Top Banner

of 24

Pneumonia Usu

Oct 19, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    1/24

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pneumonia

    2.1.1. PengertianPneumonia

    Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

    (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh

    gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

    dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit

    ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun

    bronchopneumoniadisebutpneumonia(Depkes RI, 2002).

    Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas

    cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan

    napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk

    balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu

    menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per

    menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit

    (Depkes, 1991).

    2.1.2. PenyebabPneumonia

    Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

    bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    2/24

    a. Bakteri

    Pneumoniayang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai

    usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah

    Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu

    pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera

    memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi

    pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut

    jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

    b. Virus

    Setengah dari kejadianpneumoniadiperkirakan disebabkan oleh virus. Virus

    yang tersering menyebabkanpneumoniaadalahRespiratory Syncial Virus(RSV).

    Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,

    pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya

    sebagian besarpneumoniajenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.

    Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat

    dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

    c. Mikoplasma

    Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit

    pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun

    bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan

    biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    3/24

    usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian

    sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

    d. Protozoa

    Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

    pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia

    (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

    Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa

    bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika

    ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru

    (Djojodibroto, 2009).

    2.1.3. KlasifikasiPneumonia

    1) Berdasarkan Umur

    a. Kelompok umur < 2 bulan

    1) Pneumoniaberat

    Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika

    sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau

    sulit bangun, stridorpada anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih)

    atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali

    atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada

    lidah), serangan apnea, distensi abdomendan abdomentegang.

    2) Bukanpneumonia

    Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak

    terdapat tandapneumoniaseperti di atas.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    4/24

    b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun

    1) Pneumoniasangat berat

    Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak

    dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit

    dibangunkan.

    2) Pneumoniaberat

    Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai

    sianosis sentraldan dapat minum.

    3) Pneumonia

    Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding

    dada.

    4) Bukanpneumonia(batuk pilek biasa)

    Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding

    dada.

    5) Pneumoniapersisten

    Balita dengan diagnosispneumoniatetap sakit walaupun telah diobati selama

    10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai,

    biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi,

    dan demam ringan(WHO, 2003).

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    5/24

    2) Berdasarkan Etiologi

    Tabel 2.1. KlasifikasiPneumonia Berdasarkan Etiologinya

    Grup Penyebab TipePneumoniaBakteri Streptokokus pneumonia

    Streptokokus piogenesis

    Stafilokokus aureus

    Klebsiela pneumonia

    Eserikia koli

    Yersinia pestis

    Legionnaires bacillus

    Pneumoni bakterial

    Legionnaires disease

    Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli

    Nokardia asteroides

    Aktinomisetes pulmonal

    Nokardia pulmonal

    Fungi Kokidioides imitis

    Histoplasma kapsulatumBlastomises dermatitidis

    Aspergilus

    Fikomisetes

    Kokidioidomikosis

    HistoplasmosisBlastomikosis

    Aspergilosis

    Mukormikosis

    Riketsia Koksiela burneti Q fever

    Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia

    Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal

    Virus Influenza virus, adeno

    Virus respiratory

    Syncytial

    Pneumonia virus

    Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis

    (pneumonia plasma sel)

    Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.

    2.1.4. Gejala Klinis dan TandaPneumonia

    a. Gejala

    Gejala penyakit pneumoniabiasanya didahului dengan infeksi saluran napas

    atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh

    meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk

    dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    6/24

    sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu

    makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

    b. TandaMenurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita

    antara lain :

    a. Batuk nonproduktifb. Ingus (nasal discharge)c. Suara napas lemahd. Penggunaan otot bantu napase. Demamf. Cyanosis(kebiru-biruan)g. Thoraxphoto menujukkan infiltrasi melebarh. Sakit kepalai. Kekakuan dan nyeri ototj. Sesak napask. Menggigill. Berkeringatm. Lelahn. Terkadang kulit menjadi lembabo. Mual dan muntah

    2.1.5. Cara Penularan PenyakitPneumonia

    Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang

    ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang

    menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.

    Inhalasimerupakan cara terpenting masuknya kuman penyebabpneumoniakedalam

    saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    7/24

    cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh

    penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi

    langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah

    terkena sekresisaluran pernapasan penderita (Azwar, 2002).

    2.1.6. Faktor Risiko Penyebab TerjadinyaPneumonia

    Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada

    balita (Depkes, 2004), diantaranya :

    a. Faktor risiko yang terjadi pada balita

    Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat

    ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut

    dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

    1. Status gizi

    Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.

    Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat

    dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan

    meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti

    pneumonia (Dailure, 2000).

    2. Status imunisasi

    Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada

    balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari

    penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka

    diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    8/24

    balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi

    kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian

    imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan

    dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.

    3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

    Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan

    makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi,

    karena dapat mencegahpneumoniaoleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian

    ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan

    kejadianpneumoniapada balita (Dailure, 2000).

    4. Umur Anak

    Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

    pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur

    dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status

    kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumensaluran napas

    yang masih sempit (Daulaire, 2000).

    b. Faktor Lingkungan

    Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko

    terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak

    mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan

    berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang

    berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh

    diantaranya :

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    9/24

    1. Ventilasi

    Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara

    kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan

    penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya

    ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang

    tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri

    patogen (Semedi, 2001).

    2. Polusi Udara

    Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh

    polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko

    terhadap kejadian pneumoniapada balita. Polusi udara di dalam rumah juga

    dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan

    dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor

    (Lubis, 1989).

    2.1.7. Pencegahan PenyakitPneumonia

    Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau

    keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh

    kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk

    menghindari terjadinya penyakit pneumoniapada balita. Berikut adalah upaya untuk

    mencegah terjadinya penyakitpneumonia :

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    10/24

    1. Perawatan selama masa kehamilanUntuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu

    selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi

    kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan

    terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

    2. Perbaikan gizi balitaUntuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena

    malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal

    sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi

    serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan

    perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu,

    balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita

    yang tidak mendapatkannya.

    3. Memberikan imunisasi lengkap pada anakUntuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi

    yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi

    DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan

    dan 4 bulan.

    4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.

    Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk

    mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai

    dengan napas cepat/sesak napas.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    11/24

    5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah

    Untuk mencegahpneumoniadisarankan agar kadar debu dan asap diturunkan

    dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur

    serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan

    tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin

    sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakitpneumonia.

    6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.

    Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran

    pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.

    Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada

    orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan

    menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya

    penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan

    menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar

    mereka menjadipneumonia karena malnutrisi.

    2.1.8. Program Pemberantasan Penyakit ISPA

    Program P2ISPA merupakan program yang menangani masalah ISPA yang

    ditujukan pada kelompok balita.

    a. Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit

    b. Melaporkan kasus penyakit menular

    c. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi

    d. Pemberian imunisasi

    e. Pemberantasan vektor

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    12/24

    f. Memberikan penyuluhan kesehatan.

    Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia

    beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan

    program P2ISPA. Program ini mengupayakan agar istilahpneumonia lebih dikenal

    masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi

    tentang penanggulanganpneumonia (Sibarani, 1996).

    2.2. Konsep Balita

    Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode-

    periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun (BALITA) merupakan

    salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia balita

    dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia prasekolah.

    Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa

    ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan perkembangan anak

    selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,

    kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan

    landasan bagi perkembangan selanjutnya (Djaeni, 2000).

    2.3. Pencegahan

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses,

    cara, tindakan mencegah atau menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan kata lain

    pencegahan merupakan tindakan. Maka pencegahan identik dengan perilaku.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    13/24

    2.4. Perilaku

    2.4.1. Batasan Perilaku

    Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

    (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis,

    semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia

    itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dengan

    demikian yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan

    atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

    antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan

    sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku

    manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

    langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

    Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

    interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

    sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi

    seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

    Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu: berpikir, berpendapat,

    bersikap) maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan (Sarwono, 1997).

    2.4.2. Perilaku Kesehatan

    Berdasarkan batasan perilaku Skiner dalam Notoatmodjo (2007), maka

    perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus

    atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    14/24

    makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

    diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

    1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance)

    Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang

    untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

    penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan

    ini terdiri dari tiga aspek yaitu:

    a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

    pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit.

    b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

    dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari

    itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan

    yang seoptimal mungkin.

    c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat

    memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

    makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

    seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung

    pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo,

    2003).

    2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan

    Sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour).

    Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

    menderita atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    15/24

    sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Notoatmodjo,

    2003).

    3. Perilaku kesehatan lingkungan

    Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons

    lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya,

    sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan

    perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

    mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya

    bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah

    dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

    Becker dalam Notoatmodjo (2003) membuat klasifikasi lain tentang perilaku

    kesehatan yaitu :

    a. Perilaku hidup sehat (healthy behaviour)

    Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

    seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

    b. Perilaku sakit (illness behaviour)

    Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,

    persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab, gejala penyakit,

    pengobatan penyakit dan sebagainya.

    c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

    Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup

    hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak

    dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    16/24

    (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the

    sick role).

    Menurut Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2003), perilaku

    kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang

    bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkannya dan kurang berdasarkan

    pada pengetahuan biologis. Memang kenyataannya demikian, tiap individu

    mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau

    pencegahan berbeda, meskipun gangguan kesehatannya sama.

    2.4.3. Determinan Perilaku

    Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda-

    beda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dibedakan atas:

    1. Determinan atau faktor internalYaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat givenatau bawaan,

    misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

    2. Determinan atau faktor eksternalYaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, budaya, ekonomi, politik dan

    sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

    mewarnai perilaku seseorang.

    Menurut Blum dalam Notoatmodjo ( 2003), perilaku manusia merupakan

    faktor yang memengaruhi status kesehatan individu selain faktor lingkungan,

    pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter). Selanjutnya teori Green dalam

    Notoatmodjo (2007) menyebutkan perilaku dilatarbelakangi oleh 3 faktor utama

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    17/24

    yakni: faktor predisposing (faktor pemudah), enabling (faktor pendukung) dan

    reinforcing(faktor penguat).

    Dari kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :Keturunan

    Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan

    Perilaku

    Proses Perubahan

    Faktor Predisposing FaktorEnabling FaktorReinforcing

    Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat TrainingPemberdayaan Sosial

    Pendidikan Kesehatan

    ( Promosi Kesehatan )

    Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.

    2.4.4. FaktorPredisposing(Faktor Pemudah)

    Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

    tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

    kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

    ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    18/24

    kesehatan, misalnya dalam pencegahan penyakit pneumoniadiperlukan pengetahuan

    dan kesadaran ibu tentang penyakit pneumonia. Di samping itu, kepercayaan dari

    tradisi dapat menghambat ibu untuk memeriksakan anak ke sarana kesehatan. Karena

    faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka

    sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007).

    a. PendidikanDalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan,

    pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

    dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

    dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

    kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

    masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada

    pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan

    berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran.

    Memang kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya

    lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya

    memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).

    Menurut Notoatmodjo (2003), orang dengan pendidikan formal yang lebih

    tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan

    tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan

    mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan

    kesehatan.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    19/24

    Menurut Feldstein dalam Nainggolan (2008), bahwa tingkat pendidikan

    dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang

    tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui dan mengenal gejala-

    gejala awal. Kunjungan ke dokter yang rendah adalah sebagai akibat rendahnya

    pendidikan dan sikap yang masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan.

    b. PekerjaanPekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk

    memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anderson

    dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu

    diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan

    kesehatan.c. Penghasilan Keluarga

    Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai suatu prevalensi sakit,

    kelemahan, kronitas penyakit dan keterbatasan kegiatan karena masalah

    kesehatan. Ditambah pula bahwa mereka lebih sukar mencapai pelayanan

    kesehatan, dan bila dapat mencapainya akan memperoleh mutu pelayanan

    kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan lapisan masyarakat menengah atas

    (Zulikfan, 2004).

    Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu

    yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah

    pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin baik. Status sosial ekonomi

    dianggap sebagai salah satu faktor risiko penting untuk pneumonia, karena

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    20/24

    penderita pneumonia pada balita banyak ditemukan pada kelompok keluarga

    dengan sosial ekonomi rendah (Kartasasmita, 1993).

    d. Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2003), pengertahuan adalah apa yang diketahui oleh

    seseorang tentang sesuatu hal yang didapat secara formal maupun informal.

    Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

    melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

    mata dan telinga.

    Pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:

    a. Tahu (know)Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari

    sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah kembali

    (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau

    rangsangan yang telah diterima.

    b. Memahami (Comprehension)Memahami diartikan sebagai suatu untuk menjelaskan secara benar

    tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

    secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dan dapat

    menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap

    objek yang dipelajari.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    21/24

    c. Aplikasi (Application)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

    yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

    disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus,

    metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

    d. Analisa (Analysis)

    Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau objek

    analisa komponen-komponen tetapi di dalam suatu struktur organisasi

    tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    e. Sintesa (Synthesis)

    Sintesa menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

    atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru

    atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah

    ada.

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

    materi atau objek.

    2.4.5. FaktorEnabling(Faktor Pendukung)

    Faktor ini mencakup ketersediaan sarana/fasilitas bagi masyarakat misalnya

    puskesmas, rumah sakit, polindes, dokter atau bidan swasta, dan lain-lain. Fasilitas ini

    pada hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan maka disebut juga

    faktor pendukung.

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    22/24

    a. Ketersediaan sarana kesehatanMenurut Notoatmodjo (2007), meskipun kesadaran dan pengetahuan

    masyarakat tinggi tentang kesehatan, namun fasilitas kesehatan yang tidak

    mendukung maka tindakan tentang kesehatan tidak akan terwujud. Oleh karena

    itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi harus diikuti dengan ketersediaan

    sarana kesehatan yang baik sehingga terwujud perilaku hidup sehat.

    b. Jarak ke sarana kesehatanRochman (1994) menyatakan bahwa keterjangkauan/jarak merupakan salah

    satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

    2.4.6. FaktorReinforcing(Faktor Penguat)

    Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan. Untuk

    berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan yang

    positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh/acuan yang

    diberikan oleh petugas kesehatan. Faktor ini disebut juga sebagai faktor penguat.

    Dukungan dari Petugas Kesehatan.

    Menurut Nur (2004) kerjasama dan penyuluhan dari petugas kesehatan sangat

    diperlukan sebagai contoh/acuan dalam melakukan tindakan kesehatan. Peran petugas

    kesehatan mempunyai pengaruh terhadap perilaku ibu dalam kaitannya dengan

    pencegahan penyakitpneumonia.

    Menurut Sarfino dalam Smet (1994), dukungan petugas kesehatan merupakan

    dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    23/24

    lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang

    diketahui.

    Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

    kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang

    kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

    kesehatan (Kepmenkes RI, 2005).

    Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa dukungan petugas kesehatan adalah

    dukungan yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan

    baik itu berupa penyuluhan, saran dan tindakan petugas kesehatan dalam memberikan

    pelayanan kepada ibu.

    2.5. Kerangka Konsep Penelitian

    Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat, maka kerangka konsep

    penelitian adalah sebagai berikut:

    Variabel bebas Variabel Terikat

    Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

    FaktorPredisposing:

    - Tingkat Pendidikan- Pekerjaan- Penghasilan keluarga- Pengetahuan

    FaktorEnabling:

    Sarana Kesehatan:

    - Ketersediaan

    - Jarak

    FaktorReinforcing:

    Dukungan dari

    petugas kesehatan

    Pencegahan penyakit

    pneumoniapada balita

  • 5/28/2018 Pneumonia Usu

    24/24

    2.6. Hipotesis Penelitian

    Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah

    terdapat pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan,

    penghasilan keluarga, dan pengetahuan), faktor enabling(meliputi: ketersediaan serta

    jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas

    kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di

    Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011.