Potensi Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat Antidiabetes oleh Etnis Kalimantan Sebagai Sumber Metabolit Sekunder untuk Pengembangan Obat Modern Septina Asih Widuri, Noorcahyati, Antun Puspanti Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno Hatta KM.38 PO.BOX 578 Balikpapan 76112 Abstrak Pengobatan tradisonal merupakan akar dari pengobatan modern sebab perkembangan industri farmasi modern dalam hal penemuan obat-obatan baru banyak berasal dari pengetahuan tradisional dari beragam masyarakat dan kebudayaan lokal. Makalah ini fokus pada beberapa jenis tumbuhan yang merupakan hasil eksplorasi etnobotani tumbuhan obat di Kalimantan tahun 2010-2013 yang digunakan secara tradisional terutama untuk mengobati diabetes, yang telah diuji fitokimia secara kualitatif. Hasil uji fitokimia menunjukkan tumbuhan tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain tanin, steroid,alkaloid, flavonoid, saponin, polifenolat, kuinon dan triterpenoid. Spesies yang menghasilkan jenis metabolit sekunder paling banyak adalah Tetracera sp. Berdasarkan penggunaan sebagai obat secara tradisional oleh etnis lokal di Kalimantan dan berdasarkan kandungan metabolit sekundernya, jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat tersebut berpotensi sebagai sumber metabolit sekunder untuk bahan baku obat modern. Kata kunci: tumbuhan obat Kalimantan, metabolit sekunder, bahan baku obat I. Pendahuluan Pengobatan berbasis tumbuhan telah menjadi tradisi dan budaya dalam suatu etnis di berbagai wilayah di dunia, misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurveda di India, Unani di Arab, dan Serat Centhini pada suku Jawa di Indonesia (Subbarayappa, 2001., Sukenti et.al, 2004). Tidak hanya etnis-etnis lokal di wilayah yang jauh dari pusat kesehatan, masyarakat modern di negara maju juga mengenal pengobatan tradisional. Sebanyak 75% populasi Perancis, 70% populasi Kanada, 48% populasi Australia, 42% populasi Amerika Serikat pernah menggunakan pengobatan tradisional berbasis tumbuhan setidaknya sekali dalam hidup mereka (WHO, 2002). Pengobatan tradisonal merupakan akar dari pengobatan modern sebab perkembangan industri farmasi modern dalam hal penemuan obat-obatan baru banyak berasal dari pengetahuan tradisional dari beragam masyarakat dan kebudayaan lokal (Mans, 2013). Meskipun penemuan dan perkembangan obat-obatan di bidang farmasi telah berkembang pesat, namun kebutuhan akan senyawa-senyawa baru yang berpotensi tinggi untuk melawan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, diabetes dan berbagai penyakit infeksi masih menjadi
13
Embed
Potensi Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat · PDF filePotensi Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat Antidiabetes oleh Etnis Kalimantan Sebagai Sumber Metabolit Sekunder untuk Pengembangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Potensi Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat Antidiabetes oleh Etnis Kalimantan Sebagai Sumber Metabolit Sekunder untuk Pengembangan Obat Modern
Septina Asih Widuri, Noorcahyati, Antun Puspanti
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno Hatta KM.38 PO.BOX 578 Balikpapan 76112
Abstrak
Pengobatan tradisonal merupakan akar dari pengobatan modern sebab perkembangan industri
farmasi modern dalam hal penemuan obat-obatan baru banyak berasal dari pengetahuan tradisional
dari beragam masyarakat dan kebudayaan lokal. Makalah ini fokus pada beberapa jenis tumbuhan
yang merupakan hasil eksplorasi etnobotani tumbuhan obat di Kalimantan tahun 2010-2013 yang
digunakan secara tradisional terutama untuk mengobati diabetes, yang telah diuji fitokimia secara
kualitatif. Hasil uji fitokimia menunjukkan tumbuhan tersebut mengandung senyawa metabolit
sekunder antara lain tanin, steroid,alkaloid, flavonoid, saponin, polifenolat, kuinon dan triterpenoid.
Spesies yang menghasilkan jenis metabolit sekunder paling banyak adalah Tetracera sp. Berdasarkan
penggunaan sebagai obat secara tradisional oleh etnis lokal di Kalimantan dan berdasarkan
kandungan metabolit sekundernya, jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat tersebut berpotensi sebagai
sumber metabolit sekunder untuk bahan baku obat modern.
Kata kunci: tumbuhan obat Kalimantan, metabolit sekunder, bahan baku obat
I. Pendahuluan
Pengobatan berbasis tumbuhan telah menjadi tradisi dan budaya dalam suatu etnis di
berbagai wilayah di dunia, misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurveda di India, Unani di Arab,
dan Serat Centhini pada suku Jawa di Indonesia (Subbarayappa, 2001., Sukenti et.al, 2004). Tidak
hanya etnis-etnis lokal di wilayah yang jauh dari pusat kesehatan, masyarakat modern di negara
maju juga mengenal pengobatan tradisional. Sebanyak 75% populasi Perancis, 70% populasi
Kanada, 48% populasi Australia, 42% populasi Amerika Serikat pernah menggunakan pengobatan
tradisional berbasis tumbuhan setidaknya sekali dalam hidup mereka (WHO, 2002). Pengobatan
tradisonal merupakan akar dari pengobatan modern sebab perkembangan industri farmasi modern
dalam hal penemuan obat-obatan baru banyak berasal dari pengetahuan tradisional dari beragam
masyarakat dan kebudayaan lokal (Mans, 2013).
Meskipun penemuan dan perkembangan obat-obatan di bidang farmasi telah berkembang
pesat, namun kebutuhan akan senyawa-senyawa baru yang berpotensi tinggi untuk melawan
berbagai penyakit seperti kanker, jantung, diabetes dan berbagai penyakit infeksi masih menjadi
tantangan besar (Lopez et al, 2006., Cragg, et.al., 1997). Berbagai senyawa kimia bahan baku obat
merupakan metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan (Cragg, et al., 1997). Menurut the US
National Cancer Institute (US-NCI) sekitar 25% obat-obatan yang beredar sekarang berasal dari
tumbuhan hutan yaitu lebih dari 3.000 jenis, dan 70% di antaranya berkhasiat antikanker.
Berdasarkan perkiraan konservatif, sekitar 400.000 jenis metabolit sekunder terdapat di alam dan
hanya 10.000 jenis yang telah dikarakterisasi secara kimia (Firn dan Jones, 2003).
Metabolit sekunder paling banyak terdapat pada tumbuhan, meskipun pada organisme lain
juga ditemukan (Edreva et al., 2008). Fungsi metabolit sekunder penting bagi organisme
penghasilnya maupun bagi organisme lain termasuk manusia (Cavelier, 1992; Dewick, 1999).
Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang tidak secara langsung berhubungan dengan
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi tumbuhan (Wink, 1999, Firn dan Jones, 2003).
Beberapa metabolit sekunder bagi tumbuhan bersifat seperti hormon atau mempengaruhi warna
dan aroma buah sehingga menarik serangga, mamalia kecil maupun burung dalam hal membantu
polinasi dan pemencaran biji. Selain itu, karena dibatasi oleh kemampuan berpindah tempat,
tumbuhan mengembangkan strategi bertahan hidup dengan melibatkan bermacam-macam
metabolit sekunder sebagai alat untuk mengatasi cekaman dan perubahan lingkungan. Metabolit
sekunder juga dihasilkan untuk melindungi tumbuhan dari berbagai organisme predator, baik
mikroorganisme, serangga, maupun herbivora (Cowan, 1999).
Beberapa metabolit sekunder antara lain adalah alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, saponin,
polifenolat dan kuinon. Dalam dunia medis, tanin memiliki kemampuan antibakteri karena dapat
merusak membran sel, menginaktivasi enzim dan menginaktivasi atau menghancurkan fungsi
materi genetik bakteri (Ajizah, 2004). Selain antibakteri, tanin juga mampu menghambat
pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur, serta mempercepat penyembuhan luka (Chung et al., 1998).
Steroid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah digunakan untuk penyakit
diabetes, gangguan menstruasi, antibakteri dan antivirus. (Robinson, 1995). Di bidang farmasi,
steroid banyak dimanfaatkan terkait fungsinya pada hormon reproduksi (Savithramma et al.,
2011). Di bidang farmasi dan medis, flavonoid berfungsi sebagai antimikroba, antivirus,
antioksidan, antihipertensi, merangsang pembentukan estrogen dan mengobati gangguan fungsi
hati (Robinson, 1995). Mukherjee dalam Meshram, et al., 2013 juga melaporkan bahwa flavonoid
berperan penting dalam aktivitas antidiabetes, yaitu menurunkan kadar glukosa darah secara
signifikan. Lima bentuk flavonoid, yaitu myrciacitrin I-V yang diisolasi dari daun Myrcia multiflora
D.C (Myrtaceae) semuanya menunjukkan aktivitas antidiabetes (Jung, et al., 2006). Doughari (2012)
yang menyebutkan bahwa, saponin memiliki aktivitas hipolipidemik dan antikanker. Aktivitas
hipolipidemik dari saponin akan menurunkan kadar lipid dalam tubuh sehingga insulin dapat
berfungsi normal sebab menurut Australian Centre for Diabetes Strategies, 2004), peningkatan
lipid dalam tubuh menyebabkan kerja insulin terhambat sehingga terjadi diabetes.
Metabolit sekunder mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena dihasilkan dalam jumlah
kecil dan dalam kondisi khusus misalnya kondisi tertekan, tidak diproduksi secara universal atau
hanya diproduksi oleh spesies tertentu, dan bersifat bioaktif spesifik untuk proses pertahanan
(Edreva et al., 2008). Keefektifan metabolit sekunder dalam sistem pertahanan tumbuhan memberi
implikasi bahwa metabolit sekunder mempunyai makna penting farmakologi yang dapat
dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit yang menyerang manusia (Mans, 2013).
Meskipun sebagian besar obat-obatan yang berbasis tumbuhan dapat disintesis manusia
dengan kemajuan teknologi dalam laboratorium, namun biaya yang dikeluarkan akan lebih efektif
jika mengekstrak langsung metabolit sekunder dari sumber alaminya (Mans, 2013) sehingga
eksplorasi tumbuhan yang menghasilkan metabolit sekunder menjadi penting dilakukan untuk
menemukan kandidat senyawa aktif yang dapat menjadi bahan obat baru.
Diabetes merupakan penyakit yang dominan ditemukan di masyarakat Indonesia dan
dunia. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang dapat berdampak pada menurunnya
produktivitas dan sumber daya manusia. Diabetes tipe 1 memang belum diketahui secara pasti
penyebabnya, namun demikian, virus terutama dari jenis cytomegalovirus, parvovirus,
encephalomyocarditis virus, dan retrovirus telah sejak lama diduga potensial menjadi pemicu
penyakit ini (Coppieters et al., 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi kandungan metabolit sekunder pada
beberapa jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh etnis Kalimantan terutama untuk obat
diabetes/antidiabetes. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi basis data untuk karakterisasi jenis
senyawa bioaktif dari golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan
tersebut dan potensinya sebagai sumber obat.
II. Metodologi
Penelitian ini merupakan gabungan dari rangkaian kegiatan penelitian Kajian Etnobotani
Pohon Potensial Berkhasiat Obat di Kalimantan. Sampel tumbuhan dikoleksi dari sejumlah desa di
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Eksplorasi tumbuhan obat ini
dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yang memiliki pengetahuan tentang
pengobatan tradisional seperti tabib dan pemuka adat maupun masyarakat lokal yang masih
menggunakan pengobatan tradisional. Sampel tumbuhan diambil sesuai dengan bagian yang
digunakan dalam pengobatan tradisional. Sampel dikemas dalam plastik sampel maupun koran
untuk keperluan uji fitokimia dan untuk herbarium serta identifikasi jenis tumbuhan.
Bagian tumbuhan yang akan diuji fitokimia kemudian dipotong-potong kecil dan
dikeringanginkan di suhu ruang tanpa terkena sinar matahari langsung. Sampel yang telah
dikeringanginkan selanjutnya dikirim ke Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Universitas Mulawarman untuk dilakukan uji fitokimia sedangkan identifikasi jenis tumbuhan obat
yang diperoleh dari lokasi eksplorasi dilakukan di Herbarium Wanariset Balitek KSDA.
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tumbuhan obat di Kalimantan
Lokasi pengambilan sampel tumbuhan obat dilakukan di lima kabupaten di wilayah
Kalimantan, yang meliputi kabupaten Kutai dan kabupaten Paser di provinsi Kalimantan Timur,
kabupaten Murung Raya da kabupaten Barito Utara di provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten
Hulu Sungai Selatan di provinsi Kalimantan Selatan.
III. Hasil dan Pembahasan
Masyarakat lokal dari beberapa etnis di lima kabupaten telah memanfaatkan tumbuhan
berkhasiat obat terutama sebagai antidiabetes. Tumbuhan tersebut memiliki habitus yang beragam,
yaitu pohon, liana, perdu, dan palma. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat juga
beragam antara lain akar, daun, batang, bunga, biji dan kulit kayu. Pemanfaatan bagian tumbuhan
juga dengan cara yang berbeda-beda antara lain dengan direbus, direndam ataupun diseduh. Tabel
1 menyajikan informasi mengenai jenis
Tabel 1. Beberapa jenis tumbuhan berkhasiat obat diabetes dan suku yang memanfaatkannya
Nama Latin dan nama lokal jenis tumbuhan obat
Famili Habitus Bagian yang dimanfaatkan
Suku yang memanfaatkan
Tetracera sp. (Ampalas)
Dilleniaceae Liana Daun Bakumpai (Barito Utara, Kalimantan Tengah)
Tristaniopsis whiteana (Belawan)
Myrtaceae Pohon Akar Dayak Siang (Murung Raya, kalimantan Tengah)
Bauhinia purpurea (Tawar seribu)
Fabaceae Liana Akar Dayak Meratus (Hulu Sungai Selatan,
Kutai
Paser
Murung Raya
Barito utara
Hulu Sungai Selatan
Kalimantan Selatan)
Syzygium sp. (Kayu serai)
Myrtaceae Pohon Kulit batang Kutai (Kutai, Kalimantan Timur)
Parkia roxburghii (Kedaung)
Leguminosae Pohon Kulit batang Dayak Paser (Paser, Kalimantan Timur), Dayak Manyan (Kalimantan Tengah)
Cananga odorata (Mohontu)
Alpinia galangal (Lemas)
Passiflora foetida (Kemot)
Cinnamomum burmanii (Kayu manis)
Ligodium circinatum (Mintu)
Annonaceae
Zingiberaceae
Passifloraceae
Lauraceae
Schizaeaceae
Pohon
Perdu
Liana
Pohon
Paku
Kulit batang
Umbi
Semua bagian
Kulit batang
Akar
Dayak Siang (Murung Raya, Kalimantan Tengah)
Kutai (Kalimantan Timur)
Dayak Meratus (Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan)
Bakumpai (Barito Utara)
Kutai (Kalimantan Timur)
Skrining fitokimia telah dilakukan pada beberapa jenis tumbuhan obat yang diperoleh dari
berbagai lokasi eksplorasi. Metabolit sekunder yang diuji meliputi alkaloid, flavonoid, tanin,
polifenolat, steroid, saponin, dan kuinon. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil skrining fitokimia kualitatif pada beberapa jenis tumbuhan berkhasiat obat diabetes
yang dimanfaatkan oleh beberapa etnis di Kalimantan
keracunan makanan, hepatitis, malaria, impotensi, afrodisiak dan sedatif. Tetracera indica dan
Syzygium mallacense dilaporkan memiliki bioaktivitas anti diabetes (Ahmed et al., 2012; Jung et al.,
2006). Akan tetapi jenis yang dimanfaatkan oleh etnis Kalimantan ada kemungkinan berbeda
dengan dua jenis tersebut, karena identifikasi untuk Tetracera dan Syzygium masih belum sampai
pada tingkat jenis.
Selain itu, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat ternyata berbeda
dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan. Tristaniopsis whiteana dialoprkan oleh Handayani
(2014) mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri pada bagian daunnya. Akan tetapi masyarakat
Dayak Siang di Murung Raya, Kalmantan Tengah menggunakan bagian akar untuk mengobati
diabetes. Bauhinia purpurea menurut Murugan dan Mohan (2011) mempunyai bioaktivitas sebagi
antibakteri dan antiobesitas (Ramgopal et al., 2010) di bagian batangnya, dan bagian daun+batang
sebagai antioksidan (Urmi et al.,2014). Namun etnis Dayak Meratus di Hulu Sungai Selatan,
Kalimantan Selatan menggunakan bagian akar khusus untuk pengobatan diabetes. Hal ini berarti
terbuka peluang yang sangat besar bagi penelitian dan pengembangan tumbuhan obat yang telah
dimanfaatkan oleh beberapa etnis Kalimantan untuk pengembangan obat modern.
Menggunakan pengetahuan etnis lokal dalam pengobatan tradisional merupakan strategi
yang efisien untuk pengembangan riset farmakologi dibanding meneliti satu per satu jenis
tumbuhan yang ada di hutan. Pendokumentasian pengetahuan etnis lokal terhadap tumbuhan yang
mereka manfaatkan sebagai obat dapat dilanjutkan dengan pembuktian ilmiah melalui penelitian
dan pengembangan dalam rangka menemukan senyawa-senyawa aktif yang berpotensi menjadi
kandidat bahan obat-obatan yang lebih baik.
IV. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Beberapa jenis tumbuhan obat yang digunakan secara tradisional sebagai obat diabetes oleh
etnis lokal di Kalimantan, berdasarkan uji fitokimia kualitatif, terbukti mengandung beberapa
metabolit sekunder antara lain : tanin, steroid, alkaloid, flavonoid, saponin dan kuinon.
Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa jenis tumbuhan obat etnis
Kalimantan berpotensi menjadi sumber pengembangan obat modern.
Penelusuran kearifan budaya lokal terutama dalam hal pengobatan tradisional adalah sebuah
strategi penting pada proses penemuan dan pengembangan sumber obat baru.
B. Saran
Dibutuhkan uji fitokimia kuantitatif untuk menghasilkan informasi yang lebih lengkap sebagai
basis data untuk karakterisasi jenis senyawa bioaktif yang terkandung dalam tumbuhan.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan mendalam meliputi uji coba pada hewan percobaan serta
pengembangan teknik ekstraksi, pemurnian dan identifikasi jenis senyawa bioaktif pada setiap
jenis metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan obat yang dilanjutkan dengan uji
aktivitas.
Diperlukan identifikasi sampai tingkat spesies untuk Tetracera sp dan Syzygium sp.
Daftar Pustaka
Ahmed, Q. U., B.B.S. Dogaral, M.Z.A.M. Amiroudine,M. Taher, J. Latip, A. Umar, and B. Y. Muhammad. 2012. Antidiabetic Activity of The Leaves of Tetracera indica Merr. In vivo and in vitro. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6(49): 5912-5922.
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhium Terhadap Ekstrak Daun Jambu Biji. Bioscientiae. Vol.I. No.1. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
Andrew, Wilson dan H. O. Schild. 1959. Applied Pharmacology. Tenth Ed. J&A Churchill Ltd. London.
Australian Center for Diabetes Strategies. 2004. National Evidence Based Guidelines for the Management of Type 2 Diabetes Mellitus. National Health and Medical Research Council. Australian Government.
Batra, S., N. Batra dan B.P. Nagori. 2013. Preliminary Phytochemical Studies and Evaluation of Antidiabetic Activity of Roots of Cayratia trifolia (L.) Domin in Alloxan Induced Diabetic Albino Rats. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol3(03): 097-100. www.japsonline.com.
Bhardwaj, S. dan S.K. Gakhar. 2004. Ethnomedicinal Plants Used by The Tribals of Mizoram to Cure Cuts and Wounds. Indian Journal of Traditional Knowledge. Vol.4(1):75-80.
Cavalier, Smith, T. 1992. Origins of Secondary Metabolism, op cit. Chadwick, D.J. and Whelan, J Secondary Metabolites: Their Function and Evolution Clba Foundation Symposium 171. John Wiley and Sons New York 64-87.
Coppieters, Ken T., T. Boettler, and M. V. Herrath. 2012. Virus Infections in Type 1 Diabetes. Cold Spring Harb Perspect Med. 2:a007732.
Chung, KT., TY Wong., CL Wei., YW Huang., Y Lin. 1998. Tannins and Human health: A Review, Criti Rev. Food. Sci. Nutr., 6:421-64.
Cragg, G. M., Newman D. J dan Weiss R. B. 1997 dalam Mans, Dennis R. A. 2013. From Forest to Pharmacy: Plant Based Traditional Medicines as Sources for Novel Therapeutic Compounds. Academia Journal of Medicinal Plants 1(6):101-110.
De Lima, C.C., R.P.L. Lemos dan L.M. Conserva. 2013. Chemical Constituents, Larvadical Effects and Radical Scavenging Activity of Tetracera breyniana Schltdl. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol.3(09): 014-018. www.japsonline.com. Diunduh pada 13 Nopember 2014.
Dewick, P.M. 1999. Medicinal Natural Products. A Biosynthetic Approach. John Wiley and Sons Ltd. England.
Dhanamani, M., S. Lakshmidevi dan Karpagavalli. 2011. Evaluation of Antibacterial Activity on Cayratia carnosa. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. Vol.3(2):432-434.
Doughari, James H. 2012. Phytochemicals: Extraction Methods, Basic Structures and Mode of Action as Potential Chemotherapeutic Agents, Phytochemicals – A Global Perspective of Their Role in Nutrition and Health. www.intechopen.com. Diunduh pada 10 Nopember 2014.
Facchini, P. J. 2001. Alkaloid Biosynthetis in Plants: Biochemistry, Cell Biology, Molecular Regulation, and Metabolic Engineering Applications. Annu. Rev. Plants Physiol. Plant Mol. Biol. 52:29-66.
Firn, R. D dan Jones C. G. 2003. Natural Product- A Simple Model to Explain Chemical Diversity. Nat. Prod. Rep. 20:382-391.
Handayani, Dewi. 2014. Belawan Putih (Tristaniopsis whiteana): Antibacterial Compounds and Their Distribution in Peat and Heath Forests Central Kalimantan. Tesis. Fakultas MIPA dan Ilmu Alam. IPB. Bogor.
Jial, W et al. 2003 dalam Jung, Mankil, M. Park, H. C. Lee, Y. Kang dan S. K. Kim. 2006. Antidiabetic Agents from Medicinal Plants. Current Medicinal Chemistry. 13:1203-1218.
Kang, Fidele N., P. A. Onguene, L. L. Lifongo, J. C. Ndom, W. Sipp dan L. M. Mbaze. 2014. The potential of Anti-malaria Compounds Derived from African Medicinal Plants, Part II: A Pharmacological Evaluation of Non-alkaloids and Non-terpenoids. Malaria Journal 13:81. www.malariajournal.com/content/13/1/81. Diunduh pada 11 Nopember 2014.
Kiyoteru et al. dalam Jung, Mankil, M. Park, H. C. Lee, Y. Kang, and S. K. Kim. 2006. Antidiabetic Agents from Medicinal Plants. Current Medicinal Chemistry. 13:1203-1218.
Kwon, H. S., J.A. Park, J.H. Kim, J.C. You. 2011. Identification of anti-HIV and anti Reverse Transcriptase activity from Tetracera scandens. http://bmbreports.org. Diunduh pada 10 Nopember 2014.
Lopez, A. D., Mathers C. D., Ezzati M., Jamison D. T dan Murray C. J. 2006. dalam Mans, Dennis R. A. 2013. From Forest to Pharmacy: Plant Based Traditional Medicines as Sources for Novel Therapeutic Compounds. Academia Journal of Medicinal Plants 1(6):101-110.
Manner, H. I dan C. R. Elevtich. 2006. Cananga odorata (ylang-ylang), ver. 2.1. In: Elevtich, C. R. (ed.). Species Profiles for Pasific Island agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR), Hawai.
Mans, Dennis R. A. 2013. From Forest to Pharmacy: Plant Based Traditional Medicines as Sources for Novel Therapeutic Compounds. Academia Journal of Medicinal Plants 1(6):101-110.
Meshram, S. S., P. R. Itankar, A. T. Patil. 2013. To Study Antidiabetic Activity of Stem Bark of Bauhinia purpurea Linn. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. Vol.2(1):171-175.
Murugan, S., P.U. Devi, N.K. Parameswari dan K.R. mani. 2011. Antimicrobial Activity of Syzygium jambos Againts Selected Human Pathogens. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. Vol.3(2): 44-47.
Murugan, M dan V.R. Mohan. 2011. Evaluation of Phytochemical Analysis and Antibacterial Activity of Bauhinia purpurea L. and Hiptage benghalensis L. Kurz. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 01(09):157-160.
Orwa, C., A. Mutua, R. Kindt, R. Jamnadass, S. Anthony. 2009. Agroforestry Database: A Tree Refference and Selection Guide Version 4.0. www.worldagroforestry.org/sites/treedatabases.asp. Diunduh pada 17 Nopember 2014.
Ramgopal, M., I. H. Attitalla., P. Avinash, dan M. Balaji. 2010. Evaluation of Antilipidemic and Antiobesity Efficacy of Bauhinia purpurea Bark Extract on Rats Fed with High Fat Diet. Academic Journal of Plant Sciences 3(3): 104-107.
Savithramma, N., M. L. Rao, D. Suhrulatha. 2011. Screening of Medicinal Plants for Secondary Metabolites. Middle East Journal of Scientific Research 8(3): 579-584.
Selvarani, K dan G.V.S. Bai. 2014. Reactive Oxygen and Nitrogen Species Scavenging Activity of Cayratia pedata (Iam) Leaves-an In Vitro Study. Journal of Medicinal Plants Studies.2(4):09-14. www.plantsjournal.com.
Selvarani, K dan G.V.S. Bai. 2014. Anti-arthritic Activity of Cayratia pedata Leaf Extract in Freund’s Adjuvant Induced Arthritic Rats. International Journal of Research in Plant Science. 4(2): 55-59. www.urpjournals.com.
Subbarayappa B. V. 2001. The Roots of Ancient Medicine: An Historical Outline. J. Biosci. 26:135-143.
Sukenti, K., Guhardja dan Purwanto Y. 2004. Kajian Etnobotani Serat Centhini. Journal of Tropical Ethnobiology. Vol.II(1). Januari 2004. LIPI. Bogor.
Sunarminingsih, R. 2002. Metabolit Sekunder: Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Urmi, K. F., S. Mostafa, G. Begum, T. Ifa, dan K. Hamid. 2013. Comparative Antioxidant Activity of Different Parts of Bauhinia purpurea L. Biology and Medicine 5: 78-82. www.biolmedonline.com. Diunduh pada 17 Nopember 2014.
Wink, K.C. 1996, Cystic Fibrosis and the Pseudomonas. British J. Biomedical Sciences (53), 140-145.
Wink, Michael. 1987. Physiology of the Accumulation of Secondary Metabolites with Special Reference to Alkaloids. Cell Culture and Somatic Cell Genetics of Plants. Vol.4. Academic Press, Inc.
World Health Organization. 2002. WHO traditional medicine strategy 2002-2005. Worl Health Organization. Geneva.