ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Serlika Rostiana 118114148 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Embed
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · sebuah kesabaran dalam penantian, ... Ibu dan Ayah terima kasih atas doa, motivasi, semangat, kasih sayang yang tak pernah putus . Suami,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA
BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN
KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Serlika Rostiana
118114148
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA
BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN
KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Serlika Rostiana
118114148
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi
tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan,
sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)
Ya Allah, terimakasih atas nikmat dan rahmat-Mu yang berlimpah ini,
sebuah langkah usai sudah telah ku gapai, sebuah perjalanan panjang dan gelap
telah kau berikan secercah cahaya terang, meskipun ini bukan akhir dari
perjalanan namun awal dari perjuangan. Dari perjalanan ini kini aku mengerti arti
sebuah kesabaran dalam penantian, sungguh berarti hikmah dari perjalanan ini.
Terimakasih ya Allah tiada hentinya aku bersyukur kepada-Mu…
Ibu tersayang dan Ayah tercinta…
Tanpa kasih sayang dan doa kalian yang tulus dan ikhlas tiada keridhaan
yang hadir untukku, semua nasihat dan petuahmu menjadi tuntunan jalanku. Tak
pernah terlihat keluh kesah diwajahmu dalam berjuang dan berkorban untuk
mengantar anakmu ini meraih cita-cita dan harapan serta impian sehingga menjadi
kenyataan. Sungguh aku tak mampu menggantikan segala yang telah kau berikan
yang setara dengan pengorbananmu, kini..sambutlah anakmu dan terimalah
keberhasilanku ini sebagai wujud jawaban atas kepercayaan yang kau berikan
serta atas kesabaran dan dukunganmu.
Kupersembahkan karya ini khusus untuk:
Tuhanku, Allah SWT
Ibu dan Ayah terima kasih atas doa, motivasi, semangat, kasih sayang yang tak
pernah putus
Suami, Anak dan Adik tercinta terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih
sayangnya selama ini
Semua keluarga,saudara-saudara, dan sahabat
Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
serta penyusunan skripsi ini dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida
Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan
Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta“.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi S1 program studi Ilmu Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi,
memberikan kritik dan saran dari awal hingga akhir penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik serta dosen
penguji yang telah memberikan dukungan, motivasi, arahan, masukan dan
bimbingan.
3. Dr. Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan bimbingan.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Agustina Setiawati, M. Sc., Apt. atas perijinannya menggunakan
laboratorium.
6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas
pengalaman dan ilmu yang telah diberikan.
7. Sanjayadi, M. Si. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
mendampingi, membimbing, memotivasi, membantu, memberikan kritik dan
saran, serta membagi pengalaman dari sejak awal penelitian hingga akhir
Lampiran 14. Uji Signifikansi Kadar Residu di Kulit dengan di dalam
daging buah ...................................................................... 105
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap
Laju Disipasi dengan ANOVA ........................................ 108
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Iklim tropis Indonesia yang panas dan lembab, memicu perkembangan dan penyebaran antraknosa (Colletotrichum sp.) yang menyebabkan kerusakan pada buah melon. Untuk mengontrol antraknosa, para petani menggunakan difenokonazol. Oleh karena itu, untuk menjamin keamanan konsumen, kadar residu difenokonazol pada buah melon harus ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pre-harvest interval (PHI) dengan melihat perilaku residu difenokonazol pada buah melon dibawah kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk itu dipilih 3 lokasi penelitian dengan perbedaan kondisi geografis dan budidaya, yaitu Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul dan Wedomartani Sleman. Rancangan penelitian mengikuti decline study dengan aplikasi formulasi difenokonazol mengikuti anjuran maksimum yaitu 1 ml/L volume 600L/ha sebanyak 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah. Secara statistik, laju disipasi tidak mempengaruhi kondisi geografi pada ketiga tempat tanam. DT50 residu difenokonazol pada kulit buah adalah 4 hari yang mengindikasikan adanya biodegradasi dan tercuci air hujan. PHI ditetapkan pada hari ke-7 untuk lahan Siliran dan Sleman serta hari ke-5 untuk lahan Bantul sehingga petani disarankan panen saat hari ke-7 setelah aplikasi terakhir. Kadar residu difenokonazol pada melon saat PHI di ketiga tempat tanam jauh dibawah nilai BMR FAO/WHO sehingga aman untuk dikonsumsi.
Kata kunci : laju disipasi, residu, difenokonazol, PHI, BMR
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Indonesian tropical climate, which is warm and humid, promote the development and spread of anthracnose (Colletotrichum sp.) causing significant damage in melon. To control the anthracnose, farmers used difenoconazole. For the reason, to assure the safety of the consumer, the level of difenoconazole residue in melon should be managed. The purpose of this study is determining the pre-harvest interval (PHI) through understanding the behavior of difenoconazole residue in melon under Special Region of Yogykarta condition.
The study sites were melon production center in Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul and Wedomartani Sleman with has differences in geographical conditions and cultivation. The study design follow decline study with application formulations difenoconazole follow the recommended maximum dose that is 1 ml/L on the volume 600 L/ha much as 3 times.
The data didn’t show residue penetration from peel to the flesh. Statistically, dissipation rate on the whole fruit are no significant differences in those study site. From the dissipation rate DT50 in peel were 4 day were indicating biodegradation and leaching. The PHI were 7th day for Siliran and Sleman also 5th day for Bantul, so the farmer should harvest at 7 day after last application. Difenoconazole residue on melon at PHI in those study sites are bellow the MRL FAO/WHO requirement so it is safe for consumption. Keywords : dissipation rate, residue, difenoconazole, PHI, MRL
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang
banyak disukai oleh masyarakat. Daya tarik melon terletak pada cita rasa buahnya
yang manis, beraroma harum dan menyegarkan (Fitri, 2011). Saat ini Indonesia
sedang digalakkan buah tropis untuk menjadi produsen dan eksportir buah tropis
terbesar di Asia Tenggara. Salah satunya buah melon yang sampai saat ini telah
mampu mengisi pasar di berbagai negara, khususnya negara-negara di Asia
Tenggara, Timur Tengah, dan Asia Timur (Abby, 2015). Selain itu, permintaan
konsumsi buah melon setiap tahunnya selalu meningkat sehingga memerlukan
pasokan yang cukup besar dan berkesinambungan. Mengingat nilai ekonominya
yang cukup tinggi maka para petani di Indonesia melakukan budidaya melon di
berbagai daerah. Dibandingkan dengan buah tropis Indonesia lainnya, buah melon
memiliki keunggulan karakteristik yaitu dapat ditanam disepanjang musim dengan
umur yang tidak terlalu panjang sekitar 60 hari (Putra, 2015).
Karena tanaman melon berumur pendek (± 60 hari) maka gangguan
disetiap tahap pertumbuhannya akan langsung berpengaruh terhadap hasil
produksinya. Tanaman buah melon sering terkena serangan penyakit yang
disebabkan oleh fungi Colletrotichum sp. yang biasa disebut dengan antraknosa
atau penyakit patek. Nama Colletrotichum sp. dalam dunia pertanian sudah
menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah tropis seperti
Indonesia maupun subtropis karena dalam waktu beberapa hari penyakit
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
antraknosa dapat menggagalkan areal pertanaman melon (Kurnianti, 2013). Salah
satu cara penanggulangan serangan antraknosa adalah menggunakan fungisida
sistemik seperti difenokonazol yang banyak digunakan oleh petani. Difenokonazol
merupakan fungisida golongan triazol yang memiliki spketrum fungi luas dengan
aksi sistemik, serta mempunyai daya preventif dan kuratif terhadap banyak
patogen. Difenokonazol menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol
sehingga menghentikan perkembangan jamur.
Ketika fungisida difenokonazol disemprotkan ke tanaman melon, maka
akan meninggalkan residu bagian buahnya. Secara tidak langsung residu yang
ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi
buah melon yang terkontaminasi fungisida difenokonazol. Untuk menjaga
kesehatan konsumen, komisi internasional FAO/WHO Codex Allimentarius
Commision (CAC) telah menetapkan angka Batas Maksimum Residu (BMR)
difenokonazol pada buah melon yang masih diperbolehkan yaitu sebesar 0,7
mg/kg (CAC, 2014). Supaya ketersediaan melon dipasaran tetap terjaga terutama
dipasaran internasional dan aman bagi konsumen, maka perlu mengetahui kadar
residu difenokonazol pada buah melon dan pola laju disipasi fungisida
difenokonazol pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya
perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon untuk menentukan selang waktu
antara aplikasi formulasi fungisida difenokonazol terakhir dengan saat panen
(PHI) sehingga mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu yang
sangat rendah dibawah BMR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan keberadaan residu
fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon adalah metode analisis
yang sudah divalidasi oleh Devi (2015) meliputi ekstraksi, clean-up dan
determinasi dengan kromatografi gas detektor penangkap elektron (ECD). Metode
analisis untuk analisis residu difenokonazol menggunakan GC-ECD sudah pernah
dilakukan pada buah anggur, buah pisang, buah delima (pomegranate), dan padi
dimana penelitian pada buah melon sejauh penelusuran pustaka peneliti belum
dilakukan.
1. Permasalahan
a. Berapakah kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging
buah melon (Cucumis melo L.)?
b. Bagaimana pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap
perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.)
yang digunakan dan berapa hari PHI (Pre Harvest Interval) atau waktu
panennya yang tepat?
c. Berdasarkan kadar residu difenokonazol pada saat PHI, apakah buah
melon (Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta aman
dikonsumsi?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka peneliti, penelitian mengenai “Asesmen
Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.)
Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah
Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai disipasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
difenokonazol telah dilakukan pada beras pada tahun 2012 oleh K. Wang dkk
dengan judul penelitian “Dissipation of difenoconazole in rice, paddy soil, and
paddy water under field conditions”. Selanjutnya ada penelitian menggunakan
GC-ECD mengenai ”Dissipation Behavior of Difenoconazole Residues in/on
Grapes (Vitis vinifera L.)” yang dilakukan oleh Osama I. Abdallah tahun 2014
dan “Residue Analysis of Difenoconazole in Banana and Soil” pada tahun 2012
yang dilakukan oleh HUAN Zhibo. Pada artikel EFSA (European Food Safety
Authority) yang berjudul ”Reasoned opinion on the modification of the existing
MRLs for difenoconazole in various crops” dicantumkan bahwa MRL untuk
melon berdasarkan Regulation (EC) No 1107/2009 of the European Parliament
and of the Council adalah 0,05 mg/kg sedangkan berdasarkan EFSA sebesar 0,2
mg/kg dimana penelitian dilakukan di beberapa negara subtropis di Eropa.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan
mengenai cara menentukan laju disipasi dan Pre-Harvest Interval (PHI) residu
fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.) sebagai evaluasi
keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.).
b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model penetapan
laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.)
pada kondisi tropis Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya berbagai
perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
B. Tujuan Penelitian
1. Menetapkan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah
melon (Cucumis melo L.).
2. Menentukan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap
perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.)
yang digunakan sebagai dasar penetapan waktu panen yang tepat atau PHI
(Pre-harvest Interval).
3. Mengevaluasi keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon
(Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan kadar residu
difenokonazol pada saat PHI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama. Yang dimaksud hama bagi petani adalah sangat luas,
yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi (jamur), bakteri dan virus, kemudian nematode (cacing yang merusak akar),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo, 1991).
Menurut The United States Environmental Control Act pestisida
didefinisikan sebagai berikut.
a. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan
untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga,
binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, atau jasad renik lain yang
terdapat pada hewan dan manusia.
b. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman (Djojosumarto, 2008).
B. Fungisida
Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang dipakai untuk membunuh
atau menghambat perkembangan jamur. Fungisida berasal dari dua kata dalam
bahasa Latin yaitu : fungus dan caedo. Fungus atau jamaknya fungi artinya jamur,
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sedangkan caedo artinya membunuh. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut
menjadi fungisida (Sumardiyono, 2013).
1. Peranan Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan
Kelompok organisme yang paling banyak menjadi patogen adalah jamur
(fungi), disusul oleh bakteri dan virus. Oleh karena itu, pengelolaan kimiawi
penyakit tumbuhan paling banyak menggunakan fungisida dan sebagian kecil
bakterisida. Penyakit menyebar dari suatu tempat ke tempat lain bersama dengan
penyebaran spora, yang terjadi terutama dengan perantaraan angin, air, tanah dan
serangga. Spora jamur berbobot ringan, sehingga mudah diterbangkan oleh angin
ke tempat yang jauh dan jatuh ke permukaan tanaman atau daun. Pada tanaman
yang rentan, setelah patogen bertemu dengan permukaan tanaman atau daun,
maka spora akan berkecambah kemudian akan terjadi penetrasi yang diikuti
dengan perkembangan patogen dalam jaringan tanaman. Fungisida yang
disemprotkan pada permukaan tanaman menghambat perkecambahan spora.
Spora menjadi mati dan tidak terjadi penetrasi. Apabila sudah terjadi penetrasi,
perkembangan patogen dalam jaringan tanaman dapat dihambat apabila fungisida
yang diaplikasikan dapat terserap oleh tanaman. Tanaman yang sudah menderita
sakit dapat disembuhkan atau dikurangi intensitas kerusakannya (Sumardiyono,
2013).
2. Fungisida Sistemik
Fungisida sistemik adalah fungisida yang dapat masuk melewati kutikula
dan terserap oleh tanaman, bersifat mobile (bergerak) atau ditranslokasikan dari
tempat aplikasi ke bagian tanaman yang lain, atau bergerak dari akar melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
xilem ke daun. Fungisida sistemik dapat diaplikasikan sebagai fungisida protektan
atau terapeutan. Fungisida jenis ini berfungsi mencegah perkembangan penyakit
sehingga dapat menyembuhkan tanaman yang sudah sakit atau menghambat
perkembangan penyakit atau disebut juga fungisida kemoterapeutan. Fungisida
sistemik yang baik harus memenuhi beberapa kriteria :
a. Senyawa tersebut harus bersifat fungisidal atau dapat diubah menjadi
senyawa yang beracun dalam tanaman.
b. Senyawa tersebut harus mempunyai fitotoksisitas yang sangat rendah karena
terserap oleh tanaman.
c. Senyawa tersebut harus dapat terserap oleh akar, daun atau biji sebelum dapat
ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain (Sumardiyono, 2013).
Setelah perlakuan dengan fungisida ini akan terjadi penetrasi ke dalam
jaringan tanaman, kemudia ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain.
Fungisida sistemik bekerja sampai jarak yang jauh dari tempat aplikasi dan dapat
menyembuhkan tanaman yang sudah sakit. Fungisida sitemik bekerja bersama
dengan proses metabolism tanaman. Fungisida sistemik hanya bekerja pada satu
tempat dari bagian sel jamur, sehingga disebut mempunyai cara kerja single site
action atau spesifik. Jenis-jenis fungisida sistemik diantaranya golongan oksatin,
metalaksil, benzimidazol, fosfat organik, pirimidin, triazol dan strobilurin
(Sumardiyono, 2013).
3. Paparan dan Pengaruh Samping Fungisida
a. Pengaruh terhadap lingkungan. Fungisida mengandung racun yang
disamping dapat mengendalikan jamur juga mempunyai pengaruh racun terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
lingkungan. Tiap jenis fungisida mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
lingkungan. Pengaruh terhadap lingkungan tergantung dari daya racun (toksisitas),
cara dan kekerapan aplikasi, serta persistensi. Dalam praktik penyemprotan
tanaman dengan fungisida, sebagian fungisida ada yang jatuh ke atas tanah sekitar
tanaman. Hal ini menyebabkan tanah sekitar tanaman terpapar fungisida, sehingga
dapat mempengaruhi kualitas air tanah yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Pada keadaan cuaca yang beranging kencang, sebagian bahan semprot akan
memberikan drift (cipratan) ke tempat bukan sasaran yang dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan berupa kontaminasi akibat cipratan misalnya akan
mencemari sekitar lahan pertanian. Kontaminasi pada lingkungan juga terjadi
akibat dari pencucian alat semprot setelah aplikasi. Pencucian sprayer tidak boleh
dilakukan pada saluran air irigasi, sungai kecil atau sumber air lain. Pencucian
dilakukan dengan sisa dibuang jauh dari pemukiman atau tempat bermain anak-
anak (Sumardiyono, 2013).
b. Pengaruh terhadap organisme tanah. Pestisida yang persisten termasuk
didalamnya fungisida yang persisten, sangat berbahaya bagi tanah dan air tanah.
Klasifikasi pestisida yang berbahaya di dalam tanah didasarkan atas
persistensinya. Makin persisten suatu pestisida, maka semakin berbahaya.
Umumnya fungisida tidak berbahaya, kecuali PCP dan golongan merkuri
(Sumardiyono, 2013).
c. Pengaruh terhadap manusia. Pengaruh terhadap manusia dapat bersifat
langsung atau tidak langsung. Yang bersifat langsung adalah pengaruh terhadap
kesehatan pekerja. Para pekerja dan pemakai fungisida tentu akan terpapar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
fungisida sewaktu melakukan aplikasi. Bila fungisida yang diaplikasikan berdaya
racun tinggi, akibat terhadap para pekerja menjadi sangat berbahaya. Para pekerja
akan terpapar fungisida melalui udara yang terhirup karena sebagian bahan yang
disemprotkan akan terbawa angin dan masuk ke dalam saluran pernafasan. Para
pekerja juga rentan terpapar fungisida bila terjadi kecelakaan atau tumpahan yang
mengenai tangan atau kulit. Secara tidak langsung, manusia mendapatkan
kontaminasi fungisida melalui makanan yang kita makan. Manusia
mengkonsumsi daging, ikan, sayur, beras, atau produk-produk pertanian yang
lain. Bila produk tersebut mengandung residu pestisida maka manusialah yang
akan mendapatkan residu yang paling banyak (Sumardiyono, 2013).
C. Difenokonazol
Difenokonazol merupakan fungisida berspektrum luas yang digunakan
untuk berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur, sereal dan tanaman lainnya.
Fungisida difenokonazol termasuk golongan fungisida triazol yang bekerja secara
sistemik dan memiliki daya preventif dan kuratif. Difenokonazol bekerja
menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol sehingga menghentikan
perkembangan jamur. Difenokonazol merupakan molekul yang berpotensi dapat
bergerak, tidak mudah untuk dicuci karena kelarutan dalam air rendah.
Difenokonazol tidak volatil, persisten di dalam tanah dan pada lingkungan akuatik
(Anonim1, 2015).
Nama umum : difenoconazole
Sinonim : CGA 169374
Nama IUPAC : 1-[2-[2-chloro-4-(4-chloro-phenoxy)-phenyl]-4-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
methyl[1,3]dioxolan-2-ylmethyl]-1H-1,2,4-triazole
Rumus molekul : C19H17Cl2N3O3
Massa molekul : 406,3
Rumus struktur :
(EFSA, 2011).
1. Sifat Fisika Kimia
Bentuk fisik : putih, tidak berbau, bubuk Kristal halus
Titik lebur : 82-83 ºC
Titik didih : 100,8 ºC pada 3,7 mPa
Suhu dekomposisi : 337 ºC
Kepadatan relatif : 1,39 pada 22 ºC
Tekanan uap : 3,32 × 10-8 Pa pada 25 ºC
Kelarutan di dalam air : 15 mg/L pada 25 ºC
Log Pow (koefisien partisi) : 4,4 pada 25 ºC
Konstanta disosiasi dalam pKa : 1,1 pada 20 ºC
Konstanta Henry’s law : 9,0 × 10-7 Pa m3 mol-1 pada 25 ºC
Kelarutan dalam pelarut organik : Aseton > 500 g/L
Diklorometan > 500 g/L
Etil asetat > 500 g/L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Hexan 3,0 g/L
Metanol > 500 g/L
Oktanol 110 g/L
Toluen > 500 g/L
(EFSA, 2011).
2. Toksisitas
Pada toksisitas akut difenokonazol memiliki LD50 oral pada tikus sebesar
1453 mg/kg bb, LD50 oral pada mencit > 2000 mg/kg bb, LD50 dermal pada
kelinci > 2010 mg/kg bb dan LD50 inhalasi pada tikus > 3,3 mg/L (4 jam paparan)
(EFSA, 2011).
Pada toksisitas jangka pendek difenokonazol, pada tikus terjadi efek
penurunan berat badan dan jantung, penurunan nafsu makan dan minum, liver
(pada dosis tinggi setelah paparan secara oral), liver dan tiroid setalah paparan
secara dermal. Pada mencit terjadi efek penurunan berat badan, penurunan berat
indung telur, liver (pembesaran dan peningkatan berat, vakuolisasi dan koagulasi
nekrosis) dan pada anjing terjadi penurunan berat badan, liver (berat meningkat
dan perubahan secara klinis), pembentukan katarak (pada dosis tinggi). NOAEL
oral pada rat 20 mg/kgbb/d (90 hari), mouse : 34 mg/kgbb/d (90 hari), anjing : 31
mg/kgbb/d (28 minggu) sedangkan NOAEL dermal pada rat adalah 100
mg/kgbb/d (28 hari). Difenokonazol mungkin menjadi genotoksik secara in vivo
(EFSA, 2011).
Pada toksisitas jangka panjang pada Rat terjadi efek penurunan berat
badan, liver (berat relatif meningkat, hepatosit hipertropi) dan pada mouse terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
penurunan berat badan, liver (berat meningkat, perubahan histopatologi termasuk
nekrosis, hipertropi, perubahan lemak dan stasis empedu). Karsinogenisitas
difenokonazol ditunjukkan adanya adenoma/karsinoma liver pada mice, hanya
pada dosis tinggi, namun difenokonazol dianggap tidak menimbulkan resiko
karsinogenik pada manusia (EFSA, 2011).
Pada toksisitas reproduksi difenokonazol secara parental dapat
menurunkan berat badan, pada keturunan yang dihasilkan dapat menurunkan berat
badan melalui laktasi dan tidak ada efek samping pada reproduksi. NOAEL
parental adalah 16,8 mg/kgbb/d, NOAEL reproduksi adalah 189 mg/kgbb/d dan
NOAEL keturunan adalah 16,8 mg/kgbb/d (EFSA, 2011).
Toksisitas difenokonazol terhadap perkembangan terjadi efek variasi
skeletal (rat) dan peningkatan jumlah resorpsi (rat,rabbit), pada maternal terjadi
efek penurunan berat badan dan nafsu makan (rat, kelinci), aborsi dan kematian.
NOAEL maternal pada rat adalah 15,6 mg/kg bb/d, pada kelinci 25 mg/kgbb/d
serta NOAEL perkembangan pada rat 15,6 mg/kg bb/d dan pada kelinci 25
mg/kgbb/d (EFSA, 2011).
D. Melon (Cucumis melo L.)
1. Sejarah Perkembangan Melon
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk famili
Curcubitaceae, banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas
Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat
dengan Eropa dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur
Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan akhuirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon
tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk
Indonesia (Kemenristek, 2015).
2. Taksonomi Tanaman Melon
Tanaman melon termasuk jenis tanaman labu. Tanaman lain yang masih
satu keluarga dengan melon di antaranya semangka, blewah, mentimun, dan
waluh. Secara taksonomi tanaman melon dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dikotiledoneae
Subklas : Sympetalae
Ordo : Curcubitales
Famili : Curcubitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis melo L. (Redaksi Agromedia, 2007).
3. Sifat dan Ciri Tanaman Melon
a. Bentuk Tanaman. Tanaman melon tumbuh menjalar di atas permukaan
tanah atau seringkali dirambatkan pada turus bambu. Apabila tanaman dibiarkan
tumbuh, maka akan membentuk banyak cabang yang muncul dari ketiak daun.
Dari cabang-cabang terebut akan muncul bunga yang akhirnya akan menjadi buah
setelah terjadi persilangan antara bunga jantan dan bunga bentina. Tanaman melon
dapat mencapai ketinggian lebih dari 2 m, sehingga dengan demikian perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dilakukan pemangkasan. Susunan daun berselang-seling dengan daun yang ada di
atasnya (Samadi, 2007).
b. Akar. Sistem perakaran pada tanaman melon menyebar tetapi tidak dalam.
Cabang akar dan rambut-rambut akar menyebar ke segala arah sampai dengan
kedalaman 15-30 cm (Samadi, 2007).
c. Batang. Batang tanaman melon berbentuk segilima dengan sudut-sudut
yang sedikit membulat. Pertumbuhan batang tidak lurus. Batang berstruktur lunak,
berbulu, dan berwarna hijau muda. Pada batang utama muncul cabang-cabang
baru yang berkembang ke arah samping (Samadi, 2007).
d. Daun. Daun melon memiliki bentuk agak bulat, bersudut lima, dengan tepi
daun bergerigi (tidak rata) dan permukaan yang berbulu. Daun memiliki diameter
10-16 cm. Susunan daun berselang-seling antara daun yang di bawah dengan daun
yang tumbuh di atasnya. Pada setiap ketiak daun tumbuh sulur yang berfungsi
sebagai alat untuk menjelar. Panjang tangkai daun berkisar antara 10-17 cm
(Samadi, 2007).
e. Bunga. Bunga melon berbentuk lonceng, berwarna kuning cerah, mirip
bunga tanaman semangka, memiliki kelopak daun sebanyak 5 buah dan
kebanyakan bersifat uniseksual monoesius. Lebah sangat berperan dalam proses
penyerbukannya, sehingga bantuan manusia sudah tidak diperlukan lagi. Bunga-
bunga ini muncul hampir pada setiap ketiak tangkai daun. Dalam waktu beberapa
hari, bunga-bunga tersebut akan layu dan gugur, kecuali bunga betina yang telah
dibuahi. Bunga yang telah dibuahi akan bertahan dan berkembang hingga menjadi
buah (Samadi, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
f. Buah. Buah melon sangat beragam dalam hal ukuran, bentuk buah, rasa,
aroma, dan kenampakan permukaan kulit buahnya. Hal ini sangat tergantung pada
varietasnya. Tanaman melon dapat dipanen buahnya pada umur 65-75 hari setelah
pindah tanam, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat tumbuhnya. Melon
yang ditanam di dataran tinggi berumur lebih panjang daripada yang ditanam di
dataran rendah. Daging buah melon memiliki warna yang bervariasi tergantung
pada varietasnya. Ada yang memiliki warna daging buah hijau muda, putih susu,
kuning muda, jingga dan lain-lain (Samadi, 2007).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon
a. Iklim
1) Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon,
dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman.
2) Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang
sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang
menguntungkan bagi pathogen. Saat tanaman melon menjelang
panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah.
3) Tanaman melon memelukan penyinaran matahari penuh selama
pertumbuhannya.
4) Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk
pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanaman melon antara 25
– 30 °C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18
°C.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
5) Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi
tanaman melon mudah diserang penyakit (Kemenristek, 2015).
b. Media Tanam
1) Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat
berpasir yang banyak mengandung bahan organik untuk
memudahkan akar tanaman melon berkembang. Tanaman melon
tidak menyukai tanah yang terlalu basah.
2) Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8 – 7,2.
3) Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup
banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air
hujan (Kemenristek, 2015).
c. Ketinggian Tempat. Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik
pada ketinggian 300–900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900
meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal (Kemenristek,
2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
5. Kandungan Buah Melon
Kandungan gizi buah melon dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Melon tiap 100 gram Bahan (Roe, 2013)
Komposisi Gizi Banyaknya (Jumlah)
Energi 29 kcal.
Protein 0,50 gram
Lemak 0,10 gram
Karbohidrat 6,8 gram
Serat 0,70 gram
Abu 0,70 gram
Kalsium 6 mg
Fosfor 6 mg
Kalium 180,00 mg
Zat besi 0,18 mg
Natrium 11 mg
Thiamin 0,07 mg
Riboflavin 0,01 mg
Vitamin B6 0,07 mg
Vitamin C 8,0 mg
Niacin 0,40 mg
Air 91,0 gram
6. Cara Budidaya Melon
a. Pembibitan. Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntut media
semai yang khusus untuk pembibitannya. Benih disemai di polybag dan akan
tumbuh menjadi calon bibit dan harus mendapatkan pemeliharaan yang baik agar
menjadi bibit melon yang sehat dan kekar. Bibit dipersemaian di siram setiap pagi
hari mulai dari kecambah belum muncul sampai bibit muncul kepermukaan tanah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Saat menyemprot untuk penyiraman jangan terlalu kuat karena akan mengikis
tanah media dan melemparkan benih atau kecambah keluar dari polibag. Apabila
daun sejati keluar, penyiraman bibit baru dapat dilakukan embrat atau gembor.
Saat cuaca panas, tanah pada polybag kering dan penyiraman perlu diulangi pada
sore hari, jangan menyiram bibit tanaman pada siang hari karena akan
menyebabkan air dan zat-zat makanan tidak dapat terserap akibatnya bibit
menjadi kurus, kering dan layu (Kemenristek, 2015). Bibit melon dipindahkan ke
lapangan apabila sudah berdaun 4–5 helai atau tanaman melon telah berusia 10–
12 hari. Cara pemindahan tidak berbeda dengan cara pemindahan tanaman
lainnya, yaitu kantong plastik polibag dibuang secara hati-hati lalu bibit berikut
tanahnya ditanam pada bedengan yang sudah dilubangi sebelumnya, bedenganpun
jangan sampai kekurangan air (Kemenristek, 2015).
b. Persiapan Pengolahan Media Tanam. Sebelum bibit melon dipindahkan ke
lapangan maka perlu dilakukan pengukuran pH tanah, analisis tanah, penetapan
waktu/jadwal tanam, penetapan luas areal penanaman, dan pengaturan volume
produksi. Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen suatu
varietas melon yang ditanam dan waktu panen varietas melon lainnya. Penetapan
luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal, luas lahan yang tersedia,
musim dan permintaan pasar. Tanaman melon yang diusahakan di lahan terbuka
di musim hujan akan rusak terserang penyakit karena terguyur hujan terus-
menerus. Maka penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan dengan sistem
hidroponik (Kemenristek, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
c. Pembukaan Lahan. Untuk penanaman melon lahan dilakukan pembajakan.
Untuk pencangkulan dan penggarukan, keadaan tanahnya harus cukup kering
karena kita bisa mudah membentuk tanah yang semula berbongkah-bongkah dan
cukup liat, tanah yang beremah-remah dan cukup sarang (mudah diserap air).
Dengan tanah tersebut akan menguntungkan tanaman. Selain perakarannya mudah
menembus tanah, juga akan mudah bernapas (Kemenristek, 2015).
d. Pembentukan Bedengan. Selama 5–7 hari lahan dibiarkan kering setelah
dibajak (atau dibalik). Proses ini akan membuat tanah menjadi lengket dan
berbongkah sehabis dibajak menjadi agak hancur karena mengalami proses
pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut beberapa senyawa
kimia yang beracun dan merugikan tanaman dan akan hilang perlahan-lahan.
Setelah kering, bongkahan tanah dibuat petakan dengan tali rafia untuk
membentuk bedengan dengan ukuran panjang bedengan maksimum 12–15 m;
tinggi bedengan 30–50 cm; lebar bedengan 100–110 cm; dan lebar parit 55–65
cm. Bedengan dibentuk dengan cara mencangkuli bongkahan tanah menjadi
struktur tanah yang remah/gembur. Bila telah bentuk bedengan terlihat, baik itu
bedengan kasar/setengah jadi bedengan tersebut dikeringanginkan lagi selama
seminggu agar terjadi proses oksidasi/penguapan dari unsur-unsur beracun ada
hingga menghilang tuntas. Dengan panjang maksimum 15 m tersebut akan
memudahkan perawatan tanaman dan mempercepat pembuangan air, terutama di
musim hujan. Tinggi bedengan dibuat sesuai dengan musim dan kondisi tanah.
Pada musim hujan tinggi bedengan 50 cm agar perakaran tanaman tidak terendam
air jika hujan deras. Dan pada musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
karena untuk memudahkan perawatan pada saat bedengan digenangi. Parit dibuat
dengan lebar 55–65 cm adalah untuk memudahkan perawatan pada saat
penyemprotan, pemasangan ajir, maupun penalian (Kemenristek, 2015).
e. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP). Mulsa PHP yang terdiri
dari dua lapisan, yaitu lapisan berwarna perak di bagian atas dan warna hitam
dibagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak pada mulsa akan
memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis menjadi lebih optimal,
kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi serangan penyakit, dan
mengusir serangga-serangga penggangu tanaman. Sedangkan warna hitam pada
mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di perakaran tanaman menjadi hangat,
akibatnya perkembangan akar akan optimal. Selain itu warna hitam juga
mencegah sinar matahari menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma
tidak akan tumbuh (kecuali teki dan anak pisang). Pemasangan mulsa sebaiknya
dilakukan pada saat panas matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga
menutup bedengan dengan tepat. Teknis pemasangannya cukup oleh 2 orang
untuk satu bedengan. Setelah selesai pemasangan, bedengan-bedengan dibiarkan
tertutup mulsa PHP selama 3 – 5 hari sebelum dibuat lubang tanam. Tujuan agar
pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk tersedia sehingga
dapat diserap tanaman (Kemenristek, 2015).
f. Teknik Penanaman. Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan
pelat pemanas atau memanfaatkan bekas kaleng susu kental. Plat pemanas yang
berupa potongan besi dengan diameter 10 cm, dibuat sedemikian rupa hingga
panas yang ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa PHP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dengan cepat. Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan
membentuk segi empat dua baris berhadap-hadapan membentuk segi tiga. Bibit
yang telah di semai ± 3 minggu dipindahkan ke dalam wadah besar beserta
medianya. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak saat menyobek polibag
kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan pada lubang yang
telah ditugal dan diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa mengakibatkan
kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas (Kemenristek, 2015).
g. Pemeliharaan Tanaman. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 20
hari setelah ditanam, tanaman berusia 40 hari (ketika akan melakukan penjarangan
buah) dan pada saat tanaman berusia 60 hari (saat menginjak proses pematangan).
Untuk memudahkan dalam pemupukan, dibuat data mengenai rangkaian
pemupukan sejak awal. Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk
pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab. Pengairan harus dilakukan jika hari
tidak hujan. Pengairan dilakukan pada sore atau malam hari. Tanaman di siram
sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai tanaman akan dipetik buahnya. Saat
menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun dan air dari tanah jangan
terkena daun dan buahnya. Tujuannya adalah supaya tanaman tidak dijangkiti
penyakit yang berasal dari percikan tersebut, kalau daun basah kuyup akan
mengundang jamur sangat besar. Penyiraman dilakukan pagi-pagi sekali atau
malam hari. Oleh karena itu ada pengairan di sekitar kebun besar sekali
manfaatnya (Kemenristek, 2015).
h. Pemeliharaan Lain. Ajir atau tongkat dari kayu atau bilahan bambu, untuk
rambatan dapat dipasang setelah selesai membuat pembubunan dan selesai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mensterilkan kebun. Atau dapat juga ajir dipasang sesudah bibit ditanam, dan
bibit sudah mengeluarkan sulur-sulurnya kira-kira tingginya adalah 50 cm. Ajir
harus terbuat dari bahan yang kuat sehingga mampu menahan beban buah dengan
bobot kira-kira 2–3 kg. Tempat ditancapkannya ajir dengan jarak kira-kira 25 cm
dari pinggir gulu dan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh lagi, kita
bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga
antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di
belakangnya. Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk
memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat rata-
rata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari tanaman
tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering, supaya bekas
luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap 10 hari sekali,
yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan tanah dan sisakan
dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh lalu dipangkas dengan
menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika ketinggian tanamannya
sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25 (Kemenristek, 2015,).
i. Panen. Tanda/ciri penampilan tanaman siap panen adalah ukuran buah
sesuai dengan ukuran normal, serat jala pada kulit buah sangat nyata/kasar, dan
warna kulit hijau kekuningan, umur Panen ± 3 bulan setelah tanam, waktu
Pemanenan yang baik adalah pada pagi hari. Cara panen adalah potong tangkai
buah melon dengan pisau, sisakan minimal 2 cm untuk memperpanjang masa
simpan buah, tangkai dipotong berbentuk huruf “T” maksudnya agar tangkai buah
utuh dan kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah dipotong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
daunnya, pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah
yang benar-benar telah siap dipanen (Kemenristek, 2015).
7. Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Melon
Tanaman melon merupakan tanaman yang rentan terhadap berbagai
serangan penyakit dan hal ini akan berakibat pada hasil buah yang diproduksi
(Nuryanto, 2007). Jenis penyakit yang sering muncul pada tanaman melon adalah
penyakit jamur atau cendawan dan kekeringan (Anonim, 2014). Tanaman melon
memang membutuhkan kelembaban udara yang tinggi pada awal fase
pertumbuhannya yaitu dari perkecambahan benih. Pada fase dewasa, tanaman
memerlukan kelembaban udara lebih rendah disbanding pada fase pertumbuhan
awal. Sementara kelembaban yang tinggi dan kualitas sirkulasi udara yang buruk
dapat mengakibatkan tanaman mudah terserang penyakit, karena dengan
kelembaban yang tinggi maka orgaisme penyebab penyakit seperti cendawan atau
jamur dapat tumbuh dan mempengaruhi kondisi tanaman (Nuryanto, 2007).
Penyakit patek atau antraknosa merupakan salah satu jenis penyakit
tanaman yang sering merepotkan petani atau pembudidaya. Kerugian yang
ditimbulkan oleh serangan patek atau antraknosa ini terbilang sangat besar,
bahkan tidak jarang penyakit ini menimbulkan kegagalan panen. Penyakit ini
sangat sulit dikendalikan terutama jika kelembaban areal pertanaman sangat
tinggi.
Penyakit patek atau antraknosa disebakan oleh serangan cendawan.
Penyakit ini terutama menyerang pada saat kelembaban udara tinggi dan suhu
rendah. Penyebaran spora dan miselium cendawan penyebab antraknosa sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
cepat. Serangan sangat hebat terjadi pada saat kelembaban di atas 95% dan suhu
udara dibawah 32 °C. Jenis cendawan yang paling sering menyebabkan timbulnya
penyakit antraknosa adalah Colletrotichum sp. Nama cendawan Colletrotichum
sp menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah subtropis dan
daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit ini terutama sering menyerang tanaman
melon (Kurnianti, 2013).
Penyakit antraknosa menyerang semua bagian tanaman yang ditandai
dengan adanya bercak agak bulat berwarna cokelat muda, lalu berubah menjadi
cokelat tua sampai kehitaman. Gejala lain adalah bercak bulat memanjang
berwarna kuning atau cokelat. Buah yang terserang akan nampak bercak agak
bulat dan berlekuk berwarna cokelat tua, disini cendawan akan membentuk massa
spora berwarna merah jambu. Pengendalian secara kimiawi menggunakan
fungisida sitemik dengan bahan aktif yang bisa digunakan adalah difenokonazol
(Oktara, 2014).
E. Laju Disipasi Residu Pestisida
Seperti halnya pestisida yang lain, fungisida juga meninggalkan residu
pada berbagai komoditas pertanian, lingkungan dan manusia. Residu adalah sisa
pestisida yang masih terdapat di lingkungan, produk tanaman atau bahan lain
setelah mengalami degradasi. Adanya residu akan berpengaruh terhadap
lingkungan dan kesehatan. Untuk menjaga kesehatan masyarakat, oleh pemerintah
ditetapkan angka MRLs (Maximum Residue Limits) yaitu batas maksimum residu
yang masih diperbolehkan pada komoditas pertanian (Sumardiyono, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Di Indonesia masalah residu fungisida juga telah mendapatkan perhatian
yang cukup besar dari masyarakat. Hal ini terkait dengan meningkatnya produk
ekspor maupun impor beberapa komoditas hortikultura. Oleh karena itu, data
analisis residu berbagai komoditas tetap diperlukan untuk memenuhi syarat
sertifikasi bahan ekspor. Ekspor komoditas hasil pertanian yang mengandung
residu fungisida di atas MRL ada kemungkinan akan ditolak oleh negara
pengimpor yang mempunyai persyaratan yang ketat (Sumardiyono, 2013).
Residu dapat hilang atau terurai dan faktor-faktor yang mempengaruhi
hilangnya residu di lingkungan adalah penguapan, pencucian, penyerapan
(terabsorpsi), mengalami reaksi, degradasi, titik-titik semprot yang terbawa oleh
angin (spray drift), dan run off.
Gambar 1. Jalur Penyebaran atau Hilangnya Pestisida (Anonim2, 2015)
Adsorpsi adalah pengikatan pestisida oleh partikel tanah. Jumlah
pestisida yang teradsorpsi dengan tanah bergantung pada jenis pestisida, jenis
tanah, kelembaban, pH tanah, dan tekstur tanah. Pestisida sangat teradsorpsi
dengan tanah liat atau kandungan bahan oraganik yang tinggi. Pestisida tidak
cukup kuat teradsorpsi pada tanah berpasir (Anonim2, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Penguapan adalah proses padatan atau cairan berubah menjadi gas yang
dapat bergerak jauh dari tempat aplikasi. Penguapan pestisida paling mudah
terjadi pada tanah berpasir dan tanah yang basah. Cuaca yang panas, kering atau
berangin dan droplet semprot yang kecil dapat meningkatkan terjadinya
penguapan (Anonim2, 2015).
Spray drift adalah gerakan droplet-droplet (titik-titik) semprot menjauhi
tempat aplikasi oleh udara/angin. Spray drift dipengaruhi oleh :
a. Ukuran droplet/tetesan semprot, semakin kecil ukuran tetesan maka akan
lebih mudah terbawa udara.
b. Kecepatan angin, semakin kuat angin maka petisida yang disemprotkan akan
mudah terbawa oleh angin.
c. Jarak antara nozel dengan tanaman target atau tanah, semakin jauh jarak
maka angin semakin mempengaruhi semprotan (Anonim2, 2015).
Adanya titik-titik semprot yang terbawa oleh angin dapat
mengkontaminasi tanaman didekatnya atau tanaman yang siap panen. Selain itu,
titik semprot yang terbawa angin dapat mencemari air kolam, sungai, selokan,
ikan atau tanaman dan hewan akuatik lainnya. Pastisida yang mengalami spray
drift yang berlebihan akan mengurangi aplikasinya ke tanaman target dan
mengurangi efektivitas pestisida (Anonim2, 2015).
Pencucian adalah perpindahan pestisida oleh air ke dalam tanah. Faktor-
faktor yang mempengaruhi apakah pestisida tercuci ke tanah adalah interaksi
pestisida dengan air hujan. Pencucian akan meningkat ketika :
a. Pestisida dapat larut dalam air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
b. Tanah berpasir
c. Terjadi hujan tidak lama setelah penyemprotan
d. Pestisida tidak terikat kuat dengan tanah (Anonim2, 2015).
Karakterisasi tanah sangat penting terhadap perpindahan pestisida. Tanah
liat memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengadsorpsi banyak bahan kimia
seperti pestisida. Tanah berpasir memiliki kapasitas yang jauh lebih rendah untuk
menyerap pestisida. Bahan organik di dalam tanah juga dapat menyerap pestisida.
Pestisida akan cenderung berpindah pada volume air hujan yang besar dengan
interval yang lebih sering (Anonim2, 2015).
Penyerapan (absorpsi) adalah masuknya pestisida dan bahan kimia
lainnya ke dalam jaringan tanaman atau mikroorganisme. Sedangkan degradasi
adalah proses perusakan pestisida setelah aplikasi. Pestisida dapat terpecah karena
mikroba, reaksi kimia, dan cahaya atau fotodegradasi. Proses ini dapat
berlangsung dimana saja pada jam, hari bahkan tahun tergantung pada kondisi
lingkungan dan karakteristik kimia dari pestisida. Pestisida yang pecah dengan
cepat umumnya tudak bertahan pada lingkungan atau tanaman. Proses degradasi
dapat terjadi karena :
a. Mikrobia, adalah pemecehan pestisida oleh mikroorganisme seperti fungi,
bakteri dan protozoa. Degradasi oleh mikrobia dapat meningkat ketika suhu
hangat, pH menguntungkan, kondisi yang lembab dan kesuburan tanah baik
yang berarti banyaknya bahan organik (Gardner, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
b. Kimiawi, adalah pemecahan pestisida oleh reaksi kimia di dalam tanah.
Tingkat dan jenis reaksi kimia yang terjadi dipengaruhi oleh ikatan pestisida
dengan tanah, suhu tanah dan pH tanah.
c. Fotodegradasi, adalah pemecahan pestisida oleh sinar matahari. Semua
pestisida rentan terhadap fotodegradasi sampai batas tertentu. Tingkat
pemecahan dipengaruhi oleh intensitas dan spectrum sinar matahari, lama
penyinaran, dan sifat pestisida (Anonim2, 2015).
Konsentrasi residu pestisida yang dapat dianggap aman yakni bila telah
95% terdisipasi dari dosis awal yang diaplikasikan. Suatu pestisida perlu
ditetapkan dalam hal ini nilai DT50, yaitu waktu yang dibutuhkan suatu pestisida
untuk mengalami proses disipasi sehingga kadarnya menjadi separo dari kadar
awal yang diaplikasikan. Nilai DT50 ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penilaian keamanan residu pestisida. Standar keamanan untuk setiap residu
pestisida dalam setiap komoditi pertanian disebut dengan batas maksimum residu
(BMR, Maximum Residue Limits, MRLs) (Noegrohati, 2008).
F. Iklim Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah DIY berada di sekitar garis khatulistiwa tepatnya pada posisi
7º.33’- 8º.12’ LS, sehingga termasuk daerah yang beriklim tropis atau memiliki
dua musim dalam setahun yakni musim penghujan dan kemarau. Secara umum,
karakteristik cuaca di wilayah DIY bertemperatur tinggi atau memiliki suhu udara
yang panas dengan suhu rata-rata 25 ºC sampai 32 ºC serta memiliki kelembaban
udara dan curah hujan yang cukup tinggi. Di tempat-tempat yang lebih tinggi
suhunya lebih dingin (BPS DIY, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Iklim tropis yang bercirikan temperatur dan kelembaban tinggi, kaya
sinar matahari, dan memiliki dua musim berseling, yaitu musim kemarau (kering)
dan penghujan (basah), mempunyai pengaruh yang besar terhadap persistensi
pestisida di lingkungan. Secara umum, iklim tropis memungkinkan proses
degradasi, baik degradasi kimiawi maupun degradasi mikrobial berlangsung lebih
cepat, sehingga persistensi pestisida di daerah tropis relatif lebih pendek
dibandingkan daerah beriklim sedang (Tortensson, 1985).
G. Landasan Teori
Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang digunakan untuk untuk
membunuh atau mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh
cendawan (jamur atau fungi). Difenokonazol merupakan salah satu fungisida yang
bekerja secara sistemik yang banyak digunakan oleh petani untuk menghentikan
perkembangan jamur penyebab berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur,
sereal dan tanaman lainnya.
Buah melon merupakan salah satu buah tropis yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat karena buahnya yang segar dan rasanya manis. Pada
pertumbuhannya, tanaman buah melon mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh cendawan atau jamur pada kelembaban tinggi seperti kondisi tropis di
Indonesia. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman melon yang disebabkan
oleh cendawan atau jamur adalah antraknosa yang disebabkan cendawan
Colletrotichum s. Cara pengendalian antraknosa yang sering digunakan oleh para
petani melon dengan menggunakan fungisida difenokonazol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Fungisida difenokonazol dapat meninggalkan residu pada tanaman melon
termasuk pada bagian buahnya setelah diaplikasikan. Residu dapat hilang karena
proses pencucian oleh air hujan, penguapan, terdegradasi bahkan terabsorpsi atau
terdistribusi ke dalam daging buah melon. Secara tidak langsung residu
difenokonazol yang ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehataan manusia
yang mengkonsumsi buah melon yang terkontaminasi.
Difenokonzol yang diaplikasikan akan menempel pada kulit buah
kemudian berpenetrasi ke dalam daging buah. Hilangnya residu fungisida
difenokonazol pada buah melon dapat digambarkan dengan laju disipasi yaitu
nilai slope pada kurva hari vs kadar residu difenokonazol serta waktu degradasi
(DT50) dalam hari. Wilayah DIY termasuk daerah beriklim tropis memungkinkan
terjadinya proses degradasi residu difenokonazol dan dibandingkan dengan daerah
beriklim sub tropis laju disipasi residu difenokonazol pada kondisi tropis di DIY
akan berlangsung lebih cepat. Untuk menjaga keamanan bagi manusia yang
mengkonsumsi buah melon perlu ditetapkan kadarnya pada buah melon saat
waktu panen (PHI) dan tidak melebihi BMR FAO/WHO residu difenokonazol
pada buah melon yang sudah ditetapkan yaitu 0,7 mg/kg.
H. Hipotesis
1. Kadar difenokonazol dalam kulit buah melon lebih besar dari pada di dalam
daging buah melon.
2. Kondisi geografi tempat tanam buah melon berpengaruh pada laju disipasi
residu fungisida difenokonazol pada buah melon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3. Berdasarkan kadar pada saat PHI yang ditetapkan, buah melon di Daerah
Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni sederhana
karena terdapat perlakuan pada subjek uji yaitu tanaman buah melon. Rancangan
penelitian ini merupakan pola lengkap satu arah. Lengkap berarti terdapat dua
kelompok subyek uji dalam penelitian ini yaitu adanya kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Pola satu arah artinya penelitian ini hanya meneliti pengaruh
satu variabel bebas saja yaitu besarnya kadar dan pola laju disipasi residu
difenokonazol pada buah melon pada kondisi geografi tempat tanam melon yang
berbeda.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
j. Variabel Bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar
fungisida difenokonazol yang disemprotkan pada model tanaman melon dan
kondisi geografi tempat tanam melon.
k. Variabel Tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
kadar dan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging
buah melon (Cucumis melo L.) dengan kondisi geografi tempat tanam yang
berbeda.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
l. Variabel Pengacau Terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah jenis benih tanaman melon yang digunakan, penyemprotan
pestisida lain oleh petani, cara penyemprotan fungisida difenokonazol.
m. Variabel Pengacau Tak Terkendali. Variabel pengacau tak
terkendali dalam penelitian ini adalah cuaca tempat tanam melon.
2. Definisi Operasional
a. Residu fungisida adalah sisa fungisida yang masih terdapat di tanaman
buah melon setelah mengalami degradasi, dinyatakan dengan satuan
mg/kg.
b. Residu fungisida yang dianalisis adalah difenokonazol yang merupakan
fungisida golongan triazol.
c. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah adalah kadar residu pada
sampel bagian kulit buah yang berbentuk kasar, berjaring dan keras
dengan ketebalan ± 0,5 cm, dinyatakan dengan satuan mg/kg.
d. Kadar residu difenokonazol pada daging buah adalah kadar residu pada
sampel bagian daging buah yang berwarna hijau muda atau hijau
keputihan, dinyatakan dengan satuan mg/kg.
e. Kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah adalah kadar residu
gabungan sampel bagian kulit dan daging buah, dinyatakan dengan
satuan mg/kg.
f. Disipasi adalah proses hilangnya senyawa residu fungisida difenokonazol
pada buah melon yang disebabkan karena degradasi, absorbsi atau
peluruhan ke medium lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
g. Laju disipasi dilihat dari penurunan kadar residu fungisida difenokonazol
pada kulit, daging dan keseluruhan buah melon pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7,
14 setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol, dinyatakan dengan
satuan per hari.
h. H-1 adalah satu hari sebelum aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
i. H0, H+1, H+3, H+5, H+7 dan H+14 adalah hari ke-0, 1, 3, 5, 7, dan 14
setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
j. BMR (Batas Maksimum Residu) adalah batas maksimum kandungan
residu fungisida difenokonazol yang boleh terdapat pada buah melon,
dinyatakan dengan satuan (mg/kg).
k. Pre-Harvest Interval (PHI) adalah jumlah hari yang harus dilewati residu
fungisida difenokonazol antara aplikasi teakhir fungisida sampai pada
saat panen.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi
difenokonazol donasi dari PT Syngenta (Registration Number 01020120052228),
standar difenokonazol donasi dari PT Syngenta dengan kemurnian 96,3 %
(Registration Number 119446-68-3), standar dekaklorobifenil (DCB) (analytical
standard E. Sigma-Aldrich) CAS Number 2051-24-3, methanol (for analysis, E.
Merck, Katalog Number 1.06009.2500), acetonitril (gradient grade for liquid
chromatography, E. Merck, Katalog Number 1.00030.4000), n-Hexan ((for
analysis, E. Merck, Katalog Number 1.04367.2500), aquadest dan aquabidest
(Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi USD), Magnesium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain menetapkan waktu degradasi (DT50) juga ditentukan Pre-Harvest
Interval (PHI) yaitu jumlah hari yang harus dilewati residu fungisida
difenokonazol antara aplikasi terakhir fungisida sampai pada saat panen sehingga
dapat mengetahui waktu panen yang tepat yaitu dengan kadar residu
difenokonazol dibawah BMR 0,7 mg/kg berdasarkan CODEX FAO/WHO. PHI
ditentukan melalui titik potong pada kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir
pada sampel buah melon keseluruhan (whole) karena sesuai dengan aturan pada
BMR dan juga saat setelah aplikasi residu difenokonazol langsung terpenetrasi ke
dalam daging buah melon dan daging buah melon tersebut yang dikonsumsi
manusia (Hamilton, 2014). Titik potong ditentukan dengan melihat kurva kadar vs
hari setelah aplikasi terakhir yang terbentuk, apabila pada satu titik bentuk kurva
berbentuk menurun kemudian mulai mendatar yang artinya laju disipasi mulai
berjalan lambat serta masih memenuhi LOQ maka titik tersebut menjadi titik
potong. Titik potong tidak diambil pada kurva yang mendatar karena pada daerah
tersebut artinya laju disipasi yang terjadi berjalan sangat lambat dan tidak dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
ditentukan kapan laju disipasi tersebut akan berhenti atau residu difenokonazol
benar-benar hilang.
Gambar 14. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran
Tabel XII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan
13,25784 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Gambar 15. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul
y = -0.00422x + 0.040 R² = 0.984
y = -0.00071x + 0.016 R² = 1
0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
Linear (H7 - H14)
y = -0.00225x + 0.012 R² = 0.948
y = 0.0025x - 0.010 R² = 1
0.000
0.005
0.010
0.015
0 2 4 6 8
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Bantul
H0 - H5
H5 - H7
Linear (H0 -H5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Tabel XIII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan 56742,84 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Gambar 16. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah
Melon Sleman
Tabel XIV. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Sleman Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan 2.57005 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Pada Gambar 14 dan Gambar 16 kurva kadar vs hari residu
difenokonazol pada buah melon Siliran dan Sleman, kurva mulai akan mendatar
pada titik hari ke-7 setelah aplikasi terakhir sehingga hari ke-7 dijadikan sebagai
titik potong. Sedangkan pada Gambar 15 kurva kadar vs hari residu difenokonazol
pada buah melon Bantul kurva mulai mendatar pada titik hari ke-5 setelah aplikasi
terakhir karena interval waktu pengambilan sampel buah melon Bantul hanya
sampai hari ke-7 sehingga hari ke-5 dijadikan sebagai titik potong untuk
menentukan PHI buah melon lahan Bantul. Setelah menentukan titik potong maka
diperoleh 2 kurva hasil perpotongan yang dapat diketahui slope masing-masing
y = -0.0028x + 0.026 R² = 0.670
y = -0.00014x + 0.004 R² = 1
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Sleman
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
Linear (H7 - H14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
kemudian melakukan uji t untuk melihat signifikansi antara kedua slope tersebut.
Jika berbeda signifikan maka titik potong dapat digunakan sebagai waktu panen
(PHI). Dari hasil data tersebut diperoleh waktu panen yang tepat saat PHI buah
melon dari Siliran dan Sleman adalah 7 hari setelah aplikasi terakhir dan PHI
buah melon Bantul adalah 5 hari setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
Sebagai referensi waktu degradasi (DT50) residu difenokonazol pada
buah anggur dari Italia yang beriklim subtropis adalah 15 hari dengan PHI 21
hari, buah apel dari Prancis yang beriklim subtropis DT50-nya 693 hari dengan
PHI 14 hari, buah papaya dari Brazil yang beriklim tropis DT50-nya 6 hari dengan
PHI 14 hari, dan buah mangga dari Brazil DT50-nya 5 hari dengan PHI 7-9 hari
(Hamilton, 2014). Artinya iklim tropis memang berpengaruh terhadap kecepatan
degradasi (DT50) maupun waktu panen (PHI) dimana waktu degradasi maupun
laju disipasi pada daerah subtropis lebih lambat.
H. Penilaian Terhadap Keamanan Konsumen
Dari hasil PHI yang diperoleh waktu panen yang tepat untuk buah melon
lahan Siliran Kulonprogo adalah 7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar
0,012 mg/kg; waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Panggungharjo
Bantul adalah 5 hari dengan kadar residu difenokonazol sebanyak 0,002 mg/kg,
dan waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Wedomartani Sleman adalah
7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar 0,003 mg/kg. Dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa waktu panen yang tepat untuk buah melon Daerah Istimewa
Yogyakarta rata-rata adalah 5-7 hari dengan kadar residu difenokonazol yang
sangat rendah dibawah BMR Codex 0,7 mg/kg yang sudah ditetapkan pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2014, sehingga aman dikonsumsi oleh manusia dan sesuai dengan label
penggunaan difenokonazol dari Syngenta yaitu penggunaan dilakukan 7 hari
sebelum waktu panen (PHI).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di dalam
daging buah melon.
2. Kondisi geografi tempat tanam tidak mempengaruhi laju disipasi dengan hasil
relatif sama secara statistik antara laju disipasi residu difenokonazol pada
buah melon di Bantul yaitu 0,161/hari, laju disipasi residu difenokonazol
pada buah melon di Siliran yaitu 0,118/hari dan laju disipasi residu
difenokonazol pada buah melon di Sleman yaitu 0,178/hari dengan PHI 7 hari
untuk buah melon di Siliran dan Sleman serta 5 hari untuk buah melon di
Bantul.
3. Kadar residu difenokonazol pada buah melon yang dipanen saat PHI berada
dibawah nilai MRL Codex yaitu 0,7 mg/kg (kadar residu Siliran 0,012 mg/kg,
Bantul 0,002 mg/kg, Sleman 0,003 mg/kg) sehingga buah melon di Daerah
Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi manusia.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada
buah melon diberbagai tempat di luar Daerah Istimewa Yogyakarta di
Indonesia.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada
tanah tempat tanam melon.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
3. Perlu penambahan interval waktu pengambilan sampel buah melon yang lebih
panjang dan mempersempit selang waktu pengambilan sampel buah melon
sehingga waktu PHI yang didapatkan lebih akurat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Abby, M., 2015, Potensi Indonesia sebagai Eksportir Buah Tropis,
http://solusibisnis.co.id/potensi-indonesia-sebagai-eksportir-buah-tropis.html, diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Abdallah, O. I., Almaz, M. M., Arief, M. H., El-Aleem, A. E. H. A., 2014, Behaviour of Chlorfenapyr and Difenoconazole Residues in/on Grapes (Vitis vinifera L.), Nature and Science, 12 (1), pp. 51.
Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, volume 6, Elsevier, Inc., USA, p. 192.
Anastassiades, M., The QuEChERS Method –Background Informationand Recent Developments, Community Reference LaboratoryPesticide Residuesusing Single Residue Methods,Stuttgart, pp. 50, 66.
Andrian, Supriadi, Marpaung, P., 2014, Pengaruh Keringgian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Heven brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan, Jurnal Online Agroekoteknologi, 2 (3), 981-989.
Anonim, 2012, Material Safety Data Sheet Difenoconazole 25% EC, Tagros. Anonim, 2014, Distanak Banten Dorong Petani Tanam Melon Golden,
http://www.antarabanten.com/berita/21637/distanak-banten-dorong-petani-tanam-melon-golden, diakses tanggal 21 November 2015.
Anonim1, 2014, Difenoconazole Stereoisomeric Composition with Reduced Phytotoxicity, Patent WO2014118127A1, http://www.google.com/patents/WO2014118127A1?cl=en, diakses tanggal 21 November 2015.
Anonim1, 2015, Difenoconazole (Ref: CGA 169374), University of Hertfordshire, http://sitem.herts.ac.uk/aeru/ppdb/en/Reports/230.htm, diakses tanggal 15 November 2015.
Anonim2, 2015, Pesticide Wise; Environmental Fate, http://www.agf.gov.bc.ca/pesticides/c_2.htm, diakses tanggal 19 November 2015.
Badan Pusat Statistik DIY, 2014, Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, BPS, Yogyakarta, pp. 1.
CAC (Codex Alimentarius Comission), 2014, Pesticide Residues in Food and Feed, http://www.codexalimentarius.org/standards/pestres/pesticide-detail/en/?p_id=224, diakses tanggal 13 November 2015.
Devi, F. S., 2015, Validasi Metode Analisis, Residu Difenokonazol dalam Buah Melon (Cucumis melo L.), Skripsi.
Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 1-5.
European Food Safety Authority (EFSA), 2011, Conclusion on the Peer Review of the Pesticide Risk Assessment of the Active Substance Difenoconazole, EFSA Journal, 9 (1), 22-23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fitri, M., Nurdin, A., dan Warnita, 2011, Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Nutrifarm AG terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon (Cucumis melo L.), Jerami, 4 (3), 148-149.
Food and Agriculture Organization, 1999, Recommended Methods of Sampling for The Determination of Pesticide Residue for Compliance With MRLs, CAC/GL, 33, pp. 8.
Gardner, R., 2015, Understanding the Fate of Pesticide After Application, http://pesticidestewardship.org/water/Pages/FateofPesticides.aspx, diakses tanggal 29 November 2015.
Grob, L.R., 1995, Modern Practice of Gas Chromatography, John Wiley and Sons Inc., New York. pp. 291-295
Hamilton, D. J., 2014, Difenoconazole (224), http://www.fao.org/fileadmin/templates/agphome/documents/Pests_Pesticides/JMPR/Evaluation07/Difenoconazole.pdf, diakses tanggal 9 Mei 2014.
Kementrian Riset dan Teknologi RI, 2015, Tentang Budidaya Pertanian Melon, http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/melon.pdf, diakses tanggal 21 November 2015.
Kurnianti, N., 2013, Penyakit Patek atau Antraknosa, http://www.tanijogonegoro.com/2013/09/patek-antraknosa.html, diakses tanggal 12 November 2015.
Miller, J. N., Miller, J. C., 2010, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, Sixth Edition, Pearson Education Limited, UK, pp. 39-40.
Nasution, R., 2003, Teknik Sampling, USU digital library, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, pp. 3-4.
Noegrohati, S., 2008, Pelatihan Pengambilan Contoh dan Analisis Multiresidu Pestisida, Peningkatan SDM BPMPT, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Yogyakarta.
Noegrohati, S., 2015, Wawancara Pribadi. Nuryanto, H., 2007, Budi Daya Melon, Azka Press, Jakarta, pp. 46, 47, 95. Oktara, N., 2014, Hama dan Penyakit Tanaman Melon,
http://www.petanihebat.com/2014/05/hama-dan-penyakit-tanaman-melon.html, diakses tanggal 21 November 2015.
Putra, Y. M. P., 2015, Indonesia Miliki 94 Varitas Melon Unggulan, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/08/12/nsz7n4284-indonesia-miliki-94-varietas-melon-unggulan, diakses tanggal 12 November 2015.
Redaksi Agromedia, 2007, Budi Daya Melon, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 5. Roe, M., Church, S., Pinchen, H., Finglas, P., 2013, Nutrient Analysis of Fruit and
Vegetables; Analytical Report, Institute of Food Research, UK, pp. 65. Samadi, B., 2007, Melon; Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen, Kanisius,
Yogyakarta, pp. 13-17. Sree, K. S., Varma, A., 2015, Biocontrol of Lepidopteran Pests; Use of Soil
Microbes and their Metabolites, Springer International Publishing, Switzerland, pp. 146.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Spivey, A., 2008, Chemistry I (Organic); Stereochemistry; Diastereomers, http://www.ch.ic.ac.uk/local/organic/tutorial/ACS4.pdf, diakses tanggal 13 November 2015.
Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp. 9. Sumardiyono, C., 2013, Pengantar Toksikologi Fungisida, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, pp. 6-9, 29, 32, 54-60, 88-91, 94-96. Tanindo, 2010, Enggan Beralih dari Action, 11 (2), Edisi XXXIX,
http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=366:enggan-beralih-dari-action&catid=387:enggan-beralih-dari-action&Itemid=101, diakses tanggal 12 November 2015.
Tortensson, L., 1985, Behaviour of Glyphosate in Soils and Its Degradation, Eds. The Herbicide Glyphosate, Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala, Sweden, pp. 137-150.
Twohig, M., 2013, Enantiomeric and Diastereomeric Resolutions of Chiral Pesticides by ACQUITY UPC2 with UV Detection, Application Note, pp. 3.
United States Department of Agriculture, 2015, United States Department of AgricultureAgricultural Marketing Service, Science & Technology, Pesticide Data Program, US, pp 8-29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 10. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman Akibat Penyakit Antraknosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 11. Cara Pemotongan Sampel Buah Melon
Setelah sampel buah melon diambil dari lahan kemudian segera dibawa ke
laboratorium, dipotong menjadi 2 bagian dan setengah buah melon untuk analisis.
½ bagian yang satu dipotong lagi menjadi dua
dan ½ bagian yang lain dibuang
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Potongan yang
terpilih untuk
analisis
Potongan 1 (1/4)
digunakan untuk
sampel whole
Potongan 1 (1/4) yang
lain digunakan
untuk sampel kulit dan daging
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Sampel Buah Melon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Residu, Laju Disipasi, dan Pre-
Harvest Interval (PHI)
A. Contoh Perhitungan Kadar
Karena pada kromatogram difenokonazol memiliki 2 puncak sehingga
didapatkan 2 luas puncak maka luas puncak difenokonazol dijumlahkan
kemudian baru ditentukan rasionya dengan DCB. Penentuan kadar ekstrak
yang terukur dengan cara memasukkan rasio luas puncak dalam persamaan
kurva baku sebagai y. Sehingga didapatkan nilai x yang merupakan kadar
ekstrak yang terukur.
y = bx + a
y = rasio luas puncak
x = Cekstrak (ng/2µl)
Setelah mendapatkan kadar dalam ekstrak, maka menghitung kadar residu
dalam sampel dengan persamaan:
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
𝐶𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑉𝑖𝑛𝑗
× 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑃
𝑚
Keterangan:
Csampel : kadar dalam sampel (ng/g)
Cekstrak : kadar dalam ekstrak (ng/2µl)
Vinj : volume injeksi (µl)
Vsampel : volume sampel (µl)
P : faktor pengenceran
m : berat sampel (g)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Contoh:
Sampel buah melon diambil pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dipreparasi (homogenisasi). Sampel hasil
homogenisasi ditimbang sebanyak 5 gram untuk segera dilakukan ekstraksi.
Esktrak kering hasil clean up dilarutkan dengan 200µl hexan kemudian
dilakukan pengenceran dengan mengambil sebanyak 40 µl dari larutan
tersebut, lalu di add 200 µl hexan dan setelah itu diinjeksikan ke dalam GC
sebanyak 2 µl. Setelah diinjeksikan, pada kromatogram diperoleh luas puncak
DCB 24194,8; luas puncak difenokonazol 8276,8 dan 18714,5. Berapa kadar
residu difenokonazol pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir tersebut?
Diketahui:
Persamaan kurva baku = y = -0.08989 + 3.50422 x
Luas puncak DCB = 24194,8
Luas puncak difenokonazol 1 = 8276,8
Luas puncak difenokonazol 2 = 18714
- Luas puncak difenokonazol = 8276,8 + 18714 = 26991,3
Rasio = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑘𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐷𝐶𝐵
= 26991,324194,8
= 1,1156
- Cekstrak
y = -0.08989 + 3.50422 x
1,1156 = -0.08989 + 3.50422 x
x = 0,34401 ng/2µl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
- Csampel
Vinj = 2 µl
Vsampel = 200 µl
P = 200 40
m = 5 gram
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =0,34401
2 × 200 × 200405
Csampel = 344,01 ng/g
B. Contoh Penentuan Laju Disipasi
Setelah didapatkan kadar sampel dengan satuan ng/g kemudian dikonversikan
satuannya hingga menjadi mg/kg seperti pada contoh berikut:
Hari Rata-rata Kadar Residu Difenokonazol
pada Sampel C whole (ng/g)
C whole (mg/kg)
Ln C whole
H-1 1,333 0,001 -6,62067
H0 41,773 0,042 -3,1755
H+1 22,186 0,022 -3,80829
H+3 25,638 0,026 -3,66367
H+5 20,198 0,020 -3,90215
H+7 11,768 0,012 -4,44237
H+14 6,760 0,007 -4,99677
Selanjutnya memplotkan antara hari dengan ln kadar sehingga diperoleh
kurva laju disipasi dengan persamaan y = bx + a dimana b (slope) adalah
laju disipasi dengan satuan hari-1 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
C. Penentuan PHI
- Pada kurva laju disipasi ditentukan titik potongnya
- Analisis kedua slope dengan software power fit
H0 – H7 : Polynomial Degree is: 1 , based on 4 data points (#1 to #4) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.04084 - 0.00422 x higher degree is no significant improvement: F(1,1,95.0%) = 161.448 > F_obs = 1.949 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 4.08411E-002 1.60650E-003 3.39299E-002 4.77523E-002 a1 -4.22430E-003 3.52672E-004 -5.74150E-003 -2.70709E-003 Variance Y, S^2 = 3.327102804E-006 Covariance matrix of Coefficients: 2.58084E-006 -4.66416E-007
y = -0.1186x - 3.4051 R² = 0.9014 -6
-5
-4
-3
-2
-1
00 5 10 15
Ln m
g/kg
Hari
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Siliran
y = -0.0042x + 0.0406 R² = 0.9841
y = -0.0007x + 0.0168 R² = 1 0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
-4.66416E-007 1.24378E-007 Correlation Coefficient: -0.99310 x value at y = 0: 9.668 Std.Dev.: 0.539 Range: 7.3E+000 < x0 < 1.2E+001 H7-H14:
Polynomial Degree is: 1 , based on 2 data points (#4 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.01700 - 0.00071 x Polynomial fits data exactly Correlation Coefficient: -1.00000
- Uji signifikansi slope dua kurva hasil perpotongan dengan uji t
thitung Α ttabel Keterangan
13,25784 0,05 2,132 Berbeda signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Lampiran 14. Contoh Uji Signifikansi Kadar Residu Difenokonazol pada
Kulit dan Daging Buah Melon Siliran
1. Analisis polynomial slope kurva kadar di kulit dan daging buah per hari
dengan software power fit
- Slope kadar di kulit buah :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.05169 - 0.00394 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 4.149 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 5.16923E-002 1.05384E-002 2.24361E-002 8.09485E-002 a1 -3.93846E-003 1.54267E-003 -8.22113E-003 3.44208E-004 Variance Y, S^2 = 3.093769231E-004 Covariance matrix of Coefficients: 1.11058E-004 -1.18991E-005 -1.18991E-005 2.37982E-006 Correlation Coefficient: -0.78721 x value at y = 0: 13.125 Std.Dev.: 3.668 Range: 2.9E+000 < x0 < 2.3E+001
- Slope kadar di daging buah :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.00036 + 0.00006 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 7.941 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 3.58974E-004 6.59129E-004 -1.47086E-003 2.18881E-003
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
a1 6.15385E-005 9.64866E-005 -2.06322E-004 3.29399E-004 Variance Y, S^2 = 1.210256410E-006 Covariance matrix of Coefficients: 4.34451E-007 -4.65483E-008 -4.65483E-008 9.30966E-009 Correlation Coefficient: 0.30382 x value at y = 0: -5.833 Std.Dev.: 18.487 Range: -5.7E+001 < x0 < 4.5E+001
2. Uji Signifikansi slope
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆12
𝑆22
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,0015422
0,00009652
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,000002370,00000000931
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 254,56
Degrees of freedom = n1-1, n2-1
= 6-1, 6-1
= 5,5
Ftabel = 5,05
Apabila Fhitung>Ftabel maka standar deviasi berbeda signifikan maka
persamaan uji t yang digunakan adalah :
𝑡 = |𝑏1−𝑏2|
�𝑆12
𝑛1+𝑆22
𝑛2
𝑡 = |−0,00394−0,00006|
�0,00154226 +0,00009652
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
𝑡 = 0,004
�0,000002376 +0,00000000931
6
𝑡 = 0,004�3,95×10−7+1,552×10−9
𝑡 = 0,004�3,965×10−7
𝑡 = 0,0046,297×10−4
𝑡 = 6,325
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = �𝑆12+𝑆22�𝑆14
𝑛12(𝑛1−1)
+𝑆24
𝑛22(𝑛2−1)
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = 180
𝛼 = 0,05
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,9732
thitung>ttabel maka slope berbeda signifikan artinya kadar residu difenokonazol
di kulit lebih besar daripada di dalam daging buah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju
Disipasi dengan ANOVA
1. Analisis polynomial slope kurva laju disipasi masing-masing lahan dengan
software power fit
- Slope lahan Siliran :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.40521 - 0.11859 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.269 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.40521E+000 1.33757E-001 -3.77653E+000 -3.03388E+000 a1 -1.18592E-001 1.95800E-002 -1.72949E-001 -6.42354E-002 Variance Y, S^2 = 4.983880641E-002 Covariance matrix of Coefficients: 1.78909E-002 -1.91688E-003 -1.91688E-003 3.83375E-004 Correlation Coefficient: -0.94957 x value at y = 0: -28.714 Std.Dev.: 5.619 Range: -4.4E+001 < x0 < -1.3E+001
- Slope lahan Bantul:
Polynomial Degree is: 1 , based on 5 data points (#1 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = -4.62461 - 0.16187 x higher degree is no significant improvement: F(1,2,95.0%) = 18.514 > F_obs = 7.017 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -4.62461E+000 5.22406E-001 -6.28712E+000 -2.96210E+000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
a1 -1.61872E-001 1.27454E-001 -5.67483E-001 2.43739E-001 Variance Y, S^2 = 5.328207541E-001 Covariance matrix of Coefficients: 2.72908E-001 -5.19825E-002 -5.19825E-002 1.62445E-002 Correlation Coefficient: -0.59132 x value at y = 0: -28.570 Std.Dev.: 25.096 Range: -1.1E+002 < x0 < 5.1E+001
- Slope lahan Sleman :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.72928 - 0.17838 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.006 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.72928E+000 3.16003E-001 -4.60655E+000 -2.85201E+000 a1 -1.78377E-001 4.62581E-002 -3.06796E-001 -4.99577E-002 Variance Y, S^2 = 2.781755910E-001 Covariance matrix of Coefficients: 9.98579E-002 -1.06991E-002 -1.06991E-002 2.13981E-003 Correlation Coefficient: -0.88770 x value at y = 0: -20.907 Std.Dev.: 6.826 Range: -4.0E+001 < x0 < -2.0E+000
2. Uji Signifikansi slope dengan ANOVA
a. Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Siliran = 0,01952 = 0,0003802
Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Bantul = 0,12742 = 0,01623
Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Sleman = 0,04632 = 0,002144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
b. 𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,0003802+0,01623+0,0021443
Fhitung< Ftabel artinya slope tidak berbeda signifikan sehingga kondisi
geografi tidak mempengaruhi laju disipasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta” ini memiliki nama lengkap Serlika Rostiana. Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 27 September 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Halim Aliap dan Tuminah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Islam Tunas Melati Yogyakarta (1997-
1999). Sekolah Dasar (SD) Wojo III Bantul (1999-2005), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 4 Yogyakarta (2005-2008), Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kasihan Tirtonirmolo Bantul (2008-2011) dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan antara lain sebagai volunteer pada longmarch memperingati hari HIV/AIDS dunia oleh JMKI 2012, Panitia Pharmacope 2013 sebagai keamanan, Panitia Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XXIV 2013 sebagai penerima tamu, Panitia Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi 2013 sebagai koordinator konsumsi, dan Panitia dalam Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF & Ketua DPMF Farmasi Periode 2014-2015 sebagai koordinator konsumsi pada tahun 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI