PAJAK PENGHASILAN PASAL 21I. PengertianPajak Penghasilan Pasal
21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 :1. Pemberi Kerja, yang
terdiri dari Orang Pribadi dan Badan;2. Bendaharawan atau Pemegang
Kas Pemerintah baik Pusat maupun Daerah;3. Dana Pensiun, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Badan-Badan Lain
yang Membayar Uang Pensiun dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari
Tua;4. Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha atau Pekerjaan
Bebas sertaBadan yang Membayar :a. honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadai dengan status Subjek Pajak dalam
negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas
nama persekutuannya;b. honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh
orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;c. honorarium
atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
magang;5. Penyelenggara Kegiatan, termasuk Badan Pemerintah,
Organisasi yang Bersifat Nasional dan Internasional, Perkumpulan,
Orang Pribadi serta Lembaga Lainnya yang Menyelenggarakan Kegiatan,
yang Membayar Honorarium, Hadiah, atau Penghargaan dalam Bentuk
Apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Berkenaan
dengan Suatu Kegiatan.
II. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21a. pegawai;b. penerima uang
pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;c. bukan pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :1. tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;2.
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,
danseniman lainnya;3. olahragawan4. penasihat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh, dan moderator;5. pengarang, peneliti, dan
penerjemah;6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik
komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi, dan social serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;7. agen iklan;8. pengawas atau pengelola proyek;9.
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;10. petugas penjaja barang dagangan;11. petugas dinas
luar asuransi;12. distributor perusahaan multilevel marketing atau
direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;d. peserta kegiatan
yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungandengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :1.
peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya;2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,
atau kunjungan kerja;3. peserta atau anggota dalam suatu
kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;4. peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang;5. peserta kegiatan lainnya.
Yang tidak temasuk Wajib Pajak Penghasilan Pasal 211. Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:a.
Bukan warga negara Indonesia, dan;b. Di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;2. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
III. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21A. Kewajiban
Wajib Pajak1. Kewajiban mendaftarkan diriSesuai dengan sistem self
assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan
diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau
kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga
dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran
NPWP melalui media elektronik on-line (internet). Bagi UMKM baik
perseorangan maupun badan (PT, CV, BUMD, firma, kongsi, koperasi,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik) yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, wajib
mendaftarkan sendiri ke KPP atau K2KP untuk memperoleh NPWP. UMKM
milik perseorangan yang wajib memiliki NPWP adalah yang telah
memenuhi persyarat subjektif dan syarat objektif. Syarat
subjektifnya adalah orang pribadi, sedangkan syarat objektifnya
adalah memiliki penghasilan yang akan dikenakan pajak melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan
Pajaka. Pembayaran PajakWajib Pajak UMKM (orang pribadi atau badan)
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan
sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan,
pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.b. Pemotongan/Pemungutan
PajakSelain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada
pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk
berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara
lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila UMKM tergolong
sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga
sebagai pemotong/pemungutan pajak.c. Pelaporan Sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan
(SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di
dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan
berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik
yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme
pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran
dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak
yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna
yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak3.
Kewajiban dalm hal diperiksaKewajiban Wajib Pajak yang diperiksa
adalah : 1. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan
sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis
Pemeriksaan Kantor; 2. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku
atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain
termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk
Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik;
3. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran
pemeriksaan; 4. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 5. Meminjamkan kertas kerja
pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis
Pemeriksaan Kantor; 6. memberikan keterangan lain baik lisan maupun
tulisan yang diperlukan.
4. Kewajiban dalam memberi dataSetiap instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Dalam
rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat
diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi
dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang
dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha,
penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi
mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas
devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan
kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain
(kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
B. Hak Wajib Pajak1. Hak atas Kelebihan Pembayaran PajakDalam
hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran
pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari
yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk
mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak
masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan
untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian
ini dilakukan tanpa pemeriksaan. Wajib Pajak dapat melakukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara
: 1. melalui Surat Pemberitahuan (SPT), 2. dengan mengirimkan surat
permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila Direktorat
Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang
semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per
bulan maksimum 24 bulan.
2. Hal dalam Wajib Pajak dilakukan pemeriksaanDirektorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji
kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib
Pajak berhak : Meminta Surat Perintah Pemeriksaan Melihat Tanda
Pengenal Pemeriksa Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemeriksaan Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan
SPT untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam
batas waktu yang ditentukan.
3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding, dan Peninjauan
Kembali.1. Keberatan Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan
keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3
bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya., dan atas keberatan tersebut
Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah :1. Mengajukan surat keberatan
kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan
Pemungutan oleh pihak ketiga.2. Diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut
perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang
jelas.3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaannya. 4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas
tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan.5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas
surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih
harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib
Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat
keberatan disampaikan. Perlu diketahui bahwa apabila permohonan
keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan
banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
2. BandingApabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat
Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib
Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat
Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan
1 (satu) Surat Banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan
paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding
dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
3. Peninjauan Kembali (PK)Apabila Wajib Pajak masih belum puas
dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak
mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan
Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau
ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding
dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
4. Hak Wajib Pajak Lainnyaa. Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan
atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak,
termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan
undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain : Surat Pemberitahuan,
laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib
Pajak; Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; Dokumen atau
rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau
dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya,
keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat
diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
b. Hak Untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Dalam
hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak c. Hak Untuk Penundaan
Pelaporan SPT Tahunan Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak
dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh
Badan maupun PPh Orang Pribadi.d. Hak Untuk Pembebasan Pajak Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan. e.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Wajib Pajak
yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh
dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan
untuk PPh sejak tanggal permohonan.
f. Hak Untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah Dalam
rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah
atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan
yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama
ditanggung oleh pemerintah. g. Hak Untuk Mendapatkan Insentif
Perpajakan Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau
kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak
Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara
lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan
TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah
pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan
kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan
bahan baku.
IV. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21UMKM berbentuk badan ditunjuk
oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan
yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya.
UMKM perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21
sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat UMKM terdaftar. Selain
diwajibkan memotong PPh Pasal 21, UMKM perseorangan bisa juga
dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang
diterimanya. Pemotong Pajak Pph Pasal 21 :Para pemotongan PPh 21
adalah:1. Pemberi Kerja yang terdiri dari orang pribadi maupun
badan, yang merupakan induk, cabang, perwakilan atau unit
perusahaan, yang membayar atau terutang gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun (mis: bonus,
tunjangan, tantiem, dll), sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai .
Sedangkan yang dimaksud bukan pegawai adalah orang pribadi yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan
dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau
memperoleh honorarium.2. Bendahara Pemerintah termasuk bendahara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri.3. Dana Pensiun atau badan
lain(misalnya badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja) yang
memberi uang pensiun, tunjangan hari tua, dan tabungan hari tua.4.
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta Badan yang Membayar: honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar
Negeri, dan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,
pelatih, dan magang.5. Penyelenggara Kegiatan, termasuk badan
pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional,
perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lain yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah dan
penghargaan dalam bentuk apapun kepada WP Dalam Negeri orang
pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.Yang dimaksud bukan pegawai
adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya
artis yang menerima atau memperoleh honorarium. Setiap pemotong PPh
21 wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan. V. Hak
dan kewajiban pemotong pajak adalah sebagai berikut:Kewajiban
Pemotong Pajak1. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap organisasi
internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan.2. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir- formulir
yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada
Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.3.
Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21
yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau
Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah,
atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran,
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.4. Pemotong
pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya
pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu bulan
takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut
dapat diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan
berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.5. Pemotong pajak
wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak
pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap, penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan
Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana
pensiun.6. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21
Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan,
dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila
pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun
takwim, maka bukti pemotongan diberikan oleh pemberi pekerja
selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan
berhenti bekerja atau pension.7. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun
takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali
jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan
pension bulanan menurut tarif yang berlaku.8. Setiap pemotong pajak
wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh 21
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21
harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim
berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak
yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun
takwim.9. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang
berutang apabila jumlah PPh 21 yang terutang dalam suatu tahun
takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran
tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21
selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim
berikutnya.10. Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21
dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian
SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
Hak Pemotong Pajak1. Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan
kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan takwin dengan PPh 21 yang
terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang
bersangkutan.2. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan
kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang
untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih
ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya
dalam tahun berikutnya. 3. Pemotong pajak berhak membetulkan
sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan
tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.4.
Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.5.
Pemotong Pajak berhak mengajukan permononan banding secara tertulis
dalam dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam
jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan
salinan surat keputusan tersebut.6. Pemotong pajak dapat mengajukan
permohonan untuk mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan secara
tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai
perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan
kekurangan pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang
bersangkutan.VI. Objek PPh Pasal 21 dan Penghasilan yang
dikecualikan dari pengenaan Pph Psal 21Penghasilan Yang Dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21 :a. penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur;b. penghasilan yang diterima atau
diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau
penghasilan sejenisnya;c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang
diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran
lain sejenis.d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja
lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;e. imbalan kepada
bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan;f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa
uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama apapun.g. penerimaan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diberikan oleh:- bukan Wajib pajak;- Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau- Wajib Pajak
yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit).f. Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pejabat
negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta para
pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus
mengenai hal dimaksud.
Tidak Termasuk Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 :a.
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;b. Penerimaan dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur
JenderalPajak Nomor PER-31/PJ./2009;c. Iuran pensiun yang
dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan
hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja;d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang
pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l Undang- Undang Pajak Penghasilan.
VII. Cara Menghitung Pph Pasal 21Seperti yang telah kita
ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus
tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar
Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan.
Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21
juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.Dalam aturan baru
tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang
kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam
bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang
pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran
lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk
badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah,
atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang
pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.Penghitungan PPh Pasal 21
menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu
: PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala;
PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh
pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang
bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun. Di kesempatan
ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk
Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.Penghitungan PPh Pasal
21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang
rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang
dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana
pegawai berhenti bekerja).Berikut disampaikan contoh sebagai mana
tercantum dalam peraturan tersebut:Budi Karyanto pegawai pada
perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji
sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan
Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari
gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti
program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran
pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar
Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun
sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya
menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan
Juli 2013 adalah sebagai berikut:Gaji3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian9.000,00
Penghasilan bruto3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x3.024.000,00151.200,00
2. Iuran Pensiun50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua60.000,00
261.200,00
Penghasilan neto sebulan2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12x2.762.800,0033.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri24.300.000,00
- tambahan WP kawin2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun6.828.600,00
Pembulatan6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 1228.452,00
Catatan: Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan
setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang
mempunyai jabatan ataupun tidak. Contoh di atas berlaku apabila
pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai
yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21
yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x
Rp28.452,00=Rp 34.140,00
a. Contoh pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji
karyawan UMKM. Polan (tidak kawin) yang telah memiliki NPWP adalah
karyawan Koperasi, menerima gaji Rp 1.700.000,-/bulan, tunjangan
beras Rp 300.000,-/bulan. Penghitungan PPh pasal 21:Penghasilan
bruto :(1.700.000,- + 300.000,-) = Rp 2.000.000,- Biaya jabatan
:(5% x Rp 2.000.000)= Rp 100.000,- Iuran pension : = Rp
100.000,Penghasilan neto sebulan : = Rp 1.800.000,- Penghasilan
neto setahun :(12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,- Penghasilan
Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 15.840.000,- Penghasilan Kena Pajak =
Rp 5.760.000,- PPh Pasal 21 setahun :(5% x Rp5.760.000,-) = Rp
288.000,- PPh Pasal 21 sebulan :(Rp288.000,- : 12) = Rp 24.000,- b.
Contoh pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji karyawan
UMKM. Polan (kawin tanpa tanggungan) yang telah memiliki NPWP
adalah karyawan Tuan A (UMKM) yang telah ditunjuk KPP sebagai
pemotong PPh Pasal 21 , menerima gaji Rp 2.000.000,-/bulan,
Penghitungan PPh pasal 21: Penghasilan bruto :(2.000.000,- ) = Rp
2.000.000,- Biaya jabatan :(5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,- Iuran
pensiun : = Rp 100.000,- Penghasilan neto sebulan : = Rp
1.800.000,-Penghasilan neto setahun :(12 x Rp 1.800.000,-) =
Rp21.600.000,- Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp17.160.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp 4.440.000,- PPh Pasal 21 setahun :(5% x
Rp4.440.000,-) = Rp 222.000,- PPh Pasal 21 sebulan :(Rp222.000,- :
12) = Rp 18.500,-