i UJI POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM- ETANOL-ASAM ASETAT DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG KEMIRI [Aleurites moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: M. Yohani Cahya Pratiwi NIM : 038114073 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
81
Embed
POTENSI DAYA ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM ETANOL …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
[Aleurites moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
M. Yohani Cahya Pratiwi
NIM : 038114073
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
iv
Buatlah dirimu menjadi berkah bagi seseor ang
Senyummu yang tulus dan tepukan di bahu mungkin bisa menarik seseorang dari tepi jurang (Carmelia Elliot)
Orang lain mungkin ada untuk membantu kita, menolong kita,
membimbing kita, melangkah dijalan kita. Tapi pelajaran yang dipelajari selalu milik kita
(Melody Beattie)
“Marilah kepadaKu semua yang letih, lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”
(Matius 11:28)
Kupersembahkan karya ini untuk :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Bapak dan Ibuku tercinta
Mbak-ku (Yosi) dan
Adik-ku “Yogi” (Bogel)☺tersayang
My dearest one ♥ ANTO ♥
vi
INTISARI
Kulit batang kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) merupakan salah satu tanaman obat yang berkhasiat mengobati disentri, urus-urus, luka infeksi dan sembelit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah remaserasi kinetik menggunakan pelarut kloroform, kemudian dilanjutkan pemisahan dengan Kromatografi Kolom menggunakan fase gerak kloroform-etanol-asam asetat. Uji potensi menggunakan difusi sumuran untuk mendapatkan fraksi aktif. Uji potensi fraksi aktif ekstrak serbuk kulit batang kemiri terhadap S. aureus dilakukan dengan menggunakan metode bioautografi kontak. Uji identifikasi kualitatif fraksi aktif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan fraksi [kloroform - etanol - asam asetat (90:5:5)] memiliki diameter zona hambat terbesar dan fraksi ini ditetapkan sebagai fraksi aktif. Pada uji KLT diperoleh dugaan kandungan senyawa aktifnya yaitu alkaloid indol. Pengujian potensi menggunakan metode bioautografi kontak tidak menunjukkan adanya potensi antibakteri dari alkaloid.
Kata kunci : kulit batang kemiri, ekstrak kloroform, fraksi kloroform-etanol-asam asetat, Kromatografi Kolom, bioautografi, Staphylococcus aureus, Kromatografi Lapis Tipis, alkaloid.
vii
ABSTRACT
Candelnut (Alleurites moluccana L. Willd) bark is one of medicine plant used to diarrhea, purgative, infection wound, and constipation. The purpose of this research is know antibacterial potency of chloroform-ethanol-acetic acid fraction from chloroform extract of candelnut bark againts Staphylococcus aureus. This experiment was pure experimental research. Extraction method that is used is kinetics remaseration with chloroform solvent. Then, it is cointinued by separation with Coloum Chromatography, and using a moving phase chloroform-ethanol-acetic acid. A potential test by using diffusion method to get active fraction. The active fraction potential test of candelnut bark powder extract againts S. aureus is done by using contact bioautography method. The qualitatif identification test of active fraction is done by using Thin Layer Chromatography (TLC) method. The result shows that [chloroform – ethanol – acetic acid (90:5:5)] fractions have the biggest blocked zone diameter and this fraction determined as an active fraction. In TLC test, it is estimated that the active compound is indole alkaloida. Potential testing by using contact bioautography method does not show any antibacterial potency of alkaloid. Keywords : candelnut bark, chloroform extract, chloroform – ethanol – acetic acid
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 64
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
35 Tabel I. Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang kemiri ......... Tabel II. Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang
kemiri........................................................................................ 39 Tabel III. Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap
Staphylococcus aureus ........................................................... 41 Tabel IV. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat
p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid tersier dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20) ........... 43
Tabel V. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat
p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid kuartener dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)................ 43
Tabel VI. Hasil Uji potensi antibakteri fraksi aktif (fraksi V) terhadap
Staphylococcus aureus dengan metode Bioautografi Kontak..... 50
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
28 Gambar 1. Skema uji kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT ..........
Gambar 2. Skema penelitian uji potensi antibakteri fraksi kloroform-
etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus ................................ 30
Gambar 3. Reaksi pembentukan senyawa kompleks CAS dan alkaloid
indol ..................................................................................... 44 Gambar 4. Reaksi piridin dengan CAS .................................................. 45 Gambar 5. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam
asetat p.a (90:5:5)] alkaloid tersier ....................................... 46 Gambar 6. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam
asetat p.a (90:5:5)] alkaloid kuartener ................................. Gambar 7. Struktur gugus amin pada alkaloid tersier dan kuartener ...... 48
47
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi …………………………. 55
Lampiran 3. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Fraksi Hasil Pemisahan Kromatografi Kolom Terhadap Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran ................ 57
Lampiran 4. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Piridin sebagai Kontrol
Positif Terhadap Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran ............................................................................. 58
Lampiran 5. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Piridin
Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20) ............................................................ 59
Lampiran 6. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid
tersier Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20) .................................................. 60
Lampiran 7. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid
Kuartener Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat (60:20:20) ............................................................... 61
Lampiran 8. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Tersier fraksi V
[Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus .............................................. 62
Lampiran 9. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Kuartener fraksi V
[Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus................................................. 63
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen utama bagi manusia dan
menjadi penyebab infeksi nosokomial. Staphylococcus cepat menjadi resisten
terhadap banyak zat antimikroba sehingga menimbulkan masalah dalam pengobatan
(Jawetz et al., 1995) dan sampai saat ini Staphylococcus aureus sudah resisten
terhadap antibiotik golongan penisilin (MRSA). Untuk mengatasi masalah tersebut
saat ini banyak dikembangkan obat baru. Salah satunya berasal dari tanaman obat
yang berpotensi sebagai antibakteri.
Salah satu tanaman di Indonesia yang potensial sebagai tanaman obat adalah
kemiri (Hutapea et al., 1993). Biji kemiri berkhasiat menyuburkan, menghitamkan
rambut dan sebagai bumbu dapur. Sedangkan kulit batangnya untuk mengobati
disentri, urus-urus, luka infeksi dan sembelit (Kardono et al., 2003).
Penelitian lain kulit batang kemiri yang telah dilakukan Melinda (2005)
menyatakan bahwa fraksi etanol dan fraksi etil asetat kulit batang kemiri
mengandung alkaloid golongan piridin–piperidin, dan didapat KHM fraksi etil asetat
sebesar 10 mg/ml.
Penelitian ini merupakan serangkaian penelitian yang mengacu penelitian
sebelumnya Melinda (2005). Penelitian ini menggunakan kloroform sebagai pelarut
dalam remaserasi karena alkaloid mudah larut dalam kloroform (Mursyidi, 1990)
sehingga diharapkan alkaloid dapat tersari secara optimal.
1
2
Ekstrak kloroform difraksinasi menggunakan tiga pelarut yang merupakan
campuran dari kloroform-etanol-asam asetat dengan perbandingan yang berbeda.
Fraksinasi dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Fraksinasi ini dilakukan
dengan harapan ekstrak akan terpisah menjadi beberapa fraksi. Sehingga dari fraksi
ini dapat diketahui pelarut mana yang lebih optimal dalam menyari senyawa yang
berpotensi antibakteri terhadap S. aureus.
Metode difusi sumuran digunakan untuk mengetahui potensi antibakteri
fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom yaitu fraksi kloroform p.a : etanol p.a
(95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi
kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) sedangkan metode bioautografi
kontak digunakan untuk mengetahui zona hambat dari bercak senyawa-senyawa pada
fraksi aktif yang berpotensial antibakteri sebagai hasil pemisahan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian tentang uji potensi
antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang
kemiri terhadap Staphylococcus aureus dapatlah dilakukan.
- Pengeringan dengan oven 600C - Pengayakan dan Penyerbukan
Pengeringan dan pembuatan serbuk
- diameter 4-12 cm
Identifikasi tanaman
Pengumpulan kulit batang
- makroskopis
31
Identifikasi kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT
- fase diam : silika gel GF 254
- fase gerak : kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)
- deteksi UV 254 dan UV 365 - pereaksi semprot CAS - pembanding: Piridin
Uji potensi antibakteri fraksi aktif
terhadap S. aureus dengan metode Bioautografi kontak
Analisis hasil
Gambar 2. Skema Penelitian uji potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus
Terbentuk endapan coklat merah Terbentuk endapan putih kekuningan Terbentuk endapan coklat kemerahan
+ + +
2 Uji Polifenol Filtrat + FeCl3
Hijau kebiruan
+
Uji polifenol merupakan uji pendahuluan yang digunakan untuk mengetahui adanya
gugus fenol. Penelitian ini memfokuskan pada alkaloid, karena mengacu penelitian
yang pernah dilakukan (Melinda, 2005) bahwa alkaloid golongan piridin-piperidin
kulit batang kemiri diduga merupakan fraksi aktif yang berpotensi antibakteri
terhadap S. aureus.
Serbuk kulit batang kemiri diekstraksi dua tahap yaitu menggunakan larutan
penyari petroleum eter dan kloroform. Penyarian pertama menggunakan larutan
petroleum eter selama 1 jam. Hasil penyarian ini tidak digunakan karena hanya
dilakukan untuk menyari zat-zat non polar seperti klorofil, lipid, lilin dan senyawa
non polar lainnya sehingga didapatkan zat aktif yang bebas dari zat-zat non polar
tersebut. Walaupun alkaloid bersifat semi polar namun alkaloid tidak larut dalam
36
petroluem eter (Mursyidi, 1990). Penyarian kedua menggunakan kloroform selama
3 x 24 jam. Larutan kloroform digunakan sebagai penyari karena alkaloid mudah
larut dalam cairan penyari ini (Mursyidi, 1990). Dengan menggunakan larutan
penyari ini diharapkan alkaloid akan tersari seluruhnya.
Metode ekstraksi yang dilakukan adalah remaserasi kinetik. Remaserasi
bertujuan untuk menyari senyawa yang mudah larut dalam cairan penyarinya dengan
perbandingan cairan penyari dan serbuk yang sudah diketahui, sehingga senyawa
yang tersari benar-benar senyawa yang diinginkan. Keuntungan dari metode
remaserasi yaitu senyawa yang terdapat dalam serbuk kulit batang kemiri dapat
tersari seluruhnya karena adanya pengulangan maserasi dengan penggantian pelarut
setiap 24 jam dan dengan kinetik dapat mengoptimalkan jumlah senyawa yang dapat
larut dalam kloroform. Kerugian metode ini yaitu volume pelarut yang digunakan
cukup banyak. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk dengan cairan
penyari dimana cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan zat aktif di luar sel, maka
larutan yang terpekat akan didesak keluar. Selama proses penyarian serbuk beserta
larutan penyari diletakkan di dalam erlenmeyer dan ditutup dengan kertas plastik dan
alumunium foil untuk mencegah cairan penyari habis menguap. Rendaman digojog
dengan shaker supaya penyarian lebih merata dan maksimal. Sebelum ampas disari
dengan kloroform, terlebih dahulu ampas serbuk dikeringkan dari penyari
sebelumnya yaitu petroleum eter dengan cara diangin-anginkan sampai bau
petroleum eter hilang. Pengeringan ini dilakukan untuk menghilangkan sisa pelarut
37
sebelumnya agar zat-zat aktif yang tersari benar-benar tersari dalam pelarut yang
diinginkan.
Hasil remaserasi kinetik diperoleh ekstrak kloroform dalam bentuk ekstrak
kental. Berat ekstrak kental yang didapat dari ± 250 gram serbuk kering adalah 1,32
gram ekstrak kental. Hasil remaserasi yang berupa ekstrak kental ini kemudian
dilarutkan seluruhnya dalam kloroform dan dipisahkan dengan kromatografi kolom
dengan tiga macam fase gerak yang berbeda agar diperoleh pemisahan zat aktif yang
lebih baik.
E. Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran yang melibatkan dua
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Mekanisme pemisahannya berdasarkan adsorpsi
komponen-komponen campuran dengan afinitas yang berbeda pada permukaan fase
diam. Menurut Cordell (1981) fase gerak untuk alkaloid piridin adalah kloroform :
metanol : asam asetat (60:10:1). Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi
kolom ini ada tiga yaitu kloroform p.a : etanol p.a (95:5) sebagai fase gerak pertama,
fase gerak kedua adalah kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fase
gerak yang terakhir adalah kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5). Fase
gerak ini berbeda dari pustaka (Cordell, 1981), metanol diganti dengan etanol karena
metanol bersifat toksik. Metanol mempunyai nilai kepolaran 5,1 dan etanol 5,2
sehingga perbandingan jumlah etanol yang digunakan pada penelitian ini lebih
sedikit. Hal ini bertujuan supaya kepolarannya mendekati kepolaran dari kloroform :
metanol : asam asetat (60:10:1) sehingga alkaloid dapat tersari di fase gerak ini.
38
Perbedaan perbandingan fase gerak dilakukan dengan tujuan untuk
memisahkan senyawa sesuai dengan kepolarannya terhadap masing-masing fase
gerak. Urutan kepolaran fase gerak dari yang lebih non-polar sampai yang lebih polar
yaitu fase gerak pertama lebih non polar dari fase gerak kedua, dan fase gerak kedua
lebih non polar dari fase gerak ketiga. Fase gerak pertama dikatakan lebih non polar
daripada fase gerak kedua dan ketiga karena jumlah kloroforom yang digunakan
lebih banyak dibandingkan pada fase gerak kedua dan ketiga.
Kromatografi kolom ini temasuk dalam kromatografi fase normal, karena
fase gerak yang digunakan bersifat lebih non polar dibanding fase diamnya yaitu
silika gel GF 254. Dengan fase gerak dan fase diam yang digunakan ini, diharapkan
senyawa akan terpisah dengan baik berdasarkan kepolarannya. Dimana senyawa
yang lebih non polar akan lebih terikat dengan fase gerak dan senyawa yang lebih
polar akan terikat pada fase diam.
Keuntungan menggunakan kromatografi kolom dalam penelitian ini yaitu
didapat pemisahan senyawa-senyawa menjadi beberapa fraksi berdasarkan
kepolarannya terhadap fase gerak dan fase diam, sehingga proses pengidentifikasian
senyawa menjadi lebih mudah. Kerugian dari kromatografi kolom ini yaitu waktu
yang dibutuhkan cukup lama dan fase gerak yang digunakan cukup banyak.
Sebelum digunakan, serbuk silika gel GF 254 diaktifkan terlebih dahulu
dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 1000C selama 15 menit dengan
tujuan menghilangkan sisa-sisa kandungan air yang berada dalam silika gel. Dengan
adanya kandungan air akan menyebabkan senyawa sulit berikatan dengan fase diam.
Pengaktifan ini juga bertujuan untuk mengembangkan pori-pori silika gel, karena
39
dengan terbukanya pori-pori maka senyawa dapat lebih mudah berikatan dengan
silika gel sehingga pemisahan lebih sempurna.
Kolom diketuk-ketuk untuk membantu kekompakan pengepakan dan
homogenitas kolom serta menghilangkan gelembung udara, karena adanya
gelembung udara akan menggangu proses pemisahan senyawa. Bagian atas kolom
ditambah NaSO4 anhidrat dengan tujuan menyerap O2 sehingga mencegah kolom
terisi oleh udara dan uap air.
Tabel II. Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri
Fraksi Berat fraksi kental (mg) I 134,3
III 26,4 V 15,5
Fraksi-fraksi yang didapat dari hasil pemisahan dengan kromatografi kolom
selanjutnya diuji aktifitas antibakterinya. Dari lima fraksi yang didapat, hanya fraksi
I, III, dan V yang diujikan pada bakteri S. aureus karena fraksi ini berasal dari fase
gerak kloroform p.a : etanol p.a (95:5) sebagai fase gerak pertama, kloroform p.a :
etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2) sebagai fase gerak kedua, dan kloroform p.a :
etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) sebagai fase gerak ketiga.
Fraksi II dan IV tidak diuji pada bakteri karena fraksi II berasal dari
campuran antara fase gerak pertama dan fase gerak kedua sedangkan fraksi IV
berasal dari campuran fase gerak kedua dan fase gerak ketiga. Namun belum ada
bukti kualitatif yang menyatakan bahwa fraksi II dan fraksi IV merupkan fraksi
peralihan.
40
F. Uji potensi antibakteri fraksi hasil kromatografi kolom dan pemilihan fraksi aktif
Ada tiga fraksi yang diujikan pada bakteri S. aureus yaitu fraksi I, III, dan V.
Pengujian antibakteri dilakukan secara difusi sumuran. Uji potensi antibakteri ini
dilakukan untuk mengetahui fraksi mana yang lebih aktif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus. Hasilnya ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambat terbesar di sekitar lubang sumuran. Bakteri S. aureus dipilih sebagai bakteri
uji karena merupakan salah satu bakteri gram positif yang bersifat patogen (Jawetz et
al, 1995) dan bakteri S. aureus merupakan bakteri yang saat ini sudah banyak
resisten terhadap golongan antibiotik penisilin (MRSA) (Anonim, 2006).
Berdasarkan penelitian (Melinda, 2005) konsentrasi 10 mg/ml merupakan
konsentrasi terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,
sehingga pada penelitian ini konsentrasi yang digunakan adalah 10 mg/ml.
Metode pembiakan bakteri secara pour plate dipilih karena bakteri S. aureus
bersifat anaerob fakultatif sehingga pertumbuhannya dapat merata pada seluruh
media tidak hanya pada bagian atas media, dan metode difusi sumuran dipilih karena
dengan metode ini senyawa tidak hanya terdifusi pada bagian atas media tetapi akan
terdifusi juga sampai ke dalam media sehingga akan menghambat pertumbuhan
bakteri lebih maksimal. Fraksi aktif yang akan diujikan bersifat non polar, sedangkan
media agar yang digunakan mempunyai sifat polar. DMSO disini digunakan sebagai
pelarut dan berfungsi sebagai surfaktan, dengan adanya surfaktan ini maka
diharapkan senyawa dapat berdifusi lebih mudah ke dalam media.
Piridin digunakan sebagai kontrol positif karena menurut penelitian yang
telah dilakukan (Melinda, 2005), ekstrak etil asetat kulit batang kemiri diduga
41
mengandung alkaloid golongan piridin-piperidin sebagai antibakteri, selain itu
piridin-piperidin merupakan golongan alkaloid yang mempunyai aktivitas antibakteri
yang kuat maupun lemah (Roberts, 1998). DMSO digunakan sebagai kontrol negatif
karena merupakan pelarut fraksi I, III, dan V. Setelah dilakukan inkubasi selama 24
jam diperoleh zona hambat di sekitar sumuran.
Hasil uji fraksi I, III, dan V terhadap S. aureus menggunakan metode
sumuran adalah sebagai berikut :
Tabel III. Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap Staphylococcus aureus
Diameter zona hambat (cm) Fraksi 1 2 3 4
Rerata x SD±
I 0,8 0,8 0 0,8 0,63 ± 0,42 III 1,2 1,1 1,3 1,2 1,15 ± 0,06 V 1,8 1,6 1,8 1,7 1,73 ± 0,1
Kontrol + 1,2 1,2 1,2 1,2
1,20 ± 0
Dari data hasil pengujian potensi antibakteri (tabel III), fraksi aktif yang dipilih
adalah fraksi V karena mempunyai rerata diameter zona hambat terbesar yaitu 1,73
cm yang lebih besar dibandingkan diameter fraksi I dan fraksi III.
Rerata zona hambat fraksi V lebih besar dari rerata zona hambat kontrol
positif, sehingga fraksi ini mempunyai potensi untuk dikembangkan. Fraksi aktif ini
kemudian akan diidentifikasi kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.
G. Identifikasi kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT
Pada penelitian ini, hanya fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat
p.a (90:5:5)] sebagai fraksi aktif yang akan dianalisis secara kualitatif untuk
42
mengetahui kandungan senyawa yang terkandung di dalamnya. Analisis kualitatif ini
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase gerak dan
fase diam yang sesuai sehingga dihasilkan pemisahan bercak yang baik dan dapat
dideteksi dengan sinar tampak, sinar UV dan pereaksi semprot. Dari hasil orientasi,
fraksi kental tidak dilarutkan dalam DMSO melainkan menggunakan aquades karena
apabila dilarutkan dalam DMSO kemudian dikembangkan, diperoleh bercak yang
mengekor setelah proses elusi. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pengotor
yang terdapat dalam DMSO yang menyebabkan bercak tampak mengekor.
Sistem KLT yang digunakan berbeda dengan pustaka yang ada (Cordell,
1981). Walaupun berbeda namun dari hasil orientasi, fase gerak kloroform p.a :
etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20) dan fase diam silika gel p.a. G 254 mampu
memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam fraksi V dengan baik dan
jelas. Kromatografi pada KLT ini merupakan kromatografi fase normal dimana fase
gerak yang digunakan lebih non polar dibandingkan dengan fase diamnya. Deteksi
bercak dilakukan dengan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm, 365 nm dan juga
dengan menggunakan pereaksi semprot Cerium Amonium Sulfat (CAS)
Penjenuhan bejana dan pengaktifan lempeng silika gel dilakukan terlebih
dahulu sebelum digunakan. Tujuan dari penjenuhan ini adalah agar proses elusi dapat
berjalan dengan sempurna.
Fraksi V kental sebelum ditotolkan disari secara khusus terlebih dahulu untuk
mendapatkan kandungan zat aktif yang lebih spesifik. Fraksi diasamkan dengan HCl
1% untuk mengasamkan alkaloid. Alkaloid netral dan basa lemah akan larut dalam
fase HCl sedangkan alkaloid basa akan terikat sebagai garam dalam fase air.
43
Penambahan Na2CO3 akan membebaskan alkaloid basa yang larut dalam kloroform.
Alkaloid kuartener tidak akan tersari oleh kloroform dan tetap pada fase air. Masing-
masing larutan uji (alkaloid tersier dan kuartener) dilarutkan dalam 2-3 tetes aquades
kemudian ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng KLT dan dikembangkan dua kali.
Pengembangan pertama berjarak 5 cm dan pengembangan kedua berjarak 10 cm
sehingga total jarak pengembangan yang digunakan adalah 15 cm, pengembangan
dua kali dilakukan agar bercak dapat terpisah lebih baik. Pembanding yang
digunakan dalam KLT ini adalah piridin hasil sintesis.
Tabel IV. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid tersier dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)
Piridin 0,47 Tidak tampak Ungu kehitaman Tidak berwarna
Tabel V. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid kuartener dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)
Deteksi warna Nama senyawa Rf
UV 365 UV 254 CAS
Alkaloid kuartener 0,55 Tidak tampak Ungu
kehitaman Coklat sangat
muda
Piridin 0,47 Tidak tampak Ungu kehitaman Tidak berwarna
44
Setelah disemprot dengan CAS, bercak alkaloid tersier (lampiran 6)
berwarna coklat muda kekuningan sedangkan bercak pada lempeng KLT untuk
alkaloid kuartener berwarna coklat sangat muda (lampiran 7). Untuk identifikasi,
harga Rf ditentukan dari bercak yang timbul pada deteksi menggunakan
UV 254 nm karena bercak alkaloid kuartener setelah disemprot CAS sulit terlihat.
Warna coklat yang timbul disebabkan karena adanya ikatan antara logam
berat pada pereaksi semprot (logam Ce pada CAS) dengan alkaloid membentuk
senyawa kompleks (gambar 3).
4NH 3
NH N
4
Ce
N 4
Alkaloid Indol CAS
Senyawa komplekberwarna
4
4H2SO4++
Ce [NH4 (SO4)]4+
Gambar 3. reaksi pembentukan senyawa kompleks CAS dan alkaloid indol
Alkaloid yang terdapat pada kulit batang kemiri bukan alkaloid golongan
piridin-piperidin melainkan alkaloid golongan indol. Menurut Cordell (1981)
reagen CAS akan memberikan warna khusus (kuning-jingga) pada banyak alkaloid
indol. Setelah disemprot reagen CAS warna yang terbentuk adalah coklat muda
45
kekuningan yang berada dalam rentang warna kuning-jingga, sehingga dapat
dipastikan alkaloid yang terdapat dalam kulit batang kemiri diduga adalah alkaloid
indol.
Piridin sebagai kontrol positif tidak terbentuk warna setelah disemprot
dengan CAS karena piridin merupakan ligan yang lebih lemah dibandingkan alkaloid
indol (gambar 4). Piridin memiliki satu atom N dengan pasangan elektron bebas
(PEB) (Cordell, 1981), karena struktur ini maka piridin mempunyai sifat penarik
elektron yang lebih kuat dibandingkan alkaloid indol. Piridin akan lebih
menyetabilkan cincin aromatisnya sehingga sulit memberikan PEB untuk
membentuk komplek.
N
+
piridin CAS
Ce[NH4 (SO4)]4 tidak bereaksitidak terbentuk kompleks warna
Gambar 4. Reaksi piridin dengan CAS
46
Pada masing-masing kromatogram, baik alkaloid tersier (gambar 5), maupun
alkaloid kuartener (gambar 6 ) hanya terdapat satu bercak.
1.0
0.0
0.5
Rf
Fase gerak : kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20) Fase diam : Silika gel p.a. G 254 Deteksi : uv 254 nm
Gambar 5. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a
(90:5:5)] alkaloid tersier
47
1.0
0.0
0.5
Rf
Fase gerak : kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20) Fase diam : Silika gel p.a. G 254 Deteksi : uv 254 nm
Gambar 6. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a
(90:5:5)] alkaloid kuartener Dari harga Rf tampak bahwa alkaloid tersier (Rf = 0,59) (gambar 5) mempunyai
harga Rf yang lebih besar dibandingkan alkaloid kuartener (Rf = 0,55) (gambar 6).
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur alkaloid tersier dan kuartener
(gambar 7), pada alkaloid kuartener terdapat N+ sehingga alkaloid kuartener bersifat
lebih elektronegatif dibandingkan alkaloid tersier. Karena kelektronegatifannya ini
maka alkaloid kuartener bersifat lebih polar dibandingkan alkaloid tersier.
48
Karena alkaloid kuartener bersifat lebih polar dibandingkan alkaloid tersier
maka alkaloid kuartener lebih terikat pada fase diam silika gel dan harga Rf alkaloid
kuartener lebih kecil dibandingkan alkaloid tersier.
N..
N+
alkaloid tersier alkaloid kuartener
Gambar 7. Struktur gugus amin pada alkaloid tersier dan kuartener
H. Uji potensi antibakteri fraksi aktif (fraksi V) terhadap Staphylococcus aureus dengan metode Bioautografi Kontak
Metode bioautografi dapat digunakan untuk mengetahui antibiotik yang tidak
diketahui komponennya. Metode ini merupakan gabungan dari metode fisika, kimia
(kromatografi) dan metode mikrobiologi. Keuntungan metode bioautografi ini yaitu
dapat menunjukkan potensi antibakteri dalam konsentrasi yang kecil. Bioautografi
kontak merupakan metode yang dipilih karena metode ini paling sederhana
dibanding metode yang lain, namun hasil yang didapat cukup sensitif. Hal ini
disebabkan karena zona hambat yang terjadi akibat adanya kontak antara senyawa uji
dengan bakteri Staphylococcus aureus tanpa adanya pengenceran senyawa oleh
media agar semisolid seperti yang terjadi pada bioautografi immersi. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri yang terdapat dalam fraksi V sebagai
fraksi aktif hasil uji difusi. Dari uji ini dapat diketahui secara langsung lokasi
senyawa aktif yang berpotensi sebagai antibakteri, potensi ini ditentukan berdasarkan
harga Rf dan warna bercak pada kromatogram. Untuk dapat menimbulkan zona
hambat, senyawa yang terdapat dalam plat harus dapat berdifusi ke media yang berisi
49
bakteri, bakteri tidak tumbuh karena adanya kontak langsung antara bakteri dan
senyawa aktif. Metode pembiakan bakteri yang digunakan pada uji ini sama dengan
pada saat uji penentuan fraksi aktif yaitu metode pour plate, supaya dihasilkan
kondisi pertumbuhan yang homogen.
Plat kromatogram yang telah ditotolkan kemudian dikembangkan dua kali,
pengembangan pertama berjarak 5 cm dan pengembangan yang kedua berjarak
10 cm. Sebelum ditempelkan pada media agar, plat dikeringkan terlebih dahulu di
dalam oven selama 24 jam pada suhu 40°C. Tujuannya supaya fase gerak yang
menempel pada plat kromatogram hilang karena bisa berpengaruh pada saat
penempelan dimana hasil yang diperoleh bukan merupakan aktifitas senyawa aktif,
melainkan aktifitas fase gerak. Plat ditempel pada media agar selama ± 30 menit
kemudian diangkat dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Apabila terjadi
hambatan pertumbuhan bakteri, maka akan terlihat zona hambat di sekitar bercak
yang menandakan adanya aktifitas dari senyawa aktif.
Setelah plat ditempelkan pada media dan diinkubasi selama 24 jam diperoleh
adanya zona hambat pada bercak piridin sebagai kontrol positif. Zona hambat untuk
piridin sebagai kontrol positif mempunyai harga Rf 0,48. Sedangkan piridin pada
kromatogram deteksi warna dengan Pereaksi CAS mempunyai harga Rf 0,47 (Tabel
IV). Dari hasil yang didapat harga Rf piridin hasil bioautografi dan harga Rf setelah
disemprot mempunyai harga Rf yang berdekatan sehingga dapat dikatakan zona
hambat tersebut merupakan zona hambat dari bercak piridin. Sedangkan pada fraksi
kloroform - etanol - asam asetat (90:5:5) baik alkaloid tersier (lampiran 8) maupun
kuartener (lampiran 9) serbuk kulit batang kemiri tidak memiliki potensi antibakteri
50
(tabel VI). Hal ini tampak dari tidak munculnya zona hambat pada lempeng agar
yang telah ditumbuhi bakteri Staphylococcus aureus.
Tabel VI. Hasil Uji potensi antibakteri fraksi aktif (fraksi V) terhadap Staphylococcus aureus dengan metode Bioautografi Kontak
NAMA SENYAWA ZONA HAMBAT Kontrol positif (piridin) Pada harga Rf 0,48
Melinda, 2005, Potensi Antibakteri Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Etanol Kulit Batang Kemiri [Alleurites moluccana (L.) Willd] Terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, cetakan pertama, 63-71, Pusat
Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Roberts, Margaret, F., and Wink, Michael, 1998, Alkaloid: Biochemistry, Ecology,
and Medicinal Applications, 87-105, 416, 421-423, Plenum Press, New York.
Salle, A. J., 1961, Fundamental Principles of Bacteriology, Edisi VI, 401-431,
McGrow-Hill Book Company Inc., New York. Sastrohamidjojo, H., 2002, Kromatografi, Edisi kedua, Cetakan ketiga, 34-35,
Liberty, Yogyakarta. Stahl, E., 1969, Thin Layer Chromatography a Laboratory Handbook, 2nd Ed, 4–17,
568, Springer-Verlag Berlin, New York. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, 3, 16-17,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. Sudirman, I, L., 2005, Deteksi Senyawa Antimikroba Yang Diisolasi Dari Beberapa
Lentinus Tropis Dengan Metode Bioautografi, 12, 67 – 72, Majalah Hayati, Penerbit IPB, Bogor,
Pelczar, M, J., and Chan, E, C, S., 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid I, 99-265,
317-408, Diterjemahkan oleh Hadioetomo, R, S., Penerbit UI, Jakarta Wagman, G.H., dan Weinstein, M.J., 1973, Chromatography of Antibiotic, Volume I,
Eliver Scientific Publishing Company, 7-11, Amsterdam-London, New York.
Zweig, G., and Whitaker, J.R., 1971, Paper Chromatography and Electrophoresis,
397-399, Academic Press, New York and London.
55
Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi
56
Lampiran 2. Foto Tanaman Kemiri [Aleurites moluccana (L.) Willd]
57
Lampiran 3. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Fraksi Hasil Pemisahan Kromatografi Kolom Terhadap Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran
Keterangan :
FI : fraksi I [kloroform p.a : etanol p.a (95:5)]
FIII : fraksi III [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2)]
FV : fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5)]
KK : Kontrol Kerja
K- : kontrol negatif [pelarut (DMSO)]
58
Lampiran 4. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Piridin sebagai Kontrol Positif Terhadap Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran
Keterangan :
Piridin: kontrol positif
KT : kontrol kerja
KP : kontrol pelarut (etanol p.a.)
59
Lampiran 5. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Piridin Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat (60:20:20)
I II
Keterangan:
Fase diam = Silika Gel G 254 nm
I. Piridin sebagai pembanding alkaloid tersier dengan UV 254 nm
II. Piridin sebagai pembanding alkaloid kuartener dengan UV 254 nm
60
Lampiran 6. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid tersier Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)
I II III Keterangan:
Fase diam = Silika Gel G 254 nm
Deteksi dengan :
I. UV 254 nm
II. UV 365 nm
III. Penyemprot CAS
61
Lampiran 7. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid Kuartener Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat (60:20:20)
I II Keterangan:
Fase diam = Silika Gel p.a. G 254 nm
Deteksi dengan :
I. UV 254 nm
II. Penyemprot CAS
62
Lampiran 8. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Tersier fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus
63
Lampiran 9. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Kuartener fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus
64
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Margaretha Yohani Cahya
Pratiwi. Lahir di Bandar Lampung pada tanggal 31
Oktober 1984, putri kedua dari tiga bersaudara pasangan
Yohanes Baptista Sugiyo dan Monica Hermawati. Penulis
skripsi berjudul ”UJI POTENSI ANTIBAKTERI
FRAKSI KLOROFORM- ETANOL-ASAM ASETAT
DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG KEMIRI [Aleurites
moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus” ini pernah
menempuh pendidikan di TK Xaverius Tanjungkarang (1992-1993), SD Xaverius
Tanjungkarang (1993-1998), SMP Xaverius Rawalaut (1998-2001), dan SMA Stella
Duce I Yogyakarta (2001-2003). Pada tahun 2003 penulis melanjutkan kuliah di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta