Page 1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-undang. Semua hutan di wilayah
Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut
negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur
dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan
(Pasal 4). Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari
untuk kemakmuran rakyat.
1
Page 2
Hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar
akhlak mulia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pelaksanaan setiap komponen pengelolaan
hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat,
aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperhatikan
hak-hak rakyat, dan oleh karena itu harus melibatkan
masyarakat setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya
menjadi kewenangan pemerintah dan atau pemerintah daerah.
Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial
dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian
hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan
kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaan
pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan
kepada BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, baik
berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan
(Perjan), maupun perusahaan perseroan (Persero), yang
pembinaannya di bawah Menteri. Pembentukan Wilayah
2
Page 3
Pengelolaan Hutan adalah serangkaian proses
perencanaan/penyusunan desain kawasan hutan yang
didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya yang
bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien
dan lestari. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari,
maka seluruh kawasan hutan terbagi ke dalam Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH), dimana KPH menjadi bagian dari
penguatan sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan
Kabupaten/kota. Tujuan Pembentukan Kesatuan Pengelolaan
Hutan adalah untuk menyediakan wadah bagi
terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara
efisien.
Dalam pengelolaan hutan, manajemen kawasan merupakan
prasyarat keharusan agar pengelolaan hutan dapat
berlangsung secara mantap dan aman dalam jangka panjang,
sedangkan manajemen hutan merupakan inti kegiatan dalam
mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari, serta
manajemen kelembagaan merupakan prasyarat kecukupan agar
3
Page 4
manajemen hutan dapat berlangsung dan berkembang sesuai
dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk
mencapai pengelolaan hutan lestari antara lain :
a. Manajemen kawasan meliputi Pernantapan Kawasan,
Penataan Kawasan, dan PengamananKawasan;
b. Pengelolaan hutan yang meliputi kelola produksi,
kelola lingkungan dan kelola sosial;
c. Manajemen kelembagaan yang meliputi penataan
organisasi, input pengelolaan sumberdaya hutan
lestari (al. sumberdaya manusia, keuangan, material,
metode dan waktu).
1.2 Rumusan Masalah
4
Page 5
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Dampelas
Tinombo mempunyai luas ± 112.664 ha dengan luas hutan
produksi ± 91.254 ha, yang terdapat dalam wilayah
kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong. Sebagian
besar dari total luas hutan produksi tersebut merupakan
hutan sekunder yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai aktor utama dalam pengelolaannya,
sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka permasalahan yang
dapat diangkat dalam penelitian ini adalah perlu adanya
suatu penggambaran pola pemanfaatan lahan hutan produksi
pada KPH Model Dampelas Tinombo Desa Karya Mukti
kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pola pemanfaatan lahan hutan produksi di Desa Karya Mukti
pada KPH Model Dampelas Tinombo Kecamatan Dampelas
Kabupaten Donggala.
5
Page 6
Kegunaan yang dapat diharapaka dari penelitain ini
adalah dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
rekomendasi bagi instansi terkait dalam melakukan
pengelolaan dan pemanfaatan lahan untuk wilayah KPH
Dampelas Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.
6
Page 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perancanaan Kehutanan
Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan
tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan
dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman
dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan
kehutanan untuk sebesar - besarnya kmakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan. (Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan 2010).
Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses
pengelolaan hutan untuk memperoleh landasan kerja dan
landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian
hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang
diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi
serbaguna dan pendayagunaan secara lestari. (Masatria
2010).
7
Page 8
Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkan
penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk
mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari.
Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan :
1. Inventarisasi hutan
2. Pengukuhan kawasan hutan
3. Penatagunaan kawasan hutan
4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
5. Penyusunan rencana kehutanan
Perencanaan kehutanan dilaksanakan :
1. Secara transparan, partisipatif dan bertanggung-gugat.
2. Secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan
nasional, sektor terkait dan masyarakat serta
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, sosial budaya
dan berwawasan global.
3. Dengan memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah
termasuk kearifan tradisional.
8
Page 9
Samsuri (2003), mengemukakan bahwa perencanaan hutan
merupakan proses menyusun arahan dan pedoman dalam
kegiatan pengelolaan hutan dengan tujuan agar pengelolan
hutan dapat terarah dan terkendali sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat di capai dan dapat dilakukan
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
penglolaan hutan.
2.2 Pemanfaatan Hutan
Dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan dijelaskan bahwa
pemanfaatan hutan merupakan kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan
hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
Pemanfaatan huta bertujuan untuk memperoleh manfaat
hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari
9
Page 10
bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hutan dapat
dilakukan pada seluruh kawasan hutan, yang terdiri dari:
a. Hutan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona
rimba, dan zona inti dalam taman nasional.
b. Hutan lindung
c. Hutan produksi
Akses masyarkat terhadap sumber daya hutan dapat
terdiri dari barbagai bentuk dan tipologi sesuai dengan,
kondisi sosial masyarakat, sejarah interkasi masyarkat
dangan hutan dan harapan ekonomi masyarakat untuk
diperbaiki kehidupannya. Apabila dikaitkan dengan ijin
atau penetapan status kawasan hutan, akses masyarakat
yang ditetapkan tidak dapat ditetapkan pada tingat KPH,
karena kewenangan untuk itu berada ditangan pemerintah
atau pemerintah daerah.
Keberadaan KPH memingkinkan identifikasi keberadaan
dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya
hutan dengan lebih jelas dan cermat, sehingga proses-
10
Page 11
proses pengakuan hak, ijin maupun kolaborasi menjadi
lebih mungkin dilakukan. Demikian pula penyelesain
konflik maupun pencegahan terjadinya konflik lebih dapat
dikendalikan. Selain itu KPH dapat menfasilatisai
komunikasi dengan pemerintah atau pemerintah daerah untuk
menata hak dan akses masyarakat terhadap sumber daya
hutan.
11
Page 12
2.3 Hutan Produksi
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang
diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi
keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan,
industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi
dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT),
hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat
dikonversikan (HPK).
a. Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan
yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang
pilih. Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan
yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan
intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini
umumnya berada di wilayah pegunungan di mana
lereng-lereng yang curam mempersulit kegiatan
pembalakan.
12
Page 13
b. Hutan Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang
dapat dieksploitasi dengan perlakuan cara tebang
pilih maupun dengan cara tebang habis.
c. Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK)
merupakan Kawasan hutan dengan faktor kelas
lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang
mempunyai nilai 124 atau kurang di luar hutan
suaka alam dan hutan pelestarian alam. Kawasan
hutan yang secara ruang dicadangkan untuk
digunakan bagi pengembangan transmigrasi,
permukiman pertanian dan perkebunan.
13
Page 14
2.4 Pola Pemanfaatan Lahan
Pola-pola pemanfaatan lahan khususnya pada kawasan
perbukitan cenderung membawa dampak pada degradasi
lingkungan, dan itu merupakan ancaman serius bagi
kehidupan masa kini dan bagi generasi mendatang. Gagalnya
pengembangan teknologi usahatani konservasi di pedesaan
lahan kering perbukitan dan dataran tinggi dapat
dipandang sebagai gagalnya upaya perbaikan lingkungan dan
khususnya kawasan perbukitan. Hal ini dapat dimaknai
sebagai semakin mendekatnya ancaman terhadap kehidupan
masyarakat secara keseluruhan, terutama masyarakat
pedesaan. Sementara itu, sumberdaya alam terutama lahan
yang tersedia sangat terbatas, sehingga apabila dalam
pemanfaatannya tidak disertai dengan upaya-upaya untuk
mempertahankan fungsi dan kemampuannya akan dapat
menimbulkan kerusakan dan mengancam kelestarian
sumberdaya lahan tersebut.
14
Page 15
Pola pemanfaatan lahan pada kawasan perbukitan
umumnya berupa kebun campuran; kebun sejenis, permukiman,
hutan dan semak belukar; persawahan dan palawija. Pola-
pola pemanfaatan lahan tersebut cenderung mengalami
perubahan dari waktu kewaktu. Pola-pola perubahan
pemanfaatan lahan tersebut dipengaruhi oleh dinamika
factor geobiofisik lahan, sosial budaya, dan ekonomi.
Keterkaitan hubungan di antara faktor-faktor di muka
dalam pemanfaatan lahan akan berdampak pada gradasi
ekologis yang bervaraisi (Worosupprojo 2007).
2.5 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Dampelas
Tinombo
Dalam dalam peraturan menteri kehutanan No.6 tahun
2010 tentang norma, standar, prosedur dan criteria
pengelolaan hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
15
Page 16
(KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) di
jelaskan bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah
wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan
peruntukkannya yang dapat dikelola secara efesien dan
lestari.
KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara
bartahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual
KPH di tingkat tapak, yang diindikasikan oleh suatu
kemampuan menyerap tenaga kerja, investasi, memproduksi
barang dan jasa kehutanan yang melembaga dalam system
pengelolaan hutan secara efisiensi dan lestari (Badan
Planologi Kehutanan, 2006).
KPH Model Dampelas-Tinombo merupakan salah satu unit
KPH dari sebanyak 21 KPH di wilayah Provinsi Sulawesi
Tengah dengan luas ± 112.664 ha, yang terdapat dalam
wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten parigi Moutong.
Pembentukan unit KPH Model Dampelas-Tinombo bertujuan
16
Page 17
agar pengelolaan hutan produksi dapat dilakukan secara
efesiensi dan lestari.
17
Page 18
III.MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu
dari Juni sampai dengan bulan Agustus 2014. Lokasi
penelitian di kawasan hutan produksi Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) model Dampelas Tinombo Desa Karya Mukti
Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Tengah
III.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah
peta KPH model Dampelas - Tinombo, dan berupa panduan
pertanyaan dalam bentuk kuisioner.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemera dan alat tulis menulis.
III.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalan metode
survey dan metode wawancara. Metode ini digunkan untuk
18
Page 19
mengamati kondisi aktual di lapangan, baik kondisi
biofisik hutan maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
19
Page 20
III.3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperlukan untuk menjawab tujuan
penelitian, sedangkan data sekunder merupakan data yang
diperlukan sebagai penunjang dari data primer.
a. Data primer terdiri dari data-data kondisi aktual
lapangan seperti jenis vegetasi dan penutupan lahan
di kawasan hutan produksi serta kondisi sosial
ekonomi masyarakat seperti pemanfaatan lahan hutan
disekitar maupaun di dalam kawasan hutan oleh
masyarakat, jenis pekerjaan atau mata pencaharian,
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan responden,
dan luas lahan yang dimiliki.
b. Data sekunder merupakan data yang diperlukan sebagai
penunjang data primer, yang terdiri dari keadaan
umum lokasi penelitian, peta kawasan hutan KPH model
Dampelas, data curah hujan, topografi, jenis tanah
20
Page 21
dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari akses
internet, kunjungan perpustakaan, maupun dari
instansi terkait lainnya.
III.3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara pengambilan informasi melalui
survey (observasi langsung) di kawasan hutan di wilayah
KPH model Dampelas serta wawancara kepada masyarakat
dengan tujuan untuk menggambarkan pemanfaatan kawasan
(lahan) hutan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan hutan.
Berdasakan data jumlah penduduk di Desa Karya mukti
sebanyak 832 jiwa serta jumlah kepala keluarga sebanyak
21
Page 22
237 Kk (sumber: data Balai Desa karya Mukti 2011). Dalam
pengambilan sampel, peneliti berpedoman pada (Arikunto,
2010) yang menyatakan bahwa: apabila subjeknya kurang
dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah
subjeknya besar (lebih dari 100), dapat diambil 15% atau
25% atau lebih. Berdasarkan pertimbangan di atas, karena
dalam penelitian ini jumlah lebih dari 100, maka sampel
yang diambil peneliti sebesar 20%, dengan pertimbangan
ilmiahnya: (a) mereka melakukan aktivitas pemanfaatan
lahan di kawasan hutan produksi; (b) mereka terlibat atau
sedikitnya mengetahui tentang keberadaan KPH; (c)
bersedia untuk diwawancarai atau dijadikan responden
penelitian ini.
22
Page 23
3.3.2.1 Survey
Metode survey ini diperoleh dengan melakukan
pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan
diteliti, meliputi pengamatan terhadap kondisi aktual di
lapangan yang terdiri dari pengamatan kondisi biofisik
hutan seperti jenis vegetasi dan penutupan lahan pada
kawasan hutan wilayah KPH model Dampelas yang lahannya di
manfaatkan.
3.3.2.2 Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dangan cara Tanya jawab, sambil
bertatap muka antara penanya dengan penjawab dengan
menggunakan alat yan dinamakan panduan pertanyaan dalam
bentuk kuisioner.
Dalam melakukan wawancara, penentuan
responden dipilih dengan menggunakan metode Purposive
Sampling. Purposive Sampling Merupakan teknik sampling
yang Satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan
23
Page 24
tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling
yang memiliki karakteristik atau kriteria yang
dikehendaki dalam pengambilan sampel. Sesuai dengan
namanya, sampel diambil dengan maksud dan tujuan yang
diinginkan peneliti atau sesuatu diambil sebagai sampel
karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu
tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang
diperlukan bagi penelitian yang dia buat. (Nurfadli
2009).
III.3.3 Analisis data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satu uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema sebagaimana
kecenderungan data.
Dari rumusan di atas dapat ditarik garis
besar bahwa analisi data bermaksud untuk
mengorganisasikan data yang telah terkumpul. Data yang
24
Page 25
terkumpul tersebut terdiri dari catatan lapangan, foto,
dokumentasi terkait lainnya, artikel, dan sebagainya.
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan
menggunakan metode pengumpulan di atas (survey dan
wawancara), maka data tersebut selanjutnya akan di olah
dan dianalisi dengan menggunakan analisis deskriptif.
Analisis deskriptif merupakan suatu teknik yang
menggambarkan dan meninterpretasikan arti data-data yang
terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam
sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat
itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.
25
Page 26
3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
Kuesioner
Pengamatan langsung
Analisis Deskriptif
26
Melakukan tahap persiapan
Melakukan survey
Mengumpulkan data yang berhubungandengan obyek penelitian yaitu data
primer dan data sekunder
Pengecekan lapangan pada beberapatitik lokasi yang menjadi objek
penelitian tersebut.
Penyusunan laporanpenelitian
Melakukan verifikasi terhadapdata dan informasi yang
Page 27
Gambar 1 : Tahap - Tahap Penelitian
27