Top Banner

of 28

Pneumonia (Bahan)

Mar 10, 2016

Download

Documents

gendon_kambing

Pneumonia (Bahan)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PEDIATRI : PNEUMONIA (BRONKOPNEUMONIA)

PENDAHULUANPneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :1. Pneumonia lobaris2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)3. BronkopneumoniaPneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak (Bennete, 2013).Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

DEFINISIBronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)

EPIDEMIOLOGIInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)

ETIOLOGIPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :1. Faktor Infeksia. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).b. Pada bayi :1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.c. Pada anak-anak :1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosisd. Pada anak besar dewasa muda :1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis2. Faktor Non Infeksi.Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputia. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).b. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASIPembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).1. Berdasarkan lokasi lesi di parua. Pneumonia lobarisb. Pneumonia interstitialisc. Bronkopneumonia2. Berdasarkan asal infeksia. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)3. Berdasarkan mikroorganisme penyebaba. Pneumonia bakterib. Pneumonia virusc. Pneumonia mikoplasmad. Pneumonia jamur4. Berdasarkan karakteristik penyakita. Pneumonia tipikalb. Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakita. Pneumonia akutb. Pneumonia persisten

PATOGENESISNormalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIKPneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIGambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

PEMERIKSAAN LABORATORIUMPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

KRITERIA DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2. Panas badan3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASIKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

PENATALAKSANAANPenatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)1. Penatalaksaan Umuma. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.2. Penatalaksanaan Khususa. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantungc. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis2. Berat ringan penyakit3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis4. Ada tidaknya penyakit yang mendasariPemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :a. ampicillin + aminoglikosidb. amoksisillin - asam klavulanatc. amoksisillin + aminoglikosidd. sefalosporin generasi ke-32. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)a. beta laktam amoksisillinb. amoksisillin - asam klavulanatc. golongan sefalosporind. kotrimoksazole. makrolid (eritromisin)3. Anak usia sekolah (> 5 thn)a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

DAFTAR PUSTAKABennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (9 Marert 2013)Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

Pneumonia pada Anak

2.1.1 DefinisiPneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru. Inflamasi ini disebabkan oleh sebagian besar oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi (Said, 2008; Sectish and Prober, 2007).

2.1.2 KlasifikasiSaat ini dikenal dua bentuk pneumonia berdasarkan tempat terjadinya infeksi, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) yaitu infeksinya terjadi di masyarakat dan pneumonia nosokimoal (hospital-acquired pneumonia) bila infeksinya didapat di rumah sakit. Pneumonia nosokomial seringkali merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang telah diderita pasien sehingga spektrum etiologi, gejala klinis, derajat beratnya penyakit, komplikasi, dan terapi yang diberikan berbeda dengan pneumonia-masyarakat (Said, 2008). Sedangkan secara anatomis, pneumonia dibagi menjadi: (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan (3) pneumonia interstisialis (Hassan dan Husein, 2005). Pada pembahasan berikutnya dalam bab ini khususnya dan dalam penelitian ini umumnya akan difokuskan pada pneumonia-masyarakat.

2.1.3 EpidemiologiDi Indonesia ISPA masih mendapat perhatian cukup besar. Antara 40-60% kunjungan di puskesmas adalah karena ISPA. ISPA dibagi menjadi pneumonia dan nonpneumonia. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab utama kematian anak (Depkes RI, 2009).Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia (UNICEF/WHO, 2006). Kejadian pneumonia di negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan negara berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan karena peran antibiotik, vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak yang berkembang di negara maju (Sectish and Prober, 2007).Antara 11 sampai 20 juta anak dengan pneumonia butuh rawat inap dan lebih dari 2 juta meninggal. Perlu pula diingat bahwa insidensi pneumonia berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak (UNICEF/WHO, 2006).Tiga perempat kejadian pneumonia pada balita di dunia terjadi di 15 negara dan Indonesia menduduki urutan keenam dengan insidensi per tahunnya sekitar 6 juta (UNICEF/WHO, 2006). Pada tahun 2001, SKN menyebutkan 22,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori terutama pneumonia (Said, 2008). Propinsi NTB, menurut Depkes RI tahun 2008, menduduki urutan pertama kejadian pneumonia anak di Indonesia yaitu sekitar 56,6% (Depkes RI, 2009).Di Propinsi NTB, Dinkes Propinsi NTB melaporkan bahwa jumlah kejadian pneumonia pada tahun 2007 sebanyak 55.752 kasus dimana lebih dari 70% tersebar di empat kabupaten/kota yaitu 14.247 kasus (25,5%) di Kabupaten Lombok Barat, 9.877 kasus (17,7%) di Kabupaten Lombok Timur, 9.828 kasus (17,6%) di Kota Mataram, dan 9.741 kasus (17,4%) di Kabupaten Lombok Tengah (Dinkes Propinsi NTB, 2008).

2.1.4 EtiologiFaktor penting dalam kekhasan pneumonia anak adalah usia (Said, 2008). Namun secara umum, Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab pneumonia yang paling sering (Sectish and Prober, 2007). Di negara berkembang pneumonia anak khususnya disebabkan oleh bakteri khususnya S. pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza, termasuk strain atipik, (McIntosh, 2002; Said, 2008).Ditemukan pula pneumonia yang disebabkan oleh virus. Di negara maju, virus yang terbanyak ditemukan adalah RSV, Rhinovirus, dan virus parainfluenza (Said, 2008). Frekuensi tertinggi dari viral pneumonia terjadi pada usia 2-3 tahun, lalu menurun perlahan setelahnya (Sectish and Prober, 2007).Pada tabel 2.1 ditampilkan daftar etiologi pneumonia anak di negara maju. Spektrum etiologi ini tidak dapat serta merta di ekstrapolasikan di Indonesia karena faktor risiko pneumonia yang berbeda. Di negara maju pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan sangat baik, cakupan vaksinasi Hib dan Pneumokokus cukup luas (Said, 2008).

Tabel 2.1 Etiologi pneumonia pada anak sesuai kelompok umur di negara majuUsia Etiologi yang sering Etiologi yang jarangLahir 20 hari Bakteri:- Eschericia coli- Streptococcus group B- Listeria monocytogenes Bakteri:- Bakteri anaerob- Streptococcus group D- H. influenzae- Ureaplasma urealyticumVirus:- Virus sitomegalo- Virus herpes simpleks3 minggu 3 bulan Bakteri:- Chlamydia trachomatis- S. pneumoniaVirus:- Virus adeno- Virus influenza- Virus parainfluenza 1,2,3- RSV Bakteri:- Bordetella pertusis- H. influenza tipe B- Moraxella catharalis- S. aureus- Ureplasma urealiticumVirus:- Virus sitomegalo4 bulan 5 tahun Bakteri:- Chlamydia pneumoniae- Mycoplasma pneumoniae- S. pneumoniaeVirus:- Virus adeno- Virus influenza- Virus parainfluenza- Virus rino- RSV Bakteri:- H. influenza tipe B- Moraxella catharalis- Neisseria meningitidis- S. aureusVirus:- Virus varisela-zosterSumber: Opstapchuk M, Robert DM, dan Haddy R, 2004 mengutip dalam Said, 2008.

2.1.5 Faktor RisikoTerdapat berbagai faktor risiko yang tercatat sebagai faktor risiko pneumonia antara lain, pneumonia yang terjadi pada masa bayi, BBLR, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat atau tidak mendapat ASI eksklusif, malnutrisi, defisiensi vitamin A, asupan zink yang tidak adekuat, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan koinsidensi dengan penyakit lain seperti AIDS dan campak. Faktor lingkungan seperti tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok serta polusi ruangan) dan lingkungan perumahan yang padat juga meningkatkan kecendrungan balita untuk terserang pneumonia (Said, 2008; UNICEF/WHO, 2006; Misba dkk, 2009).

2.1.6 PatogenesisSaluran napas memiliki mekanisme pertahanan yang menjaganya tetap steril, yaitu bersihan oleh mukosiliar, IgA sekretori, sel-sel imun, dan mekanisme batuk. Mekanisme pertahanan imunologis di paru yaitu makrofag yang berada di alveoli dan bronkiolus, IgA sekretori, dan Ig lainnya (Sectish and Prober, 2007). Karena saluran napas terus-menerus terpapar agen infeksius, tidak efektif dan lemahnya mekanisme pertahanan ini menyebabkan terjadinya infeksi saluran napas dan paru (Hazinski, 2003).Umumnya mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian perifer, penyebarannya langsung dari saluran napas atas (Asih dkk, 2006). Reaksi jaringan menimbulkan edema yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Terjadi konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli dari bagian paru yang terkena. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat, warna menjadi merah, dan pada perabaan seperti hepar. Inilah yang disebut sebagai stadium hepatisasi merah. Stadium ini berlangsung sangat pendek. Selanjutnya deposisi fibrin semakin meningkat, terdapat fibrin dan leukosit di alveoli, dan terjadi fagositosis yang cepat. Lobus tetap padat dan warna menjadi pucat kelabu. Stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi kelabu. Pada tahap berikutnya terjadi peningkatan jumlah makrofag di alveoli, sel mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner yang tidak terkena akan tetap normal (Hassan dan Husein, 2005; Said, 2008).Pemberian antibiotik sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit pasien pneumonia, sehingga stadium yang telah disebutkan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu memiliki gambaran patologis khas. Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru (bronkopulmoner), pada anak atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Staphylococcus aureus pada bayi sering menyebabkan abses-abses kecil atau pneumotokel, karena kuman ini menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase yang menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi (Said, 2008).Pada pneumonia terjadi gangguan ventilasi akibat kelainan langsung di parenkim paru sehingga rasio optimal ventilasi (V) perfusi (Q) tidak tercapai (V/Q 1 tanda bahaya Harus dirawat dan diberi antibiotik Penumonia Sesak napas () Ada napas cepat bila laju napas:o >50 x/menit untuk usia 2 bulan 1 tahuno >40 x/menit untuk usia >1 5 tahun Tidak perlu dirawat, beri antibiotik oral Bukan pneumonia Napas cepat dan sesak napas tidak ada Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti antipiretikb. Bayi berusia di bawah 2 bulanPneumonia pada bayi 60 x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberi antibiotik Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat atau sesak napas Tidak perlu dirawat, cukup pengobatan simptomatisNapas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh dalam keadaan anak/bayi tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). WHO juga menetapkan beberapa tanda bahaya, agar anak segera dirujuk ke pelayana kesehatan. Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan 5 tahun yaitu tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, selalu memuntahkan segalanya dan gizi buruk. Tanda bahaya bayi usia 2 BulanLini pertama :Ampisilin + Chloramfenicol100 mg / kg BB (ampi-kloram)4x per hari (tiap 6 jam)

Lini kedua :Seftriakson50 mg / kgBB / x1x per hari