BAB IPENDAHULUAN
Perdarahan setelah melahirkan ataupost partum hemorrhagic(PPH)
adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi
plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau
keduanya.Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan
setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan
sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam
waktu 4 jam setelah melahirkan.Di Inggris (2000), separuh kematian
ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post
partum.Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di
rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian
terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit,
saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya
mortalitas tinggi.Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia
(2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari
angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
BAB IIISI
AnamnesisAnamnesis merupakan waancara mendis yang merupakan
tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung
pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis
adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis
organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter
pasien yuang profesional dan optimal.1Data anamnesis terdiri atas
beberapa kelompok data penting:1. Identitas pasien2. Riwayat
penyakit sekarangf3. Riwayat penyakit dahulu4. Riwayat kesehatan
keluarga5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budayaIdentitas pasien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data
tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang
sistem organ tertentu.Keluhan utama adalah kuluhan terpenting yang
membawa pasien minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat berserta
lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar.
Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu. Hal yang perlu
ditanyakan pada perdarahan postpartum adalaha. Tanyakan untuk
mengetahui factor risiko yang dapat mempengaruhi ibu ataupun
janin,. Apakah mengkonsumsi obat-obatan tertenu? Apakah terekspose
racun? Apakah ada riwayat kekerasan pada bagian perut?b. Tanyakan
riwayat kehamilan sebelumnya. Agaimana kehamilan sebelumnya? Apakah
ada komplikasi pada sat melahirkan? Apakah secara pervaginam,
menggunakan forceps atau vakum. Atau operasi secaria? Apakah bayi
yang lahir memiliki kesehatan yang optimal? Apakah kehamilan
sebelumnya premature, makrosomia? Umur gestasinya berapa?
PemeriksaanPemeriksaan Fisik2a. Pemeriksaan Umum: Takikardi dan
hipotensi menunjukan hipovolemia karena kehilangan darah yang
banyak.b. Pemeriksaan abdomen: Temuan-temuan tergantung pada faktor
kausatif. Dicurigai atonia uteri bila uterus membesar, lunak dan
terbenam. Fundus uteri yang terkontraksi kuat memberi kesan adanya
laserasi traktus genitalis.c. Pemeriksaan Pelvis: Penting untuk
evaluasi uterus, integritas uterus, jaringan plasenta yang
tertahan, laserasi traktus genitalis.d. Tanda-tanda Vital Tekanan
darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg) Nadi :
Normal/meningkat ( 100-120 x/menit) Pernafasan : Normal/ meningkat
( 28-34x/menit ) Suhu : Normal/ meningkat Kesadaran : Normal /
turun Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi Kulit :
Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil
memanjang Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan
jenis ) Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurange.
Capillary Refill TimeWaktu pengisian kapiler dievaluasi dengan
memberi tekananpada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera
lepaskan tekanan dan lihat apakah pada ujung jari segera kembali ke
kulit normal. Pada beberapa kondisi menurun atau menghilangnya
denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis dan rambut
yang tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia, dengan capilary
refill lebih dari 40 detik.2Normal : 10-15 detikIskemia sedang :
15-25Iskemia berat : 25-40Iskemia sangat berat : >40Pemeriksaan
penunjangPemeriksaan LaboratoriumHitung sel darah lengkapTes
laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL)
atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut
sebagai hematologi, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet).3a. Eritrosit
Hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas
mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan :
pria 13 g/dL, wanita 12 g/dL, wanita hamil 11 g/dL. Hematokrit (Ht
atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume
darah. Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia.
Nilai rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %. Volume Eritrosit
Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur besar
rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus
adalah VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai rujukan : 82-92
fL. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil
dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat
besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER
yang besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan
sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini
disebabkan oleh kekurangan asam folat. Red Blood Cell Distribution
Width (RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran sel darah merah. Hasil
tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan
beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient of
variation ) dari ukuran eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran
mikrositik dan makrositik maka nilai RDW normal dan VER akan
menurun atau meningkat. Bila ukuran eritrosit beraneka ragam namun
ukuran rata-arta eritrosit normal makan RDW akan meningkat dan VER
normal. Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular
hemoglobin (MCH). Dapat dihitung dengan rumus: Hb (g/dL ) / E (
juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan 27-31 pg Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM). Dapat dihitung dengan
rumus : Hb (g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan : 32-37 % b.
LeukositHitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet
Sahli. Nilai rujukan : 4,5-11 x 103 /uL c. TrombositTrombosit atau
platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif dan
kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL. d.
RetikulositRetikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada
sisa RNA minimal 2 partikel granula atau 1 partikel granula dengan
filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat diperiksa dengan
pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified azure
B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute :
25000-75000 / uL darah. 2. Pemeriksaan Hapus Darah TepiPemeriksaan
ini bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi,
memperkirakan jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi
parasit. Misalnya malaria, microfilaria, trypanosome. a. Eritrosit
: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining
characteristic). Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan
daerah pucat bagian tengah. Ukuran normal diesbut normosit. Bila
ukuran bervariasi disebut anisositosis, variasi abnormal bentuk
disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan
daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah
eritrosit berwarna kebiruan di antara eritrosit normal berwarna
merah. b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan
baku : Basofil, eosinofil, batang, segmen, limfosit, monosit.
Dilakukan pemeriksaan terhadap 100 sel. Tabel 1.Hitung Jenis
LeukositJenis Leukosit%/uL
Basofil0-10-100
Eosinofil1-350-300
Batang1-550-500
Segmen50-702500-7000
Limfosit20-401000-4000
Monosit1-650-600
3. Laju Endap DarahUntuk mengukur kecepatan pengendapan
eritrosit dalam plasma pada suatu interval waktu. Sensitif tapi
tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10 mm/jam pada pria dan 0-15
mm/jam pada wanita. 4. Pemeriksaan Kadar / status besia. Kadar besi
serum (BS) : mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan
transferin. b. Total Iron Binding Capasity (TIBC) : Mengukur
banyaknya besi yang dapat diikat transferin bila serum dijenuhkan
dengan besi. Normal : rasio BS :DIBT = 1:3c. Saturasi Transferin :
Persentase transferin yang berikatan dengan besi dengan rumus: BS /
DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan besi.
d. Ferritin serum : indikator awal mendeteksi defisiensi besi.
Nilai rujukan : wanita 10-200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL
Tabel 2. Tahapan Anemia Defisiensi Besi dan Pemeriksaan
LaboratoriumFerritinSaturasi TransferinHemoglobin
Tahap IMenurunNormalNormal
Tahap IIMenurunMenurunNormal
Tahap IIIMenurunMenurunMenurun
5. Pemeriksaan Sumsum TulangDapat dipakai untuk membantu
menetapkan diagnosis kelainan hematologi, menentukan stadium
penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan cadangan besi sumsung
tulang. Hal yang dinilai :a. Penilaian kepadatan sel , normal
densitas 25-50 % b. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan
megakariosit, mudah ditemukan/normal/ jarang.c. Aktivitas
eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.d. Aktivitas
granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.Pada
defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan
Perls Stain, pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang
berkurang / kosong. USG PostpartumMasa nifas adalah enam minggu
pasca persalinan. Pada periode ini terjadi perubahan drastic dari
organ genitalia menuju kondisi sebelum hamil.4Uterus. Ukuran uterus
nulipara sama seperti uterus postpubertas. Sedangkan uteris
multipara sedikit lebih besar dari nulipara, rata-rata 12 mm lebih
besar. Bila posisi uterus antefleksi, maka penilaian keadaan uterus
lebih mudah disbanding posisi retrofleksi. Untuk kepentingan klinis
praktis, ukuran uterus 80x40x50 mm (longitudinal antero posterior
transversa) masih dapat dianggp normal. Pada masa nifas, involusi
uteris paling cepat terjadi dalam minggu pertama, dimana
pengecilannya dapat mencapai 50% dari ukuran uterus aterm,
kira-kira setinggi pertengahan jarak antara umbilicus dan simfisis
pubis. Pengecilan uterus lebih cepat pada persalinan preterm,
sedangkan factor paritas, ASI atau susu botol dan cara persalinan
tidak terbukti berpengaruh pada proses involusi uteris.Miometrium.
Tekstur normal miometrium pada setiap kelompok umur hamper sama,
ekhogenitasnya rendah sampai sedang dan relative homogeny.
Kadang-kadang dapat dilihat pembuluh darah kecil di daerah serosa
uterus. Dengan Doppler berwarna akan lebih tampak perbedaan antar
pembuluh darah normal dan struktur patologi, misalnya gambaran
dehisen jaringan atau rupture uteri. Pada massa nifas dapat
terlihat adanya pelebaran vena-vena intramiometirum yanjg tampak
sebagai daerah memanjang berkelok dan anekhoik. Gambaran vascular
terse but akan menghilang bersamaan dengan involusi uterus.
Miometrium tampak heterogen, terutama berkaitan dengan perubahan
struktur anatomis pembuluh darah, perubahan aliran darah, dan
derajat resolusi edema jaringan dan kandungan cairan intrasel.
Endometrium. Lapisan endometrium terdiri dari lapisan yang menetap
(stratum basalis) dan lapisan fungsional yang berubah secara
siklik. Lapisan fungsional terdiri dari lapisan tipis (stratum
kompaktum) dan lapisan tebal (stratum spongiosum). Daerah
perbatasan antara miometrium dan endometrium memberikan gambaran
halo hipoekhoik, yang dibentuk oleh stratum basalis dan stratum
kompaktum. Ketebalan stratum basalis tidak berubah selama siklus
hadi berlangsung. Ketebalan endometrium dikur pada potongan
longitudinal uterus, diambil di daerah korpus uteri yang memberikan
gambaran terbesar, diukur dari tepi stratum basali ke stratum
basalis kontralateral (kedua lapisan endometrium diukur sekaligus).
Pada masa nifas, endometrium tampak tipis(kurang dari 5 mm), sesuai
dengan gambaran stratum basalis. Pada perbatasan endometrium dengan
miometrium tampak daerah yang lebih hipoekhoik (tanda halo). Bila
terjadi infeksi misalnya endometrtitis, daerah halo tersebut tidak
tampak atau menjadi irregular. Tindakan kuretase yang dalam dapat
merusak stratum basalis endometrium sehingga terjadi sindroma
Asherman. Pada sindrom ini gambaran endometrium sulit dikenali.
Kavum Uteri. Pada awal masa nifas, diameter kavum uteri pada
potongan longitudinal adalah kurang dari 2 cm, dan dikatakan
patologis bila lebih dari 2,5 cm karena berkatian dengan adanya
hipotonia uteri atau sisa konsepsi. Kadang-kadang di dalam kavum
uteri ditemukan masa ekhogenik yang merupakan bekuan darah atau
sisa selaput ketuban yang tidak ikt keluar pada saat persalinan.
Pemeriksaan USG transvaginal lebih baik dalam menentukan adanya
sisa plasenta atau selaput ketuban.Ligamentum Latum. Merupakan
peritoneum parietal yang berjalan kea rah medial dari dinding
pelvis di antara ligamentum infundibulopelvikum menuju lateral
uterus, kiri, dan kanan serta meluas ke bawah menuju dasar panggil.
Di dalam ligamentum berjalan pembuluh darah yang memperdarahi
uterus dan tuba fallopii. Dalam keadaan normal, ligamentum latum
sulit dikenali karena tipis dan homogeny. Daerah ini merupakan
daerah yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya bekuan darah,
abses, atau flegmon pada masa nifas. Pada hematoma di daerah
ligamentum latum akan tampak massa dengan batas tidak tegas, berisi
ekhointernal kasar dan terasa nyeri pada penekanan. Di samping
massa tersebut tampak gambaran uterus. Bila diduga ada hematom,
pemeriksaan USG harus dilakukan secara berkala untuk mengukur
perubahan volume massa dan hasilnya dibandingkan dengan keadaan
klinis pasien. Serviks uteri. Perbandingan panjang korpus dengan
serviks uteri berubah sesuai dengan semakin bertambahnya umur
wanira. Pada masa kanak-kanak ratio korpus:serviks adalah 1:2, dan
pada usia dewasa menjadi 2:1. Pada hipoplasia uteri, proporsi
uterus tampak normal. Bentuk serviks seperti silinder, terdiri dari
jaringan ikat fibrosa dan elastic serta serabut otot polis. Panjang
serviks diukur dari Ostium Uteri Internum (OUI) sampai Ostium Uteri
Eksternum(OUE), sekitar 40 mm. kanalis servikalis dilapisi oleh
epitel yang bereaksi terhadap hormone ovarium. Esterogen memicu
produksi mucus serviks yang berperan pointing dalam migrasi
spermatozoa. Pada saat menstruasi, kanalis servikalis tampak
sebagai gambaran garis ekogenik bercampur hipoekhoik. Jaringan ikta
serviks member gambaran echo menengah. Dinding anteriot posterior
kanalis servikaslis tampak sebagai garis ekhogenik. Estrogen yang
meningkat menjelang ovulasi menyebabkan hilangnya atau berkurangnya
gambaran ekogenitas kanalis servikalis. Diameter terbesar kanalis
servikalis terjadi pada saat ovulasi yaitu 4-5 mm. Pada minggu
pertama masa nifas, kanalis servikalis masih tampak terbuka, dan
akan mengecil kembali secara bertahap. Ovarium. Volume ovarium
wanita dewasa sekitar 7-7,5 ml (normalnya < 10 ml) dan ukurannya
ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran folikel yang ada di
dalamnya. Saat ini pemeriksaan USG transvaginal lebih disukai untuk
evaluasi ovarium secara sonografis karena memberikan gambaran
dengan resolusi yang lebih baik dari USG transabdominal. Gambaran
ovarium pada fase menstriuasi memiliki ekogenitas sedang, berbatas
tegas, dan terletak pada tepi lateral ligamentum latum. Ovarium
dapat terletak di kavum douglassi hingga rongga abdomen bagian
bawah, hal ini disebabkan ovarium memiliki ligamentum yang
meungkinkan berisfat mobile. Seringkali ovarium terdorong ke atas
oleh vesika urinaria yang terisi penuh, sehingga terletak anterior
dan lateral vassa iliaka. Letak ovarium juga dapat berubah bila
terdapat patologi di sekitar ovarium tersebut, misalnya mioma uteri
subserosum di daerah kornu uterus akan mendesak ovarium ke lateral,
anterior, atau posterior. Pada nulipara, sumbu panjang ovarium
terletak kraniokaudal, menempati fossa ovarika di darah dinding
lateral pelvic di antara arteri iliaka eksterna (anterior) dan
arteri iliaka interna (posterior). Pada awal masa nifas ovarium
terletak di luar rongga pelvic dan hanya dapat ditampakkan pada
sekitar 50% wanita. Bersamaan dengan mengecilnya uterus, maka letak
ovarium juga akan kembali intrapelvik. Bila pada masa kehamilan
ditemukan adanya patologi ovarium, maka sebaiknya dilakukan usg
transvaginal untuk melihat apakah patologi tersebut masih ada atau
tidak dan menimbulkan penyulit atau tidak, misalnya kistra
terpuntur atau pecah. Postpartum Hemorrhage pada USGTerdapat dua
bentuk PPH yaitu PPH dini (primer) yang terjadi dalam 24 jam, dan
PPH lambat (sekunder) yang terjadi setelah 24 jam. Kejadian PPH
sekunder lebih jarang terjadi, diperkirakan sekitar 1 % dan
berkatian dengan sisa plasenta atau subinvolusi tempat implantasi
plasenta. Tindakan dilatasi dan kuretase pada masa nifas
meningkatkan kemungkinan pembentukan jaringan parut (sinekhia),
sindroma asherman, dan infertilitas. Sisa plasenta memberikan
gambaran massa kompleks di kavum uteri, berbentuk irregular, batas
bias tidak tegas bila terdapat plasenta akreta, inkreta, atau
perkreta, dan dinding kavum uteri irregular. Kavum uteri terbuka
lebih dari 2,5 cm dan berisi cairan (darah). Selaput ketuban
memberikan gambaran hiperkhoik b atas tidak tegas, dan bentuknya
irregular. Adanya infeksi atau sisa plasenta dapat menyebabkan
involusi uterus.
CTGCardiotocography adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur DJJ pada saat kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler
hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan
kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar
kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya
gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik. Cara
pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk
mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih
10-15 menit.3Suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di
dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan
hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim. Pemeriksaan
CTG penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan
kondisi janin terutama dalam keadaan: Kehamilan dengan komplikasi
(darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksi kronis, dll)
Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth
Retriction) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
Polihidramnion (air ketuban berlebih)Pemeriksaan CTG: Sebaiknya
dilakukan 2 jam setelah makan. Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan
ibu maupun bayi. Bila ditemukan kelainan maka pemantauan
dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai.
Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
DiagnosisDiagnosis KerjaPerdarahan post partum adalah perdarahan
yang melebihi 500 cc dalam 24 jam pertama disebut juga perdarahan
primer, sedang perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebut
perdarahan sekunder.5Perdarahan post partum adalah sebab penting
pada kematian ibu, dimana dari kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan (perdarahan post partum, placenta praevia, solusio
placenta, kehamilan ektopik, dan ruptur uteri).Ada juga perdarahan
post partum ini tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat
mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya
tahan, maka dari itu tugas kita amat penting untuk mencegah
perdarahan yang banyak tersebut.
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum, karena perlukaan pada
jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena
proses persalinan yang lama, pembesaran rahim yang berlebihan pada
waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar, persalinan
yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri
juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan
memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas
dari rahim.Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera
diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak
pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.Adapun faktor predisposisi terjadinya
atonia uteri: umur, paritas, partus lama dan partus terlantar,
obstetri operatif dan narkosa, uterus terlalu regang dan besar
misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada
uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio
plasenta, faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Differential Diagnosis5GEJALA DAN TANDA GEJALA LAIN DIAGNOSIS
KERJA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan segera setelah
anak lahir Syok Bekukan darah pada serviks atau posis terlentang
akan menghambat aliran darah ke luar ATONIA UTERI
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus
kontraksi dan keras Plasenta lengkap Pucat Lemah Menggigil TRAUMA
TRAKTUS GENITALIA
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera
(P3)Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi
berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan
RETENSIO PLASENTA
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap Perdarahan segera (P3 ) Uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang SISA PLASENTA
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi masaTampak tali pusat
(bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok Pucat dan limbung
Perdarahan banyak dan gumpal Di vulva-> endometrium terbalik dg
atau tanpa plasenta INVERSIO UTERI
Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus
Perdarahan Lokhia mukopurulen dan berbau Anemia Demam Endometristis
atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) Late postpartum
hemorrhage Perdarahan postpartum sekunder
PenatalaksanaanPrinsip-prinsip umum :Segera diberikan cairan
intravena (biasanya 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan
garam fisiologis atau Ringer Laktat). Dua unit darah dicocok silang
pada kasus dimana transfusi diperlukan. Keluaran urin tiap jam
membantu pemantauan fungsi ginjal.6Atonia Uteri :Posisikan ibu
Hamil pada sikap trendelenburg, memasang Venous Line, dan
Memberikan Oksigen. Lalu laukan rangsang kontraksi uteris dengan
memberikan Infus oksitosin intravena dapat ditambahkan dengan
ergonovin maleat atau metilergonovin maleat (0,2mg) yang diberikan
secara intravena atau intramuskuler. Fundus uteri dimasase melalui
dinding abdomen. Eksplorasi uterus secara manual dianjurkan unuk
memastikan bahwa uterus utuh dan untuk mengangkat setiap fragmen
plasenta.Bila atonia peristen dianjurkan kompresi uterus secara
bimanual. Uterus diangkat ke atas keluar dari pelvis dan dikompresi
di antara satu tangan pada abdomen dan tangan lain mengepal seperti
sebuah tinju dalam vagina. Elevasi dan kompresi bimanual
dipertahankan selama dua sampai lima menit.Prostaglandin
intramuskuler mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak
responsif terhadap terapi konvensional.Laparotomi harus
dipertimbangkan bila atonia uteri persisten dan perdarahan tak
dapat dihentikan. Ruptur uteri yang tidak terdiagnosa dapat
merupakan suatu kemungkinan, karena dinding lateral segmen uterus
bagian bawah mungkin sukar dipalpasi pada pemeriksaan vagina.
Perbaikan uterus, histerektomi, atau ligasi arteri hipogastrika
atau uterina dapat dipilih, tergantung pada umur pasien, paritas,
dan keadaan umum, maupunluasnya trauma.Tampon uterus dapat dicoba
sebagai ukuran temporer sementara persiapan untuk laparotomi
dilakukan. Bila perdarahan berasal dari tempat plasenta di dalam
segmen bawah uterus di mana kontraksi otot tidak adekuat untuk
mencapai hemostasis normal, tampon mungkin mempunyai nilai khusus.
Tampon uterus ditempatkan di dalam segmen bawah uterus, dengan
tampon vagina mengkompresi segmen bawah antara uterus dan tampon
vagina. (Bahan yang disukai untuk tampon adalah kassa polos dengan
lebar 4 inci dan tebal 6 lapis.)Bila perdarahan dapat dikontrol
dengan tampon, intervensi bedah dapat ditunda. Namun, pasien harus
diawasi secara hati-hati dan fasilitas untuk laparotomi darurat
harus segera tersedia, karena tampon tidak dapat berubuat banyak
selain menutupi perdarahan aktif yang terus-menerus berkumpul
dibelakang tampon. (Bila tampon berhasil, tampon dibiarkan berada
ditempat selama 12-24 jam.)
Laerasi Traktus Genitalia:Laserasi yang berdarah diperbaiki
dengan benang kromik 00 atau ooo. Visualisasi yang adekuat penting,
dan seorang asisten sering dipewrlukan untuk meretraksi dinding
vagina denan retraktor sudut kanan.Laserasi serviks diperbaiki
dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan laserasi
dengan menggunakan forceps cincin. Jahitan berurutan dengan chromic
00 atau 000 dilakukan melalui bagian paling mdah dari robekan
serviks. Traksi pada jahitan tersebut dapat membantu dalam menarik
apeks laserasi ke bawah. Pembuluh-pembuuh yang mengeluarkan darah
harus diligasi untuk mencegah hematom retroperitoneum. Jahitan yang
paling penting adalah pada apeks laserasi, dimana diperlukan
perhatian yang cermat untuk memastikan bahwa pembuluh-pembuuh yang
mengalami retraksi tidak terus berdarah. Jahitan terputus atau
kontinu dapat dipakai, tergantung pada luasnya perdarahan, tempat
perdarahan yang terlihat dan keinginan operator.Hemostasis
sementara dapat dicapai dengan memasang forsep cincin di tepi
laserasi. Apabila robekan meluas ke dalam segmen bawah uterus atau
ligamentum latum, tampon atau forsep cincin untuk sementara dapat
bermanfaat sementara dilakukan pesiapan untuk pembedahan
abdomen.Laserasi Vagina : Jahitan pertama harus ditempatkan di atas
apeks laserasi. Jahitan yang paling hemostatik adalah yang berjalan
searah jarum jam.Varikose vagina atau vulva dapat menyebabkan
perdarahan hebat yang sering sukar dikontrol dengan penjahitan.
Pada keadaan ini, tampon vagina yang ketat memberikan hemostasis
yang penting.Plasenta atau Selaput yang Tertahan di dalam Uterus
:Pada saat terjadinya pengeluaran darah yang berlebihan, maka harus
segera dilakukan pemindahan darah dan cairan. Terapi Konservatif
plasenta akreta pada ibu paritas rendah biasanya berhasil. Plasenta
dibiarkan menetap di dalam uterus bila perdarahannya minimal dan
baru dipindahkan kemudian hari. Sedangkan terapi konservatif pada
placenta perkreta jarang, tetapi dapat digunakan bila hanya
terdapat kelainan fokal saja, perdarahan tidak terlalu banyak, dan
pasien ingin terus mempertahankan fertilitasnya. Preoperaso oklusi
balon, embolisasi A.illiaca internal dapat mengurangi kehilangan
darah. Pada beberapa literatur, plasenta akreta, perkreta, maupun
inkreta harus dilakukan histertektomi sebagai tindakan utama.
Inversi UteriSecara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai
berikut1. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk
cairan/darah pengganti dan pemberian obat.2. Beberapa senter
memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu men dorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan
masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat
dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.3. Di dalam
uterus plasenta diplepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewati
infus atau IM tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus
kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan,4. Pemberian
antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.5.
Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi
bila utertus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
Jenis UterotonikaJENIS DAN CARA OKSITOSIN ERGOMETRIN
MISOPROSTOL
Dosis dan cara pemberian IV : 20 IU dalam 1 l larutan garam
fisio logis dengan tetesan cepat IM : 10 IU IM atau IV (lambat) :
0.2 mgOral atau rektal 400 g dapat diulang sampai 1200 g
Dosis lanjutan IV : 20 IU dalam 1 l larutan garam fisio-logis
dengan 40 tetes /menitUlangi 0.2 mg IM setelah 15 menit400 g 2-4
jam setelah dosis awal
Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 l larutan dengan
Oksi-tosin Total 1 mg atau 5 dosis Total 1200 g atau 3 dosis
Kontra Indikasi Pemberian IV secara cepat atau bolus
Preeklampsia, vitium cordis, hipertensi Nyeri kontraksi Asma
EtiologiBerdasarkan saat terjadinya PPH dapat dibagi menjadi PPH
primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan
oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa sebagian
plasenta. Dalam kasus yang jarang, bias karena inversion uteri. PPH
sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh
karena sisa plasenta. Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi
sering hanya 50% dari jumlah darah yang hilang. Perdarahan yang
aktif merembes terus dalam waktu lama saat melakukan prosedur
tindakan juga bias menyebabkan PPH. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan Hb dan Hematokrit untuk memperkirakan jumlah
perdarahan yang terjadi saat persalinan dibandingkan dengan keadaan
prapersalinan.6Berdasarkan penyebab Biologi nya dibedakan atas:1.
Perdarahan dari tempat implantasi Hipotoni sampai atonia uteri
Anastesi umum _halogenated hydrocarbons Perfusi miometrium
menurun-Hipotensi: perdarahan dan analgesia konduksi Distensi
Uterus berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion) Partus lama,
partus terlalu cepat Partus karena induksi oksitosin Multiparitas
Atoni uterus pada persalinan sebelumnya Korioamnionitis Sisa
Plasenta Kotiledon atau selaput ketuban tersisa Perlekatan
abnormal-plasenta akreta, inkreta, perkreta2. Trauma pada traktus
genitalia Episiotomy yang lebar Laserasi perineum, vagina, atau
serviks Rupture uterus3. Defek Koagulasi Jarang terjadi tetapi bias
memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus trombofilia,
sindroma HELLP, preeklamspsia, solusio plasenta, kematian janin
dalam kandungan, dan emboli air ketuban.
EpidemiologiKejadian kehilangan darah yang berlebihan setelah
persalinan pervagina adalah 5-8%. Perdarahan postpartum adalah
penyebab paling umum kehilangan darah yang berlebihan dalam
kehamilan, dan transfusi kebanyakan pada wanita hamil dilakukan
untuk menggantikan darah yang hilang setelah melahirkan. Perdarahan
adalah penyebab utama ketiga kematian ibu di US dan bertanggung
jawab langsung atas sekitar seperenam dari kematian ibu. Di
negara-negara berkembang, perdarahan adalah salah satu penyebab
obstetri utama kematian ibu.6
Patofisiologi
Atonia UteriPerdarahan post partum dpt dikendalikan melalui
kontraksi & retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi &
retraksi menyebabkan terjadinya pembuluh darah shg aliran darah
ketempat plak jadi terhenti. Kegagalam mekanisme akibat gangguan
fungsi inilah yang disebut atonia uteri. Disfungsi hipotonik dari
uterus dikarakteristikan dengan kekuatan kontraksi uterus di bawah
24 mmHg, ritme yang irregular, atau keduanya. Lebih sering
ditemukan pada primigravida. Dapat disebabkan oleh sedasi
berlebihan pada saat anastesi, kembar, polihdramnion, atau
overdistensi dari uterus.7Kegagalan uterus untuk berkontraksi
secara adekuat merupakan penyebab tersering pada perdarahan
obstetric, terutama perdarahan postpartum. Sebagian besar wanita
dapat dicurigai mengalami atonia uteri pada persalinan tahap akhir.
Sebagai contohnya, distensi uterus berlebihan cenderung mengalami
hipotoni uterus. Oleh sebab itu, ibu hamil dengan janin besar,
gemeli, atau hidramnion cenderung mengalami perdarahan oleh karena
atonia uteri.Sisa Plasenta Sisa plasenta dan membrane menyebabkan
5-10% PPH. Penetrasi yang berlebihan oleh trofoblas dan defek atau
hilangnya desidua basali merupakan penyebab dari plasenta akreta.
Plasenta akreta dapat didiagnosis bila pada pemeriksaan histology,
implantasi menembus desidua basali dan Nitabuch Layer. Penyebab
yang pasti sampai sekarang masih belum diketahui, tetapi factor
predisposisi seperti post operasi cesar, plasenta previa,
multiparitas, dan post kuretase diduga berperan. Bila plasenta
menembus miometrium maka disebut plasenta inkreta. Bila vili
korialis sampai menmebus perimetrium disebut plasenta
perkreta.7,8Trauma pada Traktus GenitaliaPerdarahan yang banyak
dari episiotomy yang berlebihan, laserasi, dan rupture uteri
berperan hingga 20% pada PPH. Laserasi dapat mengenai uterus,
servix, vagina, atau vulva. Disebabkan oleh karena presipitasi atau
tidak terkontrolnya proses persalinan. Laserasi dari pembuluh darah
didaerah vagina atau vulva menyebabkan hematoma pada daerah
tersebut.8Episiotomy dapat menyebabkan perdarahan yang hebat bila
mengenai arteri yang besar atau varises di vagina atau vulva. Dapat
juga dibsebakan oleh karena terjadi partus lama di antara masa
setelah episiotomi sampai anak keluar. Rupture uterus secara
spontan jarang terjadi. Factor risiko nya adalah multiparitas,
malpresentation, post operasi uterus, dan induk persalinan dengan
oksitosin. Rupture uteri akibat post operasi cesar pada persalinan
sebelumnya merupakan penyebab yang pen ting pada PPH. Defek
KoagulasiKoagulopati pada kehamilan berhubngan dengan abrupsio
plasenta,keluarnya thromboplastin dari janin yang sudah mati,
emboli cairan amnion, preeclampsia berat, eklampsia, dan sepsis.
Koagulopati yang terjadi akan menyebabkan hipofibrinogenemia,
trombositopenia, dan DIC. Penyakit Von Willebrand, trombositopenia
autoimun, dan leukemia dapat juga terjadi pada ibu hamil. Inversi
Uterus Adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yand dapat bersifat
inkomplit sampai komplit. Factor-faktor yang memungkinkan hall itu
terjadi adalah adanya atonia uterui, serviks yang masih terbuka
lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundis ke bawah (misalnya
karena plasenta akreata, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya
ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteru dari
atas (maneuver Crede) atau tekanan intrabdominal yang keras dan
tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).8
KomplikasiPerdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat
mengakibatkan:71. Syok hemoragieAkibat terjadinya perdarahan, ibu
akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah
yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal
ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan
kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak
bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal
ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan2.
AnemiaAnemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan
menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk
hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila
tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan
berdampak juga pada asupan ASI bayi3. Sindrom SheehanHal ini
terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat
menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar
hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.
PrognosisPerdarahan post partum masih merupakan ancaman yang
tidak terduga walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya,
perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu
yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan
modern Perdarahan post partum tidak perlu membawa kematian pada ibu
bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat
tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah
dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih
besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu
mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa
istri dan keluarganya sendiri.6Pada perdarahan post partum, Mochtar
R. ddk melaporkan angka kematian ibu 7,9 % dan Wiknjosastro H.
1,8-4,5 %. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita
yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan
anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.
PencegahanKlasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi
akan memudahkan penyelengaraan pelayanan kesehatan untuk menata
strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan
jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses
persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya
patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan
pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan
sebagai berikut: 6a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki
keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan
lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut
ada dalam keadaan optimal.b. Mengenal factor predisposisi PPH
seperti multiparitas, anak besar, hamil kiembar, hidramnion, bekas
seksio, ada riwayat PPH sebelumnya, dan kehamilan risiko tinggi
lainnya yang risikonya akan kmuncul saat persalinan. c. Perswalinan
harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.d.
Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit
rujukan.e. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga
kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.f. Menguasai
langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPH dan mengadakan
rujukan sebagaimana mestinya. Pencegahan Atonia Uteri dengan
Melakukan persalinan kala III secara aktif: Menyuntikan Oksitosin
Peregangan Tali Pusat Terkendali Mengeluarkan plasenta Setelah
plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Masase Uterus Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan
pasca persalinan
Daftar Pustaka
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates guide to physical examination
and history taking. New York: Lippincott Williams&Wilkins,
2009.p.876-7.2. Brunner, Suddarth. Buku ajar keperawatan medikal
bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2002.3. Anemia. Dalam : Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5. 4. Endjun
JJ.Pemeriksaan USG postpartum. Dalam: USG Dasar Obstetri
Ginekologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.h. 248-52.5.
Cunningham FG. Postpartum hemorrhage. In: Seils A, Edmonson KG,
Davis K, editors. Williams Obstetric. 22nd ed. New York:
McGraw-Hill,,2005.p.823-39.6. Karkata MK. Perdarahan
pascapersalinan. Dalam: Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro
GH, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,2009.h. 522-9.7.
Taber BZ. Perdarahan postpartum. Dalam: Taber BZ. Manual of
Gynecologic and Obstetric Emervencies. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1994.h.356-8.8. Poggi SBH. Postpartum hemorrhage
& the abnormal puerperium. In DeCherney AH, Pernoll ML,
editors.Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 9th
ed. New York: McGraw-Hill, 2007.p. 477-86.
1
22