-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
PneumoniaDefininisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme, baik oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Adapun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk.
Klasifikasi Pneumonia
Tipe pneumonia berdasarkan sumber kuman, yaitu:
Pneumonia komuniti, pneumonia yang didapat di masyarakat
(Community Acquired Pneumonia)
Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia Imunocompromised
Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya, yaitu:
Pneumonia bakterial / tipikal : staphylococcus, streptococcus,
Hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas, dll
Pneumonia atipical : mycoplasma, legionella, dan chlamydia
Pneumonia virus
Pneumonia jamur
Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi, yaitu:Pneumonia
lobaris, lobularisBronkopneumoniaPleuropneumoniaPneumonia
interstitiel
Patogenesis PneumoniaDalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru karena adanya aktivitas
mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembangbiak menimbulkan
pernyakit. Mikroorganisme masuk saluran napas, dengan
cara:Inokulasi langsungPenyebaran melalui pembuluh darahInhalasi
bahan aerosolKolonisasi di permukaan mukosa
Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga
timbullah edema di seluruh alveoli, infiltrasi sel-sel PMN
(polimorfonuclear), dan diapedesis eritrosit. Sel-sel PMN mendesak
bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan lekosit yang lain
melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi,
antara lain:Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan
edema.Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.Zona konsolidasi luar: daerah tempat
terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.Zona
resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, lekosit dan alveolar makrofag.
Sehingga, terlihat adanya 2 gambaran, yaitu:Red hepatization:
daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahanGray hepatization:
daerah konsolidasi yang luas
Diagnosis Pneumonia
AnamnesisDemam menggigilSuhu tubuh meningkatBatuk berdahak
mukoid atau purulenSesak napasKadang nyeri dada
Pemeriksaan FisikTergantung luas lesi paruInspeksi: bagian yang
sakit tertinggalPalpasi: fremitus dapat mengerasPerkusi: redup
Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara
tambahan ronki basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
Pemeriksaan PenunjangGambaran radiologis: foto toraks PA/
lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan),
dapat disertai air bronchogram.Pemeriksaan laboratorium: terdapat
peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat
mencapai 30.000/ul.Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan
pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi.Analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis
respiratorik.
Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia
Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome
Research Team (PORT). Penilaian skor PORT ini meliputi
Faktor demografi
UsiaLaki-laki, nilainya = umur (tahun) 10Perempuan, nilainya =
umur (tahun)
Perawatan di rumah, nilainya 10
Adanya penyakit penyerta berupa:Keganasan, nilainya 30Penyakit
hati, nilainya 20Gagal jantung kongestif, nilainya 10Penyakit CV,
nilainya 10Penyakit ginjal, nilainya 10
Pemeriksaan fisisPerubahan status mental, nilainya 20Pernapasan
lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya 20Tekanan
darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg, nilainya
20Suhu tubuh kurang dari 35C atau lebih dari atau sama dengan 40C,
nilainya 15
Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya
10
Hasil laboratorium / radiologiAnalisis gas darah arteri
didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30BUN lebih dari 30 mg/dl,
nilainya 20Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20Glukosa
lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10Hematokrit kurang dari 30 %,
nilainya 10PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya
10Efusi pleura, nilainya 10
Penatalaksanaan Pneumonia
Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain:Skor PORT
lebih dari 70Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti
pada kriteria minor.Pneumonia pada pengguna NAPZA
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia berdasarkan ATS.
Kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih dari
kriteria di bawah ini.
Kriteria Minor PneumoniaFrekuensi pernapasan lebih dari 30 kali
per menitPaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHgFoto toraks paru menunjukkan
adanya kelainan bilateralFoto toraks paru melibatkan lebih dari 2
lobusTekanan sistolik kurang dari 90 mmHgTekanan diastolik kurang
dari 60 mmHg
Kriteria Mayor PneumoniaMembutuhkan ventilasi mekanikInfiltrat
bertambah lebih dari 50 %Membutuhkan vasopressor lebih dari 4
jamKreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau,
peningkatan lebih dari sama dengan 2 mg/dl pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Kriteria perawatan intensif penderita pneumonia, antara
lain:
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuh
ventilasi mekanik; atau, membutuhkan vasopresor lebih dari 4
jam.Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai PaO2/FiO2
kurang dari 250 mmHg; foto toraks menunjukkan adanya kelainan
bilateral; dan, tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg.
Pengobatan Pneumonia
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaannya.
Karena beberapa alasan, yaitu:Penyakit yang berat dapat
mengancam jiwaBakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu
sebagai penyebab pneumoniaHasil pembiakan bakteri memerlukan
waktu
maka, pemberian antibiotika dilakukan secara empiris.
Untuk Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP), dapat
diberikan:Golongan penisilinTMP-SMZMakrolid
Untuk Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP), dapat
diberikan:Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat
jalan)Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggiMakrolid baru dosis
tinggiFluorokuinolon respirasi
Untuk Pseudomonas aeruginosa, dapat
diberikan:AminoglikosidSeftazidim, Sefoperason, SefepimTikarsilin,
PiperasilinKarbapenem : Meropenem, ImipenemSiprofloksasin,
levofloksasin
Untuk Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA), dapat
diberikan:VankomisinTeikoplanin
Linezolid
Untuk Hemophilus influenza, dapat
diberikan:TMP-SMZAzithromisinSefalosporin gen.2 atau
3Fluorokuinolone respirasi
Untuk Legionella, dapat
diberikan:MakrolidFluorokuinoloneRafampicin
Untuk Mycoplasma pneumoniae, dapat
diberikan:DoksisiklinMakrolidFluorokuinolone
Untuk Chlamydia pneumoniae, dapat
diberikan:DoksisiklinMakrolidFluorokuinolone
Komplikasi Penumonia
Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumonia, antara lain:Efusi
pleuraEmpiemaAbses paruPneumothoraksGagal napasSepsis
oOOoPneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936
pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika.
Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa
tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza
kembali merajalela.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling
banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun
akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia
sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi
penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi
nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi
kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah
penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada
30 sumber infeksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma,
jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali
bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut
bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas
sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat
adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih
pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per
menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis
pneumonia.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga
disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding
dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang
dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat
berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak
dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga
disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke
dalam.
Menurut dokter spesialis paru dari RSIA Hermina Jatinegara, Dr.
Bambang Supriyatno SpA(K),
perbedaan mendasar antara pneumonia dengan TBC terletak pada
jenis mikroorganisme yang menginfeksi. Pneumonia yang ada di
masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma
(bentuk peralihan antara bakteri dan virus ), katanya. Bambang
menyebutkan, bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae,
Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp. Sedangkan,
vIrus misalnya virus influensa. Pada TBC, jenis mikroorganisme yang
menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis, sambungnya.
Rentannya anak terkena penyakit pneumonia umumnya dikarenakan
lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh balita. Oleh
sebab itu, mikrorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan
tubuh.
Jenis bakteri pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin
populer seiring kian dikenalnya jenis penyakit Invasive
Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD
adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah
(bakteremia). "Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita
juga terkena meningitis atau bakteremia," kata Bambang.
Dokter spesialis anak dari RSAB Harapan Kita, Dr. Attila Dewanti
SpA menjelaskan bahwa bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui
infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa
lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sampai ke
paru-paru dan selaput otak. Akibatnya, timbul peradangan pada paru
dan daerah selaput otak, tambahnya.
Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi
cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran
hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan
terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi
paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak
tersisa ruang untuk oksigen.
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali
membuat orangtua kurang waspada terhadap penyakit ini. Orang tua
sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala
awal panas dan batuk, orang tua sering mengobati sendiri dirumah
dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter, jelas
Atilla. Karenanya dokter spesialins bagian neurologi anak ini
menyatakan sebaiknya bila anak sakit panas tinggi dan batuk,
segeralah ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya.
Diagnosa dan Pengobatan
Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama
dengan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula
pemeriksaan penunjuang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah.
Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Umumnya pengobatan dengan pemberian antibiotik. Penderita pneumonia
dapat sembuh bila diberikan antibiotik yg sesuai dengan jenis
kumannya, hanya saja perlu dosis tinggi dan waktu yg lama, papar
Atilla.
Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau
kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia
dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi
tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia
yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara
opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa
mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau
bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita
pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari
dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara banyak minum air
putih maupun melalui infus.
Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan
khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan
pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani
pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing,
setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan
pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, serangan
berikutnya
bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika,
pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan
pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam
darah.
Pada beberapa kasus, Atilla menerangkan bahwa pneumonia yang
sudah mengalami komplikasi tersebut bisa meninggalkan berbagai efek
samping. Anak dapat mengalami berbagai efek samping seperti
gangguan kecerdasan, gangguan perkembangan motorik, gangguan
pendengaran dan keterlambatan bicara, paparnya. Walaupun demikian,
Bambang tetap meyakinkan bahwa anak dengan pneumonia juga bisa
sembuh total dan hidup dengan normal.
Pencegahan
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal
masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran
informasi tentang penanggulangannya. Program P2ISPA
mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia. Yaitu, usia
dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) dan usia 2
bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan
tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia ini antara lain batuk-pilek
biasa, pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Ungkapan klasik bahwa
mencegah lebih baik daripada mengobati benar-benar relevan dengan
penyakit pneumonia ini. Mengingat pengobatannya yang semakin sulit,
terutama terkait dengan meningkatkan resistensi bakteri
pneumokokus, maka tindakan pencegahan sangatlah dianjurkan.
Pencegahan penyakit IPD, termasuk pneumonia, dapat dilakukan
dengan cara vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai
vaksin IPD. Menurut Atilla yang juga bertugas di klinik khusus
tumbuh kembang
anak RSAB Harapan kita, peluang mencegah Pneumonia dengan vaksin
IPD adalah sekitar 80-90%.
Adapun mengenai waktu ideal pemberian vaksin IPD, menurut
penjelasan Atilla adalah sebanyak 4 kali, yakni pada saat bayi
berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan diulang lagi pada usia 12
bulan. Atilla menguatkan bahwa vaksin itu aman dan dapat diberikan
bersamaan dengan vaksin lain seperti Hib, MMR maupun Hepatitis
B.
Selain imunisasi, pencegahan pneumonia menurut Bambang adalah
dengan menjaga keseimbangan nutrisi anak. Selain itu, upayakan agar
anak memiliki daya tahan tubuh yang baik, antara lain dengan cara
cukup istirahat juga olahraga, jelasnya.
Pneumonia oleh Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari
bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri
dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan
dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
darah.
Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat,
napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir
dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada
kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit
dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum
terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan
vaksinnya pun sudah tersedia.
Pneumonia oleh virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil
diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian
atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu
pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak
berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun, bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang
menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan
paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja
dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu
diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 - 136 jam, napas menjadi
sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam
tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila
dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia
yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering
juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ).
Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria
remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga
pada yang tidak diobati.
Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan
sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada
beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam
waktu lama.
Pneumonia Jenis Lain
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia (
PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda
awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati
pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa
bulan kemudian, namun pengobatan yang
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
baik akan mencegah atau menundah kekambuhan. Pneumonia lain yang
lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu
maupun jamur. Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan
bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan
psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi paru,
namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling
berbahaya kecuali dioabati sejak dini.
oOOo
ORGANISASI Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
mengungkap, angka kematian anak akibat pneumonia lebih banyak
dibandingkan jumlah total kematian karena AIDS, malaria, dan cacar
air. Padahal vaksinasi bisa mencegah penyakit itu.
Tercatat lebih dari satu juta bayi dan balita meninggal setiap
tahun akibat pneumonia. Dengan kata lain, satu dari lima kematian
anak dan balita disebabkan pneumonia.
Sekitar tiga per empat jumlah kasus pneumonia balita terdapat di
15 negara, termasuk Indonesia yang menempati urutan ke-6. Dengan
angka kematian total 6 juta anak.
"Pneumonia menjadi masalah signifikan di banyak negara, terutama
di negara dengan angka kematian balita yang tinggi," kata Kepala
Divisi Kesehatan UNICEF, Peter Salama.
Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus
invasif (IPD) yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri
streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat menyerang
paru-paru, selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu
menginfiltrasi organ lainnya. IPD bisa berdampak pada kecacatan
permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi,
kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.
"Bakteri pneumokokus dulu bisa dimatikan dengan antibiotik.
Belakangan, bakteri ini kebal terhadap antibiotik sehingga
menyulitkan pengobatan," sebut
Ketua Divisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM Dr Soedjatmiko SpA(K) MSi.
Tingginya angka kematian akibat pneumonia sekaligus membuktikan
masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi
sebagai langkah pencegahan.
Soedjatmiko mengemukakan, setiap tahun sekitar 3 juta orang
meninggal akibat berbagai penyakit yang sebenarnya bisa dicegah
dengan imunisasi.
Imunisasi dianjurkan sedini mungkin supaya lebih efektif
sehingga unsur perlindungannya mencapai level optimal. Oleh karena
itu, bayi disarankan diimunisasi PCV mulai usia bayi 2 bulan, 4
bulan, 6 bulan, lalu diberikan satu dosis lagi pada usia 12-15
bulan sebagai penguat.
"Itu adalah jadwal idealnya, tapi kalaupun sudah lewat tidak
masalah. Lebih baik telat daripada tidak diberikan sama sekali.
Vaksin ini masih dapat diberikan hingga usia 9 tahun," papar dokter
yang juga menjabat Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (PP IDAI) ini.
Menurut Peter Salama, negara dengan angka kematian balita yang
tinggi, terutama akibat pneumonia pada anak, menjadi prioritas
utama. Hal itu merujuk pada negara dengan lebih dari 50 kematian
per 1.000 kelahiran hidup anak balita, maupun negara dengan lebih
dari 50.000 kematian balita per tahun.
"Indonesia dengan 58 kematian per 1.000 kelahiran hidup, masuk
kategori direkomendasikan," sahut Soedjatmiko seraya mengungkapkan
bahwa IDAI juga telah menerbitkan rekomendasi dan petunjuk
pemakaian vaksin pneumokokus sejak bulan Juni 2006.
IPD dapat menyerang siapa saja dan di mana saja. Hanya, kelompok
usia paling rentan menderita IPD adalah bayi dan anak-anak usia
kurang dari dua tahun. Ditandai dengan gejala demam tinggi,
menggigil, batuk, dan sesak napas.
Kasus kejadiannya amat tinggi pada usia kurang dari dua tahun,
lalu kian berkurang pada remaja dan dewasa. Namun kembali meninggi
lagi di usia lanjut.
"Itulah sebabnya, imunisasi PCV tak hanya melindungi si bayi
yang diimunisasi, juga proteksi bagi anggota keluarga lain," tandas
Dr Soedjatmiko SpA(K) MSi.
Adapun cara penularan bakteri pneumokokus, antara lain melalui
percikan ludah melalui udara saat bersin, batuk atau
berbicara.(sindo//tty)
oOOoBanyak gejala batuk dan pilek yang mirip dengan gejala
penyakit lain. Periksa dulu dengan gejala lain yang menyerupai
berikut ini .
CroupGejala: Batuk menggonggong di malam hari, dan dengik
berdana tinggi ketika anak menarik napas, hidung meler, demam
penanganan: Duduk di kamar mandi dan berikan air hangat melalui
shower selama 15-20 menit akan membantunya bernapas. Kapan harus
menghubungi dokter: Bila anak benar-benar sulit bernapas atau
dengik berlanjut lebih dari 5 menit atau malah lebih buruk.
Bronchiolitis ( RSV)Gejalanya: hidung meler, lekas marah, hilang
selera makan, demam, batuk, suara dengik ketika anak bernapas.
Penanganan: Banyak cairan dan istirahat. Pada kasus yang serius,
anak-anak ( khususnya bayi) mungkin dirawat di rumah sakit untuk
menerima oksigen, cairan, atau obat. Kapan harus menghubungi dokter
: Bila bayi anda sulit bernapas, lendir yang kental, ada
tanda-tanda dehidrasi, tidak aktif seperti biasanya atau menolak
menyusu.
PnaeumoniaGejala: Demam, gejala pilek yang bertahan lebih dari
seminggu dan terus memburuk, batuk basah dan berlendir, sakit di
dada atau perut, menggigil, napas tersengal-sengal, kelelahan.
Penanganan : Antibiotika ( jika disebabkan bakteri), sementara
pneumonia yang
disebabkan virus dibiarkan saja. Asetaminofen atau ibu protein
bisa membantu meredakan rasa nyeri dan demam. Kapan harus
menghubungi dokter: Segera setelah anda mencurigai anak menderita
pneumonia. Anak anda mungkin butuh Xray untuk diagnosa.
Batuk rejan ( pertusis)Gejala: Batuk yang bertahan lebih dari
satu menit dalam pernapasan di antara batuk, dan ada suara dengik
saat dia mengambil napas. Penanganan : Antibiotika, istirahat,
serta pelembab udara untuk mengencerkan lendir serta melegakan
jalur pernapasan. Kapan harus menghubungi dokter: Sesegera mungkin.
Anak dibawah 6 bulan mungkin perlu dirawat dirumah sakit. Bila dia
berusia lebih tua, dia butuh antibiotika sesegera mungkin
oOOo
Pneumonia is a general term that refers to an infection of the
lungs, which can be caused by a variety of microorganisms,
including viruses, bacteria, fungi, and parasites.
Often pneumonia begins after an upper respiratory tract
infection (an infection of the nose and throat). When this happens,
symptoms of pneumonia begin after 2 or 3 days of a cold or sore
throat.Signs and Symptoms
Symptoms of pneumonia vary, depending on the age of the child
and the cause of the pneumonia. Some common symptoms
include:feverchillscoughunusually rapid breathingbreathing with
grunting or wheezing soundslabored breathing that makes a child's
rib muscles retract (when muscles under the rib cage or between
ribs draw inward with each breath)vomitingchest painabdominal
paindecreased activityloss of appetite (in older children) or poor
feeding (in infants)
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
in extreme cases, bluish or gray color of the lips and
fingernails
Sometimes a child's only symptom is rapid breathing. Sometimes
when the pneumonia is in the lower part of the lungs near the
abdomen, there may be no breathing problems at all, but there may
be fever and abdominal pain or vomiting.
When pneumonia is caused by bacteria, an infected child usually
becomes sick relatively quickly and experiences the sudden onset of
high fever and unusually rapid breathing. When pneumonia is caused
by viruses, symptoms tend to appear more gradually and are often
less severe than in bacterial pneumonia. Wheezing may be more
common in viral pneumonia.
Some types of pneumonia cause symptoms that give important clues
about which germ is causing the illness. For example, in older
children and adolescents, pneumonia due to Mycoplasma (also called
walking pneumonia) is notorious for causing a sore throat and
headache in addition to the usual symptoms of pneumonia.
In infants, pneumonia due to chlamydia may cause conjunctivitis
(pinkeye) with only mild illness and no fever. When pneumonia is
due to whooping cough (pertussis), the child may have long coughing
spells, turn blue from lack of air, or make a classic "whoop" sound
when trying to take a breath.Description
Pneumonia is a lung infection that can be caused by different
types of germs, including bacteria, viruses, fungi, and parasites.
Although different types of pneumonia tend to affect children in
different age groups, pneumonia is most commonly caused by viruses.
Some viruses that cause pneumonia are adenoviruses, rhinovirus,
influenza virus (flu), respiratory syncytial virus (RSV), and
parainfluenza virus (the virus that causes croup).Incubation
The incubation period for pneumonia varies, depending on the
type of virus or bacteria causing the infection.
Some common incubation periods are: respiratory syncytial virus,
4 to 6 days; influenza, 18 to 72 hours.Duration
With treatment, most types of bacterial pneumonia can be cured
within 1 to 2 weeks. Viral pneumonia may last longer. Mycoplasmal
pneumonia may take 4 to 6 weeks to resolve
completely.Contagiousness
The viruses and bacteria that cause pneumonia are contagious and
are usually found in fluid from the mouth or nose of an infected
person. Illness can spread when an infected person coughs or
sneezes on a person, by sharing drinking glasses and eating
utensils, and when a person touches the used tissues or
handkerchiefs of an infected person.Prevention
There are vaccines to prevent infections by viruses or bacteria
that cause some types of pneumonia.
Children usually receive routine immunizations against
Haemophilus influenzae and pertussis (whooping cough) beginning at
2 months of age. (The pertussis immunization is the "P" part of the
routine DTaP injection.) Vaccines are now also given against the
pneumococcus organism (PCV), a common cause of bacterial
pneumonia.
Children with chronic illnesses, who are at special risk for
other types of pneumonia, may receive additional vaccines or
protective immune medication. The flu vaccine is strongly
recommended for children with chronic illnesses such as chronic
heart or lung disorders or asthma, as well as otherwise healthy
children.
Because they are at higher risk for serious complications,
infants who were born prematurely may be given treatments that
temporarily protect against RSV, which can lead to pneumonia in
younger children.
Doctors may give prophylactic (disease-preventing) antibiotics
to prevent pneumonia in children who have been exposed to someone
with certain types of
pneumonia, such as pertussis. Children with HIV infection may
also receive prophylactic antibiotics to prevent pneumonia caused
by Pneumocystis carinii.
Antiviral medication is now available, too, and can be used to
prevent some types of viral pneumonia or to make symptoms less
severe.
In addition, regular tuberculosis screening is performed yearly
in some high-risk areas because early detection will prevent active
tuberculosis infection including pneumonia.
In general, pneumonia is not contagious, but the upper
respiratory viruses that lead to it are, so it is best to keep your
child away from anyone who has an upper respiratory tract
infection. If someone in your home has a respiratory infection or
throat infection, keep his or her drinking glass and eating
utensils separate from those of other family members, and wash your
hands frequently, especially if you are handling used tissues or
dirty handkerchiefs.When to Call Your Child's Doctor
Call your child's doctor immediately if your child has any of
the signs and symptoms of pneumonia, but especially if your
child:is having trouble breathing or is breathing abnormally
fasthas a bluish or gray color to the fingernails or lipshas a
fever of 102 degrees Fahrenheit (38.9 degrees Celsius), or above
100.4 degrees Fahrenheit (38 degrees Celsius) in infants under 6
months of ageProfessional Treatment
Doctors usually make the diagnosis of pneumonia after a physical
examination. The doctor may possibly use a chest X-ray, blood
tests, and (sometimes) bacterial cultures of mucus produced by
coughing when making a diagnosis.
In most cases, pneumonia can be treated with oral antibiotics
given to your child at home. The type of antibiotic used depends on
the type of pneumonia.
Children may be hospitalized for treatment if they have
pneumonia caused by pertussis or other bacterial pneumonia that
causes high fevers and respiratory distress. They may also be
hospitalized if supplemental oxygen is needed, if they have lung
infections that may have spread into the bloodstream, if they have
chronic illnesses that affect the immune system, if they are
vomiting so much that they cannot take medicine by mouth, or if
they have recurrent episodes of pneumonia.Home Treatment
If your child's doctor has prescribed antibiotics for bacterial
pneumonia, give the medicine on schedule for as long as the doctor
directs. This will help your child recover faster and will decrease
the chance that infection will spread to other household
members.
Don't force a child who's not feeling well to eat, but encourage
your child to drink fluids, especially if fever is present. Ask
your child's doctor before you use a medicine to treat your child's
cough because cough suppressants stop the lungs from clearing
mucus, which may not be helpful in some types of pneumonia.
If your child has chest pain, try a heating pad or warm compress
on the chest area. Take your child's temperature at least once each
morning and each evening, and call the doctor if it goes above 102
degrees Fahrenheit (38.9 degrees Celsius) in an older infant or
child, or above 100.4 degrees Fahrenheit (38 degrees Celsius) in an
infant under 6 months of age.
Check your child's lips and fingernails to make sure that they
are rosy and pink, not bluish or gray, which is a sign that your
child's lungs are not getting enough oxygen.Pneumonia merupakan
penyebab kematian terbesar balita dan menjadi masalah kesehatan di
negara berkembang , termasuk Indonesia. Vaksinasi merupakan upaya
terpenting untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat
penyakit ini .
Perkembangan kesehatan respirasi anak di negeri ini tak luput
dari perhatian Prof.Dr. Mardjanis Said SpA(K). Lebih dari 30 tahun,
ia menekuni bidang
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
kesehatan anak khususnya respirologi. Selama itu pula penyakit
infeksi pernapasan terutama pneumonia menjadi masalah kesehatan
anak dan penyebab kematian balita terbesar di Indonesia.
Pneumonia merupakan 'predator ' balita nomor satu di negara
berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan
kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 persen
atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di
negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara.
Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17
persen) dan malaria (8 persen).
Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung
meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5
-38,8 persen. "Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga
menjadi persoalan negera berkembang yang kondisi lingkungannya
buruk dan malnutrisi" kata Prof. dr. Mardjanis Said SpA,, pada
pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan
Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Aula FKUI,
29 April lalu.
Dalam orasinya yang bertema "Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas
Anak Balita: Tantangan dan Harapan", Prof. Mardjanis memaparkan
perkembangan pneumonia di Indonesia. Pneumonia tergolong penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penyakit ini dipicu oleh
berbagai mikroorganisme terutama bakteri dan virus pada saluran
pernafasan, jaringan paru dan adneksanya. Tapi etiologi pasti
mikrobiologisnya sukar didapat. Di negara maju, menurut British
Thoracic Society, 20-60 persen etiologi pneumonia tidak
terindentifikasi. Pada beberapa studi melaporkan bahwa pada anak
usia 2 bulan sampai 5 tahun bakteri utama penyebab pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae), Hemophilus influenzae
tipe b (Hib), dan Staphilococcus aureus (S. aureus). Penelitian di
beberapa negara berkembang menunjukan bahwa S. pneumoniae dan Hib
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga hasil
isolasi, yaitu 73,9
persen dari aspirat baru dan 69,1 persen dari spesimen
darah.
Pada bayi usia kurang dari dua bulan, terutama pada masa
neonatus, pneumonia sukar dibedakan dengan sepsis dan meningitis.
Sebab etiologi bakterilogiknya berbeda dengan pneumonia anak usia
di atas dua bulan. Di negara maju penyebab terbanyak adalah
Sterptococcus grup B sedangkan di negara berkembang dilaporkan
sering disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Enterobacter
sp, Klebsilla sp, dan Coli sp.
Gambaran klinis, diagnosis dan prognosis pneumonia pada bayi dan
balita dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antara lain faktor
imaturitas anatomis dan imunologis, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, keterbatasan
penggunaan prosedur diagnosis invasif, etiologi non infeksi yang
relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Gambaran klinis
pneumonia diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala
infeksi umum seperti demam , sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu
makan berkurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah atau
diare. Kedua, gejala gangguan respiratorik seperti batuk, sesak
napas, retraksi dada, takipnu, napas cuping hidung, air hunger dan
sianosis.
Pemberian antibiotik merupakan salah satu kunci terapi
pneumonia. Pasien pneumonia rawat jalan, diberi antibiotik seperti
kortrimoksazol atau amoksisilin yang diberikan secara oral. Sebagai
perbandingan, sebuah penelitian multisenter di Pakistan yang
membuktikan bahwa pada pneumonia rawat jalan, amoksisilin (25
mg/kg/BB) dan kotrimoksazol (4 mg/kg BB TMP- 20 mg/kg BB
sulfametaksazol) 2 kali sehari adalah sama-sama efektif.
Sementara pada pneumonia rawat inap diberikan antibiotik
beta-laktam intravena atau kombinasi antibiotik beta-laktam dan
kloramfenikol intravena . Di Departemen IKA FKUI/RSCM pneumonia
berat yang diberikan kombinasi amoksisilin dan kloramfenikol
intravena, sejauh ini efektifitasnya cukup memuaskan. Sebagai
referensi, suatu penelitian terapi antibiotik pada anak usia 2- 24
bulan dengan pneumonia berat antara penisilin G intravena (25 000
U/kg BB setiap
empat jam plus kloramfenikol (15 mg/kg BB setiap 6 jam)
dibandingkan dengan seftriakson intravena (50 mg/kg BB setiap 6
jam) yang diberikan selama 10 hari, efektifitasnya ternyata sama.
Walaupun prevalensi pneumokokus resistensi penisilin makin
berkembang namun studi bakteriologi klugman masih memberi harapan.
Dilaporkan bahwa antibiotik beta-laktam dosis tinggi masih mampu
mengatasi aktivitas bakteri gram positif resisten-penisilin. Oleh
karena itu antibiotik beta-laktam masih merupakan antibiotik
pilihan untuk pengobatan pneumoniaCegah dengan Imunisasi
Imunisasi menjadi pengalaman sukses dunia kedokteran. Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) yang dicanangkan di seluruh dunia,
terbukti menurunkan angka kematian balita. Begitu pula dengan
program imunisasi terhadap penyakit infeksi pernapasan akut
memberikan kontribusi cukup besar dalam menurunkan angka kematian
balita. "Upaya pencegahan dengan pemberian vaksin merupakan
komponen penting dalam menurunkan mortalitas," tegas Prof.
Mardjanis.
Sekarang ini telah dikembangkan vaksin untuk mengatasi Hib dan
pneumokokus.
Vaksin Hib konjugat dikembangkan dengan mengkonjugasikan
protein-karier pada kapsul polisakarida Hib. Protein-karier yang
digunakan dapat berasal dari toksoid tetanus, toksin difteri, atau
protein membran luar N meningitides. Vaksin ini telah terbukti
cukup poten, aman dan efektif sejak usia enam minggu ke atas.
Tetapi di Indonesia vaksin ini dimulai pada usia 2 bulan.
S. pneumonia berbeda dengan Hib yang hanya memiliki satu
serotipe. S. pneumonia mempunyai lebih dari 90 serotipe yang
sebagian besar menjadi penyebab penyakit pada anak. Di Amerika
Serikat telah dikenal 7 serotipe ( 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F )
yang bertanggung jawab terhadap 83 persen penyakit pneumokokus
invasif pada anak usia di bawah 5 tahun. Atas dasar itu,
dikembangkan vaksin heptavalen yang berasal dari 7 serotipe
tersebut dan masing-masing
serotipe dikonjugasikan dengan protein-karier yang berasal dari
mutan non toksis difteri CRM 197.
Beberapa studi menunjukan vaksin pneumokokus konjugat heptavalen
memberikan efektivitas sangat tinggi dalam mencegah penyakit
pneumokokus invasif (bakteriemia, meningitis, dan pneumonia), serta
menurunkan angka kejadian otitis media akut dan prevalensi
kolonisasi di nasofaring. Di samping itu, timbul juga efek herd
immunity, yaitu anak yang tidak divaksinasi akan terproteksi akibat
anak-anak lain diimuniasi. Studi klinis pada 37.000 bayi di
California Utara menunjukan vaksin pneumokokus memiliki tingkat
keampuhan: 97 persen efektif dalam mencegah serotype spesifik dari
bakteri pneumokokus pada bayi yang telah divaksinasi penuh, 89
persen efektif dalam mencegah semua kasus infeksi invasif akibat
pneumokokus dari berbagai serotype pada anak yang telah mendapat
satu kali atau lebih dosis vaksinasi. Studi lain pada 2003
memperlihatkan penurunan jumlah bayi penderita infeksi invasif
akibat pneumokokus sebanyak 78 persen setelah divaksinasi saat
berusia 2 tahun.
Berdasarkan keefektifan vaksin tersebut dalam mencegah
pneumonia, meningitis dan bakteremia maka vaksin ini menjadi vaksin
yang diwajibkan di Amerika Serikat, Eropa dan Australia serta telah
digunakan lebih dari 100 juta dosis di seluruh dunia. Saat ini, di
Indonesia, vaksin pneumokokus ini telah tersedia.PneumoniaDari
Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia.Langsung ke: navigasi, cariArtikel ini tentang pneumonia
pada manusia. Untuk membaca tentang pneumonia dalam hewan lainnya,
lihat pneumonia (non-manusia).PneumoniaKode ICD-10: J12-J18,
P23Kode ICD-9: 480-486, 770.0
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana
pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan.
Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk
infeksi
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga
disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau
sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau
terlalu banyak minum alkohol.
Gejala yang berhubungan dengan pneumonia termasuk batuk, sakit
dada, demam, dan kesulitan bernafas. Alat diagnosa termasuk sinar-x
dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab
pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan
antibiotik.
oOOo
Pneumonia adalah penyakit umum, yang terjadi di seluruh kelompok
umur, dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara
orang tua dan orang yang sakit secara kronik. Vaksin untuk mencegah
beberapa jenis pneumonia tersedia. Prognosis untuk individu
tergantung dari jenis pneumonia, perawatan yang cocok, komplikasin
lainnya, dan kesehatan orang tersebut.
Salah satu kasus Pneumonia yang mempunya tingkat kematian tinggi
pada saat ini adalah kasus Pneumonia yang disebabkan oleh Flu
burung.
oOOo
PneumoniaFrom Wikipedia, the free encyclopediaPneumonia is an
inflammatory illness of the lung.[1] Frequently, it is described as
lung parenchyma/alveolar inflammation and abnormal alveolar filling
with fluid. (The alveoli are microscopic air-filled sacs in the
lungs responsible for absorbing oxygen from the atmosphere.)
Pneumonia can result from a variety of causes, including infection
with bacteria, viruses, fungi, or parasites, and chemical or
physical injury to the lungs. Its cause may also be officially
described as idiopathicthat is, unknownwhen infectious causes have
been excluded.
Typical symptoms associated with pneumonia include cough, chest
pain, fever, and difficulty in breathing. Diagnostic tools include
x-rays and examination of the
sputum. Treatment depends on the cause of pneumonia; bacterial
pneumonia is treated with antibiotics.
Pneumonia is a common illness which occurs in all age groups,
and is a leading cause of death among the elderly and people who
are chronically and terminally ill. Vaccines to prevent certain
types of pneumonia are available. The prognosis depends on the type
of pneumonia, the appropriate treatment, any complications, and the
person's underlying health.Signs and symptoms Pneumonia fills the
lung's alveoli with fluid, keeping oxygen from reaching the
bloodstream. The alveolus on the left is normal, while the alveolus
on the right is full of fluid from pneumonia.
People with infectious pneumonia often have a cough producing
greenish or yellow sputum, or phlegm and a high fever that may be
accompanied by shaking chills. Shortness of breath is also common,
as is pleuritic chest pain, a sharp or stabbing pain, either
experienced during deep breaths or coughs or worsened by it. People
with pneumonia may cough up blood, experience headaches, or develop
sweaty and clammy skin. Other possible symptoms are loss of
appetite, fatigue, blueness of the skin, nausea, vomiting, mood
swings, and joint pains or muscle aches. Less common forms of
pneumonia can cause other symptoms; for instance, pneumonia caused
by Legionella may cause abdominal pain and diarrhea, while
pneumonia caused by tuberculosis or Pneumocystis may cause only
weight loss and night sweats. In elderly people manifestations of
pneumonia may not be typical. They may develop a new or worsening
confusion or may experience unsteadiness, leading to falls. Infants
with pneumonia may have many of the symptoms above, but in many
cases they are simply sleepy or have a decreased appetite.[2]
Symptoms of pneumonia need immediate medical evaluation.
Physical examination by a health care provider may reveal fever or
sometimes low body temperature, an increased respiratory rate, low
blood pressure, a fast heart rate, or a low oxygen saturation,
which is the amount of oxygen in the blood as
indicated by either pulse oximetry or blood gas analysis. People
who are struggling to breathe, who are confused, or who have
cyanosis (blue-tinged skin) require immediate attention.
Physical examination of the lungs may be normal, but often shows
decreased expansion of the chest on the affected side, bronchial
breathing on auscultation with a stethoscope (harsher sounds from
the larger airways transmitted through the inflamed and
consolidated lung), and rales heard over the affected area.
Percussion may be dulled over the affected lung, but increased
rather than decreased vocal resonance (which distinguishes it from
a pleural effusion).[2] While these signs are relevant, they are
insufficient to diagnose or rule out a pneumonia; moreover, in
studies it has been shown that two doctors can arrive at different
findings on the same patient.[3] [4]
[edit] Diagnosis
If pneumonia is suspected on the basis of a patient's symptoms
and findings from physical examination, further investigations are
needed to confirm the diagnosis. Information from a chest X-ray and
blood tests are helpful, and sputum cultures in some cases. The
chest X-ray is typically used for diagnosis in hospitals and some
clinics with X-ray facilities. However, in a community setting
(general practice), pneumonia is usually diagnosed based on
symptoms and physical examination alone. Diagnosing pneumonia can
be difficult in some people, especially those who have other
illnesses. Occasionally a chest CT scan or other tests may be
needed to distinguish pneumonia from other illnesses.
[edit] Investigations Pneumonia as seen on chest x-ray. A:
Normal chest x-ray. B: Abnormal chest x-ray with shadowing from
pneumonia in the right lung (white area, left side of image).
An important test for pneumonia in unclear situations is a chest
x-ray. Chest x-rays can reveal areas of opacity (seen as white)
which represent consolidation.
Pneumonia is not always seen on x-rays, either because the
disease is only in its initial stages, or because it involves a
part of the lung not easily seen by x-ray. In some cases, chest CT
(computed tomography) can reveal pneumonia that is not seen on
chest x-ray. X-rays can be misleading, because other problems, like
lung scarring and congestive heart failure, can mimic pneumonia on
x-ray.[5] Chest x-rays are also used to evaluate for complications
of pneumonia. (See below.)
If antibiotics fail to improve the patient's health, or if the
health care provider has concerns about the diagnosis, a culture of
the person's sputum may be requested. Sputum cultures generally
take at least two to three days, so they are mainly used to confirm
that the infection is sensitive to an antibiotic that has already
been started. A blood sample may similarly be cultured to look for
infection in the blood (blood culture). Any bacteria identified are
then tested to see which antibiotics will be most effective.
A complete blood count may show a high white blood cell count,
indicating the presence of an infection or inflammation. In some
people with immune system problems, the white blood cell count may
appear deceptively normal. Blood tests may be used to evaluate
kidney function (important when prescribing certain antibiotics) or
to look for low blood sodium. Low blood sodium in pneumonia is
thought to be due to extra anti-diuretic hormone produced when the
lungs are diseased (SIADH). Specific blood serology tests for other
bacteria (Mycoplasma, Legionella and Chlamydophila) and a urine
test for Legionella antigen are available. Respiratory secretions
can also be tested for the presence of viruses such as influenza,
respiratory syncytial virus, and adenovirus. Liver function tests
should be carried out to test for damage caused by sepsis.[2]
[edit] Combining findings
One study created a prediction rule that found the five
following signs best predicted infiltrates on the chest
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
radiograph of 1134 patients presenting to an emergency
room:[6]Temperature > 100 degrees F (37.8 degrees C)Pulse >
100 beats/minCracklesDecreased breath soundsAbsence of asthma
The probability of an infiltrate in two separate validations was
based on the number of findings:5 findings - 84% to 91%
probability4 findings - 58% to 85%3 findings - 35% to 51%2 findings
- 14% to 24%1 findings - 5% to 9%0 findings - 2% to 3%
A subsequent study[7] comparing four prediction rules to
physician judgment found that two rules, the one above[6] and
also[8] were more accurate than physician judgment because of the
increased specificity of the prediction rules.
[edit] Differential diagnosis
Several diseases and/or conditions can present with similar
clinical features to pneumonia and as such care must be taken in
the proper diagnosis of the disease. Chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) or asthma can present with a polyphonic wheeze,
similar to that of pneumonia. Pulmonary edema can be mistaken for
pneumonia due to it's ability to show a third heart sound and
present with an abnormal ECG. Other diseases to be taken into
consideration include bronchiectasis, lung cancer and pulmonary
emboli.[2]
[edit] Pathophysiology Upper panel shows a normal lung under a
microscope. The white spaces are alveoli that contain air. Lower
panel shows a lung with pneumonia under a microscope. The alveoli
are filled with inflammation and debris.Pneumonia can be caused by
microorganisms, irritants and unknown causes. When pneumonias are
grouped this way, infectious causes are the most common type.
The symptoms of infectious pneumonia are caused by the invasion
of the lungs by microorganisms and by the immune system's response
to the infection. Although more than one hundred strains of
microorganism can cause pneumonia, only a few are responsible for
most cases. The most common causes of pneumonia are viruses and
bacteria. Less common causes of infectious pneumonia are fungi and
parasites.
[edit] VirusesMain article: Viral pneumonia
Viruses invade cells in order to reproduce. Typically, a virus
reaches the lungs when airborne droplets are inhaled through the
mouth and nose. Once in the lungs, the virus invades the cells
lining the airways and alveoli. This invasion often leads to cell
death, either when the virus directly kills the cells, or through a
type of cell controlled self-destruction called apoptosis. When the
immune system responds to the viral infection, even more lung
damage occurs. White blood cells, mainly lymphocytes, activate
certain chemical cytokines which allow fluid to leak into the
alveoli. This combination of cell destruction and fluid-filled
alveoli interrupts the normal transportation of oxygen into the
bloodstream.
As well as damaging the lungs, many viruses affect other organs
and thus disrupt many body functions. Viruses can also make the
body more susceptible to bacterial infections; for which reason
bacterial pneumonia often complicates viral pneumonia.
Viral pneumonia is commonly caused by viruses such as influenza
virus, respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, and
metapneumovirus. Herpes simplex virus is a rare cause of pneumonia
except in newborns. People with immune system problems are also at
risk of pneumonia caused by cytomegalovirus (CMV).
[edit] BacteriaMain article: Bacterial pneumonia
Bacteria typically enter the lung when airborne droplets are
inhaled, but can also reach the lung through the
bloodstream when there is an infection in another part of the
body. Many bacteria live in parts of the upper respiratory tract,
such as the nose, mouth and sinuses, and can easily be inhaled into
the alveoli. Once inside, bacteria may invade the spaces between
cells and between alveoli through connecting pores. This invasion
triggers the immune system to send neutrophils, a type of defensive
white blood cell, to the lungs. The neutrophils engulf and kill the
offending organisms, and also release cytokines, causing a general
activation of the immune system. This leads to the fever, chills,
and fatigue common in bacterial and fungal pneumonia. The
neutrophils, bacteria, and fluid from surrounding blood vessels
fill the alveoli and interrupt normal oxygen transportation. The
bacterium Streptococcus pneumoniae, a common cause of pneumonia,
photographed through an electron microscope.
Bacteria often travel from an infected lung into the
bloodstream, causing serious or even fatal illness such as septic
shock, with low blood pressure and damage to multiple parts of the
body including the brain, kidneys, and heart. Bacteria can also
travel to the area between the lungs and the chest wall (the
pleural cavity) causing a complication called an empyema.
The most common causes of bacterial pneumonia are Streptococcus
pneumoniae, Gram-positive bacteria and "atypical" bacteria. The
terms "Gram-positive" and "Gram-negative" refer to the bacteria's
color (purple or red, respectively) when stained using a process
called the Gram stain. The term "atypical" is used because atypical
bacteria commonly affect healthier people, cause generally less
severe pneumonia, and respond to different antibiotics than other
bacteria.
The types of Gram-positive bacteria that cause pneumonia can be
found in the nose or mouth of many healthy people. Streptococcus
pneumoniae, often called "pneumococcus", is the most common
bacterial cause of pneumonia in all age groups except newborn
infants. Another important Gram-positive cause of pneumonia is
Staphylococcus aureus, with Streptococcus agalactiae being an
important cause of pneumonia in
newborn babies. Gram-negative bacteria cause pneumonia less
frequently than gram-positive bacteria. Some of the gram-negative
bacteria that cause pneumonia include Haemophilus influenzae,
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa and
Moraxella catarrhalis. These bacteria often live in the stomach or
intestines and may enter the lungs if vomit is inhaled. "Atypical"
bacteria which cause pneumonia include Chlamydophila pneumoniae,
Mycoplasma pneumoniae, and Legionella pneumophila.
[edit] FungiMain article: Fungal pneumonia
Fungal pneumonia is uncommon, but it may occur in individuals
with immune system problems due to AIDS, immunosuppresive drugs, or
other medical problems. The pathophysiology of pneumonia caused by
fungi is similar to that of bacterial pneumonia. Fungal pneumonia
is most often caused by Histoplasma capsulatum, blastomyces,
Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci, and Coccidioides
immitis. Histoplasmosis is most common in the Mississippi River
basin, and coccidioidomycosis in the southwestern United
States.
[edit] ParasitesMain article: Parasitic pneumonia
A variety of parasites can affect the lungs. These parasites
typically enter the body through the skin or by being swallowed.
Once inside, they travel to the lungs, usually through the blood.
There, as in other cases of pneumonia, a combination of cellular
destruction and immune response causes disruption of oxygen
transportation. One type of white blood cell, the eosinophil,
responds vigorously to parasite infection. Eosinophils in the lungs
can lead to eosinophilic pneumonia, thus complicating the
underlying parasitic pneumonia. The most common parasites causing
pneumonia are Toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, and
Ascariasis.
[edit] IdiopathicMain article: Idiopathic interstitial
pneumonia
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
Idiopathic interstitial pneumonias (IIP) are a class as diffuse
lung diseases. In some types of IIP, e.g. some types of usual
interstitial pneumonia, the cause, indeed, is unknown or
idiopathic. In some types of IIP the cause of the pneumonia is
known, e.g. desquamative interstitial pneumonia is caused by
smoking, and the name is a misnomer.
[edit] Classification
Pneumonias can be classified in several ways. Pathologists
originally classified them according to the anatomic changes that
were found in the lungs during autopsies. As more became known
about the microorganisms causing pneumonia, a microbiologic
classification arose, and with the advent of x-rays, a radiological
classification. Another important system of classification is the
combined clinical classification, which combines factors such as
age, risk factors for certain microorganisms, the presence of
underlying lung disease and underlying systemic disease, and
whether the person has recently been hospitalized.
[edit] Early classification schemes
Initial descriptions of pneumonia focused on the anatomic or
pathologic appearance of the lung, either by direct inspection at
autopsy or by its appearance under a microscope. A lobar pneumonia
is an infection that only involves a single lobe, or section, of a
lung. Lobar pneumonia is often due to Streptococcus pneumoniae.
Multilobar pneumonia involves more than one lobe, and it often
causes a more severe illness. Interstitial pneumonia involves the
areas in between the alveoli, and it may be called "interstitial
pneumonitis." It is more likely to be caused by viruses or by
atypical bacteria.
The discovery of x-rays made it possible to determine the
anatomic type of pneumonia without direct examination of the lungs
at autopsy and led to the development of a radiological
classification. Early investigators distinguished between typical
lobar pneumonia and atypical (e.g. Chlamydophila) or viral
pneumonia using the location, distribution, and
appearance of the opacities they saw on chest x-rays. Certain
x-ray findings can be used to help predict the course of illness,
although it is not possible to clearly determine the microbiologic
cause of a pneumonia with x-rays alone.
With the advent of modern microbiology, classification based
upon the causative microorganism became possible. Determining which
microorganism is causing an individual's pneumonia is an important
step in deciding treatment type and length. Sputum cultures, blood
cultures, tests on respiratory secretions, and specific blood tests
are used to determine the microbiologic classification. Because
such laboratory testing typically takes several days, microbiologic
classification is usually not possible at the time of initial
diagnosis.
[edit] Combined clinical classification
Traditionally, clinicians have classified pneumonia by clinical
characteristics, dividing them into "acute" (less than three weeks
duration) and "chronic" pneumonias. This is useful because chronic
pneumonias tend to be either non-infectious, or mycobacterial,
fungal, or mixed bacterial infections caused by airway obstruction.
Acute pneumonias are further divided into the classic bacterial
bronchopneumonias (such as Streptococcus pneumoniae), the atypical
pneumonias (such as the interstitial pneumonitis of Mycoplasma
pneumoniae or Chlamydia pneumoniae), and the aspiration pneumonia
syndromes.
The combined clinical classification, now the most commonly used
classification scheme, attempts to identify a person's risk factors
when he or she first comes to medical attention. The advantage of
this classification scheme over previous systems is that it can
help guide the selection of appropriate initial treatments even
before the microbiologic cause of the pneumonia is known. There are
two broad categories of pneumonia in this scheme:
community-acquired pneumonia and hospital-acquired pneumonia. A
recently introduced type of healthcare-associated pneumonia (in
patients living outside the hospital who
have recently been in close contact with the health care system)
lies between these two categories.
[edit] Community-acquired pneumoniaMain article:
Community-acquired pneumonia
Community-acquired pneumonia (CAP) is infectious pneumonia in a
person who has not recently been hospitalized. CAP is the most
common type of pneumonia. The most common causes of CAP vary
depending on a person's age, but they include Streptococcus
pneumoniae, viruses, the atypical bacteria, and Haemophilus
influenzae. Overall, Streptococcus pneumoniae is the most common
cause of community-acquired pneumonia worldwide. Gram-negative
bacteria cause CAP in certain at-risk populations. CAP is the
fourth most common cause of death in the United Kingdom and the
sixth in the United States. An outdated term, walking pneumonia,
has been used to describe a type of community-acquired pneumonia of
less severity (hence the fact that the patient can continue to
"walk" rather than require hospitalization). Walking pneumonia is
usually caused by a virus or by atypical bacteria.
[edit] Hospital-acquired pneumoniaMain article:
Hospital-acquired pneumonia
Hospital-acquired pneumonia, also called nosocomial pneumonia,
is pneumonia acquired during or after hospitalization for another
illness or procedure with onset at least 72 hrs after admission.
The causes, microbiology, treatment and prognosis are different
from those of community-acquired pneumonia. Up to 5% of patients
admitted to a hospital for other causes subsequently develop
pneumonia. Hospitalized patients may have many risk factors for
pneumonia, including mechanical ventilation, prolonged
malnutrition, underlying heart and lung diseases, decreased amounts
of stomach acid, and immune disturbances. Additionally, the
microorganisms a person is exposed to in a hospital are often
different from those at home . Hospital-acquired microorganisms may
include resistant bacteria such as MRSA, Pseudomonas, Enterobacter,
and Serratia. Because individuals with hospital-acquired pneumonia
usually have underlying
illnesses and are exposed to more dangerous bacteria, it tends
to be more deadly than community-acquired pneumonia.
Ventilator-associated pneumonia (VAP) is a subset of
hospital-acquired pneumonia. VAP is pneumonia which occurs after at
least 48 hours of intubation and mechanical ventilation.
[edit] Other types of pneumoniaSevere acute respiratory syndrome
(SARS)SARS is a highly contagious and deadly type of pneumonia
which first occurred in 2002 after initial outbreaks in China. SARS
is caused by the SARS coronavirus, a previously unknown pathogen.
New cases of SARS have not been seen since June 2003.Bronchiolitis
obliterans organizing pneumonia (BOOP)BOOP is caused by
inflammation of the small airways of the lungs. It is also known as
cryptogenic organizing pneumonitis (COP).Eosinophilic
pneumoniaEosinophilic pneumonia is invasion of the lung by
eosinophils, a particular kind of white blood cell. Eosinophilic
pneumonia often occurs in response to infection with a parasite or
after exposure to certain types of environmental factors.Chemical
pneumoniaChemical pneumonia (usually called chemical pneumonitis)
is caused by chemical toxins such as pesticides, which may enter
the body by inhalation or by skin contact. When the toxic substance
is an oil, the pneumonia may be called lipoid pneumonia.Aspiration
pneumoniaAspiration pneumonia (or aspiration pneumonitis) is caused
by aspirating foreign objects which are usually oral or gastric
contents, either while eating, or after reflux or vomiting which
results in bronchopneumonia. The resulting lung inflammation is not
an infection but can contribute to one, since the material
aspirated may contain anaerobic bacteria or other unusual causes of
pneumonia. Aspiration is a leading cause of death among hospital
and nursing home patients, since they often cannot adequately
protect their airways and may have otherwise impaired defenses.
[edit] Treatment
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
Most cases of pneumonia can be treated without hospitalization.
Typically, oral antibiotics, rest, fluids, and home care are
sufficient for complete resolution. However, people with pneumonia
who are having trouble breathing, people with other medical
problems, and the elderly may need more advanced treatment. If the
symptoms get worse, the pneumonia does not improve with home
treatment, or complications occur, the person will often have to be
hospitalized.
Antibiotics are used to treat bacterial pneumonia. In contrast,
antibiotics are not useful for viral pneumonia, although they
sometimes are used to treat or prevent bacterial infections that
can occur in lungs damaged by a viral pneumonia. The antibiotic
choice depends on the nature of the pneumonia, the most common
microorganisms causing pneumonia in the local geographic area, and
the immune status and underlying health of the individual.
Treatment for pneumonia should ideally be based on the causative
microorganism and its known antibiotic sensitivity. However, a
specific cause for pneumonia is identified in only 50% of people,
even after extensive evaluation. Because treatment should generally
not be delayed in any person with a serious pneumonia, empiric
treatment is usually started well before laboratory reports are
available. In the United Kingdom, amoxicillin is the antibiotic
selected for most patients with community-acquired pneumonia,
sometimes with added clarithromycin; patients allergic to
penicillins are given erythromycin instead of amoxicillin. In North
America, where the "atypical" forms of community-acquired pneumonia
are becoming more common, azithromycin, clarithromycin, and the
fluoroquinolones have displaced amoxicillin as first-line
treatment. The duration of treatment has traditionally been seven
to ten days, but there is increasing evidence that shorter courses
(as short as three days) are sufficient.[9][10][11]
Antibiotics for hospital-acquired pneumonia include vancomycin,
third- and fourth-generation cephalosporins, carbapenems,
fluoroquinolones, and aminoglycosides. These antibiotics are
usually given intravenously. Multiple antibiotics may be
administered in combination in an attempt to treat all of
the possible causative microorganisms. Antibiotic choices vary
from hospital to hospital because of regional differences in the
most likely microorganisms, and because of differences in the
microorganisms' abilities to resist various antibiotic
treatments.
People who have difficulty breathing due to pneumonia may
require extra oxygen. Extremely sick individuals may require
intensive care treatment, often including intubation and artificial
ventilation.
Viral pneumonia caused by influenza A may be treated with
rimantadine or amantadine, while viral pneumonia caused by
influenza A or B may be treated with oseltamivir or zanamivir.
These treatments are beneficial only if they are started within 48
hours of the onset of symptoms. Many strains of H5N1 influenza A,
also known as avian influenza or "bird flu," have shown resistance
to rimantadine and amantadine. There are no known effective
treatments for viral pneumonias caused by the SARS coronavirus,
adenovirus, hantavirus, or parainfluenza virus.
[edit] Complications
Sometimes pneumonia can lead to additional complications.
Complications are more frequently associated with bacterial
pneumonia than with viral pneumonia. The most important
complications include:
[edit] Respiratory and circulatory failure
Because pneumonia affects the lungs, often people with pneumonia
have difficulty breathing, and it may not be possible for them to
breathe well enough to stay alive without support. Non-invasive
breathing assistance may be helpful, such as with a bi-level
positive airway pressure machine. In other cases, placement of an
endotracheal tube (breathing tube) may be necessary, and a
ventilator may be used to help the person breathe.
Pneumonia can also cause respiratory failure by triggering acute
respiratory distress syndrome (ARDS), which results from a
combination of infection and inflammatory response. The lungs
quickly fill with fluid and become very stiff. This stiffness,
combined
with severe difficulties extracting oxygen due to the alveolar
fluid, create a need for mechanical ventilation. Pleural effusion.
Chest x-ray showing a pleural effusion. The A arrow indicates
"fluid layering" in the right chest. The B arrow indicates the
width of the right lung. The volume of useful lung is reduced
because of the collection of fluid around the lung.
Sepsis and septic shock are potential complications of
pneumonia. Sepsis occurs when microorganisms enter the bloodstream
and the immune system responds by secreting cytokines. Sepsis most
often occurs with bacterial pneumonia; Streptococcus pneumoniae is
the most common cause. Individuals with sepsis or septic shock need
hospitalization in an intensive care unit. They often require
intravenous fluids and medications to help keep their blood
pressure from dropping too low. Sepsis can cause liver, kidney, and
heart damage, among other problems, and it often causes death.
[edit] Pleural effusion, empyema, and abscess
Occasionally, microorganisms infecting the lung will cause fluid
(a pleural effusion) to build up in the space that surrounds the
lung (the pleural cavity). If the microorganisms themselves are
present in the pleural cavity, the fluid collection is called an
empyema. When pleural fluid is present in a person with pneumonia,
the fluid can often be collected with a needle (thoracentesis) and
examined. Depending on the results of this examination, complete
drainage of the fluid may be necessary, often requiring a chest
tube. In severe cases of empyema, surgery may be needed. If the
fluid is not drained, the infection may persist, because
antibiotics do not penetrate well into the pleural cavity.
Rarely, bacteria in the lung will form a pocket of infected
fluid called an abscess. Lung abscesses can usually be seen with a
chest x-ray or chest CT scan. Abscesses typically occur in
aspiration pneumonia and often contain several types of bacteria.
Antibiotics are usually adequate to treat a lung abscess, but
sometimes the abscess must be drained by a surgeon or
radiologist.
[edit] Prognosis and mortality
With treatment, most types of bacterial pneumonia can be cleared
within two to four weeks.[12] Viral pneumonia may last longer, and
mycoplasmal pneumonia may take four to six weeks to resolve
completely.[12] In cases where the pneumonia progresses to blood
poisoning (bacteremia), just over 20% of sufferers will
die.[13]
The death rate (or mortality) also depends on the underlying
cause of the pneumonia. Pneumonia caused by Mycoplasma, for
instance, is associated with little mortality. However, about half
of the people who develop methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) pneumonia while on a ventilator will die.[14] In
regions of the world without advanced health care systems,
pneumonia is even deadlier. Limited access to clinics and
hospitals, limited access to x-rays, limited antibiotic choices,
and inability to treat underlying conditions inevitably leads to
higher rates of death from pneumonia.
[edit] Clinical prediction rules
Clinical prediction rules have been developed to more
objectively prognosticate outcomes in pneumonia. These rules can be
helpful in deciding whether or not to hospitalize the
person.Pneumonia severity index (or PORT Score)[15] - online
calculatorCURB-65 score, which takes into account the severity of
symptoms, any underlying diseases, and age[16] - online
calculator
[edit] Prevention
There are several ways to prevent infectious pneumonia.
Appropriately treating underlying illnesses (such as AIDS) can
decrease a person's risk of pneumonia. Smoking cessation is
important not only because it helps to limit lung damage, but also
because cigarette smoke interferes with many of the body's natural
defenses against pneumonia.
Research shows that there are several ways to prevent pneumonia
in newborn infants. Testing pregnant
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
women for Group B Streptococcus and Chlamydia trachomatis, and
then giving antibiotic treatment if needed, reduces pneumonia in
infants. Suctioning the mouth and throat of infants with
meconium-stained amniotic fluid decreases the rate of aspiration
pneumonia.
Vaccination is important for preventing pneumonia in both
children and adults. Vaccinations against Haemophilus influenzae
and Streptococcus pneumoniae in the first year of life have greatly
reduced their role in pneumonia in children. Vaccinating children
against Streptococcus pneumoniae has also led to a decreased
incidence of these infections in adults because many adults acquire
infections from children. A vaccine against Streptococcus
pneumoniae is also available for adults. In the U.S., it is
currently recommended for all healthy individuals older than 65 and
any adults with emphysema, congestive heart failure, diabetes
mellitus, cirrhosis of the liver, alcoholism, cerebrospinal fluid
leaks, or those who do not have a spleen. A repeat vaccination may
also be required after five or ten years.[17]
Influenza vaccines should be given yearly to the same
individuals who receive vaccination against Streptococcus
pneumoniae. In addition, health care workers, nursing home
residents, and pregnant women should receive the vaccine.[18] When
an influenza outbreak is occurring, medications such as amantadine,
rimantadine, zanamivir, and oseltamivir can help prevent
influenza.[19][20]
[edit] Epidemiology
Pneumonia is a common illness in all parts of the world. It is a
major cause of death among all age groups. In children, the
majority of deaths occur in the newborn period, with over two
million deaths a year worldwide. The World Health Organization
estimates that one in three newborn infant deaths are due to
pneumonia[21] and WHO also estimates that up to 1 million of these
(vaccine preventable) deaths are caused by the bacteria
Streptococcus pneumoniae, and 90% of these deaths take place in
developing countries.
[22] Mortality from pneumonia generally decreases with age until
late adulthood. Elderly individuals, however, are at particular
risk for pneumonia and associated mortality.
In the United Kingdom, the annual incidence of pneumonia is
approximately 6 cases for every 1000 people for the 18-39 age
group. For those over 75 years of age, this rises to 75 cases for
every 1000 people. Roughly 20-40% of individuals who contract
pneumonia require hospital admission of which between 5-10% are
admitted to a critical care unit. Similarly, the mortality rate in
the UK is around 5-10%.[2]
More cases of pneumonia occur during the winter months than
during other times of the year. Pneumonia occurs more commonly in
males than females, and more often in Blacks than Caucasians.
Individuals with underlying illnesses such as Alzheimer's disease,
cystic fibrosis, emphysema, tobacco smoking, alcoholism, or immune
system problems are at increased risk for pneumonia.[23] These
individuals are also more likely to have repeated episodes of
pneumonia. People who are hospitalized for any reason are also at
high risk for pneumonia.
[edit] History
Hippocrates, the ancient Greek physician known as the "father of
medicine."
The symptoms of pneumonia were described by Hippocrates (c. 460
BC370 BC):
Peripneumonia, and pleuritic affections, are to be thus
observed: If the fever be acute, and if there be pains on either
side, or in both, and if expiration be if cough be present, and the
sputa expectorated be of a blond or livid color, or likewise thin,
frothy, and florid, or having any other character different from
the common... When pneumonia is at its height, the case is beyond
remedy if he is not purged, and it is bad if he has dyspnoea, and
urine that is thin and acrid, and if sweats come out about the neck
and head, for such sweats are bad, as proceeding from the
suffocation,
rales, and the violence of the disease which is obtaining the
upper hand.[24]
However, Hippocrates referred to pneumonia as a disease "named
by the ancients." He also reported the results of surgical drainage
of empyemas. Maimonides (11381204 AD) observed "The basic symptoms
which occur in pneumonia and which are never lacking are as
follows: acute fever, sticking [pleuritic] pain in the side, short
rapid breaths, serrated pulse and cough."[25] This clinical
description is quite similar to those found in modern textbooks,
and it reflected the extent of medical knowledge through the Middle
Ages into the 19th century.
Bacteria were first seen in the airways of individuals who died
from pneumonia by Edwin Klebs in 1875.[26] Initial work identifying
the two common bacterial causes Streptococcus pneumoniae and
Klebsiella pneumoniae was performed by Carl Friedlnder[27] and
Albert Frnkel[28] in 1882 and 1884, respectively. Friedlnder's
initial work introduced the Gram stain, a fundamental laboratory
test still used to identify and categorize bacteria. Christian
Gram's paper describing the procedure in 1884 helped differentiate
the two different bacteria and showed that pneumonia could be
caused by more than one microorganism.[29]
Sir William Osler, known as "the father of modern medicine,"
appreciated the morbidity and mortality of pneumonia, describing it
as the "captain of the men of death" in 1918. However, several key
developments in the 1900s improved the outcome for those with
pneumonia. With the advent of penicillin and other antibiotics,
modern surgical techniques, and intensive care in the twentieth
century, mortality from pneumonia dropped precipitously in the
developed world. Vaccination of infants against Haemophilus
influenzae type b began in 1988 and led to a dramatic decline in
cases shortly thereafter.[30] Vaccination against Streptococcus
pneumoniae in adults began in 1977 and in children began in 2000,
resulting in a similar decline.Pneumonia yang kerap disebut
paru-paru basah termasuk jenis penyakit berbahaya. Perkuat
tubuh
dengan gizi seimbang dan menjaga lingkungan adalah langkah
terbaik nmnghindarinya.
Ketika seorang anak atau orang dewasa berbaring di lantai tanpa
alas, kerap muncul seruan, "Eh, jangan tiduran begitu, nanti kena
paru-paru basah, lho!"Yang ditegur pun menurut, lalu pindah ke sofa
atau tempat tidur.
Banyak orang menganggap, lembabnya udara dari lantai atau yang
kita hirup bisa menyebabkan paru-paru basah. Benarkah? Apa
sebenarnya paru-paru basah itu?
30 Sumber Infeksi
Dalam dunia kedokteran, tidak dikenal istilah paru-paru basah.
Yang ada pneumonia, yaitu infeksi yang menyebabkan paru-paru
meradang. Kantong-kantong udara dalam paru (alveoli) dipenuhi nanah
dan cairan, sehingga kemampuan menyerap oksigen berkurang.
Dr. Prajna Paramita, MD, FCCP, menyebutkan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh sekitar 30 macam sumber infeksi. Namun, penyebab
utamanya adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai
senyawa kimia, dan partikel.
Meski kasus pneumonia akibat bakteri tidak terlalu banyak, jenis
ini cenderung menimbulkan infeksi lebih berat daripada yang
disebabkan oleh nonbakteri. Virus sinsitial pernapasan (respiratory
syncitial virus atau RSV), painfluenzae, influenzae, dan adenovirus
merupakan yang paling kerap menyebabkan pneumonia.
Umumnya infeksi virus saluran pernapasan bawah berlangsung
selama musim dingin atau hujan. Dan RSV yang paling umum menjadi
penyebab pneumonia, terutama pada bayi.
Sulit Bernapas
Pneumonia muncul karena kuman penyakit terhirup hidung dan
mulut. Bila lingkungan di sekitar ada orang atau anak yang
terinfeksi, risiko tertular sangat besar, apalagi bila daya tahan
tubuh sedang tidak baik.
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
"Pneumonia termasuk penyakit yang serius dan berbahaya," ujar
spesialis paru dari RSPAD Gatot Subroto yang akrab disapa Dr. Mita
ini.Gara-gara nanah dan cairan memenuhi paru-paru, oksigen di
selsel tubuh pun berkurang dan tidak bisa bekerja. Akibatnya,
selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bisa
meninggal.
Pneumonia ditandai oleh batuk disertai sulit bernapas, napas
sesak, atau terjadi penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
(severe chest indrawing). Gejala sulit bernapas bisa juga disertai
gejala sianosis (kebiruan di bagian kulit dan mukosa karena
hemoglobin berkurang dalam darah kapiler) sentral dan tidak dapat
minum.
Pada anak usia di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai
kerapnya frekuensi bernapas. Bisa 60 kali permenit atau lebih
tarikan napas, dengan penarikan kuat pada dinding dada sebelah
bawah ke dalam.
Gejala lain adalah radang tenggorokan (laringitis). Akibatnya
suara berubah serak karena di sekitar pita suara banyak terdapat
lendir.
Lewat pemeriksaan rontgen dada, bisa diketahui ada masalah di
paru. Tanda klinis yang bisa ditemui biasanya flek pada paru.
Namun, tanda klinis ini tidak mencukupi sebab tuberkulosis pun
ditandai oleh flek ini.
Karena itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah,
dahak, serta gejala sangat penting untuk menentukan flek ini
pertanda TBC atau pneumonia.
Perlu Mengatur Makan
Pengobatan awal untuk pneumonia biasanya berupa antibiotika.
Bila penyebabnya bakteri, mikroplasma, dan rickettsia, biasanya
antibiotika ini cukup manjur. Untuk pneumonia akibat virus, sampai
saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus
telah digunakan.
Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat terapi tambahan
berupa pengaturan makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah
oksigen dalam darah. Istirahat panjang diperlukan untuk
mengembalikan kondisi tubuh.
Langkah untuk Mencegah
Jenis dan parahnya penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk usia, jenis kelemin, musim, dan kepadatan penduduk. Pada
anak, infeksi lebih sering mengenai laki-laki dibanding anak
perempuan. Puncak serangan infeksi antara usia 2 dan 3 tahun dan
sesudahnya akan menurun sedikit demi sedikit.
Beberapa kasus pneumonia tidak disebabkan infeksi
mikroorganisme. Bisa juga akibat aspirasi makanan atau asam
lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid, reaksi
hipersensitivitas dari saluran napas, akibat obat, radiasi, serta
kondisi lingkungan.
Agar terhindar dari pneumonia perlu beberapa langkah strategis
seperti:
* Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.* Mengusahakan
sirkulasi udara yang baik.* Hindari rokok dan penderita batuk.*
Makanlah dengan gizi seimbang,* Lakukan imunisasi, terutama untuk
anak. Vaksin Hb sudah banyak dipakai untuk menangkal pneumonia,
selain meningitis. Vaksin ini untuk menangkal serangan bakteri
Haemophyllus influenzae tipe B yang bisa menyebabkan kedua jenis
penyakit itu.
Sudah Ada Vaksinnya
Pneumonia BakteriJenis ini bisa menyerang bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, penderita penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau kekebalan tubuh menurun,
rentan terkena penyakit ini.
Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae, dan sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Saat
kekebalan tubuh menurun, usia tua, atau kurang gizi, bakteri
segera
memperbanyak diri dan merusak tubuh. Seluruh jaringan paru
dipenuhi cairan dan infeksi terjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh
lewat darah.
Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat,
napas terengah-engah, dan denyut jantung meningkat cepat. Bibir dan
kuku bisa membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus
berat, pasien akan menggigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan
kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hljau.
Sebelum terlambat, penyakit ini bisa diobati. Vaksin
pencegahannya pun sudah tersedia.
Pneumonia Virussebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh
virus. Kebanyakan virus menyerang saluran pernapasan atas.
Untungnya, sebagian besar pneumonia ini tidak berat dan sembuh
dalam waktu singkat.
Jika infeksi terjadi berbarengan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat, bahkan menyebabkan kematian. Virus penginfeksi
paru akan berkembang biak, meski tak tampak di jaringan paru yang
penuh cairan.
Gejala pneumonia ini mirip influenza. Tandanya, demam, batuk
kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh. Letih lesu selama
12-136 jam, napas sesak batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah
lendir juga bisa dialami. Demam tinggi kadang membuat bibir
membiru.
Sumber: SeniorPneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di
Indonesia; Prof. Dr. H. Mardjanis Said, Sp.A(K)
Pnumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan
terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada
bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering
adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus
influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (S aureus).
Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang
termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus
dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi
lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat
pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia
menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau
hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Demikian pidato Prof. Dr. Mardjanis Said SpA(K) dan Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan
Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, pada
tanggal 29 April 2006.
Menujuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut
pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang
terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena
pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada
masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang
besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai
"pembunuh balita nomor satu".
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam
pemberantasan pneumonia pada anak; tendiri dari pencegahan melalui
imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi
kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena
campak, pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia
atau merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di samping
itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus
konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab
pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin
ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan
non-imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian
nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap nokok, asap dapur dIl;
perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya
itu dapat menghindarkan terhadap
-
PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)
risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran
terhadap pneumonia.
Beliau juga memberikan usulan untuk institusi pendidikan yaitu
untuk mengatasi kesenjangan antara ilmu yang didapat saat kuliah
dan strategi pelaksanaan di lapangan, maka Program Pemberantasan
Pneumonia termasuk Pedoman Tatalaksana Baku rekomendasi WHO
dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di FK. Penelitian klinis,
mikrobiologis maupun lapangan yang berhubungan dengan pemberantasan
pneumonia kiranya dapat dilakukan. Idealnya dilakukan penelitian
berbasis