Top Banner

of 28

Politik Dalam Islam

Oct 15, 2015

Download

Documents

hasrulunm
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Pengertian Siyasah

Jika yang dimaksud dengan siyasah ialah mengatur segenap urusan ummat, maka Islam sangat menekankan pentingnya siyasah. Bahkan, Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan ummat. Akan tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka sesungguhnya Islam memandang kekuasaan hanya sebagai sarana menyempurnakan pengabdian kepada Allah. Tetapi, Islam juga tidak pernah melepaskan diri dari masalah kekuasaan.Islam dan KekuasaanOrientasi utama kita terkait dengan masalah kekuasaan ialah menegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ialah kekuasaan Allah. Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali tidak memiliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan mutlak seorang manusia atas manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan doktrin Laa ilaha illallah yang telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran). Sehingga, kekuasaan manusia yang menentang hukum-hukum Allah adalah tidak sah.Tujuan Siyasah dalam IslamIslam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat. Kehidupan dunia harus diatur seapik mungkin sehingga manusia bisa mengabdi kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus senantiasa tegak diatas aturan-aturan din. Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan siyasah dalam Islam : iqamatud din (hirasatud din) wa siyasatud dunya (menegakkan din dan mengatur urusan dunia).Hubungan antara Islam dan PolitikIslam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil). Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.Islam Politik atau Politik Islam ?Ketika seseorang mendengar istilah Islam Politik, tentu ia akan segera memahaminya sebagai Islam yang bersifat atau bercorak politik. Dalam hal ini, Islam memang harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-satunya corak yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tanpa ada corak lainnya yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang parsial. Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu PR penting umat Islam saat ini, untuk bisa bangkit dari kemundurannya.Adapun istilah Politik Islam tentu akan segera dipahami sebagai politik ala Islam atau konsep politik menurut Islam. Istilah ini wajar ada karena memang dalam kenyataannya terdapat banyak konsep politik yang kurang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pertanyaan yang selanjutnya muncul ialah apakah Politik Islam itu ada? Apakah Islam mempunyai konsep khusus tentang politik, berbeda dengan konsep-konsep politik pada umumnya? Yang jelas, sampai batasan tertentu, Islam memang memiliki konsep yang khas tentang politik. Akan tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai konsep politik yang senantiasa muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep yang sudah dimiliki, sepanjang tidak bertentangan dengan konsep baku yang sudah ada. Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari waktu ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat mengikat, sementara kondisi zaman senantiasa berubah dan berkembang. Akan tetapi, tidak pula berarti bahwa Islam sama sekali tidak memiliki rincian dalam masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah tertentu yang telah ditetapkan secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun juga, meskipun zamannya berubah. Dalam hal ini, tidaklah benar pandangan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa dalam masalah politik, Islam hanya memiliki nilai-nilai normatif saja, yang bisa diturunkan seluas-luasnya tanpa batasan-batasan yang berarti.Islam Tidak Bisa Dibangun Secara Sempurna Tanpa PolitikTegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan. Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : Al-Quran dan pedang. Al-Quran merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Quran.

Mengapa agama turut campur dalam masalah politik?PertanyaanSaya jadi penasaran dan ingin tahu mengapa agama harus turut campur dalam urusan politik?Jawaban GlobalWacana pemisahan agama dari politik merupakan pemikiran yang mendukung eliminasi dan peminggiran peran agama dalam ragam panggung kehidupan umat manusia.

Berdasarkan teori ini, manusia dalam ranah ilmu dan pengetahuan dapat mengenal dan menetapkan pelbagai aturan yang berkenaan dengan kebudayaan, politik, peradilan, perekonomian, kehakiman, sastra, interaksi sosial dan lain sebagainya tanpa memerlukan campur tangan agama dalam mengatur kehidupannya.

Akar supremasi pemikiran yang muncul pada abad pertengahan dan setelahnya ini dapat dilacak dari ketidakmampuan agama Kristen yang telah mengalami penyimpangan, dominasi otoriter dan mencekik dari para pemuka gereja; termasuk diantaranya anggapan adanya kontradiksi antara akal dan ilmu dengan ajaran-ajaran Injil.

Di dunia Islam, pemikiran pemisahan agama dari panggung politik mengemuka dalam tiga tingkatan: 1. Para penguasa tiran menghendaki mengubah khilafah menjadi kesultanan dan kerajaan. 2. Para penjajah asing. 3. Para pemikir yang sakit.

Dalam menjawab para pendukung pemikiran pemisahan agama dari politik terdapat banyak argumen detil dan mendalam telah dijelaskan, yang akan kami cukupkan dengan menyebut dua argumen penting tersebut:

1. Mengembalikannya pada pelbagai proposisi, teks-teks dan literatur-literatur agama Islam.

2. Sirah dan metode Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As.

Mencermati masalah ini akan menjelaskan dengan baik bahwa pemisahan agama dari panggung politik dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan karena sebagian besar ajaran dan pengetahuan Islam mencakup masalah-masalah politik dan sosial.

Demikian juga untuk mengenal bagaimana penalaran dan argumentasi yang dibangun dalam menghadapi para pendukung pemikiran Sekularisme ini, akan kami sajikan pada jawaban detil dengan mengkritisi satu dalil penting para pendukung pemikiran Sekularisme ini.Jawaban DetilUntuk memperjelas jawaban yang diberikan, pertama-tama kami akan mengurai akar-akar teori pemisahan agama dari politik dan kemudian menjelaskan pemisahan agama Islam dari politik.

Teori pemisahan agama dari politik (Sekularisme) merupakan sebuah kecenderungan dan pemikiran yang dikembangkan oleh pendukung dan pendakwah eliminasi atau peminggiran peran agama dalam ragam tingkatan kehidupan manusia. Di antaranya, politik, pemerintahan, pengetahuan, akhlak dan lain sebagainya. Berdasarkan teori ini, manusia dalam pancaran akal dan pengetahuan empiriknya sebagaimana ia mampu mengenal alam natural maka ia juga mampu menkonstruksi dan membuat aturan-aturan yang berhubungan dengan kebudayaan, politik, peradilan, perekonomian, perniagaan, etika, interaksi sosial. Pendeknya, apa saja yang berhubungan dengan urusan material dan spiritual kehidupannyajuga dalam pancaran akal dan pengetahuannya. Dan demikian seterusnya, manusia tidak lagi memerlukan intervensi agama dalam memenej dan mengatur kehidupannya.

Kamus Oxford mendefinisikan Sekularisme sebagai berikut, Keyakinan terhadap aturan-aturan, pelajaran, pendidikan dan lain sebagainya yang harus bersandar pada realitas-realitas ilmu, bukan mazhab (agama). Keyakinan inilah yang telah menjadi dasar utama pemikiran pemisahan agama dari politik di belahan dunia Barat.

Pada masa abad pertengahan (Medieval) dan setelahnya, ada beberapa faktor yang saling mendukung satu sama lain sehingga pemikiran ini mendominasi dan berkuasa pada kebudayaan Barat. Dari satu sisi, agama Kristen telah mengalami distorsi dan penyimpangan dengan konsep-konsep yang tidak memadai dan irasional, di samping kekuasaan diktator dan kebijakan yang mencekik para gerejawan; dari sisi lain, kontradiksi akal dan ilmu dengan ajaran-ajaran Injil telah menyebabkan munculnya kontradiksi telanjang antara agama dan modernitas. Sebuah kontradiksi yang berujung pada pemisahan dua domain pengetahuan dan agama. Sebagai konsekuensinya, agama termarjinalkan dari panggung seluruh domain kehidupan; domain yang hanya pengetahuan (sains) lah yang berlaku di dalamnya.

Dalam dunia Islam, gagasan pemisahan agama dari politik mengemuka dari tiga kelompok masyarakat. Pertama dari sisi para penguasa tiran yang pada masa-masa pertama Islam ingin mengubah khilafah menjadi kesultanan. Misalnya tatkala Muawiyah pada tahun empat puluh Hijriah naik tahta khilafah dan ketika datang ke Irak, ia berkata, Aku tidak memerangi kalian atas shalat dan puasa melainkan aku ingin berkuasa atas kalian dan aku telah mencapai maksudku.[1]

Setelah itu pemerintahannya atas masyarakat Islam pun benar-benar telah keluar dan terpisah dari agama, berubah menjadi kesultanan dan kerajaan.

Raja-raja zalim pada setiap masa menggunakan strategi pemisahan politik dari agama dan memperkenalkan kedudukan ulama lebih mulia dari intervensi dalam urusan politik.[2]

Kelompok kedua, para penjajah asing. Pukulan terbesar yang ditimpakan oleh kaum penjajah atas negeri-negeri Muslim dari sisi ajaran-ajaran Islam dan ulama agama yang menjadi pemimpin. Melalui budaya yang senantiasa dipropagandakan kaum penjajah atas negeri-negeri Islam, yang tak lain adalah penyebaran budaya pemisahan agama dari politik.[3]

Kelompok ketiga, kelompok Rausyan Fikr[4] yang sakit, yang bermula dari orang-orang jebolan Barat dan berupaya menerapkan proses pemisahan agama dari politik dalam atmosfer Barat atas ranah kehidupan Islam dan lalai terhadap kenyataan bahwa Islam bukanlah Kristen. Kedua, apa yang disebut Kristen di dunia Barat abad pertengahan bukanlah agama Kristen murni. Ketiga, ulama Islam sekali-kali tidak pernah menjadi penguasa diktator dan pencekik. Mereka sama sekali tidak pernah memerangi pengetahuan. Sebaliknya, kapan saja kekuasaan jatuh di tangan ulama Islam maka masa itu justru adalah masa bersemi dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Secara umum, dalam menyanggah para pendukung Sekularisme tentang pemisahan agama dari politik, terdapat banyak argumen telah dijelaskan, yang tidak mungkin kita uraikan di sini satu persatu. Karena itu, kami akan menjelaskan secara global dua model penting dalam menghadapi para pendukung gagasan ini.

1. Mengembalikannya pada pelbagai proposisi, teks-teks dan literatur-literatur agama Islam.

2. Sirah dan metode Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As.

Mencermati masalah ini akan menjelaskan dengan baik bahwa pemisahan agama dari panggung politik dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan karena sebagian besar ajaran dan pengetahuan Islam mencakup masalah-masalah politik dan sosial.

Imam Khomeini dalam hal ini berkata, Islam adalah agama politik dan memiliki unsur politik pada segala tingkatan dan posisinya. Hal ini akan menjadi jelas dan terang bagi siapa saja yang memikirkan hukum-hukum pemerintahan, politik, sosial dan perekonomian Islam. Karena itu, barang siapa yang beranggapan bahwa agama terpisah dari politik, maka sesungguhnya di samping ia tidak mengenal agama, berarti juga tidak mengenal politik.[5]

Dengan meninjau secara sekilas aturan-aturan Islam dan ayat-ayat al-Quran, maka akan menjadi jelas bahwa Islam adalah sebuah agama yang inklusif dan mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia (personal, sosial, duniawi, ukhrawi, material dan spiritual). Dan di samping menyeru manusia untuk beribadah dan bertauhid, Islam juga memiliki instruksi-instruksi moral yang bertalian dengan konstruksi-diri setiap orang. Demikian juga, memiliki perangkat hukum-hukum dan instruksi-instruksi dalam masalah pemerintahan, politik, perekonomian, sosial, peradilan, pengaturan secara benar hubungan internasional, hukum dan lain sebagainya. Islam memiliki aturan-aturan peradilan, hukum, hubungan sosial, masalah-masalah perekonomian, pendidikan dan lain sebagianya. Jelas bahwa implementasi dan penerapan hukum-hukum dan instruksi-instruksi seperti ini tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya kekuasaan. Pemerintahan agama dalam artian yang sebenarnya adalah sebuah pemerintahan yang mengatur masyarakat berdasarkan undang-undang Ilahi. Undang-undang yang berperan sebagai media bagi manusia untuk maju dan untuk mengembangkan pelbagai potensi kemanusiaannya mencapai kesempurnaan, serta menciptakan sebuah masyarakat saleh dan layak bagi umat. Sebagai kebalikannya, pemerintahan Islam, merupakan media untuk memerangi pelbagai kerusakan moral, sosial dan lain sebagainya.

Al-Quran dalam mendeskripsikan para insan Ilahi, menyatakan, (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. al-Hajj [22]: 41)

Sirah dan perikehidupan Rasulullah Saw menunjukkan agama tidak terpisah dari politik; karena Rasulullah Saw di samping membentuk pemerintahan, beliau juga menjalankan tugas eksekutif dan yudikatif pemerintahan. Amirul Mukminin As juga mendasarkan pemerintahan dengan keadilan dan pelaksanaan instruksi-instruksi Ilahi. Demikian juga, pemerintahan singkat Imam Hasan As, revolusi Imam Husain dan tidak legalnya pemerintahan-pemerintahan pada masa dari para Imam Maksum lainnya, semuanya merupakan penjelas fakta bahwa pembentukan pemerintahan merupakan salah satu prinsip agama Islam.

Terdapat banyak ayat dalam hal ini yang mendukung pembentukan pemerintahan:

1. Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia bertindak adil. Dan Kami menciptakan besi. Pada besi ini terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka memanfaatkannya).. (QS. al-Hadid [57]: 25)

2. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (QS. al-Maidah [5]: 8)

3. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu. (QS. an-Nahl [16]: 36)

4. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik kaum laki-laki, kaum wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu! (QS. an-Nisa [4]: 75)

5. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri (para washi Rasulullah) di antara kamu. (QS. an-Nisa [4]: 49)

Dan masih banyak ayat lainnya yang bercerita tentang kitab, mizan, besi dan pelbagai manfaat yang diberikannya; kesaksian pada keadilan, menjauhi thagut, perang di jalan Allah dan kaum mustadhafin, menolong orang-orang susah, hijrah di jalan Allah dan lain sebagainya. Jelas bahwa kesemua ini termasuk dalam kategori sosial yang dititahkan oleh Allah Swt dalam kitab-Nya. Namun uraian dan penafsiran masing-masing dari ayat ini dan proses penetapan kemestian pembentukan pemerintahan oleh para nabi dan pemimpin Ilahi, memerlukan pembahasan yang lumayan panjang dan tentu saja bukan di sini tempatnya untuk menjelaskan hal itu. Di sini, kami hanya akan menyinggung prinsip terpenting pemikiran-pemikiran politik yang terkait dengan pembentukan pemerintahan dan kaitan antara agama dan politik.

1. Penetapan supremasi wilayah dan kepemimpinan multi dimensional, material dan spiritual, duniawi dan ukhrawi adalah untuk Allah Swt, Rasulullah Saw dan para wali khususnya.[6]

2. Penetapan imamah dan kepemimpinan politik-sosial bagi Rasulullah Saw, para Imam Maksum yang diangkat oleh Rasulullah Saw.[7]

3. Penetapan pemerintahan dan khilafah di muka bumi oleh sebagian nabi terdahulu seperti Nabi Daud As dan Nabi Sulaiman As.[8].

4. Al-Quran memperkenalkan peradilan dan menyelesaikan sengketa di antara masyarakat sebagai salah satu tugas para nabi.[9]

5. Seruan untuk bermusyawarah dan berkelompok.[10]

6. Berperang melawan kerusakan dan kehancuran, anti kezaliman dan penyeru keadilan merupakan salah satu tugas utama orang-orang beriman.[11]

7. Penghormatan terhadap hak-hak manusia dan pemuliaan manusia merupakan salah satu prinsip politik agama-agama Ilahi.[12]

8. Titah jihad dan berperang melawan para tiran, orang-orang yang menyombongkan diri dan para durjana; juga perintah untuk mempersiapkan peralatan untuk membela diri.[13]

9. Kemuliaan dan keagungan hanya untuk Allah dan orang-orang beriman dan menafikan segala bentuk dominasi dan kehinaan.[14]

10. Mengurai dan menentukan hak-hak timbal-balik antara pemimpin dan rakyat.[15]

11. Menetapkan kekuasaan dan pemerintahan untuk sebagian penguasa saleh dan adil, seperti Thalut dan Dzul Qarnain.[16]

12. Mengkhususkan hak-hak penting dan makro atas harta benda, bagi Pemimpin kaum Muslimin dan pemerintahan Islam, untuk digunakan demi kemaslahatan masyarakat.[17]

Dari apa yang telah diuraikan, menjadi jelas bahwa pemisahan agama dari politik tidak dapat dibenarkan dalam Islam dan bagian terbesar dari pengetahuan dan ajaran Islam mencakup masalah-masalah politik dan sosial. Sesuai dengan tuturan Imam Khomeini di antara kurang lebih 57, 58 kitab fikih hanya 7 atau 8 yang berkaitan dengan masalah ibadah. Selebihnya membahas masalah politik, sosial, peradilan dan hal-hal asasi lainnya.

Di penghujung pembahasan ini, untuk lebih mengenal dengan baik, bagaimana proses penalaran dan argumentasi yang membantah para pendukung ajaran Sekularisme, secara ringkas akan kita kutip satu dalil penting pendukung ajaran ini:

Ali Abdurrazzaq yang merupakan salah seorang pendukung ajaran pemisahan agama dari politik dengan bersandar pada ayat-ayat seperti, Katakanlah, Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu; (tugasku hanyalah menyampaikan belaka). (QS. al-Anam [6]: 66) atau ayat, Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). (QS. asy-Syura [42]: 48) mengklaim bahwa al-Quran telah menarik tugas-tugas yang lebih dari tanggung jawab agama dari pundak Rasulullah Saw.[18]Maksudnya adalah bahwa Rasulullah Saw tidak memiliki tanggung jawab politik yang dibebankan di pundaknya. Muhandis Bazargan[19]juga berkesimpulan sama dari ayat-ayat al-Quran ini.

Dalam membantah klaim ini harus dikatakan bahwa kesimpulan yang diambil dari al-Quran ini bertitik-tolak dari pemahaman yang bersifat permukaan, atas kitab suci al-Quran. Ayat-ayat ini tidak membatasi tugas dan tanggung jawab Rasulullah Saw dalam masalah risalah dan tabligh (inzhr) secara hakiki sehingga berseberangan dengan posisi-posisi Rasulullah Saw lainya. Kami sandarkan ucapan ini dengan merujuk pada indikasi ayat-ayat lainnya yang menetapkan posisi peradilan dan pemerintahan bagi Rasulullah Saw. Terdapat banyak ayat yang secara jelas membahas dan menegaskan hal ini. Untuk menghemat ruang dan waktu, kami akan menyebutkan hanya satu ayat, al-nabi awla bil muminin min anfusihim[20] Ayat ini memandang wujud Rasulullah Saw lebih layak mengatur dan mengurusi urusan kaum Muslimin. Secara pasti, keutamaan dalam mengurusi, mengatur dan menguasai adalah kredit poin bagi maqam kenabian Rasulullah Saw. Dinukil dari Imam Baqir As bahwa beliau dalam tafsir ayat tersebut bersabda, Ayat ini berhubungan dengan masalah pemerintahan.[21]

Dalam beberapa ayat al-Quran, Rasulullah Saw bertugas untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat, Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia bertindak adil. Dan Kami menciptakan besi. Pada besi ini terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka memanfaatkannya) dan (juga) supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) dan para rasul-Nya padahal ia tidak melihat-Nya. (QS. al-Hadid [57]: 25).

Apakah manusia dapat menegakkan keadilan tanpa melakukan perbaikan di tengah masyarakat dan mengambil urusan pemerintahan? Demikian juga Allah Swt pada salah satu ayat al-Quran, menjelaskan tujuan pengutusan para nabi sebagai berikut, Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan akibat meluasnya kehidupan sosial), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. al-Baqarah [2]: 213)

Pada ayat ini, masalah menyelesaikan pelbagai perselisihan di tengah masyarakat dikemukakan sebagai tujuan pengutusan para nabi. Apabila perselisihan di antara manusia merupakan sebuah hal yang natural dan pasti, maka menyelesaikan pelbagai perselisihan tersebut sudah barang tentu juga merupakan hal yang pasti untuk menciptakan tatanan dan keteraturan dalam masyarakat serta menghindar dari kondisi chaos dan anarki. Sebaliknya, memberikan wejangan, nasihat dan sekedar menjelaskan hukum-hukum agama tidak dapat menyelesaikan problematika sosial dan kemasyarakatan.

Karena itu, tidak seorang pun nabi yang memiliki syariat, diutus kecuali untuk memberikan berita gembira, memberikan peringatan dan juga mengemukakan masalah kekuasaan pemerintahan. Allah Swt dalam ayat ini tidak berfirman agar para nabi menyelesaikan segala perselisihan dalam masyarakat dengan media pengajaran (taklim) atau menyampaikan berita gembira dan memberikan peringatan (inzhar); Allah Swt justru berfirman agar para nabi menyelesaikan pelbagai perselisihan dengan media hukum. Karena menyelesaikan pelbagai perselisihan, tanpa hukum dan pemerintahan (hukumat) yang memiliki jaminan operasional pelaksanaan, tidak akan dapat dijalankan. Karena itu, setiap agama yang membawa syariat untuk manusia, tentu saja, membawa hukum-hukum personal dan sosial bersamanya. Hukum-hukum ini, akan bermanfaat dan berdaya-guna apabila dilaksanakan dan dijalankan. Pelaksanaan aturan-aturan dan hukum-hukum Ilahi juga, secara niscaya, memerlukan sebuah pemerintahan yang menjamin operasional pelaksanaan aturan-aturan dan hukum-hukum tersebut. Apabila tidak demikian maka secara asasi hukum-hukum agama tidak akan terlaksana atau apabila terlaksana dan dilakukan oleh semua orang, maka ujung-ujungnya masyarakat akan tergiring pada kondisi chaos dan anarki. Keberadaan aturan semata-mata tidak berpengaruh dalam masyarakat kecuali ada seseorang yang memiliki kemampuan, kecakapan, berhubungan dengan alam gaib, memikul tanggung jawab sebagai pengajar, penjaga dan pelaksana aturan-aturan tersebut.

Pertanyaan yang kini mengemuka: apabila menjadi seorang pemimpin politik dan pembentukan pemerintahan merupakan salah satu tugas utama para nabi, lantas mengapa sebagian nabi tidak memiliki pemerintahan?

Terdapat beberapa kemungkinan jawaban atas pertanyaan ini. Pertama, pembentukan pemerintahan tidak dapat dilakukan apabila kondisi khusus yang dihadapi tidak kondusif bagi seorang nabi; seperti Rasulullah Saw yang tidak dapat menjalankan fungsi pemerintahannya selama beberapa tahun pertama risalahnya. Kedua, boleh jadi pada masa nabi-nabi besaryang memikul tanggung jawab sebagai pemimpin umatsebagain nabi-nabi Ilahi lainnya berada di bawah kumpulan risalahnya, sekedar menjalankan fungsi tabligh hukum-hukum agama, dan tidak memiiliki hak untuk membentuk pemerintahan yang terpisah dan mandiri; seperti Nabi Luth yang kenabiannya berada di bawah himpunan kenabian Nabi Ibrahim As. Allah Swt berfirman, Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan Ibrahim berkata, Sesungguhnya aku akan berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. al-Ankabut [29]: 26) dan hal ini tidak menimbulkan persoalan; karena kenabian orang-orang seperti ini merupakan pancaran sinar kenabian yang luas dari nabi besar yang menjadi pemimpin risalah di daerah dan masa mereka. Al-Quran secara lugas menjelaskan pengangkatan Nabi Ibrahim As dari sisi Allah Swt untuk jabatan imamah dan pemimpin umat, Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia menunaikannya (dengan baik). Allah berfirman, Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata, Dan dari keturunanku (juga)? Allah berfirman, Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.(QS. al-Baqarah [2]: 124)

Karena itu, tidak ada nabi tanpa pemerintahan; baik secara mandiri atau bergantung pada nabi lainnya; karena dua contoh yang telah disebutkan di atas, kehidupan politik dan sosial Nabi Luth, dalam lingkungannya sendiri diatur di bawah pemerintahan Nabi Ibrahim As.

Dengan demikian, kehadiran para nabi dalam panggung politik, sosial dan kepemimpinan social-politik disebutkan dalam bentuk afirmatif partikular (mujiba juziyyah) sebagaimana dalam al-Quran, Kaayyin min nabiyyin qatala maahu ribbiyuna katsira[22]Terkait dengan Nabi Nuh As dan Nabi Isa As serta sebagian nabi Allah lainnya, tidak disebutkan secara lugas tentang pemerintahan dan politik dalam al-Quran. Tiadanya kelugasan ini tidak dapat menjadi dalil atas tiadanya masalah pemerintahan; bahkan ayat-ayat seperti, Wa rusulun lam naqsushum alaika.[23]

Artinya bahwa sebagaimana sebagian para nabi Ilahi dalam sejarah manusia yang nama mereka tidak disebutkan dalam al-Quran, seluruh tipologi nabi-nabi yang disebutkan namanya juga tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena itu, pembentukan pemerintahan oleh para nabi Ilahi merupakan suatu hal yang pasti dan mereka (mengingat terpenuhinya syarat-syarat, fasilitas dan kemampuan) juga melakukan hal itu. Di samping itu, petunjuk selaksa ayat al-Quran, sirah Rasulullah Saw dalam membentuk pemerintahan dan sebagainya, juga menjadi bukti bahwa kesimpulan sekularis dari ayat-ayat al-Quran seperti ini tidak dapat dibenarkan.[24]

Kedua, untuk telaah lebih jauh kami persilakan Anda merujuk pada Pertanyaan 7883, Indeks: Kritik atas Dalil-dalil Sekularisme. Demikian juga pada litetarur-literatur berikut ini:

1. Imm Khomeini wa Hukmat-e Islmi, No. 1, Mabni-ye Kalm, Kongre Imm Khomeini wa Andisyeh Hukmat-e Islmi.

2. Kazhim Qadhi Zadeh, Andisyeh-h-ye Fiqhi Siysat-e Imm Khomeini.

3. Imam Khomeini, Wilyat-e Faqih.

4. Ayatullah Jawadi Amuli, Wilyat-e Faqih.

5. Ayatullah Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 2.

6. Muhammad Jawad Nuruzi, Nizhm-e Siysi Islm.

7. Nabiyallah Ibrahim Zadeh Amuli, Hkimiyat-e Dini.

8. Ali Dzuilm, Mabni Qurni Wilyat-e Faqih.

9. Abdullah Nashri, Intizhr-e Basyar az Din, hal. 307.

10. Hasan Qadrdan Qaramaliki, Sekulrisme dar Islm wa Masihiyyat.

[1]. Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balgha, jil. 4, hal. 160.[2]. Shahife-ye Nur, jil. 83, hal. 217, ihwal ucapan Ridha Syah kepada Ayatullah Kasyani (darbare-ye Sukhan Ridha Syah be Ayatullah Kasyani).[3]. Muhammad Soroush, Din wa Daulat dar Andisyeh-e Islam, hal. 120-126.[4]. Secara harfiah bermakna pemikir tercerahkan. Namun konotasinya diperuntukkan bagi mereka yang berposisi menentang wacana dan pemikiran pemerintahan Islam.[5]. Shahife-ye Nur, jil. 1, hal. 6.[6]. Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk. (QS. al-Maidah [5]: 55]; Mereka amat suka mendengarkan (berita-berita) bohong lagi banyak memakan harta haram. Jika mereka (orang-orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari keputusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman. (QS. al-Maidah [5]: 42-43)[7]. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi nasihat-nasihat yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri (para washi Rasulullah) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa [4]: 58-59); Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QA. al-Maidah [5]: 67)8]. Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat mihrab (Daud)? Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain. Maka berilah keputusan di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Lalu dia berkata, Serahkanlah kambingmu itu kepadaku, dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan. Daud berkata, Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat (dan bersahabat) itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhan-nya lalu menyungkur sujud dan bertobat. Maka Kami ampuni baginya tindakannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad [38]: 20 & 26); Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar.(QS. an-Nisa [4]: 54).[9]. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi nasihat-nasihat yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu penentu dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa [4]: 58 & 65). Mereka amat suka mendengarkan (berita-berita) bohong lagi banyak memakan harta haram. Jika mereka (orang-orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. al-Maidah [5]: 42). Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. (QS. al-Anbiya [21]: 78). Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kitab, kekuasaan, dan kenabian kepada mereka. Jika (seandainya) mereka mengingkarinya, maka (agama Allah tidak akan libur dan) Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (QS. al- Anam [6]: 89)[10]. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan mereka dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. asy-Syura [24]: 38); Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.(QS. Ali Imran [3]: 159)[11]. (Lalu jika kamu tidak melakukan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (dirugikan). (QS. al-Baqarah [2]: 279); Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.(QS. Hud [11]: 113); Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi nasihat-nasihat yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. an-Nisa [4]: 58); Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezaliman. Dia memberi nasihat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Qs. an-Nahl [16]:90); Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (QS. Shad [38]: 28); (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. al-Haj [22]: 41)[12]. Dan pada sebagian malam hari, bacalah al-Quran (dan kerjakanlah shalat) sebagai suatu tugas tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. al-Isra [17]: 79). Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. (QS. Ali Imran [3]: 19); Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) orang laki-laki memiliki bagian dari apa yang mereka usahakan, dan para wanita (pun) memiliki bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.(QS. an-Nisa [4]: 32).[13]. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka dapat mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. al-Baqarah [2]: 218); Hai nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikaplah keras terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. at-Tahrim [66]: 9); Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik kaum laki-laki, kaum wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu! (QS. an-Nisa [4]: 75); Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui mereka; sedang Allah mengetahui mereka. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah (dan untuk memperkuat sistem pertahanan Islam), niscaya akan dibalas dengan sempurna kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. al-Anfal [8]: 60); Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah diperbaiki, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (atas seluruh tanggung jawab) dan harapan (kepada rahmat-Nya). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al-Araf [7]: 56)[14]. Mereka berkata, Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah darinya. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (QS. al-Munafiqun [63]: 8); Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang lebih tinggi dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad [47]: 35); Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.(QS. Hud [11]: 113); Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu serta tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.(QS. Ali Imran [3]: 146 & 149).[15]. Nahj al-Balgha, Khutbah 216.[16]. Nabi mereka berkata kepada mereka, Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thlt menjadi rajamu. Mereka menjawab, Bagaimana mungkin Thlt memerintah kami, sedangkan kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan ia tidak diberi kekayaan yang melimpah? Nabi mereka berkata, Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya keluasan ilmu dan tubuh yang perkasa. Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan tindak menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaannya adalah seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah, lalu hujan lebat menimpanya, dan ia menjadi bersih nan licin (tak bertanah). Mereka tidak mampu (mendapatkan) sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(QS. al-Baqarah [2]: 247 & 264); Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah menyediakan sebab segala sesuatu baginya. Maka dia pun mengikuti sebab-sebab tersebut. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat matahari terbenam, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan kaum. Kami berkata, Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Dzulqarnain berkata, Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami. Kemudian dia mengikuti sebab (yang telah dimilikinya itu). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat matahari terbit (sebelah Timur), dia mendapati matahari itu menyinari segolongan kaum yang Kami tidak menjadikan bagi mereka suatu pelindung yang melindungi mereka dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah (perbuatan Dzulqarnain). Dan sesungguhnya Kami mengetahui seluruh prasarana yang ia miliki. Kemudian dia mengikuti (lagi) sebab (yang dimilikinya). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan (dan mereka memiliki bahasa khusus). Mereka berkata, Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Yajj dan Majj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka mungkinkah kami menyediakan biaya untukmu supaya kamu membuat dinding pemisah antara kami dan mereka? Dzulqarnain berkata, Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik (daripada usulanmu itu). Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat) agar aku membangun dinding yang kuat antara kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi yang besar (dan tatalah bertumpang-tindih). Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, Dzulqarnain berkata, Tiuplah (api itu). Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu. (Akhirnya dia membuat sebuah tembok yang kokoh sehingga) mereka (Yajj dan Majj) tidak bisa mendakinya dan tidak bisa (pula) melubanginya. Dzulqarnain berkata, Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku. Tapi apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar. (QS. al-Kahfi [18]: 83-98).[17]. Ushul al-Kfi, Bb Shila al-Imam wa Bab al-Fai wa al-Anfl wa Tafsir al-Khums.[18]. Ali Abdurrazzaq, al-Islm wa Ushl al-Hukm, hal. 171.[19]. Majalle-ye Kiyn, No. 28, hal. 51.[20]. Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri. (QS. al-Ahzab [33]: 6)[21]. Majma al-Bahrain, jil. 1, hal. 457. Klausa Wa-li[22]. Berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. (QS. Ali Imran [3]: 146).[23]. Dan rasul-rasul yang tidak Kami ceritakan tentang mereka kepadamu. (QS. an-Nisa [4]: 164)[24]. Disarikan dari artikel Din wa Siysat.

Sistem Politik Dalam Islam - WAJIB DIBACA! kepada sesiapa yang bernama ISLAM!!!7 September 2010 pukul 3:211.0 Pengertian Politik Menurut IslamPolitik adalah 'ilmu pemerintahan' atau 'ilmu siyasah', iaitu 'ilmu tata negara'.Pengertian dan konsep politik atau siasah dalam Islam sangat berbeza dengan pengertian dan konsep yang digunakan oleh orangorang yang bukan Islam.Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan.la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang.Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya: "Dan katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan yang menolong." (AI Isra': 80)Di atas landasan inilah para 'ulama' menyatakan bahawa: "Allah menghapuskan sesuatu perkara melalui kekuasaan negara apa yang tidak dihapuskan Nya meIaiui al Qur'an"2.0 Asas asas Sistem Politik Islam Asas asas sistem politik Islam ialah:2.1Hakimiyyah Ilahiyyah Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya.Fir man Allah yang mafhumnya: "Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya." (Al Furqan: 2)"Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hokum) dan kepada Nya kamu dikembalikan." (A1 Qasas: 70)"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (A1 An'am: 57)- Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian pengertian yang berikut:-Bahawasanya Allah adalah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi Pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat Ilahiyyah Nya Yang Maha Esa -Bahawasanya hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh sesiapa kecuali Allah. Oleh kerana itu, manusia wajib ta'at kepada Nya dan ber'ibadat kepada Nya -Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu satu Nya Pencipta -Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan peraturan, sebab Dialah satu satu Nya Pemilik -Bahawasanya hukum Allah adalah sesuatu yang benar sebab hanya Dia sahaja Yang Mengetahui hakikat segala sesuatu, dan di tangan Nyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi rububiyyah dan uluhiyyah Nya.2.2Risalah Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah.Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka.Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari'at syari'at Nya kepada manusia.Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah satu asas yang penting dalam sistem politik Islam.Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah di dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia.Para rasul menyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan mereka.Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w.Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.Firman Allah yang mafhumnya: "Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah." (Al Hasyr: 7)"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah." (An Nisa': 64)"Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu'min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali." (An Nisa: 115)"Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa': 65)2.3Khalifah Khalifah bererti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahawa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah.Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan.Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.Firman Allah yang mafhumnya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi... " (Al Baqarah: 30)"Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat." (Yunus: 14)Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar benar mengikuti hukum hukum Allah.- Oleh itu khilafah sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut dipegang oleh orang orang yang memenuhi syarat syarat berikut: -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang benar benar menerima dan mendukung prinsip prinsip tanggungjawab yang terangkum di dalam pengertian khilafah -Mereka tidak terdiri daripada orang orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas batas yang ditetapkan oleh Nya -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang ber'ilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kea'rifan serta kemampuan intelek dan fizikal -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan3.0 Prinsip prinsip Utama Sistem Politik Islam Prinsip prinsip sistem politik Islam terdiri daripada beberapa perkara di antaranya:3.1 Musyawarah - Prinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. -Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang orang yang akan menjawat tugas tugas utama dalam pentadbiran ummah.-Asas musyawarah yang kedua pula adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara perlaksanaan undangundang yang telah dimaktubkan di dalam al gur'an dan al Sunnah.-Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan jalan menentukan perkara perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.3.2 Ke'adilan Prinsip kedua dalam sistem politik Islam ialah keadilan. Ini adalah menyangkut dengan ke'adilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.Ke'adilan di dalam bidang bidang sosioekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa wujudnya kuasa politik yang melindungi dan mengembangkannya.Di dalam perlaksanaannya yang luas, prinsip ke'adilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan yang berlaku di dalam kehidupan manusia, termasuk ke'adilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antaxa ibu bapa dan anak anaknya.Oleh sebab kewajiban berlaku 'adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah merupakan di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut.Pemeliharaan terhadap ke'adilan merupakan prinsip nilai nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.3.3 Kebebasan Prinsip ketiga dalam sistem politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan kebajikan.Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenar adalah di antara tujuan tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta asas asas bagi undang undang perlembagaan negara Islam.3.4 Persamaan Prinsip keempat dalam sistem politik Islam ialah persamaan atau musawah.Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut hak hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat peringkat yang ditetapkan oleh undang undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang undang.3.5 Hak Menghisab Pihak Pemerintah Prinsip kelima dalam sistem politik Islam ialah hak rakyat untuk menghisab pihak pemeriritah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya.Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah.Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota di dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran.Hak ini dalam pengertian yang luas juga bererti hak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusankeputusan pihak pemerintah.Prinsip ini berdasarkan kepada firman Allah yang mafhumnya: "Dan apabila ia berpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya, dan merosak tanaman tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (Al-Baqarah: 205)"..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan." (Sad: 26)4.0 Tujuan Politik Menurut Islam Tujuan sistem politik Islam ialah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syari'at Islam.Tujuan utamanya ialah untuk menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syari'ah, maka akan tertegaklah al Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan tuntutan al Din tersebut.- Para fuqaha Islam telah menggariskan sepuluh perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam. -Memelihara keimanan menurut prinsip prinsip yang telah disepakati oleh 'ulama' salaf daripada kalangan umat Islam -Melaksanakan proses pengadilan di kalangan rakyat dan menyelesaikan masalah di kalangan orang orang yang berselisih -Menjaga keamanan daerah daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai -Melaksanakan hukuman hukuman yang ditetapkan syara' demi melindungi hak hak manusia -Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar -Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam -Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat dan sedekah sebagai mana yang ditetapkan oleh syara' -Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros ataupun secara kikir -Mengangkat pegawai pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal ehwal pentadbiran negara -Menjalankan pengaulan dan pemeriksaan yang rapi di dalam hal ehwal amam demi untuk memimpin negara dan melindungi al Din. Diharapkan tulisan saya ini memberi kesedaran kepada seluruh yang bergelar Islma untuk lebih mendalami diri mereka dengan ilmu 'ALLAH' ini yangberkaitan dengan diri mereka sendiri!!!TOLONG SEBARKAN KEPADA ORANG LAIN DEMI SAHAM AKHIRAT ANDA !!!Salam Sayang dari Saya Kepada Semua Kaum Muslim dan Muslimat( AMIRUL AMIN )