Top Banner
1 | Politik Kartel BAB I PENDAHULUAN Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat. Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum: Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu. Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya. Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih
25

Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

Feb 02, 2023

Download

Documents

Asep Supriatna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

1 | P o l i t i k K a r t e l

BAB I

PENDAHULUAN

Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah

"Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal

dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg

kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah

untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin

rakyat. Berikut adalah pendapat beberapa para ahli

tentang pemilihan umum: Moh. Kusnardi & Harmaily

Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk

memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah

negara yang mennganggap dirinya sebagai negara

demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam

periode tertentu. Bagir Manan - Pemilhan umum yang

diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali

adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara

langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat.

Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang

bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga

pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau

keinginan rakyatnya. Sistem Pemilihan Umum merupakan

metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara

memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka

sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan

prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di

parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih

Page 2: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

2 | P o l i t i k K a r t e l

ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari

sebuah entitas yang sama. Terdapat bagian-bagian atau

komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri

dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:

Sistem hak pilih.

Sistem pembagian daerah pemilihan.

Sistem pemilihan

Sistem pencalonan.

Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem

pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas

masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada

dua prinsip pokok, yaitu: Sistem Pemilihan Mekanis

Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa

individu-individu yang sama. Individu-individu inilah

sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam

mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk

satu lembaga perwakilan. Kedua Sistem pemilihan Organis

Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok

individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam

persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah

yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.

Sementara itu ada semacam kartelisasi dalam sistem

pemilu Indonesia saat iini sehingga memungkinkan setiap

partai politik mengeruk keuntungan dalam negara.

Artinya dalam paham kartel ini, negara dianggap sebagai

Page 3: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

3 | P o l i t i k K a r t e l

satu komoditas yang dikeruk keuntungannya untuk

kepentingan partai politik maupun individu.

Daniel Dhakidae memiliki penekanan yang berbeda

dalam membahas kartel politik ini. Menurutnya "kartel"

adalah istilah yang sangat formal dan dikenal dalam

konsep ekonomi. Kartel bertujuan mengontrol sesuatu

misalnya tujuan mengontrol harga. Kartel hanya hidup

dalam masyarakat kapitalis. Telah terjadi transmutasi

istilah kartel dari konsep ekonomi ke konsep politik.

Sebenarnya oligarkhi merupakan tempat asal muasal

kartel dalam konsep politik. Konsep mengenai oligarkhi

ini telah berumur seratus tahun lebih dan memiliki

ruang yang lebih besar dan luas dari pada kartel.

Sistem politik di Indonesia memungkinkan semua partai

membentuk oligarkhi dan makin lama praktek-praktek ini

makin menguat, sehingga gejala yang muncul

memperlihatkan kecenderungan hanya pihak yang

mengontrol kapital yang akan mendapatkan suara.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan anatara sistem pemilu terhadap

menguatnya politik kartel?

2. Bagaimana dampak dari politik kartel terhadap

kehidupan berbangsa dan bernegara?

BAB II

Page 4: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

4 | P o l i t i k K a r t e l

PEMBAHASAN

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan

umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu

tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi

berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan

hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah

diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk

menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk

diterapkan di Indonesia.

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959) Pada masa

ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-

Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini

pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang

pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk

memilih anggota Konstituante pada bulan Desember.

Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalahsistem

pemilu proporsional.

Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan

demokratis dan khidmat,  Tidak ada pembatasan

partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah

mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap

partai politik dan kampanye berjalan menarik.

Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.

Akan tetapi stabilitas politik yang begitu

Page 5: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

5 | P o l i t i k K a r t e l

diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali

(I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar:

NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam

menghadapi beberapa masalah terutama yang

berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman

Demokrasi  Parlementer berakhir.

2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965) Setelah

pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945

tentang keleluasaan untuk mendirikan partai

politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah

partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode

Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan

pemilihan umum.

3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998) Setelah

turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-

otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah

sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya

yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut

diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang

membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan

baru di telinga bangsa Indonesia. Pendapat yang

dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa

sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik

secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan

partai-partai kecil akan merasa berkepentingan

untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam

sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik

Page 6: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

6 | P o l i t i k K a r t e l

diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan

pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan

program-programnya, terutama di bidang ekonomi.

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik

lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto

melakukan beberapa tindakan untuk menguasai

kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang

dijalankan adalah mengadakan fusi atau

penggabungan diantara partai politik,

mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan

yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional

(PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu

tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai,

dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu

diraih Golkar.

4. Zaman Reformasi (1998- Sekarang) Pada masa

Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala

aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik

Indonesia merasakan dampak serupa dengan

diberikannya ruang bagi masyarakat untuk

merepresentasikan politik mereka dengan memiliki

hak mendirikan partai politik. Banyak sekali

parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada

pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi

dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah

ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.

Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48

Page 7: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

7 | P o l i t i k K a r t e l

menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah

diberlakukannya ambang batas (Electroral

Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang

mengatur bahwa partai politik yang berhak

mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang

meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi

DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang

batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan

cara bergabung dengan partai lainnya dan

mendirikan parpol baru. Parlementary threshold

dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti

persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3%

setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu

juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa

juga dinaikan lagi atau diturunkan.

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari

demokrasi serta wujud paling konkret

keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan

negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu

hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena

melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan

pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan

pemerintahan demokratis. Pemilu sangatlah penting bagi

sebuah negara, dikarenakan:

Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan

rakyat.

Page 8: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

8 | P o l i t i k K a r t e l

Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik

untuk memperoleh legitimasi.

Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk

berpartisipasi dalam proses politik.

Pemilu merupakan sarana untuk melakukan

penggantian pemimpin secara konstitusional.

Kartelisasi Partai Politik

Era reformasi tidak serta-merta membuat sistem

kepartaian di Indonesia makin kompetitif. Sebaliknya,

yang muncul adalah sistem kepartaian yang

terkartelisasi. Itulah sistem di mana partai-partai

cenderung bertindak sebagai satu kelompok, permisif

dalam membentuk koalisi, ideologi partai memudar, dan

oposisi absen. Buku ini merupakan studi yang mengkaji

fenomena persaingan antar partai di Indonesia dalam 10

tahun terakhir-satu rentang waktu yang mencakup dua

periode pemilu. Argumen utama yang dikembangkan dalam

studi ini adalah partai-partai politik telah

mengembangkan satu pola kerja sama yang serupa dengan

sistem kepartaian yang terkartelisasi. Kebutuhan

partai-partai politik di era reformasi atas perburuan

rente (rent-seeking) di sumber-sumber dana non-bujeter

mengakibatkan terbentuknya dan langgengnya sistem

partai yang terkartelisasi (cartelized party system).

Seiring berjalannya waktu, pola koalisi yang

muncul di Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru cenderung

Page 9: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

9 | P o l i t i k K a r t e l

mengarah pada kartelisasi sistem kepartaian. Perlu

digarisbawahi bahwa fenomena kartelisasi tidak selesai

hanya pada beberapa partai politik tertentu, namun juga

menjangkau hampir semua (jikalau tidak semua) partai

politik di tanah air. Akibat kartelisasi, partai

politik menjadi kehilangan ideologi dan program, mudah

bergonta-ganti arah kebijakan, dan pola koalisi yang

dibangun pun cenderung bersifat serbaboleh (promiscuous)

dan turah (oversized). Sebenarnya dalam konteks theory

building atau kontribusi teoretik dalam studi-studi

tentang kartelisasi dan sistem kepartaian kontribusi

buku ini cenderung minim; buku ini sekedar memberi

tambahan dukungan empirik terhadap thesis-nya Katz dan

Mair tentang kartelisasi partai.

Pertama, kartelisasi tidak hanya terjadi pada satu

atau dua partai namun juga terjadi pada sistem

kepartaian secara kesuluruhan. Kedua, dalam konteks

Indonesia, penyebab utama kartelisasi bukanlah

perburuan rente atas dana ‘legal’ atau bujeter

melainkan atas dana ‘bawah tangan’, ‘bawah meja’ atau

non-bujeter. Saat ini, semakin terlihat dilema-dilema

yang akan dihadapi partai, politisi dan publik di dalam

sistem demokrasi dan logika politik elektoral. Pertama,

karya klasik Przeworski dan Sprague (1986), Paper

Stones, adalah sebuah contoh baik tentang bagaimana

partai dengan militansi yang tangguh, yaitu partai-

partai Kiri, Buruh, Sosialis dan Sosial-Demokrat di

Page 10: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

10 | P o l i t i k K a r t e l

Eropa Barat, terpaksa harus “memoderasi” agenda-agenda

politiknya setelah memasuki laga politik elektoral.

Begitupun juga partai-partai Kanan seperti partai

Kristen Demokrat, sebagaimana digambarkan oleh Stathis

Kalyvas (1996).

Studi tentang sistem kepartaian di Indonesia era

Reformasi paling mutakhir dilakukan oleh Kuskridho

Ambardi, dalam disertasinya The Making of Indonesian

Multy Party System; A Cartelized Party System and Its

Origin, dari The Ohio State University tahun 2008.

Disertasi tersebut dipublikasikan dalam buku berjudul

Mengungkap Politik Kartel. Pemotretan terhadap dinamika

politik kepartaian itu tidak hanya berhenti dalam

kontestasi politik pemilu legislatif dan pemilu

presiden saja, tetapi jauh memasuki bagian terdalam

dari ranah kekuasaan, dimana disetiap sudut kekuasaan

(DPR juga Pemerintah) partai politik memainkan peran

penting dalam rangka memperebutkan sumberdaya politik

dan ekonomi.

Keterlibatan partai politik dalam setiap sudut

ruang kekuasaan tersebut sebagai bagian yang sangat

penting bagi mereka untuk menjaga kelangsungan hidup

partai, sekaligus menjaga keseimbangan kekuasaan. Era

reformasi terjadi perubahan perilaku partai politik

yang secara signifikan pada akhirnya merubah sistem

kepartaian di Indonesia. Perubahan perilaku partai

Page 11: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

11 | P o l i t i k K a r t e l

politik tersebut berkaitan dengan faktor-faktor

kepentingan setiap partai berkaitan dengan sumber daya

kekuasaan dan ekonomi yang menarik perhatian seluruh

partai politik untuk terlibat dan saling berinteraksi

untuk mendapatkan bagian dari proses bagi-bagi

kekuasaan dan keuntungan ekonomi dalam setiap keputusan

politik pemerintah maupun lembaga legislatif.

Hal tersebut pada akhirnya melahirkan sikap-sikap

dari partai politik itu sudah tidak lagi

memperbincangkan sesuatu yang bersifat ideologis

kepartaian. Isu-isu ideologis hanya bersifat pinggiran

dalam struktur kekuasaan, tergeser oleh perbincangan

politik yang lebih konkrit berkaitan dengan kepentingan

pembagian kekuasaan dan sumber daya ekonomi. Ideologi

kepartaian hanya menjadi isu menonjol dalam arena

pertarungan politik memperebutkan suara pemilih pada

saat pemilu saja. Setelah pesta pemilu, partai politik

segera melakukan penyesuaian diri di dalam lingkungan

struktur politik yang mengakomodasi berbagai

kepentingan partai untuk masuk ke dalam pusat-pusat

kekuasaan.

Analisis terhadap sistem kepartaian (system party)

adalah bagaimana menjelaskan perilaku partai politik

yang menjadi bagian dari suatu sistem dan berinteraksi

satu sama lain dan berinteraksi dengan unsur-unsur lain

yang ada di dalam sistem itu (Budiardjo, 2008: 415). 

Page 12: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

12 | P o l i t i k K a r t e l

Kiranya perlu dilakukan kajian kritis (review) terhadap

hasil dari temuan studi sistem kepartaian ini, oleh

karena ada beberapa hal yang masih perlu dilakukan

klarifikasi dan pengujian ulang terhadap temuan-temuan

tersebut. Utamanya berkaitan dengan apa yang disebut

dengan analisa sistem kepartaian tersebut. Pertama,

pada level interaksi antar partai, mengandaikan adanya

aktor atau agen-agen partai politik yang berperan

menjadi wakil partai, mewakili sebuah struktur partai.

Artinya perlu dibicarakan bagaimana dengan peran agen

dalam kontek sistem itu.

Kedua, pada level partai politik, adanya agen

politik dan struktur politik dalam partai politik,

memiliki dinamikanya sendiri interaksi antar agen dan

agen dengan struktur partai. Diskusi di dalam partai

mencakup nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai

ideologi menjadi landasan terbentuknya partai dan

berfungsi sebagai “jantung” hidup-matinya partai itu.

Sebagaimana para sarjana ilmu politik mendefiniskan

tentang partai politik bahwa pentingnya nilai-nilai

(ideologi) itu sebagai daya gerak partai. Ideologi juga

menjadi kajian tersendiri dalam ilmu politik. Tumbuhnya

politik kartel menandai berakhirnya ideologi partai.

Sebagimana Daniel Bell mempunyai kesimpulan bahwa

kemenangan kapitalisme menandai berakhirnya ideologi

(the end of ideology) dan Fukuyama menambahkan bahwa

pada tahap berikutnya menjadi kemenangan demokrasi

Page 13: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

13 | P o l i t i k K a r t e l

liberal menandai berakhirnya sejarah (the end of

history).

Perubahan perilaku partai politik pada akhirnya

akan bersentuhan dengan ideologi yang dapat menimbulkan

konflik dan kontradiksi. Konflik dan kontradiksi dalam

pengertian Marxian atau pun neo-Marxian menjadi bagian

pentinguntuk dikaji lebih lanjut. Temuan adanya

perubahan sistem kepartaian itu mengesampingkan

kemungkinan adanya konflik dan kontradiksi dalam

partai. Kajian terhadap Konflik dan kontradiksi

(Gidden, 2009) mestinya mendapt perhatian dari kajian

tentang sistem kepartaian ini. Sehingga secara

keseluruhan ini berkait dengan fokus kajian Anthony

Gidden berkaitan dengan teori strukturasi. Ketiga,

perbincangan sistem, sebagaimana dipahami dalam teori-

terori sosial, dalam temuan sistem kepartaian ini

kurang lebih mengesampingkan kemungkinan terjadinya

krisis legitimasi (Habermas, 2004) dalam kontek sistem

politik itu. Studi tentang perubahan sistem kepartaian

ini menjadi kebutuhan bagi upaya penyempurnaan teoritis

dan upaya perbaikan kepartaian secara praktis.

Dengan demikian ketiga hal tersebut mempunyai

signifikansi dalam upaya review ini. Berakhirnya 

kekuasaan rezim orde baru (1998) menandai terbukanya

kebebasan politik dan saluran-saluran politik, serta

partai politik untuk memobilisasi semua cleavage

Page 14: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

14 | P o l i t i k K a r t e l

tersebut. Era demokratisasi itu membawa dampak bagi

terbentuknya sistem kepartaian baru dengan dasar

persaingan politik dengan memobilisasi ketikg cleavage

tersebut. (Ambardi, 2008: 91-92). Paska lengsernya

kekuasaan Soeharto (1998), maka kebutuhan berikutnya

adalah menata aturan main untuk membangun sistem

politik baru melalui pemilu yang adil dan demokratis.

Akhirnya disusunlah beberapa kebutuhan-politik sebagai

aturan main dalam pemilu, meliputi penyelenggara

pemilu, peserta pemilu dan keterlibatan warga dalam

pemilu.

Netralitas militer dan korps pegawai negeri sipil

menjadi bagian yang dituntaskan. Demikian pula adanya

jaminan kebebasan ideologi sebagai basis kepentingan

kolektif digunakan sebagai asas partai diakomodasi

dengan baik. Hal lain yang menempati porsi besar adalah

diakomodasinya kepentingan daerah. Dengan

diakomodasinya kepentingan daerah, maka partai-partai

politik ideologis mengalami kesulitan untuk melakukan

mobilisasi cleavage kedaerahan. (Ambardi, 2008: 123).

Arena politik dalam pemilu 1999 diwarnai persaingan

antara dua kubu ideologis: Islam dan sekuler. Terjadi

pertarungan yang sangat keras antara golongan Islam dan

sekuler tersebut. Menurut Ambardi sistem kepartaian di

Indonesia bergerak kearah system kepartaian yang

terkartelisasi dengan beberapa bukti. 

Page 15: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

15 | P o l i t i k K a r t e l

Pertama, beberapa partai politik membentuk koalisi

turah yang tidak lagi dibatasi oleh pandangan yang

bersifat ideologis kepartaian tetapi hanya berorientasi

pada kepentingan kekuasaan yaitu dalam pembentukan

kabinet selama dua kali kabinet pemerintahan Gus Dur-

Mega dan pemerintahan Mega-Hamzah sepanjang tahun 1999-

2004. Dinamika politik paska pemilu diwarnai adanya

pergeseran makna persaingan politik, dari persaingan

politik yang bersifat ideologis pada saat pemilu

bergerak kearah kerjasama antar partai dalam rangka

meraih sumber daya politik kekuasaan dan sumber daya

ekonomi demi keuntungan pragmatis masing-masing partai

politik. 

Kedua, adanya migrasi ideologis yang dilakukan

secara kolektif oleh partai-partai politik, dimana

mereka bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok

dan secara kolektif meninggalkan program-program partai

mereka, terjadi perubahan komitmen politik dari

komitmen populis ke komitmen pro-pasar. Sistem

kepartaian yang terkartelisasi ini juga menemukan

bentuknya kembali dalam medan politik pemilu 2004.

Meski masih tetap muncul adanya isu ideologis dalam

pemilu legislatif, hingga tahap pertama pilres 2004,

namun ketika masuk pilpres tahap kedua dan dalam arena

politik penyusunan kabinet, semua partai secara

berkelompok pula memperjuangkan kepentingan politik,

posisinya masing-masing untuk memperoleh jabatan dalam

Page 16: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

16 | P o l i t i k K a r t e l

kabinet. Upaya kolektif partai-partai ini terus

berhasil dan semakin menemukan bentuknya dalam sebuah

system politik kartel dan terabaikannya program-program

ideologis partai. (Ambardi, 2008: 235, 281).

Ketiga, partai-partai politik secara meyakinkan

dalam beberapa hal mengabaikan “ideologi kepartaian”

yang telah digembor-gemborkan menjadi lansdasan

perjuangan, namun dalam tataran praktik politik partai-

partai politik “mengakhianati” ideologi partainya oleh

karena kepentingan yang bersifat politik dan ekonomi.

Berkaitan dengan kepentingan ekonomi, seluruh partai

politik berkepentingan terlibat dalam proses politik

dalam DPR maupun pemerintahan untuk memperoleh sumber

daya ekonomi sebagai “amunisi” bagi mesin partai

politik tersebut. Hal ini sekaligus dapat dikatakan

menandai berakhirnya ideologi kepartaian menuju

kerjasama.

Selubung Kartel Partai Politik

Reformasi dibarengi pembukaan keran kebebasan

sempat memberi setumpuk harapan. Sekat selama 32 tahun

dalam kekang Orde Baru ambrol. Euforia kebebasan tumbuh

bak cendawan di musim hujan. Partai-partai politik

(parpol) bermunculan. Ini menjadi sebuah konstelasi

yang mengingatkan kita pada peta politik pemilu 1955.

Euforia pendirian parpol tidak bisa dilepaskan dari

keterkekangan sejak tahun 1975, melalui UU No 3/1975,

Page 17: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

17 | P o l i t i k K a r t e l

lalu diubah dengan UU No 3/1985 tentang Partai Politik

dan Golongan Karya. Peserta pemilu hanya parpol PPP dan

PDI serta Golkar. Berdasarkan UU No 2 Tahun 1999

tentang Partai Politik, di Departemen Kehakiman

tercatat 93 parpol, namun hanya 48 parpol yang bisa

mengikuti pemilu 7 Juni 1999.

Jumlah parpol makin meningkat menjelang pemilu

2004, yakni mencapai 237. Kemudian, berkurang menjadi

50 dan hanya 24 yang ikut mengikuti pemilu 2004. Pada

pemilu 2009, peserta pemilu menjadi 38 dan 4 partai

lokal. Sedangkan pada 2014 ini, terdapat 12 parpol dan

3 partai lokal. Reformasi juga memperbanyak ideologi

partai, tak hanya Pancasila. Berdasar ideologi, parpol

tak hanya mencantumkan Pancasila sebagai tujuan dan

cita-cita. Ditilik dari warnanya, ideologi partai pada

pemilu 2004 dapat dipilah menjadi enam bagian. Ideologi

disusun dengan maksud menarik konstituen. Tetapi dalam

praktik, hanya cantolan artifisial tanpa implementasi.

Begitu pertarungan dan penggalangan suara usai,

kompetisi dengan sendirinya tutup buku.

Semua ingin terlibat dalam penyusunan dan pemben-

tukan pemerintahan. Koalisi dibangun. Ideologi tak jadi

soal. Aroma kepentingan kekuasaan terasa lebih kental

daripada persaingan. Ideologi, program, dan platform

tak lagi menjadi penghalang dalam membangun peme-

rintahan kuat. Partai-partai yang kalah berusaha

Page 18: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

18 | P o l i t i k K a r t e l

merapat ke pemenang. Sebaliknya, para pemenang, demi

stabilitas pemerintahan, menggandeng seluruh

stakeholder yang hendak bergabung. Ideologi telah

dikesampingkan, bahkan mati. Kepentingan, kekuasaan,

dan jabatan lebih nyaman dipilih. Bahkan, posisi

oposisi tidak dipilih secara tegas oleh parpol yang

mengatasnamakan oposisi, nyaris tanpa oposisi berarti.

Seluruh faktor persaingan luruh.

Hilang tanpa bekas. Parpol bercengkerama dalam

aturan koalisi, apalagi yang terbangun bukan sebelum,

tapi setelah pemilu. Mau tak mau, dasar koalisi yang

dirajut berlandaskan hasil elektoral dalam pemilu.

Koalisi dibangun tidak berdasarkan platform partai,

visi misi, maupun ideologinya, tapi banyaknya hasil

suara. Pemilu pertama reformasi tahun 1999 sebetulnya

juga telah mengindikasikan berakhirnya tipologi partai

ideologis, elite, dan massa. Sebagai gantinya, muncul

partai lintas kelompok, catch-all party. Pemilihan

langsung membuat partai harus bisa meraup suara

berbagai kelompok. Tak ada yang benar-benar berbasis

ideologis. Dalam konteks Indonesia, basis-basis

ideologis yang sedang diusung parpol seperti digembar-

gemborkan tidak lebih sekadar cara menarik suara.

Ada yang menilai parpol sejak reformasi bergulir

telah membangun sistem mirip kartel, antara lain

ditandai dengan hilangnya peran idelogi partai sebagai

Page 19: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

19 | P o l i t i k K a r t e l

penentu koalisi, sikap permisif pembentukan partai,

ketiadaan oposisi, hasil-hasil pemilu yang hampir-

hampir tidak berpengaruh dalam menentukan perilaku

parpol, serta kecenderungan partai bertindak secara

kolektif. Tak ada ruang pengaderan. Kepemimpinan partai

hanya beredar pada elite-elite tertentu, pemilik modal,

atau anak biologis pendiri partai. Kartelisasi sangat

erat kaitanya dengan tumbuhnya oligarki dalam tubuh

partai. Hal itu makin nyata ketika parpol dipimpin

segelintir elite dengan legitimasi kekuasaan sangat

besar. Legitimasi lain karena karisma, pendukung

fanatik, kekuatan modal, manajemen yang baik.

Modal finansial juga telah menjadi panglima.

Akibatnya, ketika oligarki telah tumbuh subur, parpol

hanya dijadikan kendaraan politik untuk meraih

kekuasaan. Kekuasaan selanjutnya bukan sebagai lahan

pengabdian, melainkan sarana mencari penghasilan,

pengamanan bisnis, dan penguatan kelompok. Akhirnya

elite partai yang memiliki kewenangan lebih

menyelewengkan kekuasaan untuk kepentingan sendiri.

Watak kartel dalam tubuh partai-partai makin mengemuka

bila dianalisis dari penerapan sistem presidensial

dengan multipartai. Secara teoretis, multipartai sangat

tidak memungkinkan. Kemungkinan kemacetan antara

legislatif dan eksekutif sangat besar. Deadlock akan

sangat sering terjadi, apalagi di tengah perbedaan

ideologi partai-partai di parlemen.

Page 20: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

20 | P o l i t i k K a r t e l

Tetapi nyatanya, di Indonesia, sistem ini bisa

diterapkan dengan model koalisi lintas parpol dan

ideologi. Meski terkadang terjadi friksi, koalisi peme-

rintahan di parlemen terbukti cukup manjur mendukung

pemerintahan. Artinya, ada kekuatan tersembunyi yang

mengatur gerak kebijakan parpol, yaitu pemimpin-

pemimpin partai yang bisa terhubung dalam satu

kepentingan kekuasaan ansich. Kartelisasi yang tumbuh

bersama dengan oligarki dalam tubuh partai-partai

menyiratkan ada sesuatu di baliknya. Tak sekadar

kepentingan kekuasaan, perebutan konstituen, massa, dan

kepemimpinan, tetapi merembet pada aset-aset ekonomi,

yang berkaitan erat dengan sumber-sumber pendapatan dan

bisnis.

Masalah mendasar perpecahan, kartelisasi, dan

oligarki tidak lepas dari hilangnya ideologi sebagai

pandangan, cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan

pedoman normatif kehidupan berbangsa dan bernegara.

Meredupnya faktor ideologi dalam tubuh parpol mela-

hirkan pragmatisme politik. Politik bak transaksi jual-

beli, untung, dan rugi yang dihitung sebagai fondasi

skema serta konsep, tak berlaku lagi keinginan mem-

bangun bangsa dan negara. Parpol wajib berbenah dengan

mengader lewat merit system agar transparan dalam

pengelolaan dana politik.

Page 21: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

21 | P o l i t i k K a r t e l

BAB III

KESIMPULAN

Partai politik seharusnya menjalankan fungsi-

fungsinya, seperti menjadi pusat pendidikan politik

warga negara. Pendidikan politik seharusnya bertujuan

menciptakan pemahaman ide atau gagasan politik dalam

konteks bernegara. Dari pendidikan politik inilah

seharusnya anggota partai politik diasah sense of humanity

dan rasa memiliki bangsanya. Agar tindakan ketika

dipercaya memegang jabatan-jabatan publik sesuai dengan

Page 22: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

22 | P o l i t i k K a r t e l

aspirasi atau kehendak rakyat yang diwakili. Selain itu

pendidikan politik adalah strategi mempertajam ideologi

para anggotanya.

Fungsi partai politik lain yang tidak berjalan

adalah Kaderisasi. Program pelatihan dan kaderisasi

partai sangat penting. Hal ini disebabkan tidak mungkin

partai politik modern hanya mengandalkan satu atau dua

orang figur untuk membesarkan partai politiknya. Selain

itu kaderisasi juga disiapkan untuk mendorong pemimpin

besar lahir dari rahim partai. Kegagalan kaderisasi

partai politik di Indonesia hari ini terlihat dengan

masih sedikitnya jumlah caleg atau calon kepala daera

berusia muda dan bergagasan baru. Kita masih

menyaksikan muka-muka lama bertarung merebut kekuasaan

politik, walaupun dengan gamblang periode kepemimpinan

sebelumnya mereka tidak melakukan hal-hal besar untuk

kepentingan rakyat. Selain itu fungsi kaderisasi partai

politik bermanfaat mengisi kepemimpinan di internal

partainya. Banyak partai politik yang mekanisme

organisasinya tidak berjalan karena gagalnya kaderisasi

Fungsi partai politik lainnya yang tidak berjalan

sebagai alat perjuangan aspirasi politk rakyat.

Sebagian besar panggung-panggung kampanye dihadiri

massa karena ada proses transaksional menggunakan alat

tukar benda atau uang. Tidak sedikit juga hadir

dikarenakan adanya artis nasional atau hiburan lainnya.

Page 23: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

23 | P o l i t i k K a r t e l

Elit-elit politik juga tidak ada upaya memperbaiki

fungsi ini. Hanya sedikit elit berpolitik menggunakan

wadah partai politik sebagai alat perjuangan. Akumulasi

persoalan disfungsinya partai politik secara ideal.

Melahirkan proses dan hasil pemilu yang tidak

berkualitas. Ketika kampanye jualannya bukan gagasan

yang diberikan kepada rakyat dan negara, melainkan

hanya ajakan-ajakan kosong diisi hiburan tidak

mendidik. Kondisi ini semakin diperparah dengan

pragmatisnya sikap warga terhadap politik, orang baik

dalam partai politik disamakan bandit-bandit politik.

Mereka mau tergerak jika dibayar untuk menghadiri

kampanye atau memilih.

Masalah lainnya pemilu di Indonesia saat ini

mempunyai cost politik tinggi. Bahkan tingginya ongkos

politik diperparah dengan diamininya sistem pemilihan

umum terbuka menggunakan nomor urut. Para calon

legislatif yang bertarung saling jegal bukan hanya

dengan pesaingnya di partai lain, bahkan rekannya satu

partai harus disikatnya untuk merebutkan kursi anggota

dewan. Sistem terbuka dengan no urut digunakan karena

kegagalan partai politik untuk menjalankan fungsinya,

secara khusus Kaderisasi.

Daniel Dhakidae, Pemimpin Redaksi Majalah Prisma

mengatakan bahwa sumber praktek politik kartel yang

pada dasarnya merupakan praktek politik oligarki adalah

Page 24: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

24 | P o l i t i k K a r t e l

partai politik. Bagaimana mengatasinya?  Pertama,

reformasi partai adalah pekerjaan yang besar karena

ketertutupan di partai sungguh luar biasa. Contohnya

adanya inner dan outer circle dalam partai yang

merupakan penyakit sesungguhnya dari sistem kepartaian

yang akan masuk dalam sistem parlemen melalui kontrol

yg dilakuan dewan pengurus pusat (DPP) sebuah partai

politik  terhadap fraksi dan anggota. Jika ada politisi

di parlemen yang tidak berkenan di hati DPP maka akan

dilakukan penggantian antar waktu (PAW). Kedua,

sebagaimana sedang diupayakan oleh kemitraan

(Partnership-red) yaitu membagi pemilu dalam dua kali

pelaksanaan yaitu pelaksanaan pemilu nasional di dua

tahun pertama dan pelaksanaan pemilu lokal di dua tahun

berikutnya. Sistem demikian sebetulnya bisa mencegah

kongkalikong antar orang pusat dan daerah. Tapi konsep

ini tidak akan lolos begitu saja karena partai politik

dan parlemen tidak ingin dikontrol. Ide ini akan makin

sulit dilakuan dan hanya bisa  dilakukan jika partai

dibubarkan. Tidak ada cara apaun untuk pecahkan

oligarkhi. Ketiga, oligarkhi terlibat dalam kapital,

oleh karena itu kasus-kasus besar tidak akan selesai

karena saling menutupi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Politik Kartel dalam Kehidupan Bernegara Indonesia

25 | P o l i t i k K a r t e l

Ambardi, K. (2009). Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang

Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Penerbit

KPG

Duverger, Maurice. (1981). Partai Politik dan Kelompok-

kelompok penekan. Yogyakarta : BINA AKSARA.

Dahl, Robert. (1994). Analisis Politik Modern. Jakarta : BUMI

AKSARA.

Kurnia, Ferry. (2007). Mengawal Pemilu, Menatap Demokrasi.

Bandung : Idea Publishing.

http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/29275-

selubung-kartel-parpol

http://politik.kompasiana.com/2014/04/10/analisa-

kegagalan-fungsi-partai-politik-hubungannya-dengan-

pemilu-2014-646343.html

http://kartel-indonesia.blogspot.com/2013/02/memahami-

makna-politik-kartel.html