KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayahNya sehingga makalah dengan judul Upaya Meningatkan
Penggunaan Jamban Sehat untuk Menurunkan Angka Kejadian Diare di
Kelurahan Limau Manis Selatan Kecamatan Pauh dapat terselesaikan.
Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun
materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Hardisman, MHID, DrPH selaku
preseptor untuk makalah ini. Selain itu penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Kepala Puskesmas Pauh, Penanggungjawab Program
Kesehatan Lingkungan Puskesmas Pauh, serta semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya.
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1Latar Belakang
4
1.2Rumusan Masalah
4
1.3Tujuan Penulisan
4
1.3.1.Tujuan Umum
4
1.3.2.Tujuan Khusus
4
1.4Manfaat Penulisan
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.Definisi
7
2.2.Jenis-jenis jamban
10
2.3.Cara memilih jamban
11
2.4.Manfaat dan Fungsi Jamban
11
2.5.Lokasi Pembuatan Jamban
13
2.6.Kriteria Jamban Sehat
13
2.7.Septic Tank
15
2.8Cara Pemeliharaan Jamban
16
2.9Persyaratan Pembuangan Tinja
17
2.10Penggunaan Jamban Sehat di Indonesia
19
BAB III ANALISA SITUASI
19
3.1Gambaran Umum
19
3.1.1Keadaan Geografis
21
3.1.2Keadaan Demografi
21
3.2Sarana Dan Prasarana Kesehatan
23
3.3Tenaga Kesehatan Dan Struktur Organisasi Puskesmas Pauh
26
3.4Kondisi sosial, Budaya dan Ekonomi
27
3.5Sasaran Pelayanan Kesehatan
28
3.6Visi dan Misi Puskesmas
28
3.6.1Visi Puskesmas
29
3.6.2Misi Puskesmas
29
3.7Penggunaan Jamban Sehat
31
3.8Penyakit Diare di Puskesmas Pauh
34
BAB IV PEMBAHASAN
34
4.1Identifikasi Masalah
38
4.2Penentuan Prioritas Masalah
46
4.3Analisis Sebab Akibat
49
4.4Alternatif Pemecahan Masalah
49
4.4.1Manusia
49
4.4.2Metode
50
4.4.3Lingkungan
51
4.4.4Material
52
BAB V RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM
52
5.1Tahap Persiapan
53
5.2Tahap Pelaksanaan
53
5.2.1Manusia
54
5.2.2Metode
55
5.2.3Lingkungan
56
5.2.4Material
59
BAB VI PENUTUP
59
6.1Kesimpulan
60
6.2Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Sarana Pendidikan Tahun
2014................................................................19
Tabel 3.2 : Jumlah Penduduk Kecamatan Pauh Menurut Kelurahan
Tahun 2014.....20
Tabel 3.3 : Kondisi Sarana dan Prasarana Puskesmas Pauh Tahun
2014..................22
Tabel 3.4 : Kondisi Ketenagaan Puskesmas Pauh Tahun
2014..................................24
Tabel 3.5 : Jumlah Prakiraan Penduduk Sasaran Kesehatan
Puskesmas Pauh Tahun
2014...................................................................27
Tabel 3.6 : Data Baseline Jamban di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh......................28
Tabel 3.7 : Penyakit Diare Berdasarkan
Umur.........................................................30
Tabel 3.8 : Permasalahan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh................31
Tabel 4.1 : Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas
Pauh...................................39
Tabel 4.2 : Penentuan Prioritas
Masalah..................................................................40
Tabel 5.1 : Plan of Action
(PoA).............................................................................56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Jamban Cubluk7
Gambar 2.2 : Jamban Cubluk Berventilasi8
Gambar 2.3 : Jamban Empang9
Gambar 2.4 : Jenis-jenis Jamban10
Gambar 2.5 : Desain Septic Tank15
Gambar 3.1 : Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pauh19
Gambar 3.2 Peta Akses Jamban Menurut Kelurahan
di Kecamatan Pauh Tahun 201430
Gambar 4.1 : Jamban yang Digunakan Masyarakat di Tepi
Sungai35
Gambar 4.2 : Pipa Pembuangan Tinja36
Gambar 4.3 : Penggunaan Sungai Oleh Masyarakat Sekitaruntuk
Kegiatan MCK.36
Gambar 4.4 : Diagram Ischikawa.47
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Jamban sehat adalah tempat fasilitas pembuangan tinja yang
mencegah kontaminasi ke badan air, mencegah kontak antara manusia
dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga
ataupun binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap, dan
konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah
dibersihkan.1 Keputusan Menteri Kesehatan tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tahun 2008, jamban sehat
memiliki arti fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk
memutuskan mata rantai penularan penyakit.2Mempunyai dan
menggunakan jamban bukan hanya untuk kenyamanan melainkan juga
turut melindungi dan meningkatkan kesehatan keluarga maupun
masyarakat.1 Data dari studi dan survei sanitasi, proporsi rumah
tangga di Indonesia yang menggunakan fasilitas buang air besar
(BAB) milik sendiri adalah 76,2%, milik bersama sebanyak 6,7% dan
fasilitas umum adalah 4,2%. Rumah tangga yang tidak memiliki
fasilitas BAB atau masih BAB sembarangan (open defecation) yaitu
sebesar 12,9%. Sepuluh provinsi tertinggi rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas BAB/open defecation adalah Sulawesi Barat
(34,4%), NTB (29,3%), Sulawesi Tengah (28,2%), Papua (27,9%),
Gorontalo (24,1%), Maluku (23,4%), Aceh (22,7%), Kalimantan Barat
(21,8%), Nusa Tenggara Barat (21,3%), dan Sumatera
Barat(21%).3Sanitasi lingkungan di Provinsi Sumatera Barat masih
belum memadai. Salah satu kebutuhan sanitasi dasar yang belum
tercapai adalah tempat pembuangan tinja manusia. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun
2012 hanya 74,3% rumah tangga di Sumatera Barat yang memiliki
tempat pembuangan tinja sendiri, dari jumlah ini hanya 69,8% yang
memenuhi syarat kesehatan. Target untuk akses pembuangan tinja
harus mencapai 100% dimana artinya seluruh masyarakat harus
memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan di
rumah.4Tersedianya jamban sebagai fasilitas pembuangan tinja dapat
mencegah kontaminasi air, kontak antara tinja dan manusia, serta
tinja tidak dihinggapi serangga ataupun binatang lain yang dapat
menjadi sumber penyebaran penyakit. Salah satu penyakit yang umum
terjadi akibat terkontaminasi tinja adalah diare. Diare adalah
gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan BAB lebih dari
tiga kali sehari dengan konsistensi cair, dapat disertai dengan
darah dan atau lendir.1Di Indonesia, penyakit diare merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Masih tingginya angka
kesakitan dan kematian akibat diare disebabkan karena kesehatan
lingkungan yang masih belum memadai disamping pengaruh
faktor-faktor lainnya seperti keadaan gizi, kependudukan,
pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat yang
secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan
penyakit diare.1Penyakit diare sampai saat ini masuk dalam urutan
10 penyakit terbanyak di Kota Padang. Jika dilihat trend beberapa
tahun terakhir maka terjadi penurunan kasus diare, dimana pada
tahun 2013 terjadi 8.472 kasus diare, tahun 2012 sebanyak 18.842
kasus dan tahun 2011 terjadi kasus diare sebanyak 11.653 kasus.
Walaupun terjadi penurunan kasus diare namun Puskesmas Pauh menjadi
penyumbang utama penderita diare di Kota Padang yaitu sebanyak 734
kasus.5Kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh mengalami
penurunan dari tahun 2013 ke 2014, namun penyakit diare masih
termasuk 10 penyakit terbanyak, meningkat menempati urutan ke-6
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu peringkat ke-8. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit ini cenderung tidak menurun angka
penderitanya dibanding penyakit lainnya.5
Angka kejadian diare ini masih sangat tinggi hal ini
diperkirakan karena perilaku masyarakat yang masih belum sesuai
dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yaitu belum memiliki
jamban sehat dan perilaku BAB di sungai. Hal ini terlihat dari
rendahnya angka penggunaan jamban sehat dari masyarakat Pauh pada
tahun 2014. Dari rata-rata semua kelurahan didapatkan persentase
sebesar 33,78 % yang memiliki jamban sehat dari target minimal MDGs
(Millenium Development Goals) sebesar 75%, hal ini tentu masih
sangat dibawah target. Kelurahan Koto Luar memiliki persentase
tertinggi untuk penggunaan jamban sehat yaitu sebanyak 24%,
sedangkan Kelurahan Limau Manis Selatan memiliki persentase
terendah sebesar 7%.6
Berdasarkan data inilah penulis tertarik untuk mengambil judul
Plan of Action (PoA) mengenai peningkatan penggunaan jamban sehat
untuk menurunkan angka kejadian diare di Kelurahan Limau Manis
Selatan Kecamatan Pauh Padang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan PoA ini yaitu bagaimanakah upaya
meningkatkan penggunaan jamban sehat untuk menurunkan angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Plan of Action ini dibuat dengan tujuan untuk menemukan upaya
yang dapat dilakukan dalam meningkatkan penggunaan jamban sehat
untuk menurunkan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Pauh.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penggunaan jamban sehat di wilayah kerja
Puskesmas Pauh.
2. Menentukan permasalahan jamban di wilayah kerja Puskesmas
Pauh
3. Mengidentifikasi angka kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Pauh.
4. Menentukan upaya peningkatan penggunaan jamban sehat di
wilayah kerja Puskesmas Pauh.
1.4 Manfaat Penulisan
a. Manfaat bagi Masyarakat
Diharapkan dengan penulisan PoA (Plan of Action) ini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat serta bisa melakukan perubahan
perilaku yang berhubungan dengan penggunaan jamban sehat sehingga
bisa menurunkan faktor risiko terjadinya penyakit berbasis
lingkungan terutama penyakit diare. b. Manfaat bagi Pembina
Wilayah
Diharapkan dengan penulisan PoA ini pembina wilayah mengetahui
pola penggunaan jamban diwilayahnya serta bisa melakukan pengawasan
penggunaan jamban.
c. Manfaat bagi Camat dan Lurah
Diharapkan dengan penulisan PoA ini camat dan lurah mengetahui
tingkat penggunaan jamban sehat diwilayah kerja.
d. Manfaat bagi Puskesmas
Diharapkan dari penulisan PoA ini:
Puskesmas mengetahui permasalahan penggunaan jamban diwilayah
kerjanya
Puskesmas mengetahui akibat penggunaan jamban yang tidak sehat
diwilayah kerjanya
Puskesmas mengetahui cara pemecahan masalah terkait permasalahan
penggunaan jambane. Manfaat bagi Dinas Kesehatan Kota Padang
Diharapkan dari penulisan PoA ini Dinas Kesehatan Kota Padang
mengetahui permasalahan dan solusi terkait penggunaan jamban sehat
di wilayah kerja Puskesmas Pauh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pembuangan tinja atau buang air besarPembuangan
tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen
Millenium Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air
besar disebut sebagai sanitasi yang meliputi jenis pemakaian atau
penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang digunakan dan
jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MDGs 2010,
kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan
fasilitas tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang
digunakan jenis latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya
menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah (SPAL).
Kriteria yang digunakan Joint Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF
2008, sanitasi terbagi dalam empat kriteria, yaitu improved,
shared, unimproved dan open defecation. Dikategorikan sebagai
improved bila penggunaan sarana pembuangan kotorannya milik
sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya
tangki septik atau SPAL.1,7Pengertian lain terkait jamban
menyebutkan bahwa jamban keluarga adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran/najis
manusia yang lazim disebut jamban atau WC sehingga kotoran tersebut
disimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab
atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Kotoran
manusia yang dibuang dalam praktik sehari-hari bercampur dengan
air, maka pengolahan kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama
dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran
manusia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya
sama dengan syarat pembuangan air limbah.1,8
2.2. Jenis-jenis jamban
Terdapat beberapa jenis jamban sesuai bentuk dan namanya, antara
lain: 7,9-101. Jamban cubluk (pit privy)Jamban ini dibuat dengan
jalan membuat lubang ke dalam tanah sedalam 2,5 sampai 8 meter
dengan diameter 80-120cm. Dindingnya diperkuat dari batu bata
ataupun tidak. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah jamban
tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun
kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15
meter.
Gambar 2.1 Jamban cubluk
2. Jamban cemplung berventilasi (ventilated improved pit
latrine)Jamban ini hampir sama dengan jamban cubluk, bedanya
menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi
ini dapat dibuat dari bambu.
Gambar 2.2 Jamban cubluk berventilasi3. Jamban empang (fish pond
latrine) Jenis jamban ini dibangun di atas empang ikan. Sistem
jamban empang memungkinkan terjadi daur ulang (recycling) yaitu
tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan
selanjutnya orang mengeluarkan tinja, demikian seterusnya.
Gambar 2.3 Jamban empang
4. Jamban pupuk (the compost privy)Secara prinsip jamban ini
seperti jamban cemplung tetapi lebih dangkal galiannya, di dalam
jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang, sampah, dan
daun-daunan.5. Septic tank
Jamban jenis septic tank merupakan jamban yang paling memenuhi
syarat. Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan
untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga yang memiliki
persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan
dengan sistem penyaluran limbah masyarakat. Septic tank merupakan
cara yang terbaik yang dianjurkan oleh WHO tapi memerlukan biaya
mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas.1Untuk
mencegah penularan penyakit yang berbasis lingkungan digunakan
pembagian 3 jenis jamban, yaitu: 9,101. Jamban Leher Angsa
Jamban ini perlu air untuk menggelontor kotoran. Air yang
terdapat pada leher angsa adalah untuk menghindarkan bau dan
mencegah masuknya lalat dan kecoa.2. Jamban Cemplung
Jamban ini tidak memerlukan air untuk menggelontor kotoran.
Untuk mengurangi bau serta agar lalat dan kecoa tidak masuk, lubang
jamban perlu ditutup.
3. Jamban Plengsengan
Jamban ini perlu air untuk menggelontor kotoran. Lubang jamban
perlu juga ditutup
Gambar 2.4 Jenis-jenis jamban
2.3. Cara memilih jamban
a. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit airb.
Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup
air dan daerah padat penduduk karena dapat menggunakan multiple
latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan
oleh beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja
dari 3-5 jamban)c. Daerah pasang surut, tempat penampungan
kotoran/tinja hendaknya ditinggikan kurang lebih 60cm dari
permukaan air pasang.2.4. Manfaat dan Fungsi JambanTerdapat
beberapa alasan diharuskannya penggunaan jamban,yaitu:1. Menjaga
lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau2. Tidak mencemari sumber
air yang ada di sekitamya. 3. Tidak mengundang datangnya lalat atau
serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera,
disentri, thypus, cacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit
kulit dan keracunan.Jamban juga berfungsi sebagai pemisah tinja
dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan
akan menjamin beberapa hal, yaitu :1. Melindungi kesehatan
masyarakat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana
yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor
penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan
2.5. Lokasi Pembuatan JambanDengan memperhatikan pola pencemaran
tanah dan air tanah, maka hal-hal berikut harus diperhatikan untuk
memilih lokasi penempatan sarana pembuangan tinja: 91. Pada
dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai
patokan untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan sumber
air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan bakteri melalui
air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air tanah,
serta permeabilitas tanah. Yang terpenting harus diperhatikan
adalah jamban atau kolam pembuangan (cesspool) harus ditempatkan
lebih rendah, atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan sumber air
bersih. Apabila memungkinkan, harus dihindari penempatan langsung
di bagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian
yang lebih tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15m akan mencegah
pencemaran bakteri ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan
atau kiri akan mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang
mencapai sumur. Pada tanah pasir, jamban dapat ditempatkan pada
jarak 7,5m dari sumur apabila tidak ada kemungkinan untuk
menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.
2. Pada tanah yang homogen, kemungkinan pencemaran air tanah
sebenarnya nol apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5m
di atas permukaan air tanah, atau apabila dasar kolam pembuangan
berjarak lebih dari 3m di atas permukaan air tanah.
3. Penyelidikan yang seksama harus dilakukan sebelum membuat
jamban cubluk (pit privy), jamban bor (bored-hole latrine), kolam
pembuangan dan sumur resapan di daerah yang mengandung lapisan batu
karang atau batu kapur. Hal ini dikarenakan pencemaan dapat terjadi
secara langsung melalui saluran dalam tanah tanpa filtrasi alami ke
sumur yang jauh atau sumber penyediaan air minum lainnya
2.6. Kriteria Jamban SehatJamban Sehat (improved latrine)
merupakan fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat9 :
1. Tidak mengkontaminasi badan air.
2. Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
3. Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi
lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang.
4. Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
5. Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi
pengguna
2.7. Septic Tank8,10,122.7.1 Mekanisme Kerja Septic TankSeptic
tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, sebagai tempat
tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam
tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari.
2.7.2 Desain Septic TankSecara teknis desain atau konstruksi
utama septic tank sebagai berikut :a. Pipa ventilasiPipa ventilasi
secara fungsi dan teknis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mikroorganisme dapat terjamin kelangsungan hidupnya dengan
adanya pipa ventilasi ini, karena oksigen yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidupnya dapat masuk ke dalam bak pembusuk, selain itu
juga berguna untuk mengalirkan gas yang terjadi karena adanya
proses pembusukan. Untuk menghindari bau gas dari septick tank maka
sebaiknya pipa pelepas dipasang lebih tinggi agar bau gas dapat
langsung terlepas di udara bebas.
2. Panjang pipa ventilasi 2m dengan diameter pipa 175mm dan pada
lubang hawanya diberi kawat kasa.
b. Dinding septic tank:
1. Dinding septic tank dapat terbuat dari batu bata dengan
plesteran semen.
2. Dinding septic tank harus dibuat rapat air.
3. Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal
yang sama.
c. Pipa penghubung:
1. Septic tank harus mempunyai pipa tempat masuk dan keluarnya
air.
2. Pipa penghubung terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 atau
15cm.
d. Tutup septic tank:
1. Tepi atas dari tutup septic tank harus terletak paling
sedikit 0,3 meter di bawah permukaan tanah halaman, agar keadaan
temperatur di dalam septic tank selalu hangat dan konstan sehingga
kelangsungan hidup bakteri dapat lebih terjamin.
2. Tutup septic tank harus terbuat dari beton (kedap air).
Gambar 2.5. Desain septic tank2.8 Cara Pemeliharaan Jamban
Cara yang dapat dilakukan untuk memelihara jamban antara
lain:
a. Lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan airb.
Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan
bersihc. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihatd. Tidak
ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliarane. Tersedia
alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih)f. Bila ada kerusakan
segera diperbaiki2.9 Persyaratan Pembuangan TinjaTerdapat beberapa
bagian sanitasi pembuangan tinja antara lain9-10:a. Rumah Jamban:
Berfungsi sebagai tempat berlindung dari lingkungan sekitar, harus
memenuhi syarat ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.
Konstruksi disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah
tangga.
b. Lantai Jamban: Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat
pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta
tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk
rumah jamban.
c. Tempat Duduk Jamban: Fungsi tempat duduk jamban merupakan
tempat penampungan tinja, harus kuat, mudah dibersihkan, berbentuk
leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat.
d. Kecukupan Air Bersih: Jamban hendaklah disiram minimal 4-5
gayung yang bertujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga
kondisi jamban tetap bersih. Juga agar menghindari kotoran tidak
dihinggapi serangga sehingga dapat mencegah penularan penyakit.
e. Tersedia Alat Pembersih: Tujuan pemakaian alat pembersih,
agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan
dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar
tidak berlumut dan licin. Sedangkan peralatan pembersih merupakan
bahan yang ada di rumah jamban didekat jamban.
f. Tempat Penampungan Tinja: Adalah rangkaian dari sarana
pembuangan tinja yang berfungsi sebagai tempat mengumpulkan
kotoran/tinja. Konstruksi lubang harus kedap air dapat terbuat dari
pasangan batu bata dan semen, sehingga menghindari pencemaran
lingkungan.
g. Saluran Peresapan: Merupakan sarana terakhir dari suatu
sistem pembuangan tinja yang lengkap berfungsi mengalirkan dan
meresapkan cairan yang bercampur tinja.
2.10 Penggunaan Jamban Sehat di Indonesia
Sampai saat ini diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia
(khususnya yang tinggal di daerah pedesaan) masih buang air besar
sembarangan, seperti di sungai, kebun, sawah, kolam dan
tempat-tempat terbuka lainnya. Masyarakat pedesaan tersebut enggan
untuk buang air besar di jamban karena banyak yang beranggapan
membangun jamban sangat mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja
dapat digunakan untuk pakan ikan, dan alasan lain yang dikatakan
merupakan kebiasaan sejak dulu dan diturunkan dari nenek moyang.
Perilaku tersebut sangat merugikan kesehatan, karena tinja
merupakan media tempat hidup bakteri coli yang berpotensi
menyebabkan terjadinya penyakit diare dan berisiko menjadi wabah
penyakit bagi masyarakat13.Tinja merupakan bentuk kotoran yang
merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat, maka tinja harus
dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Maka itu tinja harus
dibuang pada suatu tempat yaitu jamban. Jamban keluarga adalah
suatu istilah yang digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran
manusia dalam suatu keluarga. Semua anggota keluarga harus
menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk
bayi dan balita) dan orang dewasa. Pembuatan jamban keluarga yang
sehat, sebaiknya mengikuti beberapa syarat, yaitu: tidak mengotori
tanah maupun air permukaan di sekeliling jamban tersebut, tidak
dapat terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan kecoak, tidak
menimbulkan bau, mudah dipergunakan dan dipelihara, sederhana serta
dapat diterima oleh pemakainya.102.11 Diarea. DefinisiDiare adalah
perubahan frekuensi dan konsistensi tinja, yaitu berak cair 3x atau
lebih dari sehari semalam.112.2.2 Epidemiologi
Sekitar lima juta anak diseluruh dunia meninggal karena diare
akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80 prevalensi penyakit
diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun, setiap anak
mengalami serangan diare sebanyak 1,6-2 kali setahun. Angka
kesakitan dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari tahun
ke tahun. 112.2.3 Etiologi
Penyebab diare dapat dikelompokan menjadi: 111. Virus :
rotavirus (40-60%), adenovirus
2. Bakteri : eescherrichia coli (20-30%), vibrio cholera
3. Parasit : entamoeba histolytica (80%
85%
>80%83,6%
85,3%
80,4%
66,9%
37%
8.4%
67%
80,3%
84,9%
44%-11,4%
+0,3%
-4,6%
-28,1%
-63%
+3.4%
+2%
+0,3%
-0,1%
-26%
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014.6BAB IV
PEMBAHASAN4.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder,
observasi dan wawancara dengan penanggung jawab program di
Puskesmas Pauh. Puskesmas Pauh memiliki program Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Pada UKM
terdapat 5 program esensial yang dijalankan, yaitu promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu, anak, keluarga
berencana, layanan gizi, serta pencegahan dan pengendalian
penyakit. Sedangkan UKP terdiri dari rawat jalan, pelayanan
darurat, pelayanan satu hari (one day care), home care dan/atau
rawat inap berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan. Identifikasi
masalah dilakukan pada masing-masing program. Pada program esensial
tersebut masih terdapat kesenjangan antara target dan
pencapaian.
Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target,
dipilih lima masalah yang memiliki skor tertinggi berdasarkan skala
prioritas. Penilaian lima masalah prioritas tersebut ditentukan
berdasarkan data laporan tahunan puskesmas, wawancara dengan
pemegang program dan pimpinan puskesmas, serta observasi langsung
lapangan. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari kesenjangan
antara target dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari urgensi,
intervensi, ketersediaan biaya yang dapat diupayakan, dan dampak
yang dihasilkan terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Uraian lima permasalahan kesehatan yang dipilih tersebut yaitu:1.
Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif
Pentingnya pemberian ASI eksklusif terlihat dari peran dunia
yaitu pada tahun 2006 WHO mengeluarkan standar pertumbuhan anak
yang kemudian diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah
menekankan pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir
sampai usia 6 bulan. ASI mengandung berbagai zat gizi yang
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sehingga
tidak dilaksanakannya pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi
status gizi bayi yang nantinya akan meningkatkan angka kematian
bayi.
2. Tingginya kebiasaan merokok di dalam rumah
Merokok di dalam rumah merupakan salah satu kebiasaaan yang
harus dihindarkan. Hal ini telah dituangkan juga dalam indikator
MDGs. Merokok dalam rumah menyebabkan anggota keluarga lainnya
menjadi perokok pasif. Namun akibat dari seorang perokok aktif
maupun pasif hanya dapat dilihat dalam jangka waktu lama.
Terdapatnya seorang perokok atau lebih di dalam rumah akan
memperbesar resiko anggota keluarga lain untuk sakit terutama
penyakit saluran pernafasan.
3. Rendahnya penggunaan jamban sehat
Menggunakan jamban sehat merupakan salah satu indikator PHBS.
Walaupun sebagian besar masyarakat sudah memiliki jamban, namun
angka open defecation (kebiasaan buang air besar di masayarakat
masih tinggi. Kepemilikan dan penggunaan jamban bukan hanya nyaman,
melainkan juga turut melindungi dan meningkatkan kesehatan keluarga
dan masyarakat. Masyarakat yang menggunakan jamban sehat akan
mencegah berbagai ancaman penyakit menular berbasis lingkungan
salah satunya diare. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Pauh
tahun 2014, diare termasuk 10 penyakit terbanyak di Kecamatan Pauh,
dengan angka kejadian paling tinggi terdapat di Kelurahan Limau
Manis Selatan.
Gambar 4.1 : Jamban yang digunakan masyarakat di tepi sungaiPada
gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat jamban-jamban di tepi sungai
yang digunakan masyarakat setempat untuk open defecation.
Gambar 4.2 : Pipa Pembuangan TinjaPada gambar 4.2 terlihat bahwa
pipa pembuangan tinja masih dialirkan ke parit di depan rumah yang
alirannya berahir ke sungai.
Gambar 4.3 Penggunaan Sungai Oleh Masyarakat Sekitar untuk
Kegiatan MCKPada gambar 4.3 terlihat warga masyarakat yang
menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih untuk mencuci
pakaian.
4. Tingginya angka kejadian ISPA
Di Indonesia, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) masih
menjadi masalah kesehatan utama terutama pada bayi dan balita.
Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) ISPA menjadi salah
satu penyebab kematian utama pada bayi. Faktor risiko terjadinya
ISPA meliputi pencemaran udara dalam rumah, faktor individu anak,
serta faktor perilaku.
5. Rendahnya cakupan penjaringan suspek TB paru
Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Penanggulan TB paru meliputi penemuan pasien dan
pengobatan yang dikelola menggunakan strategi DOTS. Untuk menilai
keberhasilan penanggulangan TB paru digunakan beberapa indikator
salah satunya yaitu angka penemuan pasien baru TB BTA+. Di
Puskesmas Pauh, penjaringan suspek TB paru masih rendah. Hal ini
dapat meningkatkan resiko penularan TB paru ke lingkungan sekitar
semakin tinggi jika suspek dengan BTA+ tidak ditemukan dan
diberikan tatalaksana segera.
4.2 Penentuan Prioritas Masalah
Beberapa masalah yang ditemukan di Puskesmas Pauh harus
ditentukan prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan Puskesmas. Upaya yang dilakukan untuk menentukan
prioritas masalah tersebut adalah menggunakan teknik skoring
sebagai berikut:
1. Urgensi (merupakan masalah yang penting untuk
diselesaikan)
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
2. Kemungkinan Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
3. Biaya
Nilai 1 : sangat mahal
Nilai 2 : mahal
Nilai 3 : cukup mahal
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah4. Kemungkinan meningkatkan mutu
Nilai 1 : sangat rendah
Nilai 2 : rendah
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : tinggi
Nilai 5 : sangat tinggiTabel 4.1. Penilaian Prioritas Masalah di
Puskesmas PauhMasalahUrgensiIntervensiBiayaMutuTotalRank
Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif434516II
Tingginya kebiasaan merokok di dalam rumah324211V
Rendahnya penggunaan jamban sehat544518I
Tingginya angka kejadian ISPA323513IV
Rendahnya penjaringan suspek TB523414III
Tabel 4.2. Penentuan Prioritas Masalah
No.MasalahMetodeSkorAlasan
1.Rendahnya angka pemberian ASI eksklusifUrgensi
4
ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sehingga tidak dilaksanakannya
pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi status gizi bayi yang
nantinya akan meningkatkan angka kematian bayi.
Intervensi
3
Intervensi dapat dilakukan langsung kepada ibu hamil dan
menyusui melalui penyuluhan tentang ASI eksklusif oleh petugas
Puskesmas maupun kader. Selain itu juga bisa dilakukan intervensi
kepada tenaga kesehatan dalam hal pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) dalam waktu 1 jam setelah persalinan.
Biaya
4
Edukasi kepada ibu hamil dan menyusui dapat dilakukan secara
langsung saat posyandu sehingga tidak diperlukan biaya yang
besar
Mutu5Dengan meningkatnya angka pencapaian pemberian ASI
eksklusif akan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak sehingga
mengurangi angka kematian bayi dan balita.
2.Tingginya kebiasaan merokok di dalam rumahUrgensi
3
Merokok di dalam rumah merupakan salah satu kebiasaaan yang
harus dihindarkan. Hal ini telah dituangkan juga dalam indikator
MDGs. Merokok dalam rumah terdapat anggota keluarga lainnya yang
menjadi perokok pasif. Namun akibat dari seorang perokok aktif
maupun pasif hanya dapat dilihat dalam jangka waktu lama.
Intervensi2Melakukan penyuluhan pada masyarakat yang merokok
didalam rumah oleh petugas puskesmas.
Biaya
4Biaya yang dibutuhkan murah karena hanya diperlukan untuk
penyuluhan kepada masyarakat yang merokok dalam rumah
Mutu2Dampak yang disebabkan oleh asap rokok akan memiliki efek
jangka panjang terhadap kesehatan
3.Rendahnya penggunaan jamban sehatUrgensi
5
Menggunakan jamban sehat merupakan salah satu indikator PHBS.
Walaupun sebagian besar masyarakat sudah memiliki jamban, namun
angka open defecation di masayarakat masih tinggi. Masyarakat yang
menggunakan jamban sehat akan mencegah berbagai ancaman penyakit
menular berbasis lingkungan salah satunya diare. Berdasarkan
laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014, diare termasuk 10
penyakit terbanyak di Kecamatan Pauh.
Intervensi
4
Intervensi dapat dilakukan dengan penyuluhan dan pemicuan
langsung oleh petugas puskesmas mengenai penggunaan jamban
sehat.
Biaya4Biaya yang dibutuhkan murah karena menggunakan pendekatan
ke masyarakat untuk mengubah kebiasaan melalui penyuluhan dan
pemicuan. Serta melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat
untuk membuat tempat penampungan tinja alternatif.
Mutu5Dengan menghentikan kebiasaan open defecation maka air
sungai tidak lagi tercemar sehingga angka kejadian diare di
Puskesmas Pauh dapat ditekan.
4.Tingginya angka kejadian ISPAUrgensi
3
ISPA merupakan penyakit pada saluran napas yang dapat memberat
jika tidak ditangani dengan baik akan tetapi sangat sulit untuk
dicegah karena ISPA bergantung pada banyak faktor yang sulit untuk
dikendalikan
Intervensi
2
Intervensi untuk ISPA dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan
edukasi kepada masyarakat
Biaya
Mutu35
Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan ISPA berupa biaya untuk
pembelian obat-obatan
Dengan tatalaksana yang baik, penderita ISPA dapat kembali
sembuh seperti sebelumnya
5.Rendahnya penjaringan suspek TB paru Urgensi
4
Dengan penjaringan suspek TB yang masih rendah dapat
meningkatkan resiko penularan TB ke lingkungan sekitar. Jika suspek
dengan BTA+ tidak ditemukan dan diberikan tatalaksana segera akan
meningkatkan angka penularan TB paru.
Intervensi3
Intervensi secara aktif dapat dilakukan melalui penyuluhan
mengenai gejala penyakit TB paru dan penemuan suspek penderita TB
langsung di lapangan. Sedangkan untuk penjaringan dilakukan secara
pasif artinya penjaringan tersangka penderita TB dilaksanakan pada
mereka yang datang berkunjung berobat ke Puskesmas.
Biaya
3
Pemeriksaan sputum jika ada warga yang dicurigai menderita TB
tidak dipungut biaya. Pewarnaan sputum dapat dilakukan di Puskesmas
Pauh, sedangkan pembacaan slide sputum dilakukan di Puskesmas
Andalas.
Mutu2Dengan ditemukannya penderita TB paru maka diharapkan
mereka dapat segera diobati dan dapat menurunkan penularan sehingga
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja Puskesmas
Pauh
4.3 Analisis Sebab Akibat
Berdasarkan skala prioritas pada Tabel 4.1 penulis menganggap
perlunya upaya menghentikan kebiasaan open defecation di wilayah
kerja Puskesmas Pauh terutama di Kelurahan Limau Manis Selatan. Hal
ini disebabkan masih rendahnya akses jamban sehat dari target
program MDGs yaitu 33,78% (target 75%) dan tingginya angka kejadian
penyakit berbasis lingkungan, terutama diare. Berdasarkan laporan
tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013, Puskesmas Pauh
menjadi penyumbang utama penderita diare. Pada laporan tahunan
Puskesmas Pauh tahun 2014 terdapat 780 kasus diare.Masih rendahnya
penggunaan jamban sehat di wilayah kerja Puskesmas Puah, terutama
di Kelurahan Limau Manis Selatan, berdasarkan hasil observasi dan
wawancara dengan pimpinan puskesmas serta pemegang program
kesehatan lingkungan diperoleh permasalahan sebagai berikut:
1. Lingkungan.
Terdapatnya aliran sungai di sepanjang wilayah pemukiman
penduduk yang biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk Mandi
Cuci Kakus (MCK) sehari-hari.
Tolak ukur: observasi lapangan dan laporan Puskesmas.
2. Manusia
1. Kebiasaan masyarakat melakukan open defecation di sungai,
serta rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kriteria jamban
sehat.
2. Belum adanya kemauan dari masyarakat untuk mengubah prilaku
open defecation.
Tolak ukur: observasi langsung dan wawancara dengan pemegang
program.
3. Material
Tidak adanya tempat penampungan tinja.
Tolak ukur: wawancara dengan pemegang program dan pimpinan
puskesmas.
4. Metode
1. Belum ada edukasi kepada masyarakat mengenai pengunaan jamban
sehat.
Tolak ukur: wawancara dengan pemegang program kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan.
2. Belum ada kader khusus untuk kesehatan lingkungan.
Tolak ukur : wawancara dengan pemegang program kesehatan
lingkungan
Diagram Ischikawa (diagram tulang ikan) dibuat untuk menunjukkan
hubungan sebab akibat antara penggunaan jamban sehat dengan
kejadian diare yang dapat dilihat pada gambar 4.4
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
4.4.1 Manusia
1. Kebiasaan open defecation masyarakat dan kurang pengetahuan
mengenai jamban sehat.
a. Rencana: Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan mengenai
pentingnya penggunaan jamban sehat.
b. Pelaksana: Pimpinan dan petugas puskesmas.
c. Sasaran: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan.
d. Target: Meningkatnya pengetahuan masyarakat pentingnya
penggunaan jamban sehat.
2. Belum ada kemuan dari masyarakat untuk mengubah perilaku open
defecationa. Rencana: Dilakukan pemicuan mengenai pentingnya
penggunaan jamban sehat.
b. Pelaksana: Pimpinan, petugas Puskesmas dan dokter muda
IKM
c. Sasaran: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan
d. Target: Meningkatnya pengetahuan masyarakat pentingnya
penggunaan jamban sehat
4.4.2 Metode
1. Belum adanya edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan
jamban sehat.a. Rencana: Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan
mengenai pentingnya penggunaan jamban sehat.b. Pelaksana: Pimpinan,
Petugas Puskesmas dan dokter muda IKMc. Sasaran: Masyarakat
Kelurahan Limau Manis Selatan d. Target: Meningkatnya pengetahuan
masyarakat pentingnya penggunaan jamban sehat2. Tidak ada kader
khusus untuk promosi kesehatan lingkungan.a. Rencana: Menunjuk duta
kesehatan lingkungan berdasarkan dari kegiatan pemicuan yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan dan kemauan warga tersebut untuk
membantu dirinya sendiri dan warga lainnya mengaplikasikan
penggunaan jamban sehat.b. Pelaksana: Dokter Muda IKM c. Sasaran:
Warga masyarakat yang mengikuti pemicuand. Target: Didapatkan duta
yang dapat membantu dan mengingatkan warga lainnya untuk
mengaplikasikan penggunaan jamban sehat 4.4.3 Lingkungan
Terdapatnya aliran sungai di sekitar Kelurahan Pauh yang mudah
diakses sehingga dijadikan jamban oleh masyarakat..
a. Rencana: Menyampaikan solusi ini kepada Tokoh masyarakat
b. Pelaksana: Pimpinan Puskesmas dan Pemegang Program.
c. Sasaran: Camat dan tokoh masyarakat
d. Target: Adanya pemanfaatan lain dari sungai sehingga tidak
ada lagi penduduk yang open defecation.
4.4.4 Material
Tidak ada tempat pembuangan tinja
a. Rencana: Membantu masyarakat untuk membuat tempat penampungan
tinja alternatif sesuai dengan yang disampaikan pada saat
pemicuan
b. Pelaksana: Masyarakat, petugas puskesmas, dokter muda
IKM.
c. Sasaran: Masyarakat yang tidak memiliki jamban atau memiliki
jamban yang tidak sehat.
d. Target: Tidak ada lagi masyarakat yang tidak memiliki jamban
sehat
BAB V RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM5.1 Tahap PersiapanTahap
pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data jamban yang
tidak memenuhi syarat dan akses penduduk terhadap jamban serta
angka kejadian diare di wilayah kerja puskesmas Pauh. Data ini
didapatkan dari laporan bagian program Kesehatan Lingkungan dari
bulan Januari 2014-Desember 2014. Tahap kedua dilakukan evaluasi
masing-masing program terutama program Kesling, Promosi Kesehatan,
dan P2P mengenai identifikasi penyebab tingginya kasus diare,
rendahnya pengunaan jamban sehat, dan masih banyaknya jamban yang
belum memenuhi syarat. Kemudian dilakukan rapat dengan pimpinan
puskesmas dan pemegang program lainnya dalam rangka peningkatan
kerja sama lintas program dalam upaya menurunkan angka kejadian
diare melalui peningkatan penggunaan jamban sehat yang diduga
sebagai salah satu penyebab tingginya kasus diare.
Mempersiapkan materi penyuluhan dan pemicuan yang akan diberikan
kepada masyarakat. Mengadakan rapat dengan tokoh masyarakat dan
pimpinan wilayah Pauh untuk menghimbau warga agar ikut bekerja sama
dalam upaya penunuran angka diare melalui penggunaan jamban
sehat.
5.2 Tahap Pelaksanaan
5.2.1 Manusia1. Kebiasaan open defecation masyarakat dan kurang
pengetahuan mengenai jamban sehat.
a. Rencana
: Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan mengenai pentingnya
penggunaan jamban sehat.
Pelaksana
: Pimpinan puskesmas, Petugas Puskesmas dan dokter muda IKM
Pelaksanaan: 6 Juni 2015Sasaran
: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan Target: Meningkatnya
pengetahuan masyarakat pentingnya penggunaan
jamban sehatIndikator
: Penurunan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Pauhb.
Rencana
: Dilakukan pemicuan mengenai pentingnya penggunaan jamban
sehat.
Pelaksana
: Pimpinan, petugas Puskesmas dan dokter muda IKMPelaksanaan: 20
Juni 2015Sasaran
: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan Target
: Meningkatnya pengetahuan masyarakat pentingnya penggunaan
jamban sehatIndikator
: Penurunan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh
2. Belum ada kemauan dari masyarakat untuk mengubah perilaku
open defecationRencana
: membuat kontrak sosial yang ditandatangani dan berisi
kesepakatan masyakat untuk mengubah kebiasaan open defecation
dan keinginan untuk memperbaiki jamban yang memenuhi syarat.
Pelaksana: Pimpinan puskesmas, Lurah, dokter muda IKM.Pelaksanaan:
20 Juni 2015Sasaran
: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan yang melakukan
Open Defecation.Target
: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan yang melakukan
Open Defecation bersedia menandatangani kontrak
sosial.Indikator
: Meningkatnya penggunaan jamban sehat oleh masyarakat Limau
manis Selatan.5.2.2 Metode
1. Belum ada edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan
jamban sehat.Rencana
: Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan mengenai pentingnya
penggunaan jamban sehat.Pelaksana
: Pimpinan, Petugas Puskesmas dan dokter muda IKMPelaksanaan: 6
Juni 2015Sasaran
: Masyarakat Kelurahan Limau Manis Selatan Target
: Meningkatnya pengetahuan masyarakat pentingnya penggunaan
jamban sehat
Indikator
: Penurunan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh
2. Tidak ada kader khusus untuk promosi kesehatan
lingkungan.Rencana
: Menunjuk duta kesehatan lingkungan berdasarkan dari
kegiatan
pemicuan yang dilakukan berdasarkan pengetahuan dan kemauan
warga tersebut untuk membantu dirinya sendiri dan warga lainnya
mengaplikasikan penggunaan jamban sehat Pelaksana: Dokter Muda IKM
Pelaksanaan: 20 Juni 2015Sasaran: Warga masyarakat yang mengikuti
pemicuanTarget : Didapatkan duta yang dapat membantu dan
mengingatkan warga
lainnya untuk mengaplikasikan penggunaan jamban sehat
5.2.3 LingkunganTerdapatnya aliran sungai di sekitar Kelurahan
Pauh yang mudah diakses sehingga dijadikan jamban oleh
masyarakat.
a. Pemanfaatan sungai untuk kepentingan lain seperti membuat
keramba ikan dan irigasi sehingga tidak digunakan lagi untuk
kegiatan MCK terutama open defecation.
Rencana: Menyampaikan solusi ini kepada Tokoh
masyarakatPelaksana: Pimpinan Puskesmas dan Pemegang
ProgramPelaksanaan: Direncanakan pada tanggal 1 Juni 2015 dilakukan
rapat dengan
camat. Pada rapat ini akan disusun proposal untuk pengadaan
bibit ikan yang akan diajukan ke Dinas Peternakan dan proposal
pembuatan irigasi ke Dinas PU.Sasaran: Camat dan tokoh
masyarakatTarget : Adanya pemanfaatan lain dari sungai sehingga
tidak ada lagi penduduk yang open defecation.Indikator: Sungai
dimanfaatkan untuk irigasi dan keramba ikan.
5.2.4 Material
Tidak ada tempat pembuangan tinja
Rencana
: Membantu masyarakat untuk membuat tempat penampungan tinja
alternatif sesuai dengan yang disampaikan pada saat
pemicuanPelaksana
: Masyarakat, petugas puskesmas, dokter muda IKM.Pelaksanaan: 27
Juni 2015Sasaran
: Masyarakat yang tidak memiliki jamban atau memiliki jamban
yang tidak sehat.Target
: Tidak ada lagi masyarakat yang tidak memiliki jamban
sehatIndikator
: Semua jamban di wilayah kerja Puskesmas Pauh telah memenuhi
syaratTabel 5.1 Plan of Action (PoA)
NoKegiatanTanggalTempatPelaksanaSasaranAlat dan
perlengkapanOutput
1.Pertemuan dengan Camat, Lurah dan Tokoh Masyarakat tentang
pemanfaatan sungai
1 Juni 2015Kantor CamatPimpinan Puskesmas dan Pemegang
ProgramCamat, Lurah dan Tokoh Masyarakat-Surat undangan
2.Penyuluhan dan Pra pemicuan
6 Juni 2015Balai pertemuan warga Pimpinan puskesmas, Petugas
Puskesmas dan dokter muda IKMMasyarakat Limau manis selatanSurat
undangan, infocus dan laptop
4.Pemicuan20 Juni 2015Wilayah limau manis selatanPimpinan,
petugas Puskesmas dan dokter muda IKMMasyarakat Kelurahan Limau
Manis SelatanSurat undangan
Infocus dan laptop
5.Penunjukan duta sanitasi20 Juni 2015Balai Pertemuan
WargaPimpinan, petugas Puskesmas dan dokter muda IKMMasyarakat
Kelurahan Limau Manis SelatanSurat undangan
6.Pembuatan kontrak sosial20 Juni 2015Balai Pertemuan
WargaPimpinan, petugas Puskesmas dan dokter muda IKMMasyarakat
Kelurahan Limau Manis SelatanSurat undangan
7.Membantu masyarakat untuk membuat tempat penampungan tinja
alternative27 Juni 2015Wilayah limau manis selatanMasyarakat,
petugas puskesmas, dokter muda IKM.Masyarakat yang tidak memiliki
jamban atau memiliki jamban yang tidak sehat.Cangkul, sarung
tangan, pipa bekas, papan kayu bekas
BAB VI PENUTUP6.1 Kesimpulan
1. Penggunaan jamban sehat di wilayah kerja Puskesmas Pauh masih
rendah terutama di Kelurahan Limau Manis Selatan.2. Rendahnya
penggunaan jamban sehat ini disebabkan karena:
a. Faktor lingkungan: terdapatnya aliran sungai yang melalui
wilayah kerja Puskesmas Pauh.
b. Faktor manusia: adanya kebiasaan masyarakat yang buang air
besar di sungai dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
jamban sehat
c. Faktor material: tidak ada tempat penampungan tinja
d. Metode:
Belum adanya kemauan masyarakat untuk mengubah perilaku
Belum ada edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan jamban
sehat
Belum ada kader khusus untuk promosi kesehatan terutama untuk
permasalahan sanitasi
3. Angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh
merupakan kejadian tertinggi untuk Kota Padang
4. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penggunaan
jamban sehat antara lain:
a. Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan mengenai pentingnya
penggunaan jamban sehat
b. Dilakukan pemicuan mengenai pentingnya penggunaan jamban
sehat.
c. Membuat kontrak sosial yang ditandatangani dan berisi
kesepakatan masyakat untuk mengubah kebiasaan open defecation dan
keinginan untuk memperbaiki jamban yang memenuhi syarat
d. Dilakukan penyuluhan dan pra-pemicuan mengenai pentingnya
penggunaan jamban sehat
e. Menunjuk duta kesehatan lingkungan pada saat dari kegiatan
pemicuan yang dipilih berdasarkan pengetahuan dan kemauan warga
tersebut untuk membantu dirinya sendiri dan warga lainnya
mengaplikasikan penggunaan jamban sehat f. Pemanfaatan sungai untuk
kepentingan lain seperti membuat keramba ikan dan irigasi sehingga
tidak digunakan lagi untuk kegiatan MCK (Mandi Cuci Kakus) terutama
open defecation.
g. Membantu masyarakat untuk membuat tempat penampungan tinja
alternatif sesuai dengan yang disampaikan pada saat pemicuan6.2
Saran
1. Masyarakat
Masyarakat agar lebih meningkatkan kesadaran pentingnya
penggunaan jamban sehat serta dapat mengubah perilaku open
defecation sehingga dapat menurunkan faktor risiko terjadinya
penyakit berbasis lingkungan terutama diare
2. Pembina wilayah
Diharapkan pembina wilayah lebih meningkatkan pengawasan
terhadap penggunaan jamban sehat
3. Camat dan Lurah
Camat dan lurah diharapkan lebih ikut serta menggerakkan
masyarakat untuk menggunakan jamban sehat serta membantu dalam
pengadaan jamban yang memenuhi syarat
4. Puskesmas
Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan terutama di bidang
kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan lintas program lainnya
serta memberi reward kepada pemegang program yang berhasil
menjalankan tugas dengan baik Membentuk kader kesling yang aktif
melakukan promosi kesehatan dan pengawasan mengenai penggunaan
jamban sehat5. DKK
Diharapkan DKK dapat membantu dalam pengadaan jamban sehat yang
merupakan salah satu program PHBS.DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC;
2007.2. UU No 825/2008. Strategi nasional sanitasi total berbasis
masyarakat; 20083. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Revisi Buku Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman
Epidemiologi Penyakit). Jakarta: Depkes RI; 2007.
4. Depkes RI. Profil kesehatan sumatera barat. 2012
5. Dinas kesehatan kota Padang. Laporan tahunan DKK. 2013.
6. Puskesmas Pauh. Laporan tahunan puskesmas pauh. 2014.
7. Azwar A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
Mutiara Sumber Widya; 1995.
8. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip
Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2003.9. Soeparman dan Suparmin.
Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: EGC;
2002.10. Soemaji.P. Pembuangan Kotoran dan Air Limbah. Jakarta:
Grasindo; 2005.11. Widoyono. Diare dalam Penyakit Tropis;
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, & Pemberantasannya.
Jakarta : Airlangga; 2008.12. Munif A. Environmental Sanitation's
Journal. Available at
http://environmentalsanitation.wordpress.com/category/septic-tank/13.
Widyati Y. Hygiene dan Sanitasi Umum. Jakarta: Gramedia Wdiasarana;
2002.14. Dinas Kesehatan Kota Padang. Laporan kesehatan keluarga.
2014.15. Puskesmas Pauh. Laporan tahunan kesling. 2014.
Padang, 28 April 2015
Penulis
KEC. KOTO TANGAH
KEC. KURANJI
KEC. LUBUK KILANGAN
KAB. SOLOK
KEC. LUBUK
BEGALUNG
KEC. PADANG
TIMUR
LAMBUNG BUKIT
LIMAU MANIS
LIMAU MANIS SELATAN
KOTO LUAR
BINUANG KP.
DALAM
PIAI TANGAH
PISANG
KAPALO KOTO
CUPAK
TANGAH
U
Daerah BABS 50%
Daerah hampir Bebas BABS (ODF)
Daerah BABS hampir 100%
MANUSIA
Kebiasaan masyarakat melakukan open defecation di sungai
Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kriteria jamban
sehat
Belum adanya kemauan dari masyarakat untuk mengubah prilaku.
LINGKUNGAN
Terdapatnya aliran sungai di sepanjang wilayah pemukiman
penduduk
Pemanfaatan jamban sehat hanya 33,8 % pada tahun 2014
Gambar 4.4 Diagram Ischikawa
METODE
Belum ada edukasi kepada masyarakat mengenai pengunaan jamban
sehat
Belum ada kader khusus untuk kesehatan lingkungan
MATERIAL
Tidak adanya tempat penampungan tinja
68