
Six sigma merupakan metodologi
terstruktur untuk memperbaiki proses yang
difokuskan pada usaha mengurangi variasi
proses (process variances) sekaligus
mengurangi cacat (produk/ jasa yang
diluar spesifikasi) dengan menggunakan
statistik dan problem solving tools secara
intensif. Secara harfiah, six sigma adalah
suatu besaran yang bisa kita terjemahkan
secara gampang sebagai sebuah proses
yang memiliki kemungkinan cacat (defects
opportunity) sebanyak 3,4 buah dalam satu
juta produk/jasa. Ada banyak kontroversi
disekitar penurunan angka six sigma
menjadi 3,4 dpmo (defects per million
opportunities). Namun yang
terpenting intinya adalah six sigma sebagai
metrics merupakan sebuah referensi untuk
mencapai suatu keadaan yang nyaris bebas
cacat. Dalam perkembangannya, six sigma
bukan hanya sebuah metrics, namun telah
berkembang menjadi sebuah metodologi
dan bahkan srategi bisnis.
Menurut Peter Pande, dkk dalam
bukunya The Six Sigma Way : Team
Fieldbook, ada enam komponen utama six
sigma sebagai strategi bisnis :
1. Benar-benar mengutamakan
pelanggan ; seperti kita sadari bersama
bahwa pelanggan bukan hanya berarti
pembeli, tapi bisa juga berarti rekan
kerja kita,team yang menerima hasil
kerja kita, pemerintah, masyarakat
umum pengguna jasa,dll
2. Manajemen yang berdasarkan data
dan fakta; bukan berdasarkan opini,
atau pendapat tanpa dasar.
3. Fokus pada proses, manajemen dan
perbaikan; six sigma sangat
tergantung kemampuan kita mengerti
proses yang dipadu dengan
manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan.
4. Manajemen yang proaktif; peran
pemimpin dan manajer sangat penting
dalam mengarahkan keberhasilan
dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas ; kerjasama
antar tim yang harus mulus.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.
Selain enam hal di atas, ciri lain
penerapan six sigma adalah waktu untuk
perbaikan yang ditargetkan bisa
dielesaikan dalam 4 sampai 6 bulan. Istilah
sigma diambil dari huruf abjad Yunani
yang digunakan untuk menggambarkan
variabilitas, di mana pertimbangan
pengukuran unit secara klasik dalam
program tersebut adalah defect per unit.
Level kualitas sigma menawarkan sebuah
indikator untuk menunjukkan seberapa
sering defect (cacat) yang terjadi. Di mana
level kualitas sigma yang lebih tinggi
mengindikasikan sebuah proses yang
memiliki peluang yang kecil untuk
menyebabkan terjadinya cacat, yaitu
sebesar 3,4 Defects Per Million
Opportunities (DPMO). Nilai pergeseran
1.5-sigma ini diperoleh dari hasil
penelitian Motorola atas proses dan sistem
industri, di mana menurut hasil penelitian
bahwa sebagus-bagusnya suatu proses
industri (khususnya mass production)
tidak akan 100 persen berada pada satu
titik nilai target tapi akan ada pergeseran
sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai
tersebut. (Breyfogle III, 1999 ) Nilai
DPMO atas suatu sigma tanpa pergeseran
diperoleh dengan cara menggunakan
perhitungan distribusi normal. Misalnya
untuk 3 sigma, maka dilihat pada tabel
distribusi normal, maka diperoleh nilai
0.998650. Karena ingin mencari yang
tidak berada di bawah kurva (di atas
spesifikasi) tersebut maka
1 - 0.998650 = 0.001350. Dengan nilai
mean di tengah-tengah distribusi maka
disimpulkan juga bahwa jumlah
kemungkinan kegagalan di bawah
spesifikasi sama dengan jumlah yang di
atas spesifikasi, sehingga kemungkinan
kegagalan adalah 0.002700 dan dengan
menggunakan satuan per sejuta diperoleh
nilai 2700 persejuta pada level 3-sigma
dan seterusnya.
Penerapan konsep Six Sigma dalam
pengukuran kualitas produk
Metode Six Sigma dapt diterapkan
untuk peningkatan kualitas untuk
mencapai nilai-nilai kualitas yang
ditetapkan. Pada studi kasus ini CTQ yang
ditentukan untuk perusahaan ini adalah
suatu data variabel berupa data jaminan
kualitas. Dalam perencanaan dan
pengukuran kualitas produk, diharapkan
data variabel dalam beberapa periode
tersebut berada di bawah nilai spesifikasi
kualitas standar yang ditetapkan.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan
untuk menentukan kapabilitas proses pada
data variabel:
1. Menentukan proses yang diukur.
2. Menentukan USL (Upper
Specification Limit) dan LSL (Lower
Specification Limit).
3. Menentukan nilai target yang ingin
dicapai.
4. Perhitungan rata-rata dan standar
deviasi dari proses.
5. Perhitungan nilai DPU (Defect Per
Unit)
DPU = total jumlah cacat yang
dihasilkan selama proses / jumlah total
unit yang diproses (n)
6. Penentuan nilai DPO (Defect Per
Oppoertunities)
DPO = Defect / Opportunities
7. Penentuan nilai DPMO (Defect Per
Milion Opportunities).
DPMO = 1juta x DPO
8. Mengkonversikan nilai DPMO ke
dalam nilai sigma.
9. Menghitung kapabilitas proses,
dengan rumus:
C p=spesifikasi(range )
process(range)=USL−LSL
6σ
Karena tidak semua proses
mempunyai distribusi yang simetris,
maka dari konsep Cp ini juga
diturunkan konsep Process Capability
Index (Cpk) yang dalam persamaan
dapat ditulis sebagai berikut:
C pk=minimum [ USL− y3 σ
y−LSL3 σ ] .
dimana y adalahtitik tengahdari proses .
Kedua faktor diatas sangat penting dalam
mengidentifikasi kinerja proses kita karena
dengan cepat menunjukkan di level mana
proses kita berada. Konsep yang hampir
serupa dengan Process Capability Index
adalah konsep sigma level yang
menunjukkan berapa standar deviasi jarak
antara garis tengah proses kita dengan
garis spesifikasi terdekat. Nilai ini adalah
nilai normalisasi (Z value) dari sebuah
distribusi.
Failure mode-effects analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu prosedur
terstruktur dari sig Sigma untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak
mungin mode kegagalan (failure mode).
Suatu mode kegagalan adalah apa saj
ayang termasuk dalam kecacatan atau
kegagalan dalam desain, kondisi diluar
batas spesifikasi yang telah ditetapkan,
atau perubahan-perubahan dalam produk
yang menyebabkan terganggunya fungsi
dari produk itu. (Gaspersz, 2002:246).
Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) adalah pendekatan sistematik
yang menerapkan suatu metode pentabelan
untuk membantu proses pemikiran yang
digunakan oleh engineers untuk
mengidentifikasi mode kegagalan
potensial dan efeknya. FMEA merupakan
teknik evaluasi tingkat keandalan dari
sebuah sistem untuk menentukan efek dari
kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan
digolongkan berdasarkan dampak yang
diberikan terhadap kesuksesan suatu misi
dari sebuah sistem.Secara umum, FMEA
(Failure Modes and Effect Analysis)
didefinisikan sebagai sebuah teknik yang
mengidentifikasi tiga hal, yaitu :
a. Penyebab kegagalan yang potensial
dari sistem, desain produk, dan proses
selama siklus hidupnya.
b. Efek dari kegagalan tersebut.
c. Tingkat kekritisan efek kegagalan
terhadap fungsi sistem, desain produk,
dan proses.
FMEA merupakan alat yang digunakan
untuk menganalisa keandalan suatu sistem
dan penyebab kegagalannya untuk
mencapai persyaratan keandalan dan
keamanan sistem, desain dan proses
dengan memberikan informasi dasar
mengenai prediksi keandalan sistem,
desain, dan proses. Terdapat lima tipe
FMEA yang bisa diterapkan dalam sebuah
industri manufaktur, yaitu :
a. System, berfokus pada fungsi sistem
secara global.
b. Design, berfokus pada desain produk.
c. Process, berfokus pada proses
produksi, dan perakitan.
d. Service, berfokus pada fungsi jasa.
e. Software, berfokus pada fungsi
software.
Berikut ini adalah tujuan yang dapat
dicapai oleh perusahaan dengan penerapan
FMEA:
a. Untuk mengidentifikasi mode
kegagalan dan tingkat keparahan
efeknya.
b. Untuk mengidentifikasi karakteristik
kritis dan karakteristik signifikan.
c. Untuk mengurutkan pesanan desain
potensial dan defisiensi proses.
d. Untuk membantu fokus engineer
dalam mengurangi perhatian terhadap
produk dan proses, dan membentu
mencegah timbulnya permasalahan.
Dari penerapan FMEA pada
perusahaan, maka akan dapat diperoleh
keuntungan – keuntungan yang sangat
bermanfaat untuk perusahaan, (Ford
Motor Company, 1992) antara lain:
a. Meningkatkan kualitas, keandalan,
dan keamanan produk.
b. Membantu meningkatkan kepuasan
pelanggan.
c. Meningkatkan citra baik dan daya
saing perusahaan.
d. Menurangi waktu dan biaya
pengembangan produk.
e. Memperkirakan tindakan dan
dokumen yang dapat menguangi
resiko.
Sedangkan manfaat khusus dari Process
FMEA bagi perusahaan adalah:
a. Membantu menganalisis proses
manufaktur baru.
b. Meningkatkan pemahaman bahwa
kegagalan potensial pada proses
manufaktur harus dipertimbangkan.
c. Mengidentifikasi defisiensi proses,
sehingga para engineer dapat berfokus
pada pengendalian untuk mengurangi
munculnya produksi yang
menghasilkan produk yang tidak
sesuai dengan yang diinginkan atau
pada metode untuk meningkatkan
deteksi pada produk yang tidak sesuai
tersebut.
d. Menetapkan prioritas untuk tindakan
perbaikan pada proses.
e. Menyediakan dokumen yang lengkap
tentang perubahan proses untuk
memandu pengembangan proses
manufaktur atau perakitan di masa
datang.
Output dari Process FMEA adalah:
a. Daftar mode kegagalan yang potensial
pada proses.
b. Daftar critical characteristic dan
significant characteristic.
c. Daftar tindakan yang
direkomendasikan untuk
menghilangkan penyebab munculnya
mode kegagalan atau untuk
mengurangi tingkat kejadiannya dan
untuk meningkatkan deteksi terhadap
produk cacat bila kapabilitas proses
tidak dapat ditingkatkan.
FMEA merupakan dokumen yang
berkembang terus. Semua pembaharuan
dan perubahan siklus pengembangan
produk dibuat untuk produk atau proses.
Perubahan ini dapat dan sering digunakan
untuk mengenal mode kegagalan baru.
Mengulas dan memperbaharui FMEA
adalah penting terutama ketika:
a. Produk atau proses baru
diperkenalkan.
b. Perubahan dibuat pada kondisi operasi
produk atau proses diharapkan
berfungsi.
c. Perubahan dibuat pada produk atau
proses (dimana produk atau proses
berhubungan). Jika desain produk
dirubah, maka proses terpengaruh
begitu juga sebaliknya.
d. Konsumen memberikan indikasi
masalah pada produk atau
proses.Pengaruh buruk (severity)
merupakan suatu estimasi atau
perkiraan subyektif tentang bagaimana
buruknya penggna akhir akan
merasakan akibat dari kegagalan itu.
Pda table 2.5 dapat dilihat nilai
severity yang akan diberikan pada
proses pembuatan FMEA.
Kemungkinan (likehood) merupakan
suatu perkiraan subyektif tentang
probabilitas atau peluang bahwa penyebab
itu akan terjadi dan akan menghasilkan
mode kegagalan yang memberikan akibat
tertentu. Efektifitas merupakan suatu
perkiraan subyektif tentang bagaimana
efektifitas dari metode pencegahan atau
deteksi menghilangkan metode kegagalan.
Setelah nilai severity, likehood dan
efektifitas ditentukan, langkah selanjutnya
adalah menghitung angka Risk priority
Number (RPN), RPN berfungsi untuk
menentukan mode kegagalan mana yang
paling kritis sehingga perlu mendahulukan
tindakan korektif pada metode kegagalan
itu.
RPN = severity x likehood x efektifitas
Dari hasil FMEA, prioritas perbaikan
akan diberikan pada komponen yang
memiliki tingkat prioritas (RPN) paling
tinggi. Berikut contoh :
Component Failure Mode Failure Effect SEV Causes OCC Controls DET RPN
Genteng Bocor 4 2 3 30
Jatuh Nimpa Kepala 5 1 4 20
Pintu Macet 3 3 Diminyakin 2 18
Basah di dalam rumah
Genteng diinjak orang
Pasang pagar berdiri dekat
tembok
Udah longgar
Periksa kondisi antar genteng
Nggak bisa keluar/masuk
Engsel Rusak
Gambar 2. FMEA
Keterangan :
Component: Komponen dari sistem/alat
yang kita analisis.
FailureMode:Modus kegagalan yang
sering terjadi.
FailureEffect:Akibat yang ditimbulkan
jika komponen tersebut gagal seperti
disebutkan dalam failure mode.
SEV :Severity, merupakan
kuantifikasi seberapa serius kondisi yang
diakibatkan jika terjadi kegagalan yang
akibatnya disebutkan dalam Failure Effect.
Severity ini dibuat dalam 5 level (1,2,3,4,5)
yang menunjukkan akibat yang tidak
terlalu serius (1) sampai sangat serius (5).
Causes : Apa yang menyebabkan
terjadinya kegagalan pada komponen.
OCC :Occurance, adalah tingkat
kemungkinan terjadi terjadinya kegagalan.
Ditunjukkan dalam 5 level (1,2,3,4,5) yang
menunjukkan akibat yang paling mungkin
terjadi (5) sampai sangat jarang terjadi (1)
Control :Ini merupakan metode apa yang
sudah kita terapkan/pasang untuk
mengantisipasi kegagalan tersebut.
DET :Escaped detection, menunjukkan
tingkat kemungkinan lolosnya penyebab
kegagalan dari kontrol yang sudah kita
pasang. Levelnya juga dari 1-5, dimana
angka 1 menunjukkan kemungkinan untuk
lewat dari kontrol sangat kecil, dan 5
menunjukkan kemungkinan untuk lolos
dari kontrol kita adalah sangat besar.
RPN :Risk Priority Number, adalah hasil
perkalian = SEV x OCC x DET. Hasilnya
dapat kita gunakan untuk menentukan
komponen dan failure mode yang paling
menjadi prioritas kita.
Langkah-langkah dalam menyusun FMEA
adalah (Pande et all, 2003: 403).
a. Mengidentifikasi proses atau
produk/jasa
b. Mendaftarkan masalah-masalah
potensial yang dapat muncul (failure
modes).
c. Menilai masalah untuk kerumitan,
probabilitas kejadian, dan detektabilitas.
d. Menghitung Risk Priority Number atau
RPN dan tindakan-tindakan prioritas.
Melakukan tindakan-tindakan untuk
mengurangi resiko.
Analisis Sistem
Seperti yang telah disampaikan pada
latar belakang masalah bahwa perusahaan
membutuhkan suatu sistem yang dapat
membantu memberikan solusi yang
digunakan sebagai pendukung keputusan.
Walaupun PT. MGT. Saat ini telah
menggunakan sistem komputerisasi,
namun hanya digunakan untuk pencatatan
saja, tidak dapat menghitung peluang
defect, dan menghitung kemampuan
proses. Disamping itu data yang harus
diolah sebagian besar merupakan proses
perhitungan yang rumit dan dalam jumlah
banyak, sehingga hal ini memakan waktu
yang tidak sedikit.
Setelah itu dibuat laporan-laporan
yang sebelumnya melalui proses
perhitungan yang rumit tersebut. Untuk
melakukan proses perhitungan, data
diperoleh dari laporan-laporan. Dengan
demikian waktu yang tersedia sangatlah
terbatas. Hal ini sering kali menyebabkan
laporan kepada manager PT. MGT.
Melebihi tenggang waktu yang ditentukan.
Manajemen juga membutuhkan suatu
sistem yang dapat mempermudah
pekerjaan dalam mengambil keputusan,
yaitu merangkum seluruh kejadian
penyebab dan solusi. Dari proses tersebut
diharapkan ada output yang dihasilkan
sebagai pendukung keputusan oleh
manajemen perusahaan.
Oleh sebab itu penggunaan sistem
komputerisasi di PT. MGT. masih dirasa
belum maksimal.
Dalam membuat aplikasi penerapan
metode Six Sigma dalam mengurangi stok
POY downgrade, maka diperlukan tahapan
untuk melakukan peranagan dan desain
sistem. Untuk itu dapat digunakan model-
model dan tahap-tahap yang ada dan telah
banyak digunakan.
Sistem Flow Manual
Gambar3memberikan gambaran
tentang bagaimana dilakukannya suatu
proses produksi pada PT. MGT.
Gambar 3. Sistem Flow Manual Dalam Mengurangi Stok POY DG
Awal dari pengukuran kualitas suatu
proses produksi adalah adanya data stok
sesuai dengan grade dan diambil menurut
tanggal produksi.
Bagian PPC menginputkan data stok.
Setelah dari hasil entry data stok
dialnjutkan dengan proses kalkulasi. Dari
hasil kalkulasi akan menghasilkan output
berupa nilai sigma, dimana nilai sigma
tersebut sebagai acuan kondisi di lapangan,
yaitu posisi perusahaan saat ini. Jika nilai
sigma masih belum sesuai target, maka
dilakukan training and treatment dengan
menggunakan metode FMEA sebagai
pendukung keputusan. Dengan metode
FMEA, sistem akan memberikan output-an
prioritas permasalahan yang harus
diselesaikan terlebih dahulu, yang berguna
dalam memberikan masukan kepada pihak
manajemen untuk melakukan sesuatu
tindakan dalam mengurangi stok POY
downgrade.
Lalu seluruh laporan diserahkan
kepada manager, sesuai permintaan yaitu
berdasarkan periode.
Sistem Flow Terkomputerisasi
Adapun sistem flow SPK dalam
mengurangi POY DGyang telah
terkomputerisasi dari sistem ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 4. Sistem Flow SPK Mengurangi Stok POY DG Berbasis Komputer
SerialVariabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Date & T imeVariabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Date & T ime
TFMEA2Response#ooooo
IdFMEA2RespIDFailureModeActionRecommendedResponsibi l i tyRPN
SerialIntegerVariabl e characters (500)Variabl e characters (500)Variabl e characters (500)Fl oat