Polisitemia Vera Verdi Danutirto102012018Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6 , Jakarta
Barat 11470Email : [email protected]
PendahuluanPolisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan
hematologi yang jarang ditemui tetapi mempunyai dampak yang cukup
serius bagi penderitanya. Penyakit ini umumnya tidak terdeteksi
pada tahap awal karena gejala-gejala yang ditimbulkan tidak
spesifik, berkisar dari rasa penuh di kepala sampai sakit kepala,
pusing, sukar memusatkan pikiran, pandangan kabur dan pruritus
(gatal-gatal) setelah mandi. Oleh karena banyaknya keluhan yang
diajukan penderita maka tidak jarang dokter menganggap bahwa
penderita adalah seorang neurasthemia atau seorang
neurosis.Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter
karena adanya gangguan gangguan yang lebih berat misalnya sesak
napas, stroke dan gangguan ekstremitas. Gejala gejala yang lebih
spesifik ini muncul pada tahap lanjut penyakit ini. Permasalahan
yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan
trombosit yang bertambah serta perjalanan alamiah penyakit menuju
ke arah fibrosis sumsum tulang.Pada penderita polisitemia vera,
viskositas darah sangat meningkat sehingga aliran darah melalui
pembuluh pembuluh darah seringkali sangat lambat. Selain itu pada
penderita penyakit ini, volume darah juga meningkat, yang cenderung
meningkatkan alir balik vena. Sesungguhnya, curah jantung pada
keadaan polisitemia ini tidak jauh dari nilai normal, sebab kedua
faktor ini saling menetralkan. Kebanyakan tekanan darah arteri pada
penderita polisitemia adalah normal, walaupun pada kira-kira
sepertiga penderita tekanan darah arteri meningkat. Ini berarti
bahwa mekanisme pengaturan tekanan darah biasanya dapat mengimbangi
kenaikan viskositas darah, yang dapat menaikkan resistensi perifer
dan akan meningkatkan tekanan arteri dalam batas-batas
tertentuSkenario.Tn B 25 Tahun datang ke poliklinik RS Ukrida
dengan keluhan utama pusing sejak 1 bulan SMRS. Selain pusing
pasien juga mengatakan cepat lelah, dan berdebar-debar. Adanya
riwayat sakit malaria. Pemeriksaan fisik kulit wajah kemerahan,
perkusi limpa pekak. Anamnesismerupakan kumpulan informasi
subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien
terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien.Komponen anamnesis
komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari pasien
menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya
tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik,
karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus
lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis
komprehensif mencakup :1. Mencantumkan tanggal pengambilan
anamnesisMencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama
kali dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan
pada pasien.1. Mengidentifikasi data pribadi pasienKomponen ini
mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan
pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri,
anggota keluarga, teman atau data rekam medis sebelumnya.1. Keluhan
UtamaKeluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan
lainnya yang paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan
kujungan klinik.Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli
yang dipaparkan oleh pasien, misalnya sakit kepala hebat.Terkadang
pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada
pemeriksaan rutin berkala.4. Riwayat Penyakit DahuluPenyakit pada
masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, diabetes, penyakit
jantung perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis
yang dialami sejak masa kecil. 5. Riwayat Penyakit Pada
KeluargaDalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia,
penyebab kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga
terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau
cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang
dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner,
dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan thyroid atau ginjal,
kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru lainnya,
sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan
alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.1
Pemeriksaan Fisik1. Menilai keadaan umum pasien dan pemeriksaan
tanda-tanda vital1. Pemeriksaan di daerah kepala, yaitu:
konjungtiva, sklera, bibir, mata, telinga dan lidah.1. Pemeriksaan
thoraks, jantung dan abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.1. Pemeriksaan ektermitas: inspeksi, palpasiDalam kasus
ini di temukan hasil pemeriksaan fisik berupa wajah kemerahan,
konjungtiva tidak anemis dan pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pada keadaan polisitemia vera dalam pemeriksaan fisik akan
ditemukan: peningkatan tekanan darah, gangguan penglihatan,
trombosis vena, pembesaran limpa dan liver, tofus.1
Pemeriksaan Penunjang1. EritrositUntuk menegakkan diagnosis
polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah
didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel
jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus
eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat
defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya
transisi ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit
ini.2. GranulositGranulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3
kasus policitemia, berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai
60 ribu/mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.3.
TrombositJumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL,
bahkan dapat > 1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi
trombosit yang abnormal.4. B12 SerumB12 serum dapat meningkat, hal
ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada
+ 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus
policitemia.5. Pemeriksaan sumsum tulangPemeriksaan ini tidak
diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap
penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam
hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan
peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier
seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran
histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit
yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda
patognomonik policitemia.6. Pemeriksaan sitogenetikPada pasien
policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi
sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi
abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di
atas terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau
kemoterapi sitostatik sebelumnya.7. Peningkatan Hemoglobin berkisar
18-24 gr/ dl8. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %9.
Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal10. UBBC (Unsaturated B12
Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.11. Serum eritropoitin,
pada PV serum eritropoetin menurun atau normal sedangkan pada
polisitemia sekunder serum eritropoetin meningkat.12. Pemeriksaan
JAK2V617F ditemukan 90% pasien Polisitemia Vera dan 50% pasien
Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik.2
Differential DiagnosisA. Polisitemia SekunderBiasanya tidak
disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada
pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV
normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada
polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit
seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit
paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti
tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain.
Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing.Pada
polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan
jumlah leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam
sumsum tulang berubah. Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit
di dapatkan penurunan, sedangkan kadar LAF normal.3B.
MielofibrosisMerupakan suatu penyakit klonal akibat proliferasi sel
yang berasal dari sel induk mieloid karena dapat mengenai seri
granulositik, monositik, eritroid, megakariosit.penyakit
proliferatif dibagi menjadi 2 golongan bear:1. Penyakit
mieloproloferatif yang jelas menunjukkan sifat maligna (frank
hematologic malignancies) , yaitu:1. Leukemia mieloid akut1.
Leukemia mielositik kronik1. Leukemia mielomonositik kronik1.
Penyakit mieloproliferatif yang tingkat keganasan masih perlu
dibuktikan (nonleukemic myeloproliferative disolder), yaitu:1.
Polisitemia vera1. Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia 1.
Trombositemia esensial1. Metaplasia mieloid tanpa
mielofibrosisSifat-sifat penyakit mieloproliferatif nonmaligna
adalah:1. Selalu menjadi megakariosit1. Proses mengenai lebih dari
satu seri sel 1. Selalu terjadi prolifersi jaringan hemopoetik
ekstra medule sehingga menimbulkan splenomegali.Penyakit-penyakit
ini berhubungan sangat erat, terdapat bentuk transisi dan dapat
terjadi evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain selama
perjalanan penyakit. Penyakit mielofibrosis dengan metaplasia
mieloid (MMM) ditandai dengan fibrosis progresif sumsum tulang
disertai dengan pembentukan hemophoesis di dalam hati dan limpa (
dikenal dengan metaplasia mieloid), hal ini menyebabkan
hepatosplenomegali dan anemia. Gambaran klinik penyakit ini
adalah:a. Umur penderita tua, lebih dari 50 tahunb. Gejala
hipermertabolik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, keringat
malamc. Splenomegali masifd. Leukositosis > 50.0000/mm3,
tingginya jumlah leukosit tidak sebanding dengan besarnya
splenomegalie. Anemia sering beratf. Tear drop cell dalam apusan
darah tepi dan gambarna leukoeritroblastikg. Neutrophil alkaline
phosphatase normal, lactic dehydrogenase dan asam urat meningkath.
Sumsum tulang: fibrosis dengan cluster sel megakariositMMM perlu
dibedakan dengan leukemia mieloid kronik, dimana MMM peningkatan
leukosit tidak sebanding dengan splenomegali, fosfatase alkali
neutrofil normal dan tidak dijumpai kromosom philadelphia. Terapi
MMM berupa terapi paliatif untuk mengatasi anemia dan
splenomegali.Trasfusi dan asam folat diberikan secara teratur untuk
mengatasi anemia.Hidroksiurea dapat mengurangi splenomegali dan
gejala hipermetabolik.Splenektomi hanya dipertimbangkan jika gejala
splenomegali sangat mencolok diserai sindroma hipersplenisme
berat.3C. Leukemia Granulositik KronikLeukemia Granulositik Kronik
(LGK) merupakan leukimia yang pertama ditemukan serta diketahui
patogenesisnya. Secara klasifikasi, dahulu LGK termasuk golongan
penyakit mieloproliferatif, yang ditandai oleh proliferasi dari
seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan
darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi
seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta
mielosit, mielosit sampai granulosit.4Dalam perjalanan penyakitnya,
LGK dibagi menjadi 3 fase, yakni : fase kronik, fase akselerasi dan
fase krisis blas. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan,
pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosa LGK
ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan para operasi,
dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala-gejala infeksi.
Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau
merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terdapat lambung. Kadang
timbul nyeri seperti diremas di perut kanan atas akibat. Keluhan
lain sering tidak spesifik, misalnya : rasa cepat lelah, lemah
badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan
berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua
keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat
proliferasi sel-sel leukemia.4Working DiagnosisPolisitemia
VeraPolisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat
hipervolumia, peningkatan jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel
hemopoetik dengan proporsi yang masih normal. Dikenal juga dengan
nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan polisitemia vera rubra.
Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, PV dapat memberikan
kesulitan dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan berbagai
keadaan polisitemia lainnya (polisitemia sekunder). Karena
kompleknya penyakit ini, International Polycythemia Study Group ke
dua menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis
polisitemia vera dari 2 kategori diagnostik, diagnosis polisitemia
dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria : a). Dari kategori :
A1+A2+A3, atau, b). Dari kategori : A1+A2+2 kategori B.5Kategori A
: Meningkatnya massa sel darah merah, hal ini diukur dengan
krom-radioaktif Cr 51. Pada pria 36 mL/kg, dan pada perempuan 32
mL/kg. Saturasi oksigen arterial 92%. Eritrositosis yang terjadi
sekunder terhadap penyakit atau keadaan lainnya juga disertai massa
sel darah merah yang meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan
adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial, di mana pada PV
tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien
tersebut berada dalam keadaan : Alkalosis respiratorik, di mana
kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan Hemoglobinopati, di
mana afinitas oksigen meningkat sehingga kurva pO2 juga akan
bergeser ke kiri. Spenomegali Kategori B : Trombositosis :
trombosit 400.000/mL Leukositosis : leukosit 12.000/mL (tidak ada
infeksi) Neutrophil alkaline phosphatase (NAP) score meningkat
lebih dari 100 (tidak adanya panas atau infeksi). Kadar vitamin B12
> 900 pg/mL dan atau UB12BC dalam serum 2200 pg/mL.
EtiologiEtiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara
pasti apakah disebabkan adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat
adanya hipoksia atau melalui rangsangan
hormonal.2EpidemiologiPolisitemia vera biasanya mengenai pasien
berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan 5% pada
mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera
ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat
terjadi pada semua ras atau bangsa, walaupun didapatkan angka
kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria
didapatkan dua kali lebih banyak daripada wanita.Polisitemia vera
biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat sedikit
predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit
hitam dan frekuensinya meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa.
Adapun kasus polisitemia vera pada kembar monozigot (walaupun
jarang) dan peningkatan minimal insidensi pada saudara pasien
mengisyaratkan peran genetik pada beberapa
kasus.2PatofisiologiPolisitemia Vera merupakan penyakit kronik
progresif dan belum diketahui penyebabnya, suatu penelitian
sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya
kariotip abnormal di sel induk hemopoisis yaitu kariotip 20q, 13q,
11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, dan trisomi 9. Penemuan mutasi
JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting pada
etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia
Vera lebih mudah. JAK2 merupakan golongan tirosin kinase yang
berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul signal
intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai
dengan ikatan eritropoitin (EPO) dengan reseptornya (EPO-R),
kemudian terjadi fosforilasi pada protein JAK, yang selanjutnya
mengaktivasi molekul STAT ( Signal Tranducers and Activator of
Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi
proses transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi mutasi yang
terletak pada posisi 617 (V617F) sehingga menyebabkan kesalahan
pengkodean quanin-timin menjadi valin-fenilalanin sehingga proses
eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin. sehingga pada pasien
Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4 mU/mL,
serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL.6,7 Hal ini jelas
membedakan dari Polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat
secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang
meningkat), atau eritopoetin meningkat secara non fisiologis pada
sindrom paraneoplastik yang mensekresi eritropoetin. Peningkatan
hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena penurunan volume
plasma tanpa peningkatan sel darah merah disebut polisitemia
relatif, misalnya pada dehidrasi berat, luka bakar dan reaksi
alergi.6,7Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan proliferasi
sel indukhematopoitik adalah : Tidak terkontrolnya proliferasi sel
induk hematopoitik yang bersifat Neoplastik. Adanya faktor
mieloproliferatif abnormal yang mempengaruhi proliferasi sel induk
hematopoitik normal Peningkatan sensitivitas sel induk hematopoitik
terhadap eritropoitin, Interleukin 1,3, GMCSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor), Stem cell factor.Adapun
perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI)a. Fase
eritrositik atau fase polisitemia.Fase ini merupakan fase
permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan jumlah eritrosit
yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan
flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam
batas normal.b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out (
terpakai habis ).Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat
jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti
remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan
leukositosis biasanya menetap.c. Fase mielofibrotikJika terjadi
sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi
mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,
kelenjar getah bening dan ginjal.d. Fase terminalPada kenyataannya
kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh kompilasi
trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis terjadi
pada kurang dari 15%.
Manifestasi KlinisManifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi
karena peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan
viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan
aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan
laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan
terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul
karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:1.
HiperviskositasPeningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan
viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan : Penurunan
kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
Penurunan laju transport oksigenKedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan
ekstremitas.2. Penurunan shear rate.Penurunan shear rate akan
menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi
trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
perdarahan walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan
terjadi pada 10 - 30 % kasus Polisitemia Vera, manifestasinya dapat
berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.3.
Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).Trombositosis
dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak ada
korelasi trombositosis dengan trombosis.4. BasofiliaLima puluh
persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus)
diseluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus
polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai
akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan
lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.5.
SplenomegaliSplenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien
Polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder
hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular6. HepatomegaliHepatomegali
dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder
hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.7. Gout.Sebagai konsekuensi
logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuentrasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat
darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun
karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10%
kasus polisitemia.8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.Laju
siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam
folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada 30% kasus Polisitemis
Vera karena penggunaan untuk pembuatan sel darah, sedangkan
kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75%
kasus.9. Muka kemerah-merahan (Plethora )Gambaran pembuluh darah
dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis sebagai akibat
peningkatan massa eritrosit.10. Keluhan lain yang tidak khas
seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,
perasaan panas.11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa
epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus
peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah
akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien
Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan
waktu operasi atau trauma.2PenatalaksanaanPrinsip Pengobatan1.
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus
(individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.2.
Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau
polisitemia yang belum terkendali.3. Menghindari pengobatan
berlebihan.4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan
berefek sterilisasi pada pasien usia muda.5. Mengontrol panmielosis
dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik
pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : Trombositosis
persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis. Leukositosis progresif. Splenomegali yang simtomatik
atau menimbulkan sitopenia problematik. Gejala sistemik yang tidak
terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan
berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.Media
Pengobatan1. FlebotomiIndikasi flebotomi : Polisitemia vera fase
polisitemia Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht
> 55% (target Ht 55%) Polisitemia sekunder non fisiologis
bergantung pada derajat penatalaksanaan terbatas gawat darurat
sindrom paraneoplastik.Tujuan flebotomi : Mempertahankan Ht 42 %
pada wanita dan 47 % pada pria. Mencegah timbulnya hiperviskositas
dan penurunan shear rate.Prosedur flebotomi :1. 250 500 cc darah
dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2
hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit
vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh
dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah
yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah
timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status
hipovolemik.2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL
darah (normal total body iron 5 g). defisiensi besi merupakan efek
samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi
seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang
dengan pemberian preparat besi.2. Kemoterapi SitostatikaIndikasi
kemoterapi sitostatika : Hanya untuk polisitemia vera. Flebotomi
sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan. Trombositosis
yang terbukti menimbulkan trombosis. Urtikaria berat yang tidak
dapat diatasi dengan antitistamin. Splenomegali simtomatik atau
mengancam ruptur limpa.Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :1.
Hidroksiurea (Hydrea @ 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200
mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg
BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan
pemberian intermiten untuk pemeliharaan.2. Klorambusil (Leukeran @
2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 0,2 mg/kg BB/hari selama 3 6
minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap 2 4 minggu.3.
Busulfan (Myleran @ 2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8
mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan
pemberian intermiten untuk pemeliharaan.Pemberian obat dihentikan
jika hematokrit : Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika >
52% Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.3. Fosfor
Radioaktif ( P32 )P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3
mCi/m2 secara iv, apabila diberikan peroral maka dosis dinaikkan
25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Tidak
mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.4. Kemoterapi
biologi (Sitokin)Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi
yang digunakan Interferon (Intron A@ 3 dan 5 juta IU, Roveron A@ 3
dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang
tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/
subkutan atau IM 3 kali seminggu.Kebanyakan klinisi
mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan@ 25 mg
dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 14 hari
atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3)
kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mf/m2 1-2
kali seminggu.5. Pengobatan Suportifa. Hiperurisemia diobati dengan
alopurinol 100-699 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang
aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.b. Pruritus dan urtikaria
dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA).c. Gastritis
atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.d.
Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin
disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.2
Komplikasia. TrombosisTerjadi disebabkan oleh karena
hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis.b.
PerdarahanDisebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya
hipervolemia dan gangguan fungsi trombosit.c. Gagal
jantungDisebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari
hipervolemia, hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak
miokard akibat trombosis.d. Leukemia mieloblastikSering terjadi
pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor
radioaktif.e. MielofibrosisKomplikasi yang dapat terjadi pada
pasien yang dapat khemoterapi intensif.f. Gout dan
nefrolithiasisDisebabkan karena tingginya kadar asam
urat.7PencegahanDalam usaha untuk mencegah berjanjutnya penyakit,
suatu prosedur medis flebotomi dilakukan, guna mengeluarkan darah
secara teratur untuk mengurangi kekentalan darah. Penderita
polisitemia vera disarankan untuk mengkonsumsi aspirin dosis rendah
untuk mengurangi risiko terbentuknya bekuan darah. Pada beberapa
kasus, kemoterapi dapat juga diberikan untuk mengurangi jumlah sel
darah merah yang dihasilkan pada sumsum tulang.4PrognosisSekitar
30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya
mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi
meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan.Pada penderita yang
tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan kelainan
vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat.
Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan
mendekati normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10
tahun dapat diusahakan.Prognosis polisitemia vera pada umumnya
adalah cukup baik, kecuali apabila sering terjadi komplikasi
trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang
diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung.Penggunaan P32
dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat
mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia
akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern
kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu
sebagian besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular.
Leukemia akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat
alkilasi atau radioterapi.6
KesimpulanPolisitemia Vera merupakan penyakit yang termasuk
Penyakit Mieloproliferativ. Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum
sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian sitogenetik menyatakan
adanya kelainan molekular yaitu kariotip abnormal di sel induk
hematopoisis.Dan tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, ini
merupakan hal penting pada etiopatogenesi PV. Manifestasi klinis
Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit
akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan
penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Penatalaksanaan
Polisitemia Vera pada prinsipnya menurunkan hematokrin untuk
mencegah terjadinya komplikasi trombosis.
Daftar Pustaka1. Welsby. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2008.h.50-2.2. Prenggono
D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
IV. Penerbit IPD FKUI. 2009: h.1214-19.3. Supandiman I,Sumahtri
R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi Onkologi
Medik.2003: h.83-90.4. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S. Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid II. Dalam : Heri
Fadjari. Leukemia granulositik kronis. Jakarta: Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI; 2007.h.6885. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S. Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid II.
Dalam : M.Darwin Prenggono. Polisitemia vera. Jakarta: Departemen
ilmu penyakit dalam FKUI; 2007.h.692-5.6. Mazza, Joseph
J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of
Clinical Hematology.2002: h. 137-42.7. Hillman.Robert S.Kenneth A.
Polycythemia. Hematology in Clinical Practice.2005; h.1-25.1