Page 1
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF,
Cekungan Sumatera Selatan
Yusi Firmansyah, Reza Mohammad Ganjar Gani, Ardy Insan Hakim, Edy Sunardi Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran,
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor 45363
Email : [email protected]
Abstrak
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur atau Back Arc
Basin. Struktur cekungan yang terbentuk pada lapangan “YF” dipengaruhi oleh tektonik pada
Zona Subduksi yang terletak di lepas pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Gaya yang
bekerja adalah gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah baratdaya –
timurlaut (Pola Jambi) kala Kapur Akhir – Tersier Awal.
Objek penelitian ini difokuskan pada batubara yang terdapat pada Formasi Muara
Enim. Penelitian ini dilakukan melalui analisis laporan akhir batuan inti, log sumur, seismik,
dan perhitungan potensi gas metana dalam batubara. Deskripsi batuan inti dilakukan pada
litologi pembawa batubara untuk keperluan persebaran batubara. Analisis log sumur
dilakukan untuk korelasi antar sumur juga untuk menentukan log yang menunjukkan
batubara yang akan dibuat zona batubara. Seismik digunakan untuk keperluan persebaran
batubara pada bawah permukaan dengan mengintegrasikan data sumur.
Zona batubara yang berpotensi untuk gas metana adalah zona pada kedalaman 300m –
700m dan 700m – 1000m dan cadangan gas metana (GIP) keseluruhan yang terkandung pada
lapangan “YF” sebanyak 25.1 bcf.
Kata Kunci : Gas Metana Batubara, Formasi Muara Enim, Seismik, Well Log, Elektrofasies,
GIP
Pendahuluan
Sumber energi minyak dan gas bumi
sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek, baik dalam kebutuhan industri maupun dalam
kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang
semakin meningkat ini tidak disertai dengan
meningkatnya produksi minyak dan gas bumi.
Kelangkaan pada sumber energi minyak dan
gas bumi ini harus segera diatasi, oleh karena
itu dikembangkan ilmu-ilmu yang digunakan
dalam eksplorasi untuk mencari sumber
energi yang baru, dalam hal ini
unconventional energy.
Untuk mengembangkan pencarian zona
prospek hidrokarbon dilakukan penelitian
sebelum tahap eksplorasi. Metoda yang
digunakan dalam kegiatan eksplorasi
diantaranya adalah seismic reflection dan well
logging. Seismic reflection dapat memberikan
informasi kondisi bawah permukaan yang
dapat dijadikan sebagai acuan untuk
pencarian sebaran hidrokarbon. Sedangkan
berdasarkan Wireline Logging dapat diketahui
karakter petrofisika batuan yang
tergambarkan dalam kurva Gamma Ray,
Density, Spontaneous Potential, Sonic.
Tujuan penelitian ini adalah
menentukan zona batubara pada daerah
penelitian serta menghitung cadangan gas
pada daerah penelitian. Penelitian ini
memberikan informasi mengenai potensi Gas
Page 2
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Metana Batubara dilihat dari aspek Geologi
dan Geofisika. Informasi ini merupakan dasar
yang menjadi acuan awal dalam tahapan
eksplorasi hidrokarbon non-konvensional.
Geologi Regional
Cekungan Sumatera Selatan terletak di
sebelah timur dari bukit barisan dan menyebar
ke bagian timur hingga offshore area dan
merupakan cekungan belakang busur (back-
arc basin) dibatasi oleh bukit barisan di
sebelah barat daya, dan paparan sunda pra-
tersier sebelah timur laut. Cekungan ini
memiliki sejarah pembentukan yang sama
dengan cekungan Sumatera Tengah. Batas
antara kedua cekungan tersebut merupakan
kawasan yang membujur dari Timurlaut –
Baratdaya melalui bagian utara pegunungan
Tigapuluh.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk
selama extension berarah barat – timur pada
akhir pra-tersier hingga awal tersier. Aktifitas
orogenesa selama late-cretaceous-Eocene
memotong cekungan ini menjadi empat sub-
cekungan yaitu, sub cekungan Jambi, sub
cekungan Palembang Utara, sub cekungan
Palembang tengah dan sub cekungan
Palembang Selatan. Cekungan ini dikenal
sebagai cekungan penghasil hidrokarbon baik
minyak maupun gas.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
analisis gas metana batubara pada daerah
penelitian yaitu dengan menggunakan metode
pendekatan melalui Seismik, Elektro Facies
(Wire Line Log Analisis), dan Simulasi
Monte Carlo, dalam satu sumur yang
berkembang dan kemudian ditelusuri
kemenerusannya. Metode ini digunakan
dalam penelitian untuk memungkinkan hasil
yang maksimal dari keterbatasan data yang
tersedia. Diagram alir penelitian dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Hasil Penelitian dan Diskusi
Analisis Log Sumur dan Lapisan Batubara
Terdapat 3 (tiga) buah sumur yang digunakan
dalam analisis log sumur ini, yaitu sumur
Ardy-9, Ardy-6, Ardy-14 dengan ketersediaan
data log lengkap. Tujuan menggunakan
analisis ini adalah untuk menentukan lapisan
batubara yang kemudian lapisan batubara
tersebut dikelompokkan dan dibuat menjadi
zona batubara, sehingga dapat dilakukan
korelasi antar well. Untuk menentukan
lapisan batubara dalam sumur, kita dapat
menggunakan beberapa data log untuk
dikombinasikan. log density merupakan log
yang paling umum digunakan untuk
menentukan lapisan batubara. Adapun nilai
dari log ini yang dipakai untuk penentuan
batubara adalah 1.2 – 1,8 g/cc. Penentuan
lapisan batubara dengan metode analisis well
log yang terbaik adalah menggunakan
kombinasi dari beberapa log. Dalam
penelitian ini penentuan lapisan batubara
digunakan kombinasi log Gamma Ray (GR),
log Neutron (NPHI) dan log density (RHOB).
Page 3
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Penentuan Lapisan Batubara
Untuk penentuan batubara nilai dari
log Gamma Ray rendah, nilai dari log
Neutron tinggi dan nilai dari density rendah.
Dapat dilihat kenampakan yang khas dari
kombinasi ketiga log ini jika menunjukkan
adanya lapisan batubara (Gambar 2)
Gambar 2 penentuan lapisan batubara
Penentuan Zona dan Ketebalan Batubara
Penentuan zona batubara dilakukan
dengan cara pengelompokkan dari beberapa
lapisan batubara yang telah didapat melalui
hasil analisis data log, kemudian di golongkan
dalam zona – zona yang berbeda. Dalam
penelitian ini terdapat 2 (dua) zona batubara
dari yang terdalam hingga yang terdangkal
yaitu Coal Zone 1 dan Coal Zone 2.
Penentuan jumlah lapisan batubara tiap zona
merupakan hasil dari interpretasi peneliti,
Sementara untuk lapisan batubara yang
diambil adalah yang memiliki ketebalan lebih
dari 1 meter, batubara yang memiliki
ketebalan minimal 1 meter itu memiliki
potensi yang baik untuk keperluan gas metana
dalam batubara. Setelah mengelompokkan
lapisan batubara yang telah ditentukan, lalu
dilakukan perhitungan ketebalan dari tiap
lapisan tersebut, sehingga peneliti mempunyai
ketebalan batubara dari setiap zona batubara
(Tabel 1, Tabel 2)
Tabel 1
Tabel 2
Korelasi Zona Batubara
Setelah didapatkan beberapa zona batubara
pada sumur bor, maka kita akan mempunyai
nilai dari kedalaman tiap zona batubara,
sehingga kita dapat melakukan plotting pada
data sumur dan dapat menentukan horizon
dari tiap zona batubara. Pada penelitian ini
sumur Ardy-6 memiliki data log yang paling
lengkap sehingga sumur ini menjadi sumur
kunci untuk menentukan korelasi antar sumur.
Langkah selanjutnya adalah dengan
mengkorelasikan zona batubara pada sumur
Ardy-6 terhadap sumur Ardy-9 dan Ardy-14
sehingga dapat diketahui penyebaran
batubaranya (Gambar 3).
Analisis Fasies dan Lingkungan
Pengendapan
Analisis fasies dan lingkungan
pengendapan dilakukan dengan menggunakan
analisis litofasies dari data cutting dan analisis
elektrofasies dari data log sumur. Data cutting
memiliki tingkat akurasi yang lebih baik jika
dibandingkan dengan data log sumur. Data
cutting memiliki tingkat akurasi yang lebih
Page 4
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Gambar 3. Korelasi Sumur
baik jika dibandingkan dengan data log
sumur, karena data cutting merupakan satu –
satunya data yang menunjukkan kondisi
bawah permukaan secara nyata. Namun,
dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan
deskripsi cutting secara langsung tetapi hanya
menyadur dari laporan yang ada, dan dari 3
sumur yang dipakai hanya 1 yang memiliki
laporan cutting. Dari hasil deskripsi cutting
pada laporan penulis mencoba melakukan
interpretasi litofasies dari hasil deskripsi
laporan, setelah itu membandingkannya
dengan beberapa skematik suksesi fasies dari
beberapa lingkungan pengendapan. Setelah
itu penulis juga mencoba membandingkan
dengan hasil elektrofasies yang ada.
Analisis Geologi Batubara
Kerangka stratigrafi regional
Cekungan Sumatera Selatan telah
melatarbelakangi dan mengontrol geologi
batubara di daerah studi. Geologi batubara
daerah studi ini berkaitan dengan 2 (dua)
satuan batuan sebagai formasi pembawa
batubara, yang secara stratigrafi dapat
diurutkan sebagai berikut, Formasi Talang
Akar di bagian bawah, dan Formasi Muara
Enim di bagian paling atas. Geologi batubara
dan stratigrafi dari masing – masing batuan
pembawa batubara memiliki perbedaan
terutama berkaitan dengan penyebaran lateral
dan asosiasi batuan penyertanya. Batubara
pada Formasi Talang Akar berasosiasi dengan
batuan yang termasuk dalam Anggota
Gritsand, yang terdiri dari batupasir kasar
hingga sangat kasar dengan interkalasi serpih,
lanau dan sisipan batubara yang diendapkan
di lingkungan fluviatile – delta. Sedangkan
anggota transisi memiliki litologi terdiri dari
serpih interkalasi dengan batupasir – batubara
kadang – kadang menjadi serpih marine
interkalasi dengan batupasir gampingan.
Diendapkan secara selaras diatas anggota
Gritsand selama Miosen Bawah. Keterdapatan
batubara yang paling banyak dijumpai adalah
pada Formasi Muara Enim. Formasi ini
merupakan formasi pembawa batubara utama,
di daerah studi dapat dijumpai 2 (dua) Coal
Zone dengan ketebalan mulai dari 0,86 hingga
7,84 meter seperti teridentifikasi pada sumur
Ardy – 9. Batubara pada formasi ini
merupakan hasil pengendapan di lingkungan
system fluvial hingga dataran pasang surut
(tidal flat) yang sangat membantu dalam
mengontrol penyebaran dan ketebalan
lapisannya. Di daerah studi batubara dari
Formasi Muara Enim cukup baik tersingkap
di permukaan. Batubara pada Formasi Muara
Enim terbentuk selama proses akhir transgresi
atau sebagai sistem regresi dari Formasi Air
Benakat menjadi Formasi Muara Enim.
Kenaikan muka air laut menyebabkan adanya
limpah banjir serta ruang akomodasi menjadi
lebih besar, serta terjadi pula kenaikan dari
muka air tanah, mengakibatkan penyebaran
garis pantai semakin meluas, sehingga secara
regional batubara dapat berkembang dengan
baik (Formasi Muara Enim).
Analisis Elektrofasies
Terdapat 6 sumur pada interval studi, dengan
1 sumur diantaranya memiliki data cutting
yaitu Sumur Ardy – 9.
Page 5
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Gambar 4. Analisis Elektrofasies
Berdasarkan komposisi warna dan tekstur
yang terlihat dari composite log sumur Ardy –
9 peneliti membagi Formasi Muara Enim
menjadi 4 (empat) litologi yang berbeda
yaitu:
1. Batubara dengan warna abu – abu gelap
sampai hitam, dengan tingkat kekerasan
lunak
2. Batulempung, dengan warna abu – abu,
dan sebaian bersifat karbonatan
3. Batulanau, dengan warna abu – abu tua,
dan sebagian bersifat karbonatan
4. Batupasir, dengan warna abu - abu,
berbutir batupasir sangat halus
Interpretasi fasies tentunya akan sangat sulit
dilakukan karena tidak adanya penjelasan
mengenai struktur sedimen, oleh karena itu
penulis mencoba melakukan kesebandingan
dengan laporan yang ada sebelumnya dan
melakukan korelasi dengan pola log
elektrofasies.Analisis elektrofasies merupakan
analisis untuk menentukan fasies – fasies
pada interval kedalaman tertentu dengan
melihat pola log sumur. Data hasil
elektrofasies yang telah dikalibrasikan dengan
data cutting dapat dikorelasikan dengan hasil
log sumur lain sehingga dapat diperkirakan
penyebaran lateral elektrofasies tersebut.
Hasil analisis elektrofasies pada interval
Formasi Muara Enin, secara garis besar
menampakkan 4 pola log, yaitu; serrated and
bell shape, serrated, serrated and funnel
shape, bell shape. Keempat pola log yang
berbeda tersebut mengindikasikan adanya
perbedaan pola dan system pengendapan.
Perbedaan pola pengendapan tersebut dapat
disebabkan oleh perbedaan lingkungan
pengendapan karena tebal kolom air saat
pengendapan yang berbeda pula. Pola serrated
and bell shapemerupakan thin section yang
tersusun oleh litologi mudstone dengan fasies
pro delta/shelf dan setelah dikorelasikan
dengan data litofasies diinterpretasikan bahwa
fasies ini diendapkan di lingkungan pro delta
dengan arus yang relative stabil, maka dari ini
pada kedalaman ini terdapat batubara yang
menjadi bagian dari coal zone 1. Sementara
itu pola serrated mengindikasikan paket
endapan yang relative blocky shale yang
relatif tebal sekitar 100m dan setelah
dikorelasikan dengan data litofasies
diinterpretasikan bahwa fasies ini diendapkan
di lingkungan pengendapan lakustrin dengan
arus yang relative lebih tenang dan stabil.
Pola serrated and funnel shape yang tersusun
atas perselingan batupasir dan batulempung
dengan kecenderungan batulempung menebal
bagian atas. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa proses sedimentasi saat diendapkannya
pola log ini bersifat fluktuatif. Setelah
dikalibrasi dengan data litofasies,
diperkirakan bahwa paket batuan ini
diendapkan di lingkungan pro – delta. Pola
bell – shape yang tersusun atas batulempung
batupasir ini mengindikasikan bahwa proses
Page 6
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
sedimentasi bersifat fluktuatif. Setelah
dikalibrasi dengan data litofasies dan
diperkirakan bahwa paket batuan ini
merupakan fasies mouth bar yang diendapkan
di lingkungan delta front. Secara keseluruhan
Formasi Muara Enim jika diinterpretasikan
melalui analisis elektrofasies merupakan
Formasi yang diendapkan pada lingkungan
dengan arus yang cukup tenang, maka dari itu
potensi dari gas metana dalam batubara pada
formasi ini cukup baik.
Interpretasi Data Seismik
Terdapat 52 line seismic yang dipakai
dalam penelitian ini. Data seismik
menunjukkan kualitas data yang sedang
sampai buruk. Refleksi seismik menunjukkan
kontinuitas yang buruk sampai cukup baik,
kecuali pada horizon batuan dasar yang
memperlihatkan pola yang tidak beraturan.
Pada umumnya interpretasi horizon batuan
sedimen relatif lebih mudah untuk dilakukan,
kecuali pada penampang seismik yang dilalui
oleh struktur kompleks, hal ini disebabkan
oleh kontinuitas refleksi yang terganggu.
Gambar 5. Interpretasi Seismik
Peta Struktur Waktu dan Kedalaman
Hasil interpretasi seismik selanjutnya dikonversi menjadi peta struktur waktu pada
tiap horizonnya (Gambar 6) lalu peta struktur
waktu ini dikonversi menjadi peta struktur
kedalaman (Gambar 7) dengan menggunakan
data kurva checkshot.
Gambar 6. Peta Struktur Waktu
Sweet Spot Area
Setelah melakukan pembuatan peta
struktur waktu dan peta struktur kedalaman,
selanjutnya adalah menentukan sweet spot
area yang diperkirakan sebagai area prospek
dari gas metana batubara yang telah dioverlay
dengan peta struktur kedalaman dan telah
dibagi per kedalaman. Kedalaman gas metana
batubara yang hingga kini bisa diambil untuk
tahap eksploitasi adalah pada kedalaman 300
meter hingga 700 meter, namun pada
penelitian ini selain kedalaman 300 meter
hingga 700 meter yang dihitung potensi gas
metana batubaranya juga pada kedalaman 700
meter hingga 1000 meter juga dihitung
tingkat potensi dari gas metana batubaranya.
Dari hasil analisis ini didapatkan sweet spot
area dari tiap kedalaman yang kemudian akan
Page 7
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
dihitung nilai potensi gas yang terkandung
pada batubara.
Gambar 7. Peta Kedalaman
Sweet Spot Area Kedalaman 300 Meter –
700 Meter
Peta struktur kedalaman dari tiap coal
zone yang telah dibuat kemudian dibagi
sesuai kedalaman 300 meter hingga 700
meter, maka akan menghasilkan sweet spot
are dari setiap coal zone (Gambar 8). Setelah
itu dapat ditentukan luas area dari tiap sweet
spot area dalam tiap coal zone. Luas area ini
berguna dalam perhitungan nilai Gas In Place.
Sweet Spot Area Kedalaman 700 Meter –
1000 Meter
Langkah yang dilakukan dalam
penentuak sweet spot area pada kedalaman ini
seperti pada kedalaman 300m – 700m yaitu,
peta struktur kedalam dari tiap coal zone yang
telah dibuat kemudian dibagi sesuai
kedalaman 700 meter hingga 1000 meter,
maka akan menghasilkan sweet spot area dari
setiap coal zone, luas area ini berguna dalam
perhitungan nilai Gas In Place.
Gambar 8. Sweet Spot Kedalaman 300-700 meter
Perhitungan Gas Content dan Gas In Place
Pada tahap ini dibutuhkan beberapa
aspek yang digunakan untuk perhitungan
menentukan nilai dari gas content dan gas in
place diantaranya adalah nilai dari properti
batubara yang merupakan nilai pasti yang
didapatkan dari hasil laboratorium, lalu
dibutuhkan juga aspek luas area potensi yang
didapatkan dari hasil analisis sebelumnya,
sementara untuk menentukan nilai dari gas
content digunakan Kim’s Formula.
Page 8
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Gambar 9. Sweet Spot Kedalaman 700-1000
meter
Analisis Properti Batubara
Analisis ini didapatkan dari hasil
laboratorium (Tabel 3) untuk menentukan
nilai dari batubara itu sendiri. Hasil dari data
laboratorium ini yang diberikan oleh
perusahaan untuk membantu dalam
perhitungan nilai dari gas content sehingga
masuk kedalam ketersediaan data dalam
penelitian ini. Selain nilai yang ada pada tabel
diatas, ada nilai lain yang diberikan
perusahaan untuk membantu perhitungan dari
iGas Content, yaitu nilai dari Recovery Factor
(RF (%)) sebesar 0.19. setiap nomor sampel
digunakan untuk tiap zona batubara ynag
berbeda, nomor sampel 1 digunakan untuk
menentukan Gas Content pada zona batubara
1, nomor sampel 2 digunakan untuk
menentukan Gas Content pada zona batubara
1.
Tabel 3 Data analisis laboratorium untuk
menentukan gas content batubara (Data Sekunder,
Pusat Studi energy, 2015)
Perhitungan Gas Content
Perhitungan ini menggunakan rumus
Kim yang di dalamnya membutuhkan
beberapa elemen seperti data kedalaman
sumur kunci, kedalaman minimum sumur,
kedalaman maksimum sumur dan kedalaman
tengah dari sumur. Data lain yang dibutuhkan
adalah data proximate yaitu data yang
didapatkan melalui hasil analisis
laboratorium. Setelah semua data yang
dibutuhkan untuk perhitungan Gas Content
telah terkumpul, maka selanjutnya nilai Gas
Content (Tabel 4) bisa didapat.
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai Gas Content
Perhitungan Gas In Place
Untuk perhitungan dari nilai Gas In
Place dibutuhkan beberapa data yaitu, data
luas area sweet spot, data ketebalan batubara
dalam zona batubara, nilai dari Gas Content
dan nilai dari densitas dimana nilai densitas
yang dipakai adalah nilai standar densitas
batubara yang dipakai di perusahaan yaitu
sebesar 1.3 g/cc. Setelah didapatkan nilai Gas
In Place ini kita menggunakan metode Monte
Page 9
Seminar NasionalKe – III
FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran
“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”
Carlo, metode ini adalah metode statistic yang
dipakai untuk menghitung prediksi dari nilai
Gas In Place yang ada, kemungkinan nilai
yang bisa kita dapat adalah nilai maksimum,
nilai minimum dan nilai tengah. Dalam dunia
industri nilai yang biasa dijadikan
pertimbangan adalah nilai tengah (P50).
Setelah didapatkan hasil nilai Gas In Place
P50 dari setiap coal zone pada kedalaman 300
meter hingga 700 meter, selanjutnya kita
dapat menentukan nilai total dari Gas In Place
P50 dalam kedalaman ini dengan cara
menjumlahkan seluruh nilai Gas In Place P50
dari semua coal zone. Untuk kedalaman 700
meter hingga 1000 meter, metode yang
digunakan untuk perhitungan nilai Gas In
Place P50 sama dengan pada kedalaman 300
meter hingga 700 meter, berikut hasil
perhitungan nilai total Gas In Place pada
kedalaman 700 meter hingga 1000 meter
(Tabel 5).
Tabel 5. Hasil perhitungan Gas In Place pada
kedalaman 300m – 700m
Tabel 6. Hasil perhitungan Gas In Place pada
kedalaman 700m – 1000m
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan
data pada lapangan “YF”, Formasi Muara
Enim. Dapat ditarik kesimpulan potensi dari
gas metana pada batubara di lapangan “X”
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil dari analisis korelasi
antar sumur, didapatkan lapisan – lapisan
batubara yang dikelompokkan menjadi
beberapa zona batubara.
2. Perhitungan cadangan gas metana dalam
batubara dihitung berdasarkan kedalaman
dan didapatkan cadangan gas metana pada
batubara kedalaman 300m – 700m sebesar
19.42 bcf dan pada kedalaman 700m –
1000m sebesar 5.68 bcf.
Pustaka
Boggs, JR, Sam., 1995, Principles of
Sedimentology and Stratigraphy, Second
Edition, Prentice-Hall, Inc, A Simon and
Schuster Company, Upper Saddle River, New
Jersey.
Diessel C.F.K., 1992; Coal Bearing
Depositional Systems, Springer-Verlag,
Berlin
Eubank, R.T. dan Makki, A.C. 1981.
Structural Geology of The Central Sumatera
Back Arc-Basin: Proceedings Indonesian
Petroleum Association,10th Annual
Convention, Vol. 1. Jakarta.
Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi
dan Aplikasi Log, Edisi 8. Schlumberger
Oilfield Service, Jakarta.
Koesoemadinata, R. P. 1980. Geologi
Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1 dan 2. Institut
Teknologi Bandung
Mitchum, R.M., 1977, Seismic
Stratigraphy and Global Changes of Sea
Level, dalam C.E. Payton, Seismic
Stratigraphy-Application to Hydrocarbon
Exploration.
Pulunggono, A. and Cameron, N.R.,
1984, Sumatran Microplates, their
characteristics and their role in the evolution
of Central and South Sumatera Basins,
Proceeding of the 13th Indonesian Petroleum
Association Annual Convention, 121-143.