Top Banner
DEMOKRASI DAN ANCAMAN DISINTEGRASI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang “Manusia, secara alami bebas, sama, dan independen, tak seorangpun dapat dilepas dari keadaan itu, dan ditundukkan pada suatu kekuasaan politik dari orang lain, tanpa persetujuannya; satu-satunya cara manusia bersedia melepaskan kebebasan alaminya, dan menyatukan diri dalam masyarakat bertatahukum (civil society) ialah melalui kesepakatan satu sama lain untuk menggabungkan diri dan bersatu menjadi komunitas, demi kehidupannya yang nyaman, aman, dan damai, antar mereka, dalam wujud penikmatan yang terjamin mengenal; hak miliknya (property) dan keamanan yang lebih mantap terhadap terhadap segala ancaman. 1
80

POLKUM-4

Jan 19, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: POLKUM-4

DEMOKRASI DAN ANCAMAN DISINTEGRASI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Manusia, secara alami bebas, sama, dan independen, tak seorangpun

dapat dilepas dari keadaan itu, dan ditundukkan pada suatu kekuasaan politik

dari orang lain, tanpa persetujuannya; satu-satunya cara manusia bersedia

melepaskan kebebasan alaminya, dan menyatukan diri dalam masyarakat

bertatahukum (civil society) ialah melalui kesepakatan satu sama lain untuk

menggabungkan diri dan bersatu menjadi komunitas, demi kehidupannya yang

nyaman, aman, dan damai, antar mereka, dalam wujud penikmatan yang

terjamin mengenal; hak miliknya (property) dan keamanan yang lebih mantap

terhadap terhadap segala ancaman.

Jadi, yang merupakan permulaan dan secara aktual membentuk tiap

masyarakat politik, adalah tidak lain persetujuan dari manusia bebas (freeman)

yang jumlahnya merupakan mayoritas, untuk menyatukan diri dalam satu

masyarakat yang seperti itu. Dan hanya inilah yang merupakan permulaan dari

tiap negara yang sah.

Filsafat Individualisme (John Locke) mengajarkan bahwa “Manusia”

dilahirkan dalam keadaan bebas sempurna, sehingga ia bebas berbuat apapun

sesuai kehendaknya tanpa perlu meminta izin dari orang lain, atau memberitahu

1

Page 2: POLKUM-4

kepada orang lain; dan juga dalam keadaan sama sempurna, sehingga tak ada

seorangpun yang memiliki hak untuk memimpin orang lain, kecuali Tuhan

dengan petunjuk yang jelas menunjukkan seorang untuk memimpin yang lain.

Berhubung dengan itu bangsa yang menganut faham yang satu tidak

memaksakan fahamnya kepada yang menganut faham yang lain.1

Pada waktu manusia berada dalam keadaan alami, banyak timbul hal-hal

yang tidak mengenakan dalam arti “kerawanan” terhadap dirinya. Karena

kerawanan manusia itulah, menjadikan manusia sebagai makhluk sosial. Demi

lestarinya diri, manusia harus hidup secara damai dengan tetangganya, dan ini

berarti bahwa ia hidup di bawah aturan tertentu.

Hukum Alamiah yang memberi petunjuk mengenal asas-asas dasar yang

harus diikuti oleh masyarakat manapun dalam menciptakan aturan-aturan, bila

sistem hukum positifnya dikehendaki sesuai dengan kebutuhan alami manusia

maupun tuntutan-tuntutan yang layak.

Hukum alam ini mengajarkan pada setiap umat manusia, bahwa dalam

keadaan sama dan bebas itu, tak selayaknya orang mencederai orang lain

mengenal hidupnya, kesehatannya, kebebasannya dan pemilikannya.

Hukum alam meskipun telah diberi kekuatan hukum dalam hukum

positif, tidak akan pernah efektif, karena hak kebebasannya itu sendiri

mengandung “contradictio in conceptionis”.

Mengenal bagaimana cara meninggalkan keadaan alami dan memasuki

kehidupan bertatahukum yaitu melalui persetujuan dari semua orang. Beginilah

terjadinya kontrak sosial itu, “persetujuan semua orang”, itulah yang kemudian

1 John Locke, The Second Treatise of Government, pada Satya Arinanto, Politik Hukum I, hal. 5.

2

Page 3: POLKUM-4

menjadi dasar dari kekuasaan negara, bila negara itu ingin diakui sebagai negara

demokrasi.

Dapat disimpulkan bahwa asal mula masyarakat politik atau negara

adalah kontrak sosial. Dari kontrak sosial lahirlah suatu idea tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) yang kemudian dijadikan dasar bagi penyelenggaraan negara

sekaligus sebagai tujuan dari didirikannya negara.

Demokrasi secara harfiah diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat

dan untuk rakyat. Maknanya yaitu pemerintahan yang cocok dengan keinginan

rakyat. Demokrasi yang sempurna yang dimiliki suatu pemerintahan adalah

apabila segala macam keputusannya selalu dalam keadaan secara sempurna

mewakili rakyatnya secara keseluruhan, meskipun respon yang secara penuh

yang dilakukan oleh pemerintah itu dirasa tidak ada, atau sangat sulit untuk

dicapai. Di samping demokrasi sempurna (ideal) tadi, oleh Robert Dahl

dipisahkan dengan apa yang disebutnya dengan “POLYARCHEIS” yaitu

demokrasi yang mendekati nilai ideal. Kedua pengertian demokrasi ini akan

digunakan untuk membedakan dua tipe dasar dari demokrasi ini akan digunakan

untuk membedakan dua tipe dasar dari demokrasi; yaitu:

1. Demokrasi Model Mayoritas (Model Westmister);

2. Demokrasi Model Konsensus.

3

Page 4: POLKUM-4

Kedua Demokrasi ini saling bertolak belakang dan mempunyai

perbedaan dalam dimensi.

MODEL WESTMINSTER(MODEL MAYORITAS)

MODEL KONSENSUS

1. Mengkonsentrasikan pada kekuatan Eksekutif satu partai dan penguasaan kemayoritasan kabinet

2. Penggabungan kekuasaan dan pendominasian kabinet.

3. Pengawasan yang tidak seimbang4. Sistem dua Partai5. Sistem Partai Tunggal6. Pemilihan dengan sistem yang

Plural7. Penyatuan dan pemusatan

pemerintahan8. Konstitusi yang tidak tertulis dan

kedaulatan parlemen

1. Pembagian kekuasaan eksekutif2. Pemisahan kekuasaan3. Pengawasan sistem ganda yang

seimbang dan represntatif kaum minoritas

4. Sistem multi partai5. Sistem partai yang multi dimensi6. Representasi yang proporsional7. Federalisme baik teritorial maupun

non teritorial8. Konstitusi tertulis dan hak veto

minoritas

Inti dari demokrasi Westminster adalah pemerintahan yang dipimpin

oleh keuasaan mayoritas. Model ini sebagai solusi atas dilema kebingungan

dalam menentukan arti kata “Rakyat” dalam definisi Demokrasi. Model ini

mengandung 9 elemen yang saling berhubungan (lihat tabel). Contoh yang

cukup baik untuk model demokrasi Westminster ini yaitu negara Inggris dan

Selandia Baru.

Demokrasi Model Konsensus membantah pandangan yang mengatakan

“Mayoritas harus memerintah dan minoritas selalu beroposisi. Pandangan ini

tidak demokratik, karena prinsip-prinsip tersebut tertutup. Demikian pula

pandangan yang mengatakan “dengan mengeluarkan yang minor dari

partisipasi”, maka makin menyiksa arti demokrasi dan kemayoritasan

pemerintah tidak cocok sama sekali. Demokrasi model konsensus mengandung

4

Page 5: POLKUM-4

8 elemen seperti dalam tabel. Contoh untuk model ini yaitu negara Belgia dan

Swiss.2

Transformasi demokrasi Indonesia berproses dengan keadaan-keadaan

sulit yang luar biasa. Ekonomi telah hancur karena krisis keuangan Asia tahun

1977 Banyak pemikiran yang dicurahkan untuk serangkaian sistem politik;

seperti UUD 1945 tidak dianggap lagi sakral, beberapa amandemen konstitusi

diadopsi MPR dan direncanakan untuk dilaksanakan pada sidang tahun 2000.

Undang-undang baru tentang otonomi daerah dilangsungkan dan pengaruh TNI

terus berkurang.

Perkembangan demokrasi di Indonesia pada masa Orde Baru yang

dipimpin oleh seorang yang otoriter dan represif, membawa ke arah disintegrasi

bangsa, dimulai di Timor-Timur yang akhirnya diikuti oleh gerakan-gerakan

separatis di daerah-daerah lain, seperti Aceh, Kalimantan, Maluku dan Irian.

Dengan lepasnya Timor-Timur, pemimpin di era Reformasi mencoba

memperbaiki dan menata kembali kehidupan politik dan bernegara di Indonesia,

salah satunya penegakan HAM, mengurangi Dwi Fungsi ABRI/TNI dan

menyiapkan peraturan otonomi daerah.

B. Pokok Permasalahan

Berkaitan dengan halaman 49 telah diuraikan di atas, maka terdapat

beberapa pokok permasalahan yang menjadi topik pembahasan dalam penulisan

makialah ini, sebagai berikut:

2 Arend Riphart, Democracies: Patterns of Majoritarian and Consensus Government in Twenty-One Countries, pada Satya Arinanto, Politik Hukum I, hal. 28.

5

Page 6: POLKUM-4

1. Bagaimanakah perkembangan Demokrasi di Indonesia;

2. Apakah perkembangan Demokrasi di Indonesia membawa disintegrasi

bangsa.

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui perkembangan Demokrasi di Indonesia dalam

kaitannya dengan disintegrasi bangsa.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini metode yang dipakai adalah metode

penelitian normatif atau kepustakaan dengan cara mempelajari atau meneliti

bahan-bahan pustaka atau data sekunder antara lain mencakup dokumen-

dokumen resmi, buku-buku perundang-undangan.

6

Page 7: POLKUM-4

II. PEMBAHASAN

Seringkali kritikan-kritikan ditingkatkan, khususnya di negara-negara

berkembang karena kurangnya kemajuan demokrasi pun sebagai pengganti

pembangunan ekonomi yang relatif berhasil. Kritikan-kritikan tersebut banyak tidak

adil dimana kritikan-kritikan tersebut berdasarkan dengan rangkaian nilai atau

kriteria yang seringkali tidak dikenal di negara-negara tersebut. Bagaimanapun

seringkali rangkaian nilai ini diduga untuk dapat diterapkan secara universal.

Kenyataannya karena prinsip-prinsip demokrasi liberal yang bekerja di negara-

negara Barat yang maju yang mendapatkan pengaruh yang layak atas pada sejumlah

negara-negara lainnya karena paham ekonomi, militer dan tradisi demokrasi liberal

yang kuat, kritikan-kritikan tersebut atas dasar nilai-nilai demokrasi liberal Barat

telah menciptakan tekanan yang kuat atas sejumlah negara-negara berkembang

untuk berusaha menyamai atau melebihi sejarah; tradisi budaya khusus mereka

masing-masing.3

Dengan demikian, pada pihak mereka negara-negara berkembang ini juga

telah mengembangkan tentang diri mereka guna menjumpai harapan-harapan barat.

Ini telah dikandung oleh tingkat hubungan ketergantungan yang tinggi negara-

negara berkembang terhadap negara-negara barat. Konsekuensinya, banyak negara-

negara berkembang menerima dan diterima untuk menyelesaikan sesuatu yang tidak

dimaksudkan atau dilengkapi untuk menyelesaikan.

Kenyataannya tekanan merupakan dimana kemajuan dan prestasi

sesungguhnya mereka itu, sejumlah negara-negara akan dicenderungkan untuk

3 J. Soedjati Djiwandono, Democratic Experiment in Indonesia, Between Achievements and Expectations, pada Satya Arinanto, Politik Hukum 2, hal. 158.

7

Page 8: POLKUM-4

menciptakan citra demokrasi mereka sendiri. Seringkali ini telah mengakibatkan

pelanggaran dan distorsi demokrasi. Sebagai contoh, diantara negara-negara

komunis rangkaian nama demokrasi rakyat telah digunakan. Dan di negara-negara

lainnya, banyak hal-hal ajaib dilakukan atas nama demokrasi.

Apa yang mendasarinya adalah usaha untuk memberikan laporan kritis

percobaan-percobaan demokrasi di Indonesia sepanjang riwayat terakhirnya. Untuk

menentukan prestasi suatu bangsa di dalam pekerjaan prinsip-prinsip demokrasi

dengan sejumlah tingkat keakuratan dan keadilan, orang perlu memahami dan

mengapresiasikan latar belakang historis, tradisi dan budayanya selain juga

gagasan-gagasan dan penerapan-penerapannya. Sejumlah pemikiran akan diberikan

untuk pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana pembangunan nasional dengan

penekanan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan usaha-usaha dengan

kemajuan demokrasi. Di dalam konteks ini peranan militer di Indonesia juga akan

diarahkan.

A. Demokrasi di Indonesia

1. Demokrasi Liberal

Ketika Indonesia mengproklamasikan kemerdekaannya pada tahun

1945, Indonesia mengatur untuk mendirikan negara republik modern atas

dasar prinsip-prinsip demokrasi. Negara mulai dengan mendirikan institusi-

institusi demokrasi jika dengan bentuk-bentuk provisi dan belum sempurna

seperti sistem Presidensial, kabinet, parlemen, partai-partai politik dan

sistem hukum. Tetapi sebagaimana di dalam banyak bidang lainnya,

8

Page 9: POLKUM-4

Republik Indonesia yang baru memulai dari jangkauan. Negara baru tidak

mempunyai pengalaman juga tidak mempunyai tradisi praktek demokrasi

modern, yang kemudian menarik pelajaran-pelajaran sebagai dasar untuk

pertumbuhan dan pengembangan masa depannya.

Bagaimanapun pengembangan tersebut tidak merupakan persiapan

yang memadai untuk kemerdekaan masa depan bangsa untuk diwujudkan di

dalam negara demokrasi modern. Sekurang-kurangnya ada dua alasan

utama. Pertama, bahwa peluang bagi Indonesia untuk memproklamasikan

kemerdekaan bangsa secara khusus timbul sebagai akibat perubahan

peristiwa yang tiba-tiba mengakibatkan Jepang takluk pada Perang Pasifik.

Kekalahan Jepang yang tiba-tiba yang selanjutnya telah menempatkan

Indonesia selama beberapa tahun hengkangnya Belanda dari Indonesia di

dalam menghadapi invasi Jepang. Di tengah-tengah masa chaos dan

kerancuan yang tercipta sejak akhir Perang Pasifik dan dengan demikian

pendudukan Jepang ini tanpa banyak bicara dan dengan persiapan minimum

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Alasan kedua adalah bahwa dimana penolakan untuk mengakui

kemerdekaan Indonesia yang baru diproklamasikan dan yang

mengakibatkan pendirian Republik Indonesia, Belanda kembali ke

Indonesia dalam suatu usaha untuk memperoleh kembali kontrol jajahan

terhadap negara. Sehingga Revolusi Indonesia untuk kemerdekaan bangsa

oleh perjuangan tentara terhadap Belanda pun selama revolusi, Indonesia

mencoba eksperimen baru di dalam mempraktekan demokrasi liberal. Pada

9

Page 10: POLKUM-4

awal-awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengambil sistem

presidentil. Di dalam konteks diplomasi dengan Belanda, perubahan

konstitusi dipengaruhi di dalam sistem presidentil tersebut diganti dengan

pendirian sistem pemerintahan parlementer dimaksudkan sebagai suatu

pembelaan terhadap Belanda guna memenangkan simpati mereka terhadap

pendirian negara Indonesia. Proses perubahan diikuti oleh lahirnya dan

timbulnya partai-partai politik. Dengan demikian sistem mjulti partai mulai.

Sistem parlementer dilanjutkan menjadi dasar pemerintahan

Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia diakui secara luas oleh dunia luar

yang mengikuti perpindahan kekuasaan dari Belanda pada akhir tahun 1949.

Ini merupakan sisa dekade terakhir bagi penjajahan Belanda. Bagaimanapun

percobaan demokrasi parlementer liberal Barat terbukti menjadi gagal.

Sejumlah besar partai politik mengakibatkan terciptanya pemerintahan yang

tidak stabil yang kepentingan utamanya ada di dalam perjuangan mereka

untuk tetap di dalam kekuasaan menghadapi ketidaksepakatan dan

perbedaan yang serius diantara partai-partai. Selama masa demokrasi

parlementer, pemerintahan tidak mempunyai cukup waktu untuk

memberikan perhatian, membiarkan menyelesaikan sendiri masalah-

masalah rekonstruksi dan pengembangan.4

Pengalaman dan tradisi kehidupan demokrasi secara lebih dalam

berakar dengan apa yang dikenal dengan demokrasi desa masa-masa tua. Ini

semacam demokrasi langsung primitif dengan demokrasi mana orang akan

berkumpul bersama di istana melipatgandakan protes terhadap kebijakan-

4 Ibid., hal. 160.

10

Page 11: POLKUM-4

kebijakan tertentu raja. Tetapi bentuk ungkapan populer ini tidak

mempunyai maksud-maksud atau mekanisme efektif dengan mana

keinginan rakyat dapat mempunyai sejumlah pengaruh dengan pengambilan

keputusan raja. Apakah raja akan memperhatikan kehendak subyek-

subyeknya yang secara hampir keseluruhan bergantung pada kepekaan dan

kemanusiannya sendiri. Jauh dari demokrasi perwakilan modern. Sejumlah

penelusuran tipe praktek demokrasi ini masih didapatkan di dalam desa-desa

tertentu yang berdasarkan prinsip konsensus sebagai contoh di dalam

pemilihan kepala desa.

Berdasarkan sistem parlementer, partai-partai politik secara utama

terbagi di dalam jalur idiologi dan agama. Ini membuat kehidupan politik

Indonesia selama tersebut sangat banyak berorientasi idiologis dibandingkan

yang berorientasi program. Pemilihan Umum pertama yang diselenggarakan

pada tahun 1955 hanya mengupayakan kehidupan politik yang khaos yang

ditandai dengan banyak sekali partai-partai politik, subordinasi kepentingan

nasional untuk kepentingan pribadi atau kelompok dan kesemuanya

orientasi ideologis yang sangat buruk. Debat di parlemen, khususnya di

dalam Dewan Konstituante yang didirikan melalui pemilihan tahun 1955

berkisar di sekeliling hal idiologi yang benar untuk negara yang akan

bertindak sebagai dasar konstitusi. Konsensus tidak pernah dicapai. Dan

tidak ada partai politik tunggal yang memerintah mayoritas sebagai akibat

pemilihan umum. Hasil akhir buntu.

11

Page 12: POLKUM-4

Pada saat yang sama perjuangan untuk mendirikan negara

berdasarkan idiologi selain Pancasila sebagaimana yang diwujudkan di

dalam konstitusi yang ada dengan konstitusi tersebut kelompok-kelompok

nasionalis berjanji akan melangsungkan negara di luar parlemen juga dewan

konstituante. Kelompok komunis mengadakan pemberontakan pada tahun

1948. Selanjutnya kelompok-kelompok Muslim fanatik mengadakan

pemberontakan guna merealisasikan gagasan-gagasan mereka untuk

republik Islam.

Konsekuensi-konsekuensi percobaan “khaostik’ di dalam demokrasi

liberal merupakan pembagian diantara kekuatan-kekuatan sosial serta jalur-

jalur idiologis dan agamis; mengabaikan perkembangan ekonomi dan

meningkatkan peranan Presiden sampai selanjutnya peningkatan kepala

negara konstitusi dan peranan militer.

2. Demokrasi Terpimpin

Menghadapi situasi krisis yang diciptakan dengan buntunya dewan

konstituante, bangsa terbagi sepanjang jalur idiologis, keadaan-keadaan

ekonomi yang merugikan, pemberontakan dan tegangan yang tinggi

sehubungan dengan Belanda yang masih ingin menguasai Irian Barat,

Presiden (Sukarno) memaklumkan pembubaran Dewan Konstituante dan

menyatakan pengadopsian kembali (readoption) Undang-undang Dasar

1945. Masa yang disebut oleh Presiden Soekarno sebagai Demokrasi

Terpimpin.

12

Page 13: POLKUM-4

Berdasarkan Demokrasi Terpimpin, demokrasi liberal dienyahkan.

Sampai saat ini, istilah liberal, liberalisme dan demokrasi liberal mempunyai

konotasi dan reputasi yang buruk di negeri. Sistem voting diganti dengan

konsensus. Ini berarti sekurang-kurangnya berdasarkan Demokrasi

Terpimpin, bahwa keinginan-keinginan pemimpin selalu berlaku.

Demokrasi Terpimpin mengubah sistem pemerintahan Presidensial.

Parlemen dibubarkan dan diganti dengan yang diangkat oleh Presiden. Ini

diterapkan untuk hampir semua institusi negara dalam rangka ‘retooling’,

Partai-partai politik dipaksa sejalur atau koalisi dengan nama Nasakom,

yang terdiri dari nasionalisme, agama dan komunisme, yang lebih

meningkatkan peranan dan kekuasaan Presiden. Ini merupakan suatu usaha

Presiden Soekarno untuk menyelesaikan masalah pertengkaran idiologis

yang bersifat memecah belah.5

Pada saat yang sama karena pembangunan kekuatan militer dengan

bantuan Uni Soviet untuk kampanye merebut Irian Barat, militer juga

memperoleh kekuatan dan kekuasaan khususnya dengan pengumuman

hukuman mati. Meskipun demikian antagonisme di antara dua kelompok

paling berkuasa dilakukan pengecekan oleh kekuasaan Presiden di dalam

usahanya untuk menempa persatuan bangsa yang berhadapan dengan

ancaman kolonialisme dan imperialisme yang diwujudkan dengan

pendudukan terus-menerus Irian Jaya oleh Belanda. Revolusi nasional

demikian selalu didengungkan oleh Presiden, belum pernah berakhir. Dalam

5 Ibid., hal. 163.

13

Page 14: POLKUM-4

kebijakan luar negeri secara militan Indonesia menjadi anti Barat dan pro

Timur.

Bagaimanapun keberhasilan kampanye Irian barat tidak berarti

perubahan postur militan Indonesia. Juga tidak membuat Pemerintahan

Indonesia mengalihkan perhatiannya untuk masalah-masalah dalam negeri,

khususnya pembangunan ekonomi. Sebaliknya krisis dan situasi revolusi

yang telah menandai kampanye Irian Jaya kiranya telah memperoleh

momentum sendiri. Terbentuknya Federasi Malaysia menjadi obyek

kebijakan konfrontasi Indonesia lainnya. Postur revolusioner militer

Soekarno yang anti imperialisme, anti kolonialisme dan neo kolonialisme

mendapatkan sasaran yang dibuatnya siap. Dibuat suatu permaafan terhadap

kerugian terus-menerus di dalam negeri, keperluan untuk persatuan bangsa

yang lebih kuat, dan pembangunan militer. Secara eksternal merupakan

suatu pembenaran postur militer Indonesia yang terus-menerus dan negara

yang berperang dengan kebijakan luar negeri. Dan lagi pula untuk

hubungan –hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara komunis,

Soekarno mencoba terus mengkonsolidasikan apa yang telah diprakarsai

sebelumnya selama kampanye Irian barat, yang merupakan pengenalan

koalisi dunia apa yang disebut negara-negara yang baru muncul terhadap

orde imperialisme yang sudah lama dibuat.

Hubungan-hubungan yang lebih dekat dengan Republik Rakyat Cina

(PRC) mempunyai implikasi dalam negeri yang serius bagi Indonesia.

Untuk kedua kalinya Partai Komunis yang lebih kuat melakukan kudeta ini

14

Page 15: POLKUM-4

merupakan Gerakan 30 September (Gestapu) oleh PKI dalam gerakan mana

orang-orang Cina dipercayai telah terlibat. Ini merupakan titik kulminasi

ketegangan dalam negeri dan antagonisme Partai Komunis dan ABRI.

Kristalisasi dan konflik dalam negeri dan perjuangan terhadap kekuasaan

berlangsung. Hasilnya adalah pembubaran Partai Komunis Indonesia dan

pengganyangan orang-orang komunis Indonesia dan para pendukungnya,

pendiskreditan dan pelemahan partai-partai politik yang terus-menerus dan

secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan Soekarno sebagai Presiden.

Koalisi Nasakom lenyap. Tentara muncul dan mendominasi kekuasaan. Dan

era baru terbentang di Indonesia.

3. Demokrasi Pancasila

Demokrasi Terpimpin yang Soekarno dirikan dan dengan demokrasi

tersebut dia maksudkan menjadi alternatif yang lebih baik terhadap

demokrasi parlemen liberal yang lebih cocok untuk tradisi, budaya,

identitas Indonesia dan keperluan serta tuntutan masa yang dialihkan

menjadi tidak lebih baik ketimbang praktek demokrasi sebelumnya.

Demokrasi Liberal telah membuat gaya Soekarno sendiri yang otokrasi,

otoriter dan diktator. Kesejahteraan rakyat diabaikan. Ekonomi nasional ada

di dalam ambang kebangkrutan. Pinjaman-pinjaman luar negeri telah

bertumpuk dan kebanyak untuk pembayharan keperluan tentara. Inflasi

mencapai rekor dunia sebesar 600 persen. Negara di dalam krisis yang

dalam dan secara internasional terisolasi.

15

Page 16: POLKUM-4

Hal-hal tersebut merupakan keadaan yang diwarisi Orde Lama

kepada Orde Baru. Dengan demikian Orde baru ditentukan untuk

membetulkan semua kesalahan, penyimpangan dan penyelewengan Orde

Lama. Menjadi pembetulan total.

Penguasa Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto secara internal

melarang Partai Komunis Indonesia. Mengadili orang-orang yang sungguh-

sungguh terlibat di dalam usaha kudeta. Merestorasikan Orde. Ditentukan

untuk memperbaiki keadaan-keadaan ekonomi. Untuk pertama kalinya sejak

Indonesia merdeka, perhatian diberikan untuk pembangunan bangsa.

Merupakan untuk tujuan rekonstruksi dan pembangunan kembali

bangsa dimana dalam suatu usaha untuk menciptakan lingkungan

internasional yang berbineka, pemerintah baru mengakhiri kebijakan

konfrontasi Indonesia. Hubungan-hubungan dengan negara-negara tetangga

ditempatkan dengan catatan baru. Indonesia membantu mendirikan

Perserikatan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) agar tercipta

masyarakat bangsa yang harmonis, damai dan sejahtera. Indonmesia

kembali ke PBB.

Sementara itu rangkaian-rangkaian dilakukan dengan negara-negara

donor dan kreditor-kreditor Indonesia untuk menjadwalkan kembali

pinjaman-pinjamannya dan memperoleh bantuan keuangan dan bantuan-

bantuan lainnya untuk usaha-usaha pembangunan bangsa dengan penekanan

pada pembangunan ekonomi. Keberhasilan awal tercapai dan inflasi di atasi.

16

Page 17: POLKUM-4

Usaha-usaha untuk menata kembali kehidupan politik diluncurkan.

Secara berangsur-angsur jumlah partai politik dikurangi, dengan demikian

menyederhanakan sistem partai. Kelompok fungsi yang tidak mempunyai

hubungan dengan partai-partai politik masa lalu dikembangkan. Dan dengan

keberhasilan pembangunan ekonomi dan prestasi stabilitas politik,

pemilihan umum diselenggarakan pada permulaan tahun 1971, pertama kali

selama hampir dua dekade. Kini empat pemilihan umum telah dilakukan.

Institusi-institusi demokrasi telah ditempatkan demokrasi tempat dan fungsi-

fungsinya yang layak dalam suatu usaha melaksanakan Undang-undang

Dasar 1945 dengan lebih konsisten. Secara berangsur-angsur orientasi

terhadap idiologis digantikan dengan orientasi terhadap program.6

Tentu, Orde Baru dilahirkan karena peranan memecah belah yang

dimainkan oleh militer di dalam mengatasi krisis bangsa di bawah Orde

Lama yang memuncak dengan usaha kudeta komunis. Bukan hanya

ketimbang mendirikan semacam militerisme, militer Indonesia telah

menggunakan kekuasaan mereka untuk memperkenalkan kehidupan

demokrasi. Di bawah penguasa Orde Baru, dalam orde tersebut militer

menempati posisi dominan dan peranan ‘decisive’ dimana Indonesia telah

memperlihatkan maksud-maksud damainya dengan mengakhiri kebijakan

konfrontasi yang dilakukan oleh penguasa Orde Lama. Dan bukan hanya

usaha pembangunan militer yang banyak sekali, sumber-sumber nasional

telah digunakan untuk pembangunan bangsa dengan konsekuensi kejelasan

yang ‘modest’ untuk tujuan pertahanan dan keamanan.

6 Ibid., hal. 166.

17

Page 18: POLKUM-4

B. Integrasi di Indonesia

1. Stabilitas dan Integrasi Nasional

Pada awal kehadirannya sebagai satu rezim Orde baru memulai

langkah pemerintahannya dengan langgam libertarian. Dikatakan bahwa

Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia dari titik ekstrem

otoriter pada jaman Demokrasi Terpimpin ke sistem demokrasi liberal.

Tetapi pada kenyataannya langgam libertarian ini tidak berlangsung lama,

sebab di samping merupakan reaksi saja terhadap sistem otoriter yang hidup

sebelumnya,7 sistem ini hanya ditolerir selama pemerintah mencari format

baru politik Indonesia. Segera setelah format baru itu terbentuk, sistem

liberal itu bergeser lagi ke sistem otoriter. Seperti telah dikemukakan obsesi

Orde Baru sejak awal adalah membangun stabilitas nasional dalam rangka

melindungi kelancaran pembangunan ekonomi. Berdasarkan pengalaman

yang sudah-sudah pergolakan politik di Indonesia ditandai oleh banyaknya

gerakan-gerakan disintegratif, sehingga pembangunan stabilitas nasional itu

akan menjadi sulit tanpa didasarkan pada integrasi nasional yang mantap.

Integrasi nasional (yang sering dipakai dalam arti sama dengan istilah

persatuan dan kesatuan bangsa) menjadi sasaran pembangunan yang harus

dicapai, apapun biayanya, sebab semakin solid tingkat integrasi suatu

bangsa akan semakin tinggi kualitas stabilitas nasionalnya, apakah yang

dimaksud dengan integrasi nasional?

7 Amir Effendi Siregar, Pers Mahasiswa Indonesia, Patah Tumbuh Hilang Berganti, PT Karya Unipress, Jakarta, 1983, hal. 31-32.

18

Page 19: POLKUM-4

Howard Wriggins mengidentifikasi pengertian integrasi nasional itu

sebagai penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat

menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau, memadukan masyarakat-

masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi bangsa.8 Dapat pula

diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang

semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayahnya.

Ada beberapa definisi yang dicatat dan dikomentari oleh Myron Weiner

tentang integrasi yang dikatakannya ada beberapa tipe, yaitu:9

1.Integrasi mungkin menunjukkan pada proses penyatuan berbagai

kelompok budaya dan sosial ke dalam satu kesatuan wilayah, dan pada

pembentukan identitas nasional. Di sini integritas bangsa menunjuk

pada masalah pembangunan rasa kebangsaan dengan cara menghapus

kesetiaan-kesetiaan pada ikatan yang lebih sempit.

2.Integrasi dapat pula menunjukkan pada masalah pembentukan wewenang

kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit atau wilayah-wilayah politik

yang lebih kecil yang mungkin beranggotakan suatu kelompok budaya

atau sosial tertentu;

3.Integrasi dapat menunjukkan pada upaya menghubungkan pemerintah

dengan yang diperintah, yakni untuk menjembatani gaya antara elite

dan massa yang ditandai dengan perbedaan-perbedaan mencolok

dalam aspirasi dan nilai-nilai mereka.

8 Howard Wriggins, “Integrasi Bangsa”, dalam Yahya Muhaimin dan Colin McAndrews, Masalah-masalah Pembangunan Politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1985, hal. 51.

9 Myron Weiner, “Political Integration and Political Development”, dalam Jason L. Finkle dan Richard W. Gable, Political Development and Social Change, pada Mahfud MD Disertasi Perkembangan Politik Hukum, hal. 374.

19

Page 20: POLKUM-4

4.Kadangkala integrasi digunakan pula untuk menunjukkan adanya

konsensus nilai minimum yang diperlukan untuk memelihara tertis

sosial.

5.Integrasi nasional dapat juga menunjuk pada pembicaraan mengenai

tingkah laku untuk berorganisasi demi mencapai beberapa tujuan

bersama. Penunjukkan pada masalah yang demikian ini berarti

memilih tingkah lakju integratif sebagai obyek pembicaraan.

Menurut Weiner pula istilah integrasi merangkum hubungan-

hubungan dan sikap-sikap manusia yagn sangat luas, yakni integrasi unsur

berbagai kesetiaan kultural dan penciptaan rasa kebangsaan, integrasi unit-

unit politik kerangka wilayah bersama de ngan satu pemerintah, integrasi

antara pemerintah dan yang diperintah, integrasi warga-warga ke dalam

proses yang dijalankan bersama, serta integrasi individu-individu ke dalam

organisasi-organisasi dengan kegiatan-kegiatan yang berguna. Meskipun

berbeda-beda pengertian-pengertian tersebut mengandung kesamaan yang

konsisten, yakni adanya upaya mendefinisikan sesuatu yang bisa

menyatukan masyarakat dengan sistem politik. Selanjutnya Weiner

mengemukakan bahwa apabila kita berbicara tentang pembangunan politik

maka pertama-tama ia berkaitan dengan sungsi-fungsi politik, kemudian

berkenaan dengan integrasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-

fungsi itu; dan akhirnya berkenaan dengan kapasitas sistem politik untuk

menangani masalah-masalah integrasi yang baru itu. Secara garis besar,

menurut Weiner, ada dua macam strategi yang dapat dipilih pemerintah

20

Page 21: POLKUM-4

dalam membangun integrasi yaitu: Pertama, penghapusan sifat-sifat

kultural utama dari komunitas-komunitas yang berbeda menjadi semacam

kebudayaan nasional; kedua, penciptaan kesetiaan tanpa menghapus

kebudayaan komunitas-komunitas yang ada. Strategi yang pertama disebut

“policy assimilasionis” sedangkan strategi yang kedua disebut “policy

Bhineka Tunggal Ika”.10

Bangsa-bangsa baru biasanya sangat memerlukan integrasi setelah

lepas dari rezim penguasa sebelumnya. Indonesia sangat memerlukan

integrasi setelah lepas dari penjajahan Belanda. Mengapa? karena

pemerintah penjajah tidak pernah memikirkan tentang kesetiaan nasional

bagi rakyat jajahannya, malahan sebaliknya yang dilakukan adalah politik

pecah belah (devide ed impera). Pemerintahan jajahan mengkonsentrasikan

diri dalam penciptaan kelas-kelas yang harus setia kepadanya sebagai

penguasa kolonial.11 Pemerintah kolonial, dengan demikian, hampir sama

sekali tidak pernah mengajarkan bahasa dan kebudayaan nasional yang

dapat mengarahkan kepembangunan integrasi nasional. Hal ini bisa

dimengerti sebab integrasi nasional tercipta maka ancaman serius bagi

kelangsungan pemerintah kolonial akan muncul. Bagi negara-negara baru

tuntutan untuk integrasi itu semakin mutlak sebab biasanya setelah merdeka

kesempatan bagi rakyat untuk berpartisipasi, menjadi terbuka dalam

kehidupan bernegara, dan itu berarti harus menampung aspirasi berbagai

komunitas yang belum tentu sama. Jadi ada semacam dilema disini:

10 Ibid., hal. 376.11 Ibid., hal. 377.

21

Page 22: POLKUM-4

kemerdekaan menuntut integrasi sekaligus mengundang partisipasi,

sementara terbukanya partisipasi membuka kemungkinan munculnya

pertentangan antar komunitas.

Apa yang dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa tuntutan

integrasi itu menjadi pelik, lebih-lebih jika ikatan-ikatan primordial yang

menjadi unsur dari suatu bangsa menjadi menguat dalam kelompok-

kelompok aspirasi. Seperti diketahui selain kesetiaan kepada bangsa pada

umumnya masyarakat di negara-negara baru itu mempunyai kesetiaan-

kesetiaan yang didasarkan pada ikatan primordial. Penganut suatu agama

misalnya, di samping mempunyai kesetiaan kepada bangsa, dia juga

mempunyai kesetiaan pada agamanya, dan itu berlaku juga pada agama

yang lain. Oleh karena itu bersamaan dengan kesetiaan nasional itu ada pula

kesetiaan primordial yang justru mengganggu kesetiaan nasional.

Clifford Geertz mengemukakan bahwa negara-negara baru

senantiasa didorong oleh dua motif yang berbeda, yang kerapkali

bertentangan dan menimbulkan kegoncangan. Motif pertama adalah

keinginan untuk diakui sebagai pelaku-pelaku yang bertanggungjawab, yang

hasrat dan pendapatnya diperhitungkan, sedangkan motif kedua adalah

kehendak untuk membina negara modern yang efisien dan dinamis.12 Motif

yang pertama didasarkan pada harkat rakyat-rakyatnya yang berkaitan

dengan hubungan primordial, sedangkan motif kedua didasarkan pada

semakin pentingnya peranan negara berdaulat untuk mencapai tujuan

12 Clifford Greetz, “The Integrative Revolution, Primordial Sentiments and Civil Politics in The New States”, dalam Jason L. Finkle dan Richard W. Gable, pada Mahfud MD, Disertasi, Perkembangan Politik Hukum, hal. 378.

22

Page 23: POLKUM-4

bersama sebagai satu bangsa. Kerapkali upaya integrasi nasional dirasakan

mengancam kepribadian otonom dari ikatan-ikatan primordial yang ada.

Itulah sebabnya upaya integrasi harus mampu mengkoordinasi ikatan-ikatan

primordial ke dalam ikatan yang lebih luas. Ini berarti bahwa proses politik

di negara baru banyak berkisar pada usaha-usaha besar agar kedua jenis

motif yang menimbulkan ketegangan itu dapat disejajarkan.13 Dari sudut

kemasyarakat negara-negara baru pada umumnya mudah menjurus kepada

ketimpangan serius akibat ikatan-ikatan primordial, yakni perasaan yang

lahir dari yang dianggap ada dalam hubungan sosial yang meliputi

hubungan kesukuan, hubungan ras (jenis bangsa), hubungan bahasa,

hubungan kedaerahan, hubungan kebiasaan, dan hubungan agama.

Greetz melihat bahwa di negara baru, seperti juga di Indonesia,

sering terjadi ketegangan sosial yang mengancam ikatan kebangsaan karena

menguatnya kelompok-kelompok primordial pada ikatan primordialnya.

Kewaspadaan akan timbulnya masalah SARA (sebutan/singkatan dari suku,

agama, ras, antar golongan) menjadi mutlak diperlukan oleh negara karena

setiap timbulnya ketidakpuasan primordial biasanya menjurus kepada akibat

pemisahan (perpecahan bangsa) atau menjurus kepada tuntutan perumusan

kembali kedaulatan. Pakistan yang menjadi negara merdeka, melepaskan

diri dari India, adalah contoh aktual dari benturan antara ikatan nasional dan

ikatan primordial (agama). Kegoncangan primordial ini bisa berakibat lebih

gawat karena yang menjadi korban adalah bangsa, bukan hanya pimpinan

13 Ibid., hal. 378.

23

Page 24: POLKUM-4

nasional. Itulah sebabnya pembangunan politik ke arah Integrasi nasional

menjadi mutlak diperlukan.

Tetapi ironi. Menurut Geertz upaya integrasi bangsa itu biasanya

menghadapi dilema karena setiap proses penciptaan satu negara kebangsaan

yang berdaulat telah pula semakin meningkatkan sentimen primordial

karena negara baru itu membawa hal baru yang dapat diperebutkan oleh

berbagai kelompok primordial. Isu kedaerahan di Indonesia, Nasionalisme

di Malaysia, atau lingkuisme di India bukanlah sekedar akibat dari politik

pecah belah yang ditinggalkan pemerintah penjajahan tetapi juga merupakan

akibat dari munculnya negara kesatuan yang bebas,14 yang diperebutkan

dominasinya oleh kelompok-kelompok primordial yang ada di dalamnya.

Kenyataan inilah yang kemudian menuntut upaya pengecilan porsi

pemberian otonomi kepada rakyat sehingga peranan negara bisa lebih besar.

Ichlasul Amal mengatakan bahwa pemberian otonomi kepada rakyat

sesungguhnya memang mengandung dilema, sebab antara otonomisasi dan

konsep negara yang mempunyai porsi (peranan) yang besar itu sangatlah

kontradiktif. Tampaknya masalah yang sulit dirumuskan adalah sampai

berapa besar dan bagaimana bentuk otonomi yang mempu membangkitkan

kreativitas pada satu pihak, tetapi pada pihak lain tidak menimbulkan

tingkah laku detrimental terhadap integrasi negara.15

Apa yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru sejak awal-awal

kehadirannya di pentas politik ini dapat dipahami dari pandangan-

14 Ibid., hal. 380.15 Ichlasul Amal, “Dinamika Kelompok Pedagang dan Pengusaha”, dalam rubrik “Dialog” majalah

PRISMA, edisi, 11, tahun 1985, hal. 56.

24

Page 25: POLKUM-4

pandangan Wriggins, Weiner, dan Geerts. Rezim ini menghadapi tugas

untuk membangun integrasi nasional yang bisa menjamin suasana tenang

dalam pembangunan. Itulah sebabnya slogan “persatuan dan kesatuan

bangsa” menjadi kosakata yang tak kalah seringnya disebut di bandingkan

dengan kata “pembangunan” dan stabilitas itu sendiri. Melihat pengalaman

sejarah yang pada masda lampau menunjukkan catatan yang “gonjang-

ganjing” politik yang menyebutkan negeri ini tidak mampu membangun

kehidupan ekonominya maka upaya-upaya penggolongan integrasi nasional

dapat dipahami sebagai tindakan-tindakan politik yang rasional. Gerakan-

gerakan kedaerahan yang melakukan pemberontakan atau gerakan separatis

yang didasarkan pada alternatif ideologi baru, sukuisme, dan sebagainya

yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa seperti dialami masa Orde

Lama memang menuntut penggolongan integrasi yang berorientasi pada

upaya meperkecil kesetiaan pada kelompok primordial masing-masing.

Pengalaman masa lampau tentang terakan-gerakan disintegratif itu

tetap membayangi Orde Baru sehingga rezim ini menjadikan integrasi

nasional sebagai sasaran pertama dan utama. Slogan yang sebenarnya “salah

kaprah” dimunculkan secara gencar: “Pembangunan yes, Politik no”. Slogan

yang demikian adalah salah kaprah karena tidak ada pengertian yang

kontradiktif antara pembangunan dan politik sebab pembangunan itu sendiri

merupakan bagian dari politik. Paralel dengan slogan itu pemerintah Orde

Baru pada awalnya sering menekankan agar masyarakat Indonesia

berorientasi pada program dan meninggalkan orientasi ideologi. Disebutkan

25

Page 26: POLKUM-4

bahwa semua pertikaian pada masa Orde Lama bersumber pada ideologi,

dan karena pengisian kemerdekaan hanya dapat dilakukan dengan

pembangunan, maka program hendaknya dijadikan pedoman.

Kenyataannya slogan “pembangunan yes, politik no” serta dorongan

untuk berorientasi pada program guna memperkecil pertentangan-

pertentangan yang didasarkan pada ikatan primordial adalah juga

merupakan rekayasa politik. Oleh karena itu kita melihat bahwa sebenarnya

kegiatan politik pada masa Orde baru tidak pernah surut sedikitpun; artinya

politik tetap merupakan panglima. Hanya saja kepanglimaan politik yang

pada masa lalu berada di tangan partai-partai (Demokrasi Liberal) atau

Soekarno, PKI, militer (Demokrasi Liberal) atau Soekarno, PKI, militer

(Domokrasi Terpimpin) maka pada masa Orde Baru kepanglimaan itu

bergeser ke tangan militer; artinya ABRI-lah kekuatan politik yang sangat

menentukan pada jaman orde baru ini.16

2. Demokrasi dan Ancaman Disintegrasi

Transformasi politik Indonesia berlanjut selama tahun 1999 dan

puncaknya pada pemilihan bulan Oktober yang memilih Abdulrahman

Wahid biasanya dikenal dengan Gus Dur sebagai presiden keempat

Indonesia. Berbeda dengan dua presiden Indonesia sebelumnya yang selalu

dipilih dengan mufakat dan yang ketiga sebagai wakil presiden naik menjadi

16 Juwono Sudarsono, Demokrasi dan Pembaharuan Politik, pada Mahfud MD, Disertasi, Perkembangan Politik Hukum, hal. 328.

26

Page 27: POLKUM-4

presiden menggantikan pendahulunya. Presiden Abdulrahman wahid

memenangkan jabatan deangan proses konstitusi dan kompetitif.

Transformasi demokrasi Indonesia berproses dengan keadaan-

keadaan sulit yang luar biasa. Ekonomi yang telah hancur karena krisis

keuangan Asia tahun 1997, tetap di dalam resesi yang dalam karena para

investor menunggu sampai ketidak pastian politik diselesaikan. Kekacauan

ekonomi mengakibatkan penderitaan yang besar bagi banyak penduduk dan

pecahnya konflik sosial terus-menerus termasuk pertentangan etnis dan

agama yang hebat.17

Selama setahun banyak pemikiran dicurahkan untuk rangkaian

sistem politik. Undang-undang Dasar 1945 tidak lagi sakral dan abadi.

Beberapa amandemen konstitusi diadopsi oleh MPR dan direncanakan

untuk dilaksanakan pada sidang tahun 2000. Undang-undang baru tentang

otonomi daerah dilangsungkan dalam debat terus-menerus diantara orang-

orang yang menyarankan sistem federal dan yang bertahan dengan negara

kesatuan yang ada pengaruh TNI terus berkurang dan personil militer

menghadapi prospek mendapat hukuman karena pelanggaran hak azasi

manusia.

Undang-undang Tentang Pemilihan dan Pemilihan Umum

Pemerintahan Habibie secara luas dilihat sebagai pelanjut dari

Pemerintahan Orde Baru Soeharto yang didiskreditkan tanpa kekuasaan

17 Harold Crouch, Indonesia: Democratization and The Trhreat of Disintegration, pada Satya Arinanto, Politik Hukum 2, hal. 357.

27

Page 28: POLKUM-4

represif penguasa sebelumnya. Di dalam menghadapi tekanan internasional

dan tekanan dalam negeri yang menyebar untuk perbaikan demokrasi,

pemerintah melepas para narapidana politik, mencabut batasan-batasan

terhadap press dan menyelenggarakan pemilihan regional dan nasional.

Paket undang-undang pemilihan baru diadopsi pada bulan Januari,

hasil kompromi yang menghasilkan kerumitan yang luar biasa dan

sebenarnya sungguh tidak dapat dikerjakan, berdasarkan sistem tersebut,

pembagian kursi dalam setiap provinsi adalah berdasarkan perwakilan-

perwakilan proporsional tetapi secara individu dipilih untuk mewakili distrik

tertentu di dalam provinsi. Komposisi parlemen (DPR) dibuat berat sebelah

terhadap Jawa dimana hampir 60 persen penduduk tinggal dengan hanya

234 kursi dan 462 kursi yang dipilih para anggota yang mewakili para

pemilihannya di Jawa. Salah satu aspek undang-undang yang paling

kontroversial adalah dilanjutkannya pengangkatan anggota TNI untuk

lembaga legislatif walaupun anggota mereka separuh dari 75 menjadi 58 di

dalam 500 anggota DPR dan dari 20% menjadi 10% di dalam DPRD.

Undang-undang juga menetapkan 700 anggota MPR yang terdiri dari 500

anggota DPR, 135 Utusan Daerah dan 65 kelompok-kelompok yang

ditunjuk berdasarkan minoritas etnik, veteran, kaum wanita dan lain-lainnya.

MPR merupakan lembaga tertinggi dengan kekuasaan memilih presiden,

membuat Garis-garis Besar Haluan Negara.18

Pemilihan dilakukan pada tanggal 7 Juni ketika 105.720.661 pemberi

suara yang sah memberikan suaranya setelah kampanye damai yagn tak

18 Ibid., hal. 358.

28

Page 29: POLKUM-4

diduga-duga. Perbedaan penting dengan pemilihan sebelumnya adalah para

aparat negara yang relatif netral. Setahun sebelumnya militer telah

memangkas hubungannya yang formal dengan Partai Golkar dan

panglimanya Jenderal Wiranto menjamin bahwa pasukannya akan tetap

netral selama kampanye pemilihan. Walaupun partai-partai yang kalah

mengangkat sejumlah keluhan, tak satu partaipun secara sungguh-sungguh

menuduh militer ikut campur dalam pemberian suara. Keluhan paling

penting melibatkan pegawai negeri sipil yang aktif menyokong Golkar di

sejumlah daerah khususnya di luar Jawa dan daerah-daerah pedesaan yang

jauh. Kontrol Golkar atas pemerintahan pusat dan daerah berarti bahwa para

penunjangnya di dalam birokrasi dapat memberikan tekanan pada para

pemberi suara walaupun pegawai-pegawai negeri sipil diperintahkan untuk

netral.

Sebagaimana telah secara luas diantisipasi sebelum pemilihan

umum, lima partai muncul sebagai pengumpul suara terbanyak. Partai

Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan memenangkan 33,76 persen suara

nasional diikuti oleh Golkar dengan 22,46%; Partai Kebangkitan Bangsa

(National Awakening Party) dengan 12,62 persen. Partai Persatuan

Pembangunan (Unity and Development Party) dengan 10,72 persen, dan

Partai Amanat Nasional (National Mandate Party) dengan 7,12 persen.

Bagaimana pun penhyebaran kursi di DPR tidak secara langsung

menggambarkan suara nasional karena para pemilih provinsi lebih banyak

dibandingkan pemilih nasional secara keseluruhan. PDI-P memenangkan

29

Page 30: POLKUM-4

158 dari 462 kursi yang dipilih (33 persen) tetapi berdasarkan wilayah

sistem dimenangkan Golkar yang memanangkan 120 kursi (26 persen). Bias

wilayah juga memenangkan PPP yang meskipun memenangkan lebih sedikit

suara dibandingkan PKB yang memperolehkursi 58 suara (12,5 persen)

sementara PKB yang berbasis di Jawa hanya memenangkan 51 kursi (11

persen). PAN 34 kursi kurang lebih sesuai dengan pembagian suaranya

Partai-partai lainnya, dua partai kecil Muslim, Partai Bulan Bintang

(Crescen and Star Party) dengan 13 kursi dan Partai Keadilan (Justice Party)

dengan 5 kursi. Dalam basis wilayah (60 persen) dari 153 suara PDI-P

dimenangkan di Jawa dan Bali.19

Pemilihan Predien dan Pemerintahan Baru

Strategi Presiden Habibie yang mengisyaratkan bahwa Partai Golkar

membentuk aliansi dengan PPP dan Partai-partai kecil Muslim lainnya.

Sebagai pemimpin ICMI (Indonesia Muslim Intellectual’s’ Association)

selama era Soeharto. Habibie telah mengembangkan hubungan dengan

organisasi-organisasi Muslim dan berharap menarik dukungan dari partai-

partai Muslim modern yang menurunnya keragu-raguan kepercayaan-

kepercayaan rival utamanya Megawati Soekarnoputri. Habibie juga

berharap mendapatkan sokongan dari TNI dengan menawarkan wakil

presiden kepada Jenderal Wiranto. Selanjutnya secara luas dipercaya bahwa

kekuatan keuangan Golkar yang sangat kuat akan memberikannya maksud-

maksud untuk membujuk melepaskan anggota-anggota MPR untuk

19 Ibid., hal. 359.

30

Page 31: POLKUM-4

menunjang calonnya. Dengan kata lain, Habibie tidak menyandarkan pada

tunjangan secara penuh partainya sendiri dimana ada fraksi yang kuat yang

dipimpin oleh Akbar Tanjung apa saja dilakukan untuk menunjangnya.

Prospek Habibie juga diganjal oleh persepsi publik tentang pemerintahannya

sebagai kelanjutan penguasa Soeharto yang didiskreditkan dan khususnya

keengganannya yang jelas untuk melakukan penyeleidikan yang sungguh-

sungguh tuduhan korupsi terhadap mantan Presiden Soeharto.

Penantang utama Habibie adalah Megawati Soekarnoputri, putri dari

presiden pertama Indonesia yang telah digulingkan oleh Soeharto pada

pertengahan tahun 1960-an. Walaupun Megawaki sendiri tidak pernah

memperlihatkan ketrampilan politik yang menonjol dan tampil hanya untuk

merangkul hal-hal kebijakan terbatas belaka, secara luas dia dipersepsikan

sebagai ‘korban’ penguasa Soeharto yang telah menghentikan dirinya

sebagai pemimpin PDI pada tahun 1996. Meskipun demikian dia

sesungguhnya mampu mengambil alih partai tersebut ketika mayoritas para

pendukungnya tumpah ruah berkumpul untuk partai barjunya PDI-P. PDI-P

berpihak kepada nasionalisme sekular dan menahan gerakan untuk

memperkuat pengaruh Islam atas negara.20

Sekutu awal paling penting Megawati adalah PKB yang telah

terbentuk atas prakarsa Nadhlatul Ulama (NU), berbasis di desa-desa Pulau

Jawa yang mengklaim mempunyai 30 juta pengikut. Walaupun tidak

memegang posisi formal di PKB, figur dominannya adalah Ketua NU,

Abdurrahman Wahid menolak sasaran ‘mengislamkan’ negara dan telah

20 Ibid., 360.

31

Page 32: POLKUM-4

mengadakan kerjasama dengan orang-orang bukan Islam di dalam Yayasan

Forum Demokrasi selama tahun-tahun terakhir pemerintahan Soeharto. Dia

menyatakan bahwa PKB menjadi partai ‘terbuka’ yang ingin kerjasama

secara erat dengan partai-partai non agama. Ketika para pemimpin politik

secara publik memberikan dukungan kepada Megawati, termasuk Gus Dur,

yang kadang-kadang juga menjaga jarak dengannya. Suara PKI yang relatif

rendah pada pemilihan umum kiranya kemungkinan sulit mengajukan Gus

Dur sebagai calon presiden, dan dalam suatu hukum otonomi,

penglihatannya yang buta, pengaruh dua stroke pada tahun 1998 secara luas

dilihat sebagai yang tidak layak.

PAN merupakan peserta potensial lainnya dalam aliansi reformis

yang menyokong Megawati. Citra terbuka dan wawasan reformis partai

telah menarik intelektual non Muslim dan Muslim yang membuat aliansi

dengan partai-partai politik ‘anti statusquo’ tetapi basis utamanya terletak

pada organisasi Muslim Modern yang besar yang mempunyai sedikit

simpati kepada Megawati. Amien Rais, pemimpin PAN sebelumnya

menjadi Ketua Umum Muhammadiyah tetapi dia bermaksud untuk

merangsang pemilih reformis yang luas tidak hanya terbatas bagi Muslim

modern. Bagaimanapun kinerja buruk PAN di dalam pemilihan umum telah

menghancurkan harapan untuk menduduki jabatan dan memaksanya untuk

merevisi strategi awalnya. Tidak lama setelah pemilihan Megawati tidak

mengadakan pendekatan terhadapnya, Amien mengambil prakarsa untuk

membuat koalisi longgar diantara PAN dan beberapa partai Muslim yang

32

Page 33: POLKUM-4

mencakup PPP, PP dan PK yang secara total menentang Megawati tetapi

hanya hangat-hangat tahi ayam dalam persetujuan Habibie. Pada mulanya,

Poros Tengah (Central Axis) sebagaimana menyebut dirinya sendiri, kiranya

hanya mampu mengumpulkan sekitar 120 anggota MPR. Oleh karenanya,

Amien Rais membentuk blok Muslim yang lebih besar dengan menarik

kaum tradisionalis PKB yang masih terikat untuk menunjang Megawati

guna membawa para anggotanya jauh dari Megawati, Amien secara

berangsur-angsur mengejutkan semua pengamat dengan memilih Gus Dur

untuk menduduki jabatan presiden.21

Harapan Presiden Habibie adalah bahwa apapun komitmen yang

telah Amien lakukan terhadap Gus Dur, di dalam analisa akhir hampir

semua Poros Tengah akan memberikan sokongan lebih banyak padanya

dibandingkan kepada Gus Dur. Bagaimanapun ketika MPR mengadakan

sidang pada bulan Oktober dukungan terhadap Habibie dicabut oleh ketua

partainya sendiri Akbar Tanjung, yang dengan jelas menawarkan jabatan

wakil presiden oleh Megawati dengan hasilnya pada sore menjelang senja

laporan tanggung jawab Habibie kepada MPR ditolak oleh 355 yang

menolak dan 322 yang menyetujui dan dia memutuskan untuk menarik diri

dari perubahan jabatan presiden. 12 jam berikutnya diisi dengan manuver

yang tiada henti dengan berbagai calon yang mungkin (kecuali Megawati

yang yakin telah masuk ke kamar tidur) dan keesokan harinya, tanggal 20

Oktober, Gus Dur meskipun sebelumnya mengungkapkan sokongan

terhadap Megawati telah mengamankan tunjangan Poros Tengah dan fraksi

21 Ibid., hal. 361.

33

Page 34: POLKUM-4

Habibie di Gokar yang selanjutnya siap menunjang siapapun asal jangan

Megawati. Dan kiranya bahwa hampir semua kelompok PKB memberikan

suara kepada Gus Dur. Penghianatan terhadap Megawati memacu huru-hara

oleh para pendukungnya yang dibuat marah sekali bukan hanya di Jakarta,

tetapi di Solo, Denpasar dan Medan.22

Hilangnya Timor-Timur

Berbeda dengan pemilihan presiden, MPR melakukan keputusan

historis lainnya ketika pada akhirnya mensahkan hasil-hasil referendum di

Timor-Timur dan dengan demikian mengakui penarikan Timor-Timur dari

republik. Masa depan Timor-Timur telah ditempatkan pada agenda nasional

ketika Presiden Habibie secara tiba-tiba mengumumkan dalam suatu

wawancara media pada tanggal 9 Juni 1998 bahwa dia dipersiapkan untuk

memberikan otonomi kepada Timor-Timur di dalam mengembalikan

pengakuan internasional terhadap provinsi sebagai bagian ndonesia.

Tawaran Habibie memberikan dorongan untuk pembicaraan terus menerus

yang disponsori PBB diantara Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri

Luar Negeri Portugis tetapi sampai menjelang akhir tahun, kiranya

kesepakatan belum dapat dibuat. Dalam hal ini adalah surat yang dikirimkan

kepada Habibie pada bulan Desember 1998 oleh Perdana Menteri Rusia,

John Howard bahwa sejumlah bentuk penentuan diri dilakukan setelah

lamanya masa otonomi usulan yang secara esensial mendorong posisi

resistensi Portugal dan Tomorese yang berbeda dengan Indonesia yang

22 Ibid., hal. 362.

34

Page 35: POLKUM-4

melihat otonomi luas sebagai solusi akhir. Signifkansi usulan Australia

terletak pada kenyataan bahwa Australia satu-satunya negara ‘Barat’ yang

secara eksplisit telah mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor-Timur.

Walaupun Habibie dengan marah menolak usulan Howard. Pikiran Australia

yang berubah kiranya telah menset gerakan pemikiran kembali posisi

Indonesia dan pada pertemuan kabinet berikutnya pada tanggal 27 Januari

1999, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia akan

memberikan rakyat Timor-Timur peluang untuk menerima atau menolak

usulan otonominya pada akhir tahun. Jika mereka menolak usulan,

pemerintah akan merekomendasikan pada sidang MPR mendatang bahwa

Timor-Timur diizinkan untuk menarik diri dari Republik Indonesia.23

Merupakan praktek standar bagi TNI untuk merekruit dan melatih

warganegara sipil di unit-unit yang dikenal sebagai Perlawanan Rakyat

(Wanra) untuk mengambil bagian di dalam pekerjaan-pekerjaan militer di

wilayah-wilayah yang menghadapi pemberontakan. Di Timor-Timur di

dalam melatih Wanra, kelompok-kelompok para militer baru disponsori oleh

militer di luar struktur militer formal dan biasa menteror dan mengintimidasi

para pendukung kemerdekaan. Pada awal tahun 1999 apa yang disebut

milisi sedang beroperasi pada 13 Kabupaten Timor-Timur secara bersama-

sama masuk ke dalam figur-figur Pasukan Pejuang integrasi di bawah

kepemimpinan mantan Bupati Bobonaro, Joao Taveres. PPI sendiri

mengklaim mempunyai pasukan milisi sejumlah 50.000 lebih pasukan tetapi

hampir semua pengamat percaya jumlah tersebut kurang dari 10.000.

23 Ibid., hal. 363.

35

Page 36: POLKUM-4

Pendekatan baru Habibie tersebut untuk Timor-Timur

menumbuhkan harapan kelompok pro kemerdekaan dan mencemaskan

kamp pro integrasi. Konflik diantara dua pihak makin meningkat dan selama

tahun 1999 clash menjadi peristiwa sehari-hari. Pada bulan Mei, Sekretaris

Jenderal PBB menyatakan ‘laporan yang dipercaya terus diterima tentang

pelanggaran politik, termasuk intimidasi dan pembunuhan oleh milisi

bersenjata terhadap warga sipil yang tidak bersenjata dan dia menyatakan

bahwa kiranya milisi beroperasi dengan persetujuan elemen-elemen tentara.

Diperkirakan kematian ‘toll’ selama enam bulan pertama tahun 1999 telah

mencapai hampir 200. Sementara sejak tanggal pendaftaran mendekatan

pengambilan suara, jumlah pengungsi meningkat dan organisasi-organisasi

bantuan memperkirakan 50.000 tidak lagi tinggal di rumah-rumah mereka di

desa dimana mereka berharap dapat mendaftar.24

Kesepakatan diantara Portugal dan Indonesia pada tanggal 5 Mei

telah mempercayakan organisasi-organisasi referendum kepada Misi

Bantuan Perserikatan Bangsa-bangsa di Timor-Timur (UNAMET).

Pelanggaran yang terus-menerus memaksa penundaan pendaftaran

pemberian suara dua kali, tetapi akhirnya 458,513 pemberi suara didaftarkan

di Timor-Timur itu sendiri dan 13.279 di tempat-tempat lainnya di Indonesia

dan di luar negeri. Walaupun clash terus berlangsung sepanjang bulan

Agustus, pada akhirnya referendum diselenggarakan dengan suasana penuh

dampai pada tanggal 30 Agustus ketika 99 persen suara-suara yang terdaftar

sungguh-sungguh memberikan suaranya. Pada tanggal 4 September hasilnya

24 Ibid., hal. 364.

36

Page 37: POLKUM-4

diumumkan yang memperhatikan bahwa 344.589 (78,5 persen) suara yang

sah menolak usulan otonomi dan hanya 94,388 (21,5 persen)

menerimanya.25

Keadaan-keadaan dengan cepat menjadi buruk ketika anggota-

anggota milisi meluncurkan kampanye pengrusakan dan pembunuhan yang

meninggalkan Dilli, kota-kota lainnya dan banyak terdapat puing-puing di

daerah pedalaman. Dalam beberapa hari beribu-ribu orang telah lari ke

bukit-bukit sekitar Dilli sementara yang lainnya di bawa oleh truk-truk

militer ke Timor Barat. Para pengamat asing seperti dari Carter Center

melaporkan bahwa para anggota mereka mempunyai banyak kesempatan

menyaksikan anggota-anggota milisi melakukan tindakan-tindakan

pelanggaran diawasi penuh oleh polisi dan personil militer bersenjata berat

yang siap siaga, berjaga-jaga atau secara aktif membantu para milisi. Tetapi

bukan hanya orang asing yang merasa terkejut dengan apa yang mereka

lihat. Surat kabar Jakarta, Kompas, melaporkan bahwa ‘kiranya pasukan

keamanan Indonesia sering tidak melakukan apa-apa ketika pelanggaran

terjadi dan Komisi Hak Azasi Manusia menyatakan bahwa kegiatan-

kegiatan teroris berlangsung disaksikan secara langsung dan diizinkan oleh

para anggota pasukan keamanan. Bagaimanapun Jenderal Wiranto secara

tegas menolak bahwa pasukannya menunjang para milisi dan menerangkan

kerusakan sebagai tanggapan alami terhadap pelanggaran-pelanggaran

pemilihan yang dilakukan oleh UNAMET. Sebagaimana di menyatakan:26

25 Ibid., hal. 364.26 Ibid., hal. 265.

37

Page 38: POLKUM-4

Anda dapat melihat dan merasakan sendiri bagaimana orang yang kecewa, yang telah diperlakukan dengan tidak adil di depan matanya, yang keluhan-keluhannya diabaikan pada akhirnya akan kecewa dan marah. Selanjutnya mereka mengungkapkan kekecewaannya. Haruskah kami menghadapi mereka dengan pasukan.

Kerusakan yang sangat banyak telah mengurangi reputasi

internasional terhadap Indonesia. Hukuman Mati dinyatakan pada tengah

malam tanggal 6 September dan penegakkan militer ditegakkan tetapi

pelanggaran terus berlanjut. Pemimpin Dewan Keamanan PBB berkata:

‘Saya tidak mengira setiap orang di sini mempunyai suatu keraguan bahwa

telah ada kerumitan diantara elemen-elemen pasukan pertahanan dan milisi.

Di sejumlah wilayah tidak ada perbedaan diantara mereka berkenaan dengan

tindakan dan motivasi. Oleh karenanya misi merekomendasikan dimana

pasukan internasional dikirimkan ‘tanpa lambat’ dan bahwa pelanggaran

yang jelas hukum kemanusiaan internasional diselidiki. Sementara Presiden

AS, Bill Clinton secara terus-terang menegaskan bahwa militer Indonesia

membeking milisi dan mengumumkan penundaan kerjasama militer,

sementara Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Henry Shelton berbicara setiap

hari dengan Wiranto. Dewan Moneter Internasional menunda kunjungan

team bantuan ke Indonesia.

3. Disintegrasi Nasional

Perkembangan-perkembangan di Timor-Timur dijaga secara ketat

dari daerah-daerah lainnya yang mempunyai keluhan terhadap aturan dari

Jakarta. Kedua ujung wawasan nusantara Aceh dan Irian Jaya gerakan

38

Page 39: POLKUM-4

separatis yang telah lama menarik inspirasi dari perjuangan Timor-Timur

dan menyimpulkan bahwa ketidakmampuan Jakarta mencegah kemerdekaan

Timor-Timur yang menjadi harapan baik bagi prospek-prospek mereka

sendiri. Dengan kata lain, kaum nasionalis terikat untuk mempertahankan

persatuan Indonesia, sementara TNI yang telah sangat dipermalukan dengan

hilangnya Timor-Timur membuatnya jelas yang tidak akan mentolerir

pemisahan di wilayah-wilayah lainnya. Bagaimanapun pemisahan bukan

hanya masalah. Di beberapa wilayah, yang sangat serius di Maluku dan

Kalimantan Barat, peperangan antar etnis dan masyarakat agama

mengakibatkan kasualitas yang berat.

Tantangan yang paling serius adalah di Aceh dimana diketahui

secara luas bahwa referendum akan mengakibatkan suara untuk

kemerdekaan. Keluhan 4,1 juta rakyat Aceh bersifat multi. Walaupun

sumber alam provinsi membuat sumbangan yang besar terhadap anggaran

negara, tingkat kemiskinan di Aceh itu sendiri tetap tinggi. Akhir-akhir ini

banyak orang Aceh juga membenci orang-orang dari belahan Indonesia

lainnya sementara identitas ke Islaman mereka diungkapkan dengan

tuntutan pelaksanaan syariat Islam (Islamic law). Mungkin keluhan yang

paling mendasar adalah konsekuensi tingkah laku militer yang sering brutal

selama dekade setelah tahun 1989 ketika sekitar 1.500 sampai 2.000 orang

dibunuh dan banyak yang terluka dan disiksa selama operasi militer

terhadap separatis Gerakan Aceh Merdeka. Secara luas kekejaman militer

dipublikasikan pada bulan-bulan setelah kejatuhan Soeharto dan Jenderal

39

Page 40: POLKUM-4

Wiranto secara pribadi membela tingkah laku tentara-tentara ‘individu’.

Walaupun status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer ditinggalkan, militer

menanggapi peningkatan kegiatan GAM dengan peningkatan represif,

termasuk beberapa pembunuhan massal warga sipil pada tahun 1999.

Selama 17 bulan sejak meninggalkan DOM pada bulan Agustus 1998

sampai akhir tahun 1999, 447 warga sipil dan 87 pasukan keamanan telah

terbunuh dan 144 lainnya hilang.27

Di Irian Jaya sentimen pro kemerdekaan juga sangat kuat. Sejak

liberalisasi paska Soeharto, kepemimpinan kemerdekaan menyebabkan telah

berubah dari gerilya di hutan menjadi tokoh utama di Jayapura dan kota-

kota lainnya. Seperti orang-orang Aceh, mereka lebih suka menyebut

dirinya orang-orang Papua yang mengeluhkan kekayaan mineral mereka

dieksploitasi oleh Jakarta sementara orang-orang mereka sendiri tertinggal

di dalam kemiskinan. Mereka juga merasa terancam oleh gelombang orang-

orang dari belahan Indonesia lainnya, termasuk hampir 300 ribu orang dari

Jawa dan Bali selama tiga puluh tahun lalu berdasarkan skema transmigrasi

resmi pemerintah pusat dan beberapa ratus ribu transmigran spontan dari

pulau-pulan terdekat. Sejak tahun 1990-an kira-kira sepertiga penduduk

Irian Jaya sebesar 2,5 juta adalah bukan penduduk asli.

Kejatuhan Soeharto yang hampir dengan segera diikuti oleh

pembaharuan agitasi untuk kemerdekaan. Sangat berbeda dengan

pendekatan pendahulunya, Presiden Habibie mengundang 100 pemimpin

dari Irian Jaya untuk ikut serta di dalam ‘Dialog Nasional’ di Istana Presiden

27 Ibid., hal. 267.

40

Page 41: POLKUM-4

Jakarta pada tanggal 26 Februari. Bagaimanapun mencemaskan Habibie,

karena mereka mengeluarkan pernyataan memohon kemerdekaan. Selama

setahun agitasi berlanjut dan puncaknya pada tanggal 1 Desember 1999

dalam suatu peringatan pengibaran bendera di Jayapura. Seperti peringatan

serupa di Aceh pada tanggal 4 Desember, pemerintahan yang berwenang

mengambil tindakan lunak, yang dibalas oleh para pemimpin Papua yang

menyetujui pengibaran bendera nasional Indonesia bersama-sama dengan

bendera Papua dan menyanyikan lagi Indonesia Raya dan Lagu Papua.

Presiden Abdurrahman Wahid menanggapi dengan memerintahkan

pelepasan semua tahanan politik Papua.28

Berbeda dengan Aceh dan Irian Jaya, konflik di Ambon dan bagian-

bagian lainnya di Provinsi Maluku bukan akibat tuntutan daerah untuk

merdeka tetapi antagonism di dalam masyarakat daerah itu sendiri. Diantara

dua juga penduduk di Provinsi Maluki, Umat Islam 57 persen, Protestan 37

persen dan Katolik 6 persen, tetapi di Pulau Ambon itu sendiri Protestan 52

persen, Katolik 4 persen dan Muslim 53 persen. Di dalam dekade-dekade

terakhir ketegangan antara Kristen Islam telah didorong oleh gelombang

berdatangannya orang-orang Bugis, Buton dan Makasar yang pindah dari

Sulawesi yang secara berangsur-angsur mendominasi pasar-pasar lokal dan

bisnis transportasi. Walaupun secara etnik berbeda dengan Muslim Ambon,

para migran ini adalah orang-orang Islam dan memperkuat sisi

keseimbangan Islam. Persaingan diantara masyarakat selanjutnya membuat

sakit hati dimana pada tahun 1990-an Gubernur-gubernur Islam kian

28 Ibid., hal. 267.

41

Page 42: POLKUM-4

menunjuk orang-orang Islam untuk jabatan-jabatan senior walau jabatan

apapun orang-orang Kristen tidak dimasukan. Sebab konflik yang tiba-tiba

yang menandai perpisahan provinsi pada tahun 1999 adalah konflik kecil

diantara pengemudi angkutan kota Ambon Kristen dan dua anak muda

Bugis Muslim yang menyebabkan timbulnya pertarungan tersebar di kota

Ambon pada hari raya lebaran tanggal 19 Januari 1999, yang menandai

penutup bulan puasa umat Islam. Perkelahian terus berlanjut sampai 27 Juli

ketika pertentangan besar lainnya di Ambon memacu pembaharuan konflik

di bagian-bagian lainnya di provinsi. Sampai pertengahan Desember 775

orang telah dibunuh selama setahun dan 115 gereja dan mesjid rusak. Tetapi

meskipun demikian yang paling buruk muncul. Seminggu sebelum penutup

tahun ketika orang-orang Kristen merayakan Natal dan orang-orang Islam

sedang berpuasa selama bulan ramadhan, beberapa ratus orang terbunuh dan

sampai akhir tahun kematian mencapai 1000-an orang. Pada pertengahan

bulan Desember, jumlah pengungsi di Maluku adalah 83.000 dan 80.000

orang terbang ke Sulawesi Selatan.29

Di era paska Soeharto pemikiran telah tereksploitasi dan

ketidakadilan tidak hanya dirasakan di Aceh dan Irian Jaya tetapi juga di

provinsi-provinsi lainnya seperti Kalimantan Timur dan Riau dimana suara-

suara protes juga timbul. Pemimpin PAN, Amien Rais yang dirinya orang

Jawa meneriakkan hal serupa pada tahun 1990-an. Bagaimanapun di

Indonesia, konsep federalisme di diskreditkan di masa lalu dengan

dikaitkannya dengan skema Belanda untuk menghalangi kemerdekaan pada

29 Ibid., hal. 268.

42

Page 43: POLKUM-4

tahun 1940-an. Kaum nasionalis menganggap federalisme sebagai yang

tidak lebih langkah menuju disintegrasi bangsa sementara para penganut

federal membantah bahwa kenyataannya federalis diperlukan dalam keadaan

saat ini guna mencegah disintegrasi bangsa. Pada bulan November tahun

1999, DPRD Kalimantan Barat membuat resolusi yang mengajukan negara

federal sementara Kongres Rakyat Riau yang diselenggarakan pada awal

tahun 2000 juga untuk tujuan yang sama. Bagaimanapun usulan federal

secara kuat ditentang oleh para pemimpin militer dan partai-partai politik

utama, presiden baru Gus Dur menyatakan: ‘Sesungguhnya kami suka sekali

mempunyai sistem federal’, tetapi ujarnya lagi ‘Indonesia tidak suka dengan

kata ‘federalisme’. Lakukan hal-hal tanpa menyebutkannya adalah cara

Indonesia’, dia menjelaskan: ‘Jika undang-undang otonomi yang baru

dilaksanakan dengan sunguh-sungguh, pembagian kekuasaan di dalam

sistem politik Indonesia akan mengalami perubahan mendasar.30

4. Konsolidasi Demokrasi dan Peranan Militer

Demokrasi dimulai oleh Presiden Habibie mantan menteri senior

penguasa otoriter yang dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid

pendiri oposisi Forum Demokrasi selama era akhir Soeharto. Suasana di

Istana Kepresidenan pertama kali ditransformasikan oleh Habibie kemudian

dilanjutkan oleh Gus Dur. Gus Dur bukan hanya melengkapi pelepasan

tahanan politik yang dimulai oleh Habibie tetapi dia mengundang mantan

narapidana sebagai undangan ke istana, sebagaimana di dalam hal novelis

30 Ibid., hal. 269.

43

Page 44: POLKUM-4

Pramudya Ananta Toer dan di dalam buka bersama di bulan Ramadhan

berkenaan dengan pemimpin muda Partai Rakyat Demokrat, Budiman

Sujatmiko. Bukan hanya mengakhiri permusuhan dengan Timor-Timur

tetapi dia mengundang pemimpin Timor-Timur, Xanana Gusmao sebagai

teman, yang telah menjadi tahanan di masa Soeharto dan Habibie.

Suasana di MPR juga ditransformasikan. Para anggotanya tidak lagi

mendengarkan dengan diam dan tenang terhadap laporan

pertanggungjawaban presiden sebagaimana terjadi di masa lalu ketika

Soeharto mengarahkan sidang-sidang lima tahunannya. Pada bulan Oktober

1999 sejumlah anggota mengolok-olok dan secara berangsur-angsur

laporannya ditolak. Untuk point kreditnya yang besar tersebut harus diakui.

Habibie tidak kembali ke rumah tetapi duduk sampai debat yang sangat

kritis tentang laporannya. MPR terpilih di bawah kepemimpinan Amien

Rais dan DPR di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung tidak lagi

diharapkan menjadi tukang stempel usulan apapun yang diajukan dihadapan

mereka oleh presiden.31

Walaupun berdasarkan konstitusi diisyaratkan untuk mengadakan

sidang hanya sekali dalam lima tahun, diputuskan untuk mengadakan sidang

tahunan dan diharapkan bahwa presiden akan melaporkan prestasinya

selama setahun sebelumnya dengan kemungkinan laporan ini dapat ditolak.

Perubahan ini dipadukan dengan keanggotaan MPR yang dipilih secara

demokratis. Kenyataannya memperkenalkan elemen parlemen yang kuat

dengan sistem presidensial Indonesia. Walaupun presiden tidak dapat

31 Ibid., hal. 270.

44

Page 45: POLKUM-4

diberhentikan jika kehilangan kepercayaan mayoritas DPR, sebagaimana

akan menjadi kasus terhadap perdana menteri dengan sistem parlementer,

presiden dapat diberhentikan pada sidang tahunan MPR jika laporannya

diduga tidak dapat diterima. Gus Dur mungkin mempunyai kemungkinan ini

mengingat ketika dia memasukkan perwakilan seluruh partai yang

signifikan di dalam kabinet ‘pelanginya’ dengan tambahan lagi

pertimbangan-pertimbangan sehubungan dengan dorongan integrasi

nasional.

Perbaikan utama adalah penarikan ‘kekaryaan’ praktek pemakaian

para perwira militer aktif untuk posisi-posisi sipil di dalam administrasi

pemerintahan. Pada tahun 1999, kira-kira 3.500 sampai 4.000 yang

menduduki pos-pos yang terdiri dari menteri kabinet, gubernur/kepala

daerah dan duta besar digantikan para pejabat yunior di dalam

pemerintahan-pemerintahan daerah. Sejak tanggal 1 April para perwira

harus pensiun dari struktur militer sebelum memangku jabatan-jabatan non

militer. Pada waktu itu empat dari 21 menteri kabinet, 10 dari 27 gubernur

dan 128 bupati dan walikota dari 306 perwira aktif. Aturan baru tidak

mencegah para perwira pensiun (purnawirawan) yang diangkat untuk

jabatan-jabatan sipil tetapi demokratisasi umum sistem politik, khususnya

pemilihan kepala-kepala daerah. Walau[pun penghapusan kekaryaan tidak

menghapus perwakilan militer yang diangkat di DPRD, DPR dan MPR,

perwakilan mereka separuh dari 2.800 perwakilan di masa lalu.

45

Page 46: POLKUM-4

Ketika Presiden Abdurrahman Wahid membentuk kebinetnya pada

bulan Oktober 1999, lima dari 35 anggota kabinet (termasuk Panglima TNI

yang menikmati status kabinet) adalah para perwira aktif dan satu

purnawirawan. Jenderal Wiranto mendapatkan pos yang berpengaruh,

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan tetapi para menteri militer tidak

membentuk blok kohesif. Dua perwira telah memperoleh jabatan sebagai

gubernur/kepala daerah dan dengan jelas ditunjuk untuk alasan tersebut

ketimbang sebagai ‘perwakilan’ militer sementara dua perwira senior

lainnya yang membuat jelas bahwa mereka lebih menyukai meneruskan

karir militernya. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1950-an, seorang sipil

Juwono Sudarsono menduduki jabatan Menteri Pertahanan dan untuk

pertama kalinya seorang perwira angkatan laut, Laksamana Widodo

Adisucipto ditunjuk sebagai Panglima TNI.

Meskipun perbaikan-perbaikan (reformasi) yang dilaksanakan

selama tahun lalu, TNI mempertahankan hadirnya politik yang kuat melalui

organisasi teritorial TNI. Secara khusus militer masih diorganisasikan lebih

banyak sebagai kekuatan pertahanan keamanan dibandingkan kekuatan

pertahanan dengan sekitar dua pertiga pasukan tersebar di seluruh negeri

dengan satuan-satuan kecil sesuai dengan pemerintahan sipil. Organisasi

teritorial TNI dijadikan alasan sebagai bagian doktrin pertahanan nasional,

tetapi di dalam kenyataan kekuatan-kekuatan teritorial secara primer terkait

untuk mempertahankan stabilitas politik dan mempunyai kapasitas yang

layak untuk ikut campur di dalam politik-politik lokal. Selama kapasitas ini

46

Page 47: POLKUM-4

tetap di tempat, pemerintahan sipil terus-menerus rawan dengan tekanan

militer. Pada akhir tahun, struktur teritorial TNI menjadi fokus debat publik

yang mengejutkan diantara para perwira militer. Pemprakarsa debat adalah

yang akhir-akhir ini diangkat sebagai Pangdam (Regional Commander) di

Sulawesi dan salah seorang pemimpin reformasi, Mayor Jenderal Agus

Wirahadikusumah, yang berkata kepada komisi DPR pada bulan Desember

bahwa struktur teritorial adalah ‘instrumen kekuasaan’ yang harus dikurangi

dan secara berangsur-angsur dihapuskan. Bagaimanapun usulan-usulan

Agus secara publik ditolak oleh perwira-perwira lainnya dan Agus sendiri

mengakui bahwa hanya kira-kira 20 persen perwira yang simpati dengan

pandangan-pandangannya.32

Sementara itu otoritas pemerintahan sipil atas militer sedang

menghadapi tes mendasar tentang kasus apa yang para aktivis hak azasi

manusia sebut ‘budaya bebas dari hukuman’. Pada bulan November 1999,

komite investigasi yang diangkat oleh Presiden Habibie mempresentasikan

pemerintahan baru dengan laporan setebal 484 halaman tentang pelanggaran

militer di Aceh dan mendesak bahwa prioritas diberikan kepada lima kasus

dimana terdapat bukti yang jelas yaitu perkosaan pada tahun 1996,

penyiksaan dan pelenyapan di dalam pusat interogasi militer, dan tiga

tembakan massal secara bebas, team penemuan fakta yang dibuat oleh

pemerintahan daerah dan dikepalai oleh seorang kolonel juga telah

menyimpulkan bahwa salah satu tembakan mengenai Teuku Bantaquah dan

32 Ibid., hal. 272.

47

Page 48: POLKUM-4

para pengikutnya di Aceh Barat bukan akibat ‘pertempuran bersenjata’

sebagaimana yang diklaim oleh militer tetapi ‘tembakan unilateral’.

Kasus-kasus termuat yang diajukan ke pengadilan Aceh hanya

melibatkan para perwira rangking bawah, tetapi penyeleidikan

penghancuran paska referendum di Timor-Timur memfokuskan perhatian

pada para perwira senior teermasuk Pangslima TNI dan Menteri Pertahanan

dan Keamanan, Jenderal Wiranto. Pada bulan September Presiden Habibie

mendirikan Komisi Penemuan Fakta dalam suatu usaha yang tidak berhasil

untuk mem-pre-empt pendirian penyelidikan internasional kemungkinan

‘kejahatan terhadap kemanusiaan’ oleh Komisi Hak Azasi Manusia PBB.

Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB pada tanggal 21 Desember,

tiga penyelidik dari PBB menyimpulkan bahwa ada alasan-alasan yang

dipercaya bahwa TNI terlibat di dalam ‘kejahatan perang’ di Timor-Timur

dan membuat rekomendasi sebagai berikut:33

Selain perkara yang dilakukan berbulan-bulan, langkah-langkah

yang diambil oleh pemerintahan Indonesia untuk menyelidiki

keterlibatan TNI di dalam kekejaman tahun lalu masih segar, dengan

cara penjelasan fakta-fakta yang dapat dipercaya dan mengajukan

para pelaku. Bagaimanapun baik secara langsung dan berdasarkan

tanggung jawab perintah berada pada tingkat tanggung jawab yang

tinggi, Dewan Keamanan harus mempertimbangkan pendirian

pengadilan kriminal internasional untuk tujuan ini.

33 Ibid., hal. 271.

48

Page 49: POLKUM-4

III. KESIMPULAN

Pada permulaan tahun 2000, Indonesia menghadapi empat tantangan utama.

Pertama, pemerintah perlu menciptakan sistem politik yang stabil dan efektif

berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan kemampuan mencegah kembalinya

militer ke kekuasaan politik. Ini membutuhkan sistem partai yang efektif yang dapat

menghasilkan koalisi tunjangan stabil bagi pemerintahan untuk tuntutan-tuntutan

rakyat. Kedua, pemerintah perlu mendapatkan rumusan untuk menyelesaikan

wilayah-wilayah dimana pendapat publik akhir-akhir ini secara kuat menyetujui

pemisahan dari Indonesia, selain juga untuk memenuhi wilayah-wilayah lainnya di

negeri. Ketiga, pemerintah perlu menyelesaikan tanda-tanda disintegrasi yang kuat,

khususnya konflik etnik dan agama. Dan yang keempat, pemerintah perlu

mempromosikan keadaan-keadaan kondusif untuk pemulihan ekonomi.

Selama kemajuan-kemajuan yang signifikan tahun 1999 terhadap sasaran

pertama yang telah dilakukan walaupun demokrasi Indonesia yang baru masih jauh

dari jangkauan. Sejumlah langkah tentatif telah diambil terhadap sasaran kedua.

Meskipun persepsi umum luar negeri tentang ‘balkanisasi’ Indonesia, Aceh dan

Papua hanyalah provinsi-provinsi dengan potensial separatisme yang

sesungguhnya. Tantangan ketiga dengan bentuk konflik di antara kelompok etnis

dan agama. Dan akhirnya, walaupun ekonomi telah memperlihatkan sejumlah tanda

pertumbuhan, meskipun demikian harus mengalami perbaikan-perbaikan mendasar

yang diperlukan untuk menarik investasi yang perlu untuk pemulihan jangka

panjang. Selain pemulihan ekonomi dapat diraih, prospek-prospek demokratisasi

jangka panjang, persatuan nasional dan sosial, perdamaian tetap akan diragukan.

49