UJI KETAHANAN BERBAGAI KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) TERHADAP INFEKSI PENYAKIT MOLER (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) Endurance Test on Different Cultivars Shallots (Allium ascalonicum) Against Infectious Diseases Moler (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) Ega Bramantya Prakoso 1) , Sri Wiyatingsih 2) dan Heri Nirwanto 2) 1) Alumni Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN Veteran Jawa Timur 2) Fakultas Pertanian, UPN Veteran Jawa Timur ABSTRAK Bawang merah memiliki nilai ekonomis tinggi karena kebutuhan bawang merah semakin meningkat. Akan tetapi, saat ini produksi bawang merah mengalami hambatan dari kualitas dan kuantitas disebabkan adanya penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp.cepae. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketahanan dari beberapa kultivar bawang merah dari Nganjuk: Bauji, Thailand dan Manjung ; Probolinggo: Biru lonjor ; Magetan: Bauji ; Batu: Batu Ijo terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp.cepae. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari 6 jenis kultivar tanaman bawang merah. Masing – masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali. Setiap unit perlakuan ada 6 polybag dan dalam satu polybag terdapat satu tanaman, sehingga terdapat 108 tanaman. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Duncant yang dilakukan untuk membandingkan semua pasangan perlakuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masing- masing kultivar dari beberapa sentra penanaman bawang merah di Jawa timur memiliki ketahanan yang berbeda. Pada kultivar Batu ijo menunjukan kultivar ini agak tahan sedangkan kultivar bauji dari magetan dan nganjuk menunjukan bahwa kultivar ini rentan terhadap Fusarium oxysporum.f.sp.cepae. Kata Kunci : Fusarium oxysporum.f.sp.cepae, Bawang merah ABSTRACT Shallots have a high economic value because of the needs of onion increased. However, the current production of onion have problems of quality and quantity due to Moler disease caused by Fusarium oxysporum f.sp.cepae.The purposed of this research is to know how the resistance of some cultivars of onion from Nganjuk: Bauji, Thailand, and Manjung; Probolinggo: Biru Lonjor; Magetan: Bauji; Batu: Batu Ijo against Fusarium oxysporum f.sp cepae. This research used a complete randomized block design (CRD). There are consist of six treatments of onions and each treatment was repeated three times. Each treatment was 6 polybag and there is one plant, so there are 108 onion plants. Advanced test used is the test duncant conducted to compare all couples treatment. The conclution of this research was each cultivars of several centers onions culture in east java had different resistance. Batu ijo cultivar showed moderately resistance, while Bauji kultivar from Magetan and Nganjuk showed susceptible Fusarium oxysporum.f.sp.cepae. Key Word : Fusarium oxysporum.f.sp.cepae, Shallots 10 Plumula Volume 5 No.1 Januari 2016 ISSN : 2089 – 8010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UJI KETAHANAN BERBAGAI KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) TERHADAP INFEKSI PENYAKIT MOLER (Fusarium
oxysporum f.sp.cepae)
Endurance Test on Different Cultivars Shallots (Allium ascalonicum) Against Infectious Diseases Moler (Fusarium oxysporum f.sp.cepae)
Ega Bramantya Prakoso1), Sri Wiyatingsih2) dan Heri Nirwanto2)
1)
Alumni Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UPN Veteran Jawa Timur 2)
Fakultas Pertanian, UPN Veteran Jawa Timur
ABSTRAK
Bawang merah memiliki nilai ekonomis tinggi karena kebutuhan bawang merah semakin
meningkat. Akan tetapi, saat ini produksi bawang merah mengalami hambatan dari kualitas dan kuantitas disebabkan adanya penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp.cepae. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketahanan dari beberapa kultivar bawang merah dari Nganjuk: Bauji, Thailand dan Manjung ; Probolinggo: Biru lonjor ; Magetan: Bauji ; Batu: Batu Ijo terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp.cepae. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari 6 jenis kultivar tanaman bawang merah. Masing – masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali. Setiap unit perlakuan ada 6 polybag dan dalam satu polybag terdapat satu tanaman, sehingga terdapat 108 tanaman. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Duncant yang dilakukan untuk membandingkan semua pasangan perlakuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masing- masing kultivar dari beberapa sentra penanaman bawang merah di Jawa timur memiliki ketahanan yang berbeda. Pada kultivar Batu ijo menunjukan kultivar ini agak tahan sedangkan kultivar bauji dari magetan dan nganjuk menunjukan bahwa kultivar ini rentan terhadap Fusarium oxysporum.f.sp.cepae.
Kata Kunci : Fusarium oxysporum.f.sp.cepae, Bawang merah
ABSTRACT
Shallots have a high economic value because of the needs of onion increased. However,
the current production of onion have problems of quality and quantity due to Moler disease caused by Fusarium oxysporum f.sp.cepae.The purposed of this research is to know how the resistance of some cultivars of onion from Nganjuk: Bauji, Thailand, and Manjung; Probolinggo: Biru Lonjor; Magetan: Bauji; Batu: Batu Ijo against Fusarium oxysporum f.sp cepae. This research used a complete randomized block design (CRD). There are consist of six treatments of onions and each treatment was repeated three times. Each treatment was 6 polybag and there is one plant, so there are 108 onion plants. Advanced test used is the test duncant conducted to compare all couples treatment. The conclution of this research was each cultivars of several centers onions culture in east java had different resistance. Batu ijo cultivar showed moderately resistance, while Bauji kultivar from Magetan and Nganjuk showed susceptible Fusarium oxysporum.f.sp.cepae.
Key Word : Fusarium oxysporum.f.sp.cepae, Shallots
UJD 5% tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang sama dan tn (tidak nyata) pada kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncant 5%
Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukan tidak ada perbedaan nyata antar kultivar
dalam respon ketahanan pada kultivar bawang merah terhadap intensitas penyakit
moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Pada minggu I didapat
Plumula Januari 2016 Volume 5 No.1
15
rerata pada kultivar yang diuji belum menunjukan adanya gejala penyakit tersebut.
Pada minggu ke II mulai nampak gejala serangan penyakit. Menurut Hemon dan
windarningsih (1991), Perbedaan intensitas penyakit dari masing masing kultivar
bawang merah yang di uji sangat dipengaruhi oleh ketahanan tanaman. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa semua varietas bawang merah yang diuji sebagai
parameter penelitian menunjukan tingkat ketahanan yang rendah. Sedangkan
berdasarkan kategori serangan tanaman (Wiyatiningsih, 2010) pada kultivar Batu Ijo
Thailand dan Biru Lonjot termasuk “serangan berat” (44 – 72%), sedangkan pada
kultivar Bauji Nganjuk, Manjung dan Bauji Magetan termasuk “puso” (77 – 88%) yang
berarti tanaman tersebut dapat gagal panen.
Laju Infeksi Penyakit Moler
Laju infeksi penyakit moler pada 6 kultivar bawang merah yang ditanam di
Screen House tertera pada Gambar 3. Laju infeksi tertinggi terjadi pada kultivar Bauji
dari Nganjuk dan laju infeksi terendah terjadi pada kultivar Batu Ijo dari Batu.
Ega Bramantya Prakoso1), Sri Wiyatingsih2) dan Heri Nirwanto2) Uji Ketahanan Berbagai Kultivar Bawang Merah
(Allim ascalonicum) Terhadap Infeksi Penyakit Moler (Fusarium oxysporum f.sp.cepae)
16
Keterangan : A. Kultivar Bauji Nganjuk B. Kultivar Manjung,C.Kultivar Bauji Magetan D. Kultivar Biru lonjor E. Kultivar
Thailand F. Kultivar Batu Ijo
Gambar 3. Grafik Laju Infeksi pada Kultivar Bawang Merah yang Diuji
Menurut Zadok dan Schein (1979), semakin tinggi laju infeksi maka semakin
pendek periode perkembangan penyakit yang berarti semakin cepat terjadi
epidemi penyakit. Laju infeksi yang tinggi pada kultivar Bauji dari nganjuk
memperlihatkan bahwa perkembangan epidemi penyakit moler pada Kultivar Bauji dari
Nganjuk, Kultivar Bauji, Kultivar Manjung dari Nganjuk dan Kultivar Bauji dari Magetan
sangat cepat, karena kultivar tersebut merupakan kultivar yang tidak mempunyai
ketahanan kuantitatif atau rentan terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cepae apabila
ditanam pada kondisi lingkungan mendukung untuk perkembangan penyakit moler.
Plumula Januari 2016 Volume 5 No.1
17
Jumlah Daun
Hasil analisa ragam pada pengaruh infeksi penyakit moler terhadap jumlah daun
menunjukan adanya berbeda nyata pada pengamatan hari ke 20 sedangkan pada
pengamatan hari ke 10, 30, 40 dan 50 tidak menunjukan berbeda nyata.
Tabel 3. Jumlah Daun pada Bawang Merah yang Diuji
Perlakuan
Jumlah Daun Bawang Merah (Helai) pada hari pengamatan ke-
10 20 30 40 50
Biru Lonjor 7,00 10,70 B 4,30 2,70 2,00
Thailand 5,20 6,50 A 3,70 2,50 1,90
Bauji Nganjuk 2,70 6,40 A 3,50 1,50 1,50
Manjung 5,40 8,40 A 5,70 3,30 1,70
Batu ijo 4,00 9,20 A 7,60 6,10 4,60
Bauji Magetan 4,20 9,60 A 5,60 2,30 0,70
UJD 5% tn 4,3 tn tn tn Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang sama dan tn (tidak nyata) pada kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncant 5%
Mekanisme Serangan fusarium oxysporum f sp cepae adalah dengan
mengkoloni atau memperbanyak diri di area perakaran kemudian memparasit dan
menghambat proses pengangkutan air serta hasil fotosintat ke seluruh bagian
tanaman, pada fase berikutnya Fusarium oxysporum f.sp cepae mengeluarkan toksin
yang berjenis mikotoksin dan famoniris yang dapat mengubah kelenturan selaput
plasma pada daun bawang merah hal itulah yang menyebabkan daun meliuk. Hasil ini
sependapat dengan hasil penelitian Fitriarini (2007) bahwa infeksi dari penyakit moler
dapat menghambat pertumbuhan daun dikarenakan fusarium oxysporum f.sp cepae
sudah mempenetrasi dan menginvasi umbi bawang merah.
Bobot Basah
Bobot Basah tanaman bawang merah berumur 50 hari panen setelah tanam
disajikan pada gambar 4. Berdasarkan gambar 4, tampak bahwa pada perbandingan
uji duncant menunjukan bahwa ada berbeda nyata pada kultivar Batu ijo dari Batu
mempunyai bobot basah lebih besar dibandingkan dengan kultivar lainnya yang di uji.
Ega Bramantya Prakoso1), Sri Wiyatingsih2) dan Heri Nirwanto2) Uji Ketahanan Berbagai Kultivar Bawang Merah
(Allim ascalonicum) Terhadap Infeksi Penyakit Moler (Fusarium oxysporum f.sp.cepae)
18
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Biru Lonjor Thailand Bauji Nganjuk
Manjung Batu Ijo Bauji Magetan
Gambar 4. Grafik Berat Basah pada Bawang Merah yang Diamati
Rerata bobot basah kultivar batu ijo dari batu sebesar 39,36 g, Berdasarkan hasil
analisis uji duncant untuk bobot basah ada perbedaan berat basah kultivar batu ijo
dengan kultivar bawang merah lainnya. Jamur patogen Fusarium oxysporum f.sp.
cepae yang menyebabkan penyakit moler tidak dapat melakukan penetrasi dengan
mudah terhadap kultivar batu ijo dikarenakan umbi yang besar dan memiliki lapis
lapisan tebal dan banyak sehingga mengakibatkan pertumbuhan dari patogen
terhambat. Hal itu mengakibatkan pada kultivar tersebut memiliki bobot basah yang
tinggi dari pada kultivar lainnya.
Bobot Kering
Bobot kering tanaman bawang merah berumur 50 hari panen setelah tanam
disajikan pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5, tampak bahwa pada perbandingan
uji duncant menunjukan bahwa ada berbeda nyata pada kultivar Batu ijo dari Batu
mempunyai bobot kering lebih besar dibandingkan dengan kultivar lainnya yang di uji.
39.36 b
17.84 a
10.75 a 8.51 a 7.69 a
4.89 a
Plumula Januari 2016 Volume 5 No.1
19
6.87 a
4.21 a 4.62 a
2.77 a 3.42 a
20,00
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
Biru
Lonjor
Thailand Bauji
Nganjuk
18.86 b
Manjung Batu Ijo Bauji Magetan
Gambar 5. Grafik Berat Kering pada Bawang Merah yang Diamati
Pada kultivar Manjung dari Nganjuk, kultivar Thailand dari Nganjuk, kultivar Biru
lonjor dari Probolinggo dan kultivar Bauji dari Magetan berturut-turut adalah 6,87 g,
4,62 g, 4,21 g dan 3,42 g, untuk bobot kering terendah terdapat pada kultivar bauji dari
Nganjuk sebesar 2,77 g, Sedangkan Kultivar Batu Ijo mempunyai bobot kering terbesar
yaitu 18,86 g. Hasil analisis uji duncant untuk bobot kering ada perbedaan berat kering
kultivar batu ijo dengan kultivar bawang merah lainnya. Hal tersebut menunjukan
bahwa kultivar batu ijo dari batu memiliki umbi lapis yang tebal dan Fusarium
oxysporum f.sp cepae penyebab penyakit moler sulit untuk melakukan penetrasi,
sedangkan kultivar bauji dari Nganjuk memiliki bentuk morfologi yang lebih kecil hal ini
mempermudah patogen melakukan mempenetrasi dan melakukan penyebaran yang
dapat menurunkan bobot kering.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Masing-masing kultivar dari beberapa sentra penanaman bawang merah di Jawa
timur memiliki ketahanan yang berbeda.
2. Pada kultivar Batu ijo dari Batu menunjukan bahwa kultivar ini agak tahan terhadap
Fusarium oxysporum f.sp. cepae dengan intensitas penyakit dan laju infeksi
terlambat, dengan masa inkubasi, Jumlah daun, bobot basah dan bobot kering yang
tinggi.
3. Pada kultivar bauji dari Magetan dan Nganjuk menunjukan bahwa kultivar ini rentan
terhadap Fusarium oxysporum. f.sp. cepae dengan intensitas penyakit dan laju
infeksi tercepat, dengan jumlah daun, bobot basah serta bobot kering yang rendah.
Ega Bramantya Prakoso1), Sri Wiyatingsih2) dan Heri Nirwanto2) Uji Ketahanan Berbagai Kultivar Bawang Merah
(Allim ascalonicum) Terhadap Infeksi Penyakit Moler (Fusarium oxysporum f.sp.cepae)
20
DAFTAR PUSTAKA
Al- qur‟an dan Terjemahannya. 2003. Surat Al-Baqarah :61. Jakarta. CV Darus Sunnah
Fitriarini N. 2007. Kajian potensi alang-alang dan bawang merah terhadap penyakit layu fusarium. Purwokerto
Hemon, F., dan M. Windarningsih.1991. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Kacang tanah terhadap penyakit Becak Daun Cercospora personata(Berg dan Curt) Dalam Prosiding Kongres Nasional XI dan Seminar III PFI Maros, Ujung Pandang. 40-50 h.
Kuruppu, P.U., 1999. First Report of Fusarium oxysporumCausing a Leaf Twisting Disease on Allium cepa var. ascalonicum in SriLanka. (On-line). http://apsjournals.apsnet.org/doi/abs/10.1094/PDIS.1999.83.7.695CDiakses 17 Mei 2016
Sastrahidayat, I. R. 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional Surabaya. Indonesia. 21- 24
Tondok,E. 2003. The Causal Agent of Twisting Disease of Shallot. Master Thesis. University of Goettingen, GermanyDiakses18 April 2016
Wibowo, 2007. Budidaya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Penerbit Swadaya, Jakarta. 23- 28