BAB I PENDAHULUAN Polisitemia vera merupakan suatu penyakit kelainan pada sistem mieloproliperatif di mana terjadi klon abnormal pada hemopoetik sel induk (hemopoetic stem cell) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda untuk terjadinya maturasi yang berakibat pada terjadinya peningkatan banyak sel (1). Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga bentuk mieloproliperatif sindrom selain idiopathic myelofibrosis dan essential thrombocytosis, di mana polisitemia vera merupakan bentuk yang paling umum (2). Sejarah Polisitemia Vera dimulai tahun 1892 ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali menjelaskan Polisitemia Vera pada pasien dengan tanda eritrositosis dan hepatosplenomegali. Kemudian tahun 1951 William Dameshek 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit kelainan pada sistem
mieloproliperatif di mana terjadi klon abnormal pada hemopoetik sel induk
(hemopoetic stem cell) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang
berbeda untuk terjadinya maturasi yang berakibat pada terjadinya peningkatan
banyak sel (1). Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga bentuk
mieloproliperatif sindrom selain idiopathic myelofibrosis dan essential
thrombocytosis, di mana polisitemia vera merupakan bentuk yang paling umum
(2).
Sejarah Polisitemia Vera dimulai tahun 1892 ketika Louis Hendri
Vaquez pertama kali menjelaskan Polisitemia Vera pada pasien dengan tanda
eritrositosis dan hepatosplenomegali. Kemudian tahun 1951 William Dameshek
mengklasifikasikan Polisitemia Vera, Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis
Idiopatik sebagai Penyakit Mieloproliferatif (3).
Polisitemia vera ditandai dengan peningkatan massa sel darah merah,
splenomegali massif, dan manifestasi klinis yang berhubungan dengan
peningkatan viskositas darah, termasuk gejala neurologis (vertigo, tinnitus, nyeri
kepala, gangguan penglihatan) dan thrombosis (infark miokard, stroke, penyakit
vascular perifer; serta tidak umum juga dapat ditemui mesenteric dan hepatic).
Penyakit ini harus dapat dibedakan dari penyakit penyebab peningkatan sel darah
merah yang lain. Pembeda polisitemia vera dari eritrositosis adalah kadar
1
eritropoetin. Kadar eritropoetin pada polisitemia vera sangat rendah, sedangkan
pada eritrositosis memilikik kadar eritropoetin yang tinggi (2).
Pada penyakit ini, peningkatan total dari kuantitas atau volum (mass) sel
darah dari tubuh tanpa memperdulikan jumlah leukosit atau trombosit. Polisitemia
vera merupakan suatu kelainan penyakit pada sistem mieloproliperatif yang
melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang, mulanya diam-diam
tetapi progresif, kronik terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu
klon sel induk darah yang abnormal. Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan
dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah serta perjalanan
alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang
yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat (1).
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, rasio
perbandingan antara pria dengan wanita antara 2:1 dan dilaporkan insiden
polisitemia vera adalah 2,3 per 100.000 populasi dalam setahun (2).
2
BAB II
ISI
2.1. Definisi Polisitemia Vera
Polisitemia vera merupakan kelainan sistem hemopoesis yang
dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah (eritrosit)
secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam
sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut
polisitemia vera bila sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon induk sel
darah yang abnormal (tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses
pematangannya) (4).
Berbeda dengan polisitemia sekunder di mana eritropoetin meningkat
secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau
eritropoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai
manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin (4).
2.2. Epidemiologi Polisitemia Vera
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, rasio
perbandingan antara pria dengan wanita antara 2:1 dan dilaporkan insiden
polisitemia vera adalah 2,3 per 100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan
penyakit polisitemia vera ditegaskan bahwa faktanya survival media pasien
sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5 – 3 tahun sedang yang dengan pengobatan
lebih dari 10 tahun (1).
3
Penyakit polisitemia vera ini jarang terjadi, dijumpai sekitar 0,6 – 1,8
orang per 100.000 penduduk (5). Selain merupakan penyakit kronis yang
berlangsung dalam durasi yang panjang, penyakit ini dapat asimtomatis. Kematian
biasanya terjadi dalam waktu 6-10 tahun, walaupun beberapa dari mereka dapat
hidup lebih lama. Dalam banyak kasus polisitemia vera pada akhirnya cenderung
berubah menjadi anemia, dalam fase akhir penyakit ini dapat berubah menjadi
leukemia atau trombositemik (6).
2.3. Patofisiologi Polisitemia Vera
Polisitemia Vera merupakan penyakit kronik progresif dan belum
diketahui penyebabnya, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan
molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk hemopoesis yaitu kariotip
20q, 13q, 11q, 7q, 5q, 8, dan 9. Terjadi delesi pada kromosom 20q, 13q, 5q, dan
7q. terjadi trisomi pada kromosom 8, 9, dan 11q. selain itu, juga terjadi monosomi
pada kromosom 5 dan 7. Semuanya merupakan kariotip pada sel induk
hemopoesis (1,7). Pada keadaan normal, sel induk hemopoesis memerlukan
eritropoetin untuk membentuk proeritroblas, yang selanjutnya akan menjadi sel
darah merah. Akan tetapi, dengan adanya kelainan pada kariotipe sel induk ini,
maka sel induk hemopoesis tidak memerlukan eritropoetin dalam jumlah normal
untuk membentuk sel proeritroblas (8). Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005
merupakan hal yang penting pada etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat
diagnosis Polisitemia Vera lebih mudah (9,10).
JAK2 merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai
perantara reseptor membran dengan molekul signal intraselulur. Dalam keadaan
4
normal proses eritropoisis dimulai dengan ikatan eritropoitin (EPO) dengan
reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi pada protein JAK, yang
selanjutnya mengaktivasi molekul STAT (Signal Tranducers and Activator of
Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi proses
transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617
(V617F) sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi
valin-fenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin,
sehingga pada pasien Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4
mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL (9,10).
Hal ini jelas membedakan dari Polisitemia sekunder dimana eritropoetin
meningkat secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang
meningkat), atau eritopoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom
paraneoplastik yang mensekresi eritropoetin. Peningkatan hemoglobin dan
hematokrit dapat disebabkan karena penurunan volume plasma tanpa peningkatan
sel darah merah disebut polisitemia relatif, misalnya pada dehidrasi berat, luka
bakar dan reaksi alergi (11).
5
Gambar 2.1. Etiopatogenesis Polisitemia Vera
Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan proliferasi sel induk
hematopoitik adalah (7) :
a. Tidak terkontrolnya proliferasi sel induk hematopoetik yang bersifat
neoplastik.
b. Adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang mempengaruhi proliferasi sel
induk hematopoitik normal
c. Peningkatan sensitivitas sel induk hematopoetik terhadap eritropoitin,