MENJADI “EROPA” DI MEJA MAKAN: RIJSTTAFEL DAN GAYA HIDUP ELITE JAWA DI VORSTENLANDEN 1900-1942 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Program Studi Sejarah Oleh: Laili Windyastika 154314006 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
Embed
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MENJADI …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MENJADI “EROPA” DI MEJA MAKAN: RIJSTTAFEL DAN GAYA
HIDUP ELITE JAWA DI VORSTENLANDEN 1900-1942
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
Program Studi Sejarah
Oleh:
Laili Windyastika
154314006
PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Jangan jadi yang paling baik, jangan jadi yang paling bagus. Tapi
jadilah yang paling beda.
-Raditya Dika-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua Orangtua saya yang selama ini sudah sangat
memberikan dukungan, nasihat, doa dan semangat mereka yang tidak pernah padam
sedikitpun. Yang selalu memberikan suntikan semangat ketika saya mulai goyah dan ingin
menyerah. Tanpa kedua Orangtua saya yang sangat luar biasa, saya tidak mungkin bisa
menyelesaikan skripsi ini. Untuk satu-satunya adik saya, yang saya sayangi. Untuk sahabat-
sahabatku yang juga memberikan semangat. dukungan, doa, dan bantuan, serta untuk
Almamater tercinta.
Terakhir, saya juga persembahkan skripsi saya ini untuk orang-orang yang selalu
bertanya kapan saya lulus. Saya bangga karena saya lulus di waktu yang tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma:
Nama : Laili Windyastika
Nomor Mahasiswa: 154314006
Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
MENJADI “EROPA” DI MEJA MAKAN: RIJSTTAFEL DAN GAYA
HIDUP ELITE JAWA DI VORSTENLANDEN 1900-1942
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya
memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin
dari saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta, 19 Juni 2020
Yang menyatakan
Laili Windyastika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Laili Windyastika, Menjadi “Eropa” di Meja Makan: Rijsttafel Dan Gaya Hidup
Elite Jawa di Vorstenlanden 1900-1942. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi
Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2020.
Skripsi berjudul Menjadi “Eropa” di Meja Makan: Rijsttafel Dan Gaya
Hidup Elite Jawa di Vorstenlanden 1900-1942 bertujuan untuk meneliti
perjalanan sejarah rijsttafel yang ada di Vorstenlanden di tahun 1900-1942.
Penelitian ini akan menjawab tiga pertanyaan. Pertama, bagaimana sejarah rijsttafel
di Vorstenlanden. Kedua, bagaimanakah elite pribumi menikmati rijsttafel. Ketiga,
apa saja unsur pendukung rijsttafel.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yakni pengumpulan sumber,
kritik sumber, interpretasi atau analisis data, dan penulisan atau historiografi.
Sumber yang digunakan adalah majalah, koran, buku resep, serta iklan-iklan yang
hadir pada era 1900-1942. Buku-buku, jurnal, skripsi dan thesis juga termasuk
sumber yang dipergunakan dalam penelitian ini. Konsep yang digunakan dalam
skripsi ini adalah konsep rijsttafel, enkulturasi, dan elite pribumi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rijsttafel di Vorstenlanden bermula
dari adanya suatu percampuran dua budaya antara Belanda dan Jawa. Rijsttafel
memberi warna baru bagi kuliner di wilayah Vorstenlanden, yang dikenal kental
dengan budaya Jawa. Kekhasan rijsttafel di Vorstenlanden bisa dilihat dari pelaku
dalam jamuan tersebut. Jika rijsttafel di kota lain pelakunya sebatas orang-orang
biasa berstatus sosial tinggi, maka di Vorstenlanden justru dijalankan para elite
pribumi Jawa, yaitu bangsawan dan priyayi.
Elite Jawa dalam menikmati rijsttafel punya caranya tersendiri. Dari segi
komposisi hidangan, makanan yang disajikan banyak yang disesuaikan lidah orang
Jawa. Adanya penyesuaian tersebut menghasilkan makanan jenis baru. Rijsttafel di
keraton jauh lebih kaku daripada rijsttafel yang dilakukan orang Eropa.
Bertahannya rijsttafel baik di lingkungan elite Jawa karena adanya unsur
pendukung, seperti konsumen fanatisnya, restoran, hotel, pariwisata, buku dan
rubrik resep, pertalatan makan, dan ketersediaan bahan.
Kata Kunci: Rijsttafel, Elite Pribumi, Vorstenlanden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Laili Windyastika, Menjadi “Eropa” di Meja Makan: Rijsttafel Dan Gaya Hidup
Elite Jawa di Vorstenlanden 1900-1942. Thesis. Yogyakarta: History Study
Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2020.
Thesis entitled Menjadi “Eropa” di Meja Makan: Rijsttafel Dan Gaya
Hidup Elite Jawa di Vorstenlanden 1900-1942 aims to examine the history of
rijsttafel in Vorstenlanden in 1900-1942. This study will answer three questions.
First, what is the history of rijsttafel in Vorstenlanden. Second, how the native elite
enjoyed rijsttafel. Third, what are the supporting elements of rijsttafel.
This study uses the historical method, namely the collection of sources,
source criticism, interpretation or analysis of data, and writing or historiography.
Sources used were magazines, newspapers, recipe books, and advertisements that
were present in the era of 1900-1942. Books, journals, essays and theses are also
included sources used in this study. The concept used in this thesis is the concept
of rijsttafel, enculturation, and the native elite.
The results showed that the rijsttafel in Vorstenlanden began with a mixture
of two cultures between the Netherlands and Java. Rijsttafel gives a new color to
culinary in the Vorstenlanden region, which is known for its thick Javanese culture.
The peculiarity of rijsttafel in Vorstenlanden can be seen from the perpetrators at
the banquet. If rijsttafel in other cities is limited to ordinary people with high social
status, then in Vorstenlanden it is run by the native Javanese elite, namely nobility
and priyayi.
Elite Javanese in enjoying rijsttafel has its own way. In terms of the
composition of dishes, many of the foods served are adjusted to the Javanese
tongue. These adjustments produce new types of food. Rijsttafel in the palace is
far more rigid than rijsttafel done by Europeans. The survival of the rijsttafel is
good in the elite environment of Java because of supporting elements, such as
fanatical consumers, restaurants, hotels, tourism, books and rubric recipes, eating
utensils, and availability of ingredients.
Keywords: Rijsttafel, Native Elite, Vorstenlanden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat,
ridho dan perlindungan-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang
berjudul “Menjadi “Eropa” di Meja Makan: Rijsttafel Dan Gaya Hidup Elite
Jawa di Vorstenlanden 1900-1942” yang telah selesai penulis susun. Karya ini
tidak lepas dari bantuan orang-orang yang berada disekitar penulis, untuk itu
penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orangtua saya bapak dan mamah, Adik saya satu-satunya Ahmad
Zidane Faturrahman yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian,
dukungan, doa, semangat dan juga motivasi kepada penulis selama ini. Juga
untuk Mbah Rus, yang sudah memberikan kasih sayang dan perhatiannya
kepada penulis.
2. Seluruh Dosen Program Studi Sejarah, yang selama ini banyak sekali
memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, serta mengarahkan bagaimana
sebaiknya berfikir dan menulis sebagai seorang Sejarawan. Serta seluruh
dedikasi yang diberikan untuk Ilmu Sejarah.
3. Mas Heri Priyatmoko, M.A, selaku dosen pembimbing, yang selalu
mengarahkan saya dalam proses pengerjaan tugas akhir ini. Membimbing
serta mendampingi saya dengan sabar selama berproses serta memberikan
semangat kepada saya.
4. Bapak Dr. Yerry Wirawan, selaku dosen DPA, yang selalu menggempur
saya dan teman-teman 2015 untuk cepat dan jangan malas-malasan dalam
mengerjakan skripsi. Terimakasih atas perhatian dan juga berbagai ilmu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
yang bapak bagikan kepada saya dan teman-teman 2015. Utama sekali,
terimakasih untuk selalu bersabar menghadapi kami anak-anak 2015.
5. Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno M. Hum., yang sudah sangat
banyak mengajarkan mengenai kebudayaan-kebudayaan di Indonesia.
Untuk semua pengalaman yang sudah dibagikan, serta keseruan-keseruan
yang terjadi di kelas selama perkuliahan. Untuk kelas yang mengasyikkan
sekaligus menegangkan.
6. Romo Dr. Fx Baskara T. Wardaya SJ, yang telah banyak sekali memberikan
pengalaman dan ilmu pengetahuan baru kepada saya. Selalu bermurah hati
mengajak saya dalam beberapa project milik Romo, mengajarkan saya
untuk jadi orang yang lebih disiplin dalam hal waktu.
7. Mendiang Bapak Hb. Hery Santosa M. Hum, yang sudah sangat perhatian
kepada saya selama mengajar. Terimakasih untuk selalu menerima saya di
ruangan bapak, saat saya ingin banyak bertanya mengenai candi-candi dan
seputar Arkeologi. Terimakasih untuk ilmu-ilmu mengenai Arkeologi yang
bapak ajarkan.
8. Mendiang Ibu Dr. Lucia Juningsih, M. Hum, yang sudah mengajarkan
Metodologi Sejarah serta ilmu-ilmu yang bermanfaat.
9. Mas Doni, selaku sekretariat Fakultas Sastra yang sudah banyak sekali
membantu untuk urusan perkuliahan saya selama ini.
10. Untuk staf Perpustakaan Nasional yang sudah memberikan keringanan dan
kemudahan kepada saya dalam pemesanan scan beberapa suratkabar lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
11. Terimakasih untuk Om Nur yang sudah bersedia membantu saya dalam
menerjemahkan bahasa sumber yang tidak saya mengerti.
12. Sahabat sekaligus kawan seperjuangan penulis. Claudia Gianini dan Sri
Asnita. Terimakasih untuk semua yang sudah kita lalui selama di bangku
perkuliahan. Waktu, tenaga, kebersamaan. Untuk semua dukungannya,
suntikan tawa, marah dan juga semangatnya. Terimakasih banyak untuk
selalu menerima dan menegurku saat aku salah. Yang sudah kita lalui,
semoga tidak mudah terlupa.
13. Terimakasih untuk Alfin Nooreza, atas waktu, tenaga, dan semua yang
sudah dilakukan kurang lebih 3 tahun ini. Terimakasih untuk selalu bersabar
dan memberikan semangatnya untukku. Berproses bersama, susah senang
bersama, untuk kasih sayang serta perhatiannya.
14. Teman-teman seperjuangan, sobat-sobat Sejarah 2015, Yohanna, Sukma,
Lewi, Vagus, Mas Irawan, Martin, Eko, Heri, Pintoko, Aldy yang sudah
banyak mewarnai keseharian selama berkuliah di Sanata Dharma. Serta
memberikan dukungan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Segalanya terasa singkat, semoga kalian semua sukses di jalan yang kalian
pilih masing-masing.
15. Teman-teman KKN kelompok 61, Adit, Andi, Anita, Wulan dan Galang.
Walau perkenalan kita singkat, semoga kita sama-sama bisa saling menjaga
silaturahmi.
16. Teman-temanku semasa SMA, Fiqih, Diva, Widy, Nur. Terimakasih untuk
kebersamaannya semasa SMA hingga sekarang, untuk support dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
semangatnya, untuk bantuannya disaat terakhir proses penyempurnaan
skripsi ini. Semoga kita bisa sama-sama sukses di tempat dan jalannya
masing-masing.
17. Teman SMP ku Ari Novia Wulandari, yang sudah bersedia meminjamkan
laptopnya di saat terakhir proses pengeditan skripsi ini.
18. Dan semua pihak yang membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas
akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... vi
41. Persiapan upacara Ngabekten di Keraton ........................................... 173
42. Para Abdi Dalem penyaji minuman di keraton ................................... 173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Data Penduduk Yogyakarta Tahun 1920 dan 1930…………………19
2. Populasi Penduduk Surakarta Tahun 1900………………………... 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Resep rijsttafel untuk 6 orang……………………………………….187
2. Resep hidangan Natal………………………………………………..189
3. Resep masakan Jawa………………………………………………....192
4. Panduan rumah tangga……………………………………………….193
5. Resep masakan asing…………………………………………………195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta) dikenal sebagai pusat
kebudayaan Jawa. Hal ini tidak dilepaskan dari keberadaan istana Kasultanan dan
Kasunanan. Beberapa kebudayaan Jawa yang bersumber dari lingkungan keraton,
antara lain upacara adat, pernikahan, busana, tata nilai dan lainnya. Kebudayaan
tersebut dijalankan oleh masyarakat hingga saat ini.
Dalam stratifikasi pada masa kerajaan, posisi teratas diisi oleh bangsawan,
priyayi, dan terakhir adalah wong cilik. Sementara itu dalam konstruksi kolonial
terdiri dari bangsa Eropa, timur asing dan terakhir adalah pribumi. Dikenal sebagai
pusat kebudayaan Jawa, pengaruh kolonial tidak luput di lingkungan Keraton di
Vorstenlanden. Para bangsawan dan priyayi1 yang dikenal sebagai agen
pengemban dan penyebar kebudayaan Jawa di lingkungan keraton ke masyarakat
luar istana justru menjadi salah satu golongan yang banyak terkena dan terpengaruh
kebudayaan pada masa kolonial. Hal tersebut terjadi karena adanya suatu interaksi
sosial yang intens antara keduanya. Selain interaksi, faktor lainnya yaitu aspek
pendidikan modern, yang di awali dengan adanya program
1 Dalam buku yang ditulis oleh Pardi Suratno (Masyarakat Jawa dan Budaya
Barat: Kajian Sastra Jawa Masa Kolonial), dijelaskan bahwa pada awal abad ke-20, yang
disebut dengan priyayi adalah mereka yang menduduki jabatan administrator (sekretaris) pegawai pemerintahan dan orang-orang yang berpendidikan dan juga berkedudukan lebih
baik dari rakyat biasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Politik Etis tahun 1901. Melalui Politik Etis dalam bidang pendidikan,
maka turut dibangun juga sekolah-sekolah untuk memberikan pendidikan pada
para priyayi dan juga rakyat biasa. Dari sistem pendidikan tersebut, maka sudah
pasti sangat mempengaruhi baik pemikiran maupun perilaku para priyayi,
bangsawan dan juga rakyat biasa tersebut yang lebih mengikuti dan mempelajari
budaya Barat, termasuk juga dalam hal tata cara makan.
Pendidikan yang lebih bergaya Eropa diterapkan dengan menggunakan
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar bagi kaum elite Indonesia yang
dipengaruhi Barat, yang dapat mengambil alih banyak dari pekerjaan yang
ditangani para pegawai pemerintah yang berkebangsaan Belanda.2
Dalam buku yang ditulis Pardi Suratno, dijumpai beberapa fakta sejarah
mengenai pengaruh budaya Eropa yang masuk di kalangan elit Jawa. Sebagai
contoh yaitu dalam bidang pakaian, gaya hidup, pemikiran dan juga kuliner. Hal
tersebut bisa dilihat dari beberapa novel yang digunakan oleh Pardi Suratno. Novel
tersebut yaitu novel Serat Riyanto, novel Katresnan, novel Mungsuh Munggling
Cangklakan, novel Wisaning Agesang dan lain-lain.3
Istana Kasultanan dan Kasunanan yang disebut-sebut sebagai benteng
pertahanan budaya Jawa yang menjadi acuan oleh para priyayi dan bangsawan
ternyata berhasil ditembus oleh pengaruh budaya Barat. Ini menjadi menarik
2 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi, 2008,
hlm.339.
3 Pardi Suratno, Masyarakat Jawa dan Budaya Barat: Kajian Sastra Jawa Masa
Kolonial, Yogyakarta: Adi Wacana, 2013, hlm.132-133.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
untuk diteliti karena mengingat bahwa budaya Jawa dan budaya Barat saling
mendominasi termasuk juga dalam hal jamuan makan. Jamuan makan pada masa
kolonial itu disebut dengan rijsttafel.
Rijsttafel mulai dikenal pada abad ke-19. Secara harfiah, rijsttafel yaitu rijs
nasi dan tafel berarti meja, namun dalam pengertian selanjutnya rijsttafel lebih
dikenal sebagai hidangan nasi.4
Rijsttafel merupakan suatu rangkaian akulturasi yang terjadi di antara
kedua kebudayaan yaitu Eropa (Belanda) dan pribumi. Rijsttafel juga sebagai
penanda status sosial orang-orang Belanda pada saat itu. Semakin banyak pelayan
dan variasi hidangan yang disajikan, maka semakin tinggi pula status sosial orang
Belanda. Hal ini menarik untuk melihat realitas rijsttafel di kalangan elite Jawa di
kota kerajaan. Dalam penelitian ini juga membahas pendukung rijsttafel, sehingga
bisa bertahan di Vorstenlanden.
1.2 Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi periodenya dari tahun 1900 hingga
1942.periode tersebut dipilih sebagai awal karena tahun 1900 dari segi budaya
maupun ekonomi sudah cukup berkembang. Kemajuan ekonomi yang terjadi
sepanjang abad ke-19 dan paruh awal abad ke-20 menjadikan perkotaan Jawa
mengalami berbagai perkembangan terutama dalam hal sarana dan infrastruktur.
Ruang-ruang publik baru dan sarana-sarana rekreasi tumbuh dan berkembang
4 Fadly Rahman, Rijsttafel, Budaya Kuliner Indonesia Masa Kolonial 1870-1942,
Jakarta: Kompas Gramedia, 2016, hlm.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
sebagai media untuk memenuhi keinginan dan gaya hidup masyarakat urban ketika
itu. Beberapa kota di Jawa pada pertengahan abad ke-19 mengembangkan berbagai
hunian-hunian suburban dengan dilengkapi berbagai ruang-ruang publik seperti
societeit, gedung teater, pasar modern, taman hiburan, restoran, kebun binatang,
dan lainnya.5
Tahun 1900 semuanya cukup matang. Untuk melihat mengenai rijsttafel
juga pendukung dari budaya ini, maka ditariklah tahun permulaan 1900.
Sedangkan tahun 1942 dipilih sebagai batas akhir karena merupakan penanda dari
kedatangan bangsa Jepang dan cenderung menggusur segala sesuatunya yang
memiliki kaitan dengan Eropa. Dari fenomena tersebut dapat dilihat selanjutanya
bagaimana proses rijsttafel dan juga faktor-faktor pendukung dari rijsttafel
tersebut. Untuk lokasinya sendiri dipilih di Yogyakarta dan Surakarta karena di
kota tersebut menjadi salah satu tempat bermukimnya orang-orang Eropa yang
membawa pengaruh budayanya. Selain itu juga karena Yogyakarta dan Surakarta
ini sangat kental dengan budaya Jawanya, sehingga akan bisa dilihat apakah
rijsttafel subur dan mendominasi di kalangan elite di keraton.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah rijsttafel di Vorstenlanden?
2. Bagaimana elite pribumi menikmati rijsttafel?
3. Apa saja unsur-unsur pendukung dari rijsttafel?
5 Gregorius Andika Ariwibowo, “Budaya Makan di Luar Rumah di Perkotaan
Jawa Pada Akhir Kolonial”, Kapata Arkeologi Volume 12 Nomor 2, 2016, hlm.200.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana rijsttafel dapat
bertahan di Vorstenlanden, juga memahami setiap pendukung rijsttafel sehingga
bisa diterima sampai menjelang pendudukan Jepang. Mengetahui pula bagaimana
para elite pribumi menikmati rijsttafel di keraton.
Manfaat dari penelitian ini memperkaya studi tentang interaksi budaya
lintas etnis di Vorstenlanden dan juga memperkaya kajian sejarah kuliner era
kolonial.
1.5 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa buku dengan topik mengenai rijsttafel ini, antara lain: buku
Fadly Rahman Rijsttafel: Budaya Kuliner Indonesia Masa Kolonial 1870-1942.6
Dalam buku ini selain dijelaskan mengenai sejarahnya, juga dijelaskan mengenai
makanan-makanan yang disajikan, serta riwayat rijsttafel saat Jepang mulai datang
ke Hindia. Buku ini secara keseluruhan sangat menarik, karena pembahasan
mengenai rijsttafel yang dibukukan belum banyak, atau bahkan mungkin sampai
sejauh ini hanya Fadly Rahman yang menerbitkan buku dengan tema besar
rijsttafel, padahal tema ini sangat menarik jika bisa diulas lagi secara mendalam.
Kelemahan dari buku ini sendiri sebenarnya terletak pada pembahasannya
mengenai daya dukung/pendukung dari rijsttafel ini. Di dalam bukunya ini, Fadly
Rahman memang membahas mengenai apa-apa saja yang mendukung rijsttafel
6 Op.Cit., hlm. 56-60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
hingga bisa bertahan cukup lama, namun tidak dibahas secara lebih mendalam,
oleh sebab itu kekurangan yang ada pada buku ini akan menjadi pembeda antara
penelitian ini dan buku yang ditulis oleh Fadly Rahman. Pendukung dari suatu
budaya perlu dibahas karena memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga
suatu kebudayaan itu dapat bertahan selama bertahun-tahun dan dari tahun ke tahun
semakin berkembang. Pembeda lainnya yaitu, dari segi periode. Jika dalam buku
tersebut periode yang digunakan adalah dari tahun 1870 hingga 1942, maka dalam
penelitian ini akan dibahas dari tahun 1900 hingga 1942. Untuk lokasinya sendiri,
dari penelitian ini akan menyoroti perkotaan kolonial di Jawa lebih tepatnya di
Yogyakarta dan Surakarta.
Buku kedua yaitu buku berjudul Kebudayaan Indis dari Zaman Kompeni
Sampai Revolusi.7 Buku ini ditulis oleh Djoko Soekiman. Dalam buku ini
dijelaskan secara umum mengenai kebudayaan Indis serta bagaimana kebudayaan
Indis ini dapat berbaur dengan masyarakat di Hindia Belanda pada saat itu.
Kebanyakan yang di bahas dalam buku ini adalah mengenai seni arsitektur dan
juga rumah tinggal. Kekurangan dari buku ini adalah pembahasan mengenai
kebudayaan Indisnya kurang mendalam dan belum mencakup semua, jadi hanya
sebatas pada bangunan dan arsitekturnya saja. Untuk pengaruh dari kebudayaan
Indis seperti pakaian, musik dan juga kuliner kurang dibahas dalam buku ini.
Tidak hanya arsitektur dan rumah tinggal saja yang dapat berbaur diantara
dua kebudayaan tersebut, tapi kuliner juga bisa. Pembeda penelitian ini dengan
7 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi,
Depok: Komunitas Bambu, 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
buku yang ditulis Djoko Soekiman adalah, jika dalam buku Djoko Soekiman ini
membahas mengenai arsitektur dan bangunan pada masa kolonial, maka dalam
penelitian ini membahas mengenai suatu budaya makan pada masa kolonial.
Buku selanjutnya yaitu Masyarakat Jawa dan Budaya Barat: Kajian Sastra
Jawa Masa Kolonial8 karya Pardi Suratno. Dalam buku ini membahas mengenai
bagaimana masyarakat pribumi di Jawa mengalami suatu akulturasi budaya dalam
berbagai hal di kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, terutama para priyayi.
Sama seperti beberapa buku sebelumnya, temanya tidak jauh-jauh dari kebudayaan
Indis dan juga mengenai akulturasi dua kebudayaan, antara Jawa dan Eropa hanya
saja dalam bidang yang berbeda. Walau bidangnya bermacam-macam, namun
unsur utama yang dibahas tetaplah sama.
Dalam buku ini menyoroti mengenai aspek apa saja yang mendapat
pengaruh dari kolonial Belanda, mulai dari makanan, cara berpikir, kesenian,
kesehatan, pakaian dan lain sebagainya. Buku ini menilik mengenai budaya Jawa
dan budaya Barat yang berbaur dalam satu wilayah, namun menggunakan
perantara berupa sastra yang ada di Jawa. Pembeda antara penelitian ini dan buku
karya Pardi Suratno terletak pada penggunaan sumber. Dalam penelitian ini
nantinya akan menggunakan perantara berupa surat kabar ataupun iklan-iklan yang
ada untuk melihat lebih dalam mengenai pendukung dari budaya makan ini. Buku
ini saat dibaca menarik dan bisa memberikan gambaran yang nyata mengenai
kehidupan masyarakat Jawa pada saat orang Eropa datang, keunikannya terletak
8 Pardi Suratno, Masyarakat Jawa dan Budaya Barat: Kajian Sastra Jawa Masa
Kolonial, Yogyakarta: Adi Wacana, 2013 hlm.10-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
pada perspektif yang digunakan. Pardi Suratno sendiri menggunakan sastra Jawa
untuk melihat kehidupan masyarakat Jawa pada saat itu. Bagaimana cara
masyarakat Jawa ini beradaptasi dengan kebudayaan yang baru, bagaimana mereka
juga seperti “meniru” apa yang dilakukan oleh orang-orang Eropa, baik cara
berpakaian hingga pada cara makan. Kekurangan buku ini adalah kurang spesifik
dimana “Jawa” yang dimaksud. Dalam buku ini pembahasannya memang jauh
lebih luas, yang dibahas adalah Jawa dalam arti yang luas dan mencakup semua.
Karya Abdurrachman Surjomihardjo Sejarah Perkembangan Sosial Kota
Yogyakarta 1880-1930. Dalam buku ini menjelaskan mengenai bagaimana pada
saat itu masyarakat Yogyakarta menyesuaikan diri dengan situasi kolonial yang
terjadi pada saat itu. Dalam buku ini juga menjelaskan mengenai bagaimana situasi
kolonial di Yogyakarta yang dapat diklasifikasikan menurut waktu, kebudayaan
dan juga kelompok masyarakat yang ada. Namun, fokus dari buku ini adalah pada
sejarah sosial, hubungan antarlembaga-lembaga, pendidikan, pergerakan nasional
dan perkembangan pers pada masa kolonial di Yogyakarta.9
Walaupun di buku ini menjelaskan mengenai kebudayaan dari kelompok
masyarakatnya, tapi di buku ini tidak menjelaskan demikian, dalam hal kuliner juga
tidak dibahas sama sekali. Namun, buku ini sangat menjelaskan mengenai
bagaimana masyarakat Yogyakarta pada saat itu menyesuaikan diri pada masa
kolonial,dari berbagai bidang.
9 Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta 1880-1930: Sejarah
Perkembangan Sosial, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000, hlm.1-4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Buku terakhir yaitu karya Wahjudi Pantja Sunjata dkk, Kuliner Jawa
Dalam Serat Centhini. Dalam buku ini menjelaskan mengenai kuliner di Jawa yang
terdapat dalam Serat Centhini. Serat Centhini sendiri merupakan karya sastra Jawa
yang didalamnya banyak mengandung pengetahuan yang meliputi sejarah,
pendidikan dan lain-lain, dalam hal kuliner juga tentu dibahas pada buku ini.
Dalam Serat Centhini, yang dibahas tidak hanya makanannya saja tapi juga
minuman dan juga penyajiannya yang tidak hanya disajikan pada saat makan
utama, tapi juga pada peristiwa-peristiwa penting lainnya.10
Dari buku ini dapat dilihat mengenai identitas kejawaan yang dibawa pada
saat menghidangkan makanan, menunjukkan juga bahwa kuliner Jawa ini sangat
kaya dan beraneka ragam, namun dalam buku ini tidak dijelaskan mengenai
bagaimana kuliner di Jawa tersebut pada saat masa kolonial, bagaimana
penyesuaian yang terjadi antara kuliner Jawa yang sangat kental dengan adanya
budaya Barat pada saat itu yang juga ikut mempengaruhi segi kehidupan di Jawa.
1.6 Landasan Teori
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa didalamnya.
Pertama yaitu konsep rijsttafel. Menurut Fadly Rahman, rijsttafel merupakan salah
satu unsur kebudayaan Indis yang populer pada masa kolonial. Jika diartikan secara
harfiah, rijst berarti nasi dan tafel berarti meja, disatukan menjadi “hidangan nasi”,
yang dianggap spesial dari rijsttafel adalah perpaduan budaya makan Pribumi dan
10 Wahjudi Pantja Sunjata dkk, Kuliner Jawa dalam Serat Centhini, Yogyakarta:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta, 2014, hlm.3-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Belanda sebagaimana tampak dari pelayanan, tata cara makan, serta
hidangannya.11 Kedua yaitu enkulturasi. Enkulturasi secara umum adalah suatu
proses mempelajari budaya yang dialami seumur hidup. Ada beberapa pendapat
mengenai enkulturasi ini:
- Pertama yaitu pendapat dari Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
enkulturasi sebagai suatu konsep, secara harfiah dapat diartikan sebagai
proses pembudayaan yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.12
- Pendapat yang kedua mengenai enkulturasi ini adalah menurut Felix M.
Keesing, yang menyatakan bahwa enkulturasi adalah proses belajar yang
terjadi dan dilatih sejak bayi.13 Maksudnya adalah bahwa setiap individu
yang lahir akan diajarkan dan dilatih untuk suatu budaya tertentu yang
diajarkan oleh orang tuanya sejak kecil. Biasanya dalam keluarga hanya
satu budaya saja, tapi dalam kasus lainnya ada juga yang mengajarkan suatu
budaya kepada setiap individu lebih dari satu budaya. Itu terjadi karena
mungkin kedua orang tua memiliki latar budaya yang berbeda, sehingga
pada saat memiliki anak maka akan otomatis diajarkan keduanya oleh orang
tuanya.
11 Fadly Rahman, Rijsttafel, budaya kuliner Indonesia Masa Kolonial 1870-1942,
Jakarta: Kompas Gramedia, 2016, hlm.2
12 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia
Press
13 Felix M. Keesing, Cultural Anthropology The Science of Custom, New York, Chicago, San Fransisco, Toronto, London: HOLT, RINEHART AND WINSTON, 1966,
hlm.35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
- Pendapat ketiga dikemukakan oleh Adamson Hoebel, yang menyatakan
bahwa enkulturasi adalah kondisi saat seseorang secara sadar maupun tidak
sadar, mencapai kompetensi suatu budaya dan menginternalisasikan
budaya tersebut kedalam kehidupan sehari-hari.14
Dari pendapat tiga ahli tersebut yang lebih cocok digunakan dalam
penelitian ini adalah teori enkulturasi yang dikemukakan oleh Adamson Hoebel.
Pendapat Adamson Hoebel mengenai enkulturasi dirasa lebih tepat karena dua
kebudayaan ini, yaitu pribumi dan Eropa saling melengkapi dan juga dekat serta
erat kaitannya dengan masyarakat pribumi maupun orang-orang Eropa tersebut.
Dalam perkotaan kolonial di Jawa, pasti antara pribumi dan Eropa ini saling
berdampingan walaupun berada pada lingkungan yang berbeda. Hubungan
keduanya bisa dibilang dekat. Dari dekatnya kedua kebudayaan tersebutlah maka
nantinya akan terjadi sebuah enkulturasi. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh orang-orang Eropa ini juga secara sadar atau tidak turut masuk ke dalam
kehidupan masyarakat pribumi pada saat itu, dalam hal tata cara makan juga turut
masuk kedalam sehari-hari masyarakat pribumi.
Masyarakat pribumi melihat apa yang dilakukan oleh bangsa Eropa pada
saat makan, kemudian mereka mencoba untuk meniru/mengikuti apa yang
dilakukan oleh orang Eropa tersebut, secara sadar atau tidak masyarakat pribumi
ini juga menginternalisasikan apa yang mereka lihat kedalam lingkungannya atau
14 E. Adamson Hoebel, Anthropology: The Study of Man, USA: McGraw-Hill,
1958, hlm. 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
kehidupannya. Ditambah lagi, dalam politik ethis ini juga ada program pendidikan,
yang tidak menutup kemungkinan tata cara makan ini juga turut diajarkan.
Konsep ketiga yaitu elite pribumi. Elite pribumi terdiri dari bangsawan dan
priyayi. Secara garis besar, pengertian dari priyayi sendiri adalah seorang Jawa
yang memiliki pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan rakyat biasa pada saat
iotu, dan bekerja di lingkungan keraton. Menurut Sartono Kartodirdjo, yang
disebut dengan priyayi adalah semua pegawai negeri yang bekerja di pemerintahan
pada saat itu. Garis keturunan tidak menjadi sesuatu yang penting dalam
menentukan apakah seseorang tersebut priyayi atau bukan. Walaupun garis
keturunan juga ikut ambil peran dalam penentuan tersebut. Tanda kebangsawanan
seorang priyayi dinyatakan dari gelar yang dicantumkan di depan gelar jabatan dari
namanya. Bagi priyayi yang berasal dari rakyat biasa, kebanyakan gelar yang
digunakan adalah mas di depan gelar jabatan dan nama.15
Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori identitas, teori
identitas ini dikemukakan oleh Erik H. Erikson, ia adalah seorang psikoanalis,
walau terkait dengan ranah Psikologi, namun Erikson sendiri memiliki minat
terhadap masyarakat dan kebudayaan. Jadi, teori identitas yang ia kemukakan ini
merupakan jembatan penghubung antara Psikologi dan masyarakat/kebudayaan,
dan tidak jauh-jauh dari antropologi. Erikson memandang identitas sebagai
“psikososial”, sebab di sini yang dihadapi adalah proses yang berakar dan
berlangsung di dalam lapisan inti jiwa perorangan, tetapi sekaligus menyangkut
15 Sartono Kartodirdjo, Perkembangan Peradaban Priyayi, Yogyakarta: UGM
Press, 1087, hlm. 10-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
pula inti pusat kebudayaan masyarakatnya. Menurutnya juga, identitas adalah
konfigurasi integratif dari masa lampau dengan masa sekarang dan dari yang di
dalam dan yang di luar, ke dalam suatu keseluruhan baru: siapakah aku ini, siapa
saya ini semenjak dahulu. Secara ilmiah identitas adalah suatu proses, sebuah
sintesis ego yang sebagian besar berlangsung secara tidak sadar dan yang
mengintegrasikan berbagai macam diri atau aspek diri si individu ke dalam bentuk
kesatuan baru.16
Keterkaitan teori identitas dengan penelitian ini adalah bahwa saat budaya
Barat tersebut mulai masuk dan menjamah kehidupan orang-orang pribumi, ada
penyesuaian di antara pribumi dan Eropa. Sebelum budaya Barat masuk dan
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat pribumi Jawa, mereka memiliki
identitasnya sebagai orang pribumi Jawa yang sehari-hari bersentuhan dengan
segala sesuatu yang membawa “kejawaan” mereka sebagai individu. Namun, ketik
budaya Barat ini masuk dan muncul di masyarakat pribumi Jawa, dengan interaksi
yang terus menerus terjadi, ditambah lagi adanya suatu pengamatan dan interaksi
yang lama antara pribumi dan Eropa membuat semakin lama masyarakat pribumi
menjadi terbiasa dan terbawa juga dengan kebiasaan dan juga perilaku yang
dilakukan oleh orang Eropa. Dari situ, identitas pribumi yang tadinya “kejawaan”
menjadi bercampur “Jawa-Eropa” dikarenakan pengaruh lingkungan dan interaksi
yang terjadi.
16 Erik H. Erikson, Jati Diri, Kebudayaan dan Sejarah: Pemahaman dan
Penguatan hegemoni budaya Eropa terhadap kuliner Indonesia selama tahun
1900-1942 dilakukan melalui berbagai saluran. Selain banyaknya buku-buku
masak, hegemoni kuliner Eropa ini juga disebarkan melalui iklan-iklan di berbagai
64 Pipit Anggraeni, “Menu Populer Hindia Belanda (1901-1942) Kajian Pengaruh
Budaya Eropa Terhadap Kuliner Indonesia” Jurnal Sejarah dan Budaya No.1, 2015,http://jurnal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/4791/2197
macam majalah dan suratkabar. Koran-koran juga turut andiil dalam proses
perluasan hegemoni kuliner Eropa dan Indonesia ini. Ada juga berbagai macam
resep masakan yang dicantumkan di kolom koran.
Gambar 3: Resep masakan Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Gambar 466
.
66 Gambar 3 dan 4: Resep masakan Indonesia yang dimuat dalam majalah
“Maanblad van de Vereeniging van Huisvrowen Djogjakarta”, Oktober 1937, hlm.19-20
no. rol (2487/PN)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
“Deze werd gehouden de 16e Sept. ten huize van mevr. Scholten, alwaar 15 dames
getuige waren van de bereiding van nasi goeri.”
“Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16 September di rumah Nyonya Scholten dan dihadiri oleh 15 wanita yang akan menyaksikan proses memasak nasi gurih.”
“Mevr. Brotokoesoemo had den vorigen dag reeds enkele lekkernijen klaar gemaakt, zooals de kroepoek ramba, katjang goreng en sambal goreng oedang.”
“Nyonya Brotokoesoemo sudah menyiapkan beberapa makanan lezat hari ini,
seperti kerupuk ramba, kacang goreng dan sambal goreng udang.”
“Onder gezellige kout werd toegezien, hoe allerlei kruiden werden fijngewreven
en gekookt. Vele dames wisten niet, dat de rijst gaargestoomd in een, z.g., dandang” zoovel
lekkerder smaakte. Terwijl mevr. Scholten de vele kopjes koffie inschonk, stond mevr. Brotokoesoemo al roerende les te geven.”
“Dalam suasana yang menyenangkan kami menyaksikan bagaimana semua jenis
rempah dihancurkan dan dimasak. Banyak wanita tidak tahu bahwa nasi yang dimasak dalam dandang” terasa jauh lebih enak. Sementara Nyonya Scholten menuangkan banyak
cangkir kopi, Nyonya Brotokoesoemo berdiri sambil mengajarkan bagaimana caranya
memasak.”
“Om 12u. was alles gereed en kreeg ieder een bordje nassi goeri met vele soorten
sambal goreng eromheen en gegarneerd met ketimoen om te proeven. De vele uitroepen
van ., Zááálig !” bewezen de bedrevenheid en de geode smaak v/h kostje. Na een word van dank door mevr. Mellema aan mevr. Scholten v/d gastvrijheid en de kookles v. mevr.
Brotokoesoemo gingen de huisvrouwen voldaan omstreeks half 1 huiswaarts.”
“Siang hari semuanya sudah siap dan masing-masing menerima sepiring nasi gurih
dengan banyak jenis sambal goreng dan atasnya dengan ketimun secukupnya. Seruan ., Zááálig! keterampilan dan selera yang baik dan rasanya enak. Setelah sepatah kata terima
kasih dari Nyonya Mellema ke Nyonya Scholten untuk perhotelan dan kelas memasak oleh
Nyonya Brotokoesoemo para ibu rumah tangga itu kembali ke rumah sekitar 12.30.”
“Hieronder volgende de behandelde recepten: 1. Nasi goerih, 2. Sambal katjang
(kering), 3. Rempah, 4. Abon, 5. Sambal kering van gedroogde garnalen, 6. Sambal goreng lever met saus, 7. Lembaran van kip, 8. Atjar tjampoer.”
“Berikut ini adalah resepnya: 1. Nasi gurih, 2. Sambel kacang (kering), 3. Rempah
serta kain jarik, dan rambut yang di sanggul. Para laki-lakinya menggunakan
pakaian semi Eropa, namun tetap tidak meninggalkan blangkon di kepalanya.
Kemunculan rijsttafel di Vorstenlanden seperti memberikan warna baru
bagi kota dengan beragam budaya ini. Rijsttafel menunjukkan bahwa dua budaya
yang berbeda bisa menjadi satu dalam suatu konteks yaitu ‘kuliner’. Rijsttafel juga
menunjukkan bahwa ada sisi positif dalam penjajahan dan kolonialisme Belanda.
Keanekaragaman kuliner, serta kolaborasi dua budaya yang berbeda bisa
menciptakan citarasa baru untuk keanekaragaman kuliner di Indonesia.
Ada beberapa hidangan dalam rijsttafel yang di dalamnya mengandung
bahan yang merupakan bahan khas dari masakan Eropa, yaitu keju. Berbagai
macam kue termasuk dalam hidangan penutup dalam jamuan rijsttafel. Di
antaranya ada kue kaastengels. Di zaman sekarang, kue ini biasa di sajikan pada
saat hari raya Idul Fitri atau perayaan lainnya, dan menjadi salah satu ciri khas kue
yang harus ada dalam setiap rumah ketika hari raya tiba. Kaastengels ini adalah kue
yang berbahan utama keju. Bahan-bahan yang di perlukan untuk membuat kue keju
ini adalah 250 gr tepung terigu, 175 gr mentega, 2 sendok garam halus dan 1 sendok
teh soda, kuning telur dan keju. Kue ini biasanya dicetak memanjang seukuran jari
telunjuk berukuran 5cm.72 Ciri khas dari kue ini adalah adanya taburan keju di atas
kue yang sebelumnya sudah ikut terpanggang. Sehingga menghasilkan keju yang
agak sedikit renyah ketika dimakan.
72 Nj. Fatimah Tjokrokoesoemo, Pandai Memakai Oven: Resep Bermatjam Kuweh
Modern, Semarang: Penerbit Gatot, 1958, hlm.28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Hidangan selanjutnya yang menggunakan bahan berupa keju adalah
macaroni schotel. Hidangan ini dalam salah satu bahan utama yang di gunakan
yaitu keju. Makaroni, keju, telur, dan susu cair merupakan bahan-bahan utama yang
di gunakan untuk membuat macaroni schotel. Hidangan ini biasanya di masak
dengan cara di panggang. Walau pada zaman sekarang sudah banyak inovasi-
inovasi yang di lakukan untuk membuat macaroni schotel.
Penggunaan bahan berupa keju untuk hidangan yang di sajikan dalam
rijsttafel ini menunjukkan adanya suatu perpaduan. Tidak hanya dari segi hidangan
namun juga bahan yang di pergunakan. Contoh lain yang dapat di lihat yaitu dari
kebiasaan makan yang di lakukan dalam lingkungan menak Priangan yang telah
menerima banyak sekali hidangan asing, salah satunya hidangan Eropa. Bupati
Bandung, R.A.A. Wiranata Kusumah V (1920-1931; 1935-1942), misalnya, tetap
menyukai jenis hidangan pribumi juga sesekali mengkonsumsi makanan Eropa,
yang di makan terutama dalam acara jamuan santap malam dengan tamu-tamu
Belanda. Selain itu, ada juga Bupati Garut R.A.A. Musa Suryakartalegawa (1929-
1944) yang menyukai jenis makanan Eropa, seperti macaroni schotel, biefstuk.
frikadel, saus tomat, erwtensoep, dan buncis bumbu kecap (di samping hidangan
pribumi seperti sayur asem dan sayur lodeh yang juga sering di hidangkan).73
Berbicara mengenai keju, bahan makanan yang terbuat dari susu ini sudah
mulai terdeteksi keberadaannya di Hindia sejak 1937. Itu terbukti dari adanya iklan
73 Fadly Rahman, Op.cit., hlm.82-83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
keju dalam sebuah majalah rumah tangga. Keju yang hadir saat itu adalah keju
rumah pertanian.
Gambar 8: Iklan keju rumah pertanian dengan merk De Producent dalam majalah De
Huisvrouw in Indie edisi April tahun 1937
“Wordt in hermatisch afgesloten pakjes in de handel gebracht en is een gepatenteerde uitvinding der fabriek. Een onaangebroken verpakking kan eenige uren in
het water liggen, zonder date er vocht doorheen dringt, terwijl zij een ondoordringbare
substantie vormt voor mieren. De aangesneden kaas droogt bijna niet uit hygienisch, zeer
smakelijk en billijk in prijs”.
“Di pasarkan dalam kemasan kecil yang tertutup rapat dan produk yang
dipatenkan. Satu paket yang belum dibuka diletakkan di dalam air selama beberapa jam,
tanpa menembus kelembapan. Sementara itu membentuk zat yang tidak bisa ditembus oleh semut. Irisan keju hampir tidak mengering. Higienis, sangat enak dan harganya masuk
akal”.
Kemasan keju ini seperti layaknya keju-keju yang saat ini kita jumpai di
pasaran. Memiliki 2 lapis pembungkus, pertama menggunakan pembungkus kertas
kardus yang tebal, kemudian bungkus kedua menggunakan sejenis aluminium foil.
Dua pembungkus tersebut gunanya untuk menjaga agar kualitas keju tetap terjaga
dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Keju merupakan makanan olahan yang terbuat dari susu yang sudah
mengalami fermentasi. Fermentasi keju ini dibantu oleh suatu enzim yang biasanya
ada pada lambung sapi, enzim itu adalah enzim rennet. Eropa adalah penghasil keju
terbaik di dunia. Banyak yang meyakini bahwa keju pertama kali di temukan di
wilayah Timur Tengah karena sebuah ketidaksengajaan. Ketidaksengajaan tersebut
akhirnya menyebar hingga ke wilayah-wilayah Eropa, dan seiring dengan
berkembangnya waktu, mulai di buat banyak variasi keju. Hingga yang kita kenal
saat ini.74
Variasi hidangan lain yang menggunakan keju, ataupun mencampurkan
bahan antara bahan masakan pribumi dan Eropa banyak tertulis dalam berbagai
majalah-majalah rumah tangga. Resep hidangan yang di sajikan dalam rijsttafel dan
mengkombinasikan hidangan Eropa, pribumi maupun dari hidangan asing lainnya
yang tertuang dalam contoh resep di bawah ini:
Ayam Dengan Udang
Bagi ayam menjadi 4 bagian dan goreng dengan mentega sampai berwarna
cokelat keemasan. Tuangkan secangkir krim dan secangkir kaldu ayam di
atasnya dan biarkan sampai matang. Kemudian potongan ayam dikeluarkan
dan saus dibumbui dengan cabai rawit (lombok) dan garam, di mana sekitar
1 ons udang dimasak dan diaduk. Saat disajikan, letakkan potongan ayam di
atas piring memanjang dan tuangkan di atas saus udang. Dimakan dengan
kentang tumbuk (Resep Masakan dari Majalah De Huisvrouwen in Indie,
tahun terbit 1937)
Ayam a la Maurus Jokai
Ayam dipotong menjadi beberapa bagian seperti di atas. Kemudian
dibalurkan dengan paprika. Sepotong besar mentega dibiarkan hingga
kecokelatan dalam wajan besi dan kemudian goreng beberapa bawang yang
sudah di cincang halus sampai berwarna keemasan. Hingga potongan ayam
74M.Latif, Sejarah Keju,
(https://www.academia.edu/18776977/SEJARAH_KEJU) Diakses pada 14 Desember
80 Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Kraton Surakarta, 1830-1939,
Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa, 1989, hlm. 67
81 Denys Lombard Op.cit., hlm. 107
82 Pelajaran yang diajarkan di HIS yaitu membaca dan menulis bahasa daerah
dalam aksara Latin, dan bahasa Melayu dalam tulisan Arab dan Latin. Sejarah tidak
diajarkan di HIS karena sensitif dari segi politik. Pada umunya diberikan tiga bahasa, yaitu bahasa daerah, Melayu, dan Belanda (Antonius Purwantono, Jurnal Tugas Akhir, “Kajian
Ilustrasi Bahan Ajar Masa Kolonial “Watjan Botjah””, Institut Seni Indonesia Yogyakarta,
2017, hlm. 17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
School), HBS (Hoogers Burgerschool), dan Schakel School. Kemudian untuk yang
ingin melanjutkan sekolah sesuai dengan bidang yang diminati diantaranya ada
sekolah dokter STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen), sekolah
untuk pangreh praja OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren),
Sekolah Teknik, Sekolah Hukum, Sekolah Guru dan lainnya. Rata-rata sekolah
tersebut menggunakan bahasa pengantar bahasa Belanda dalam kegiatan belajar
mengajar.
Gambar 10: Bangunan HIS di Yogyakarta tahun 193583
83 Hollands-Inlandse School (H.I.S.) te Yogyakarta
(https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/) No. Foto KITLV 175660. Diakses pada 18
88 STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) adalah sekolah dokter
pada saat itu, yang diperuntukkan bagi pribumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Pendidikan Barat yang ditempuh oleh para priyayi ini belum sampai pada
kesadaran akan intelektualitas.89 Mereka mau bersekolah di sekolah dengan basis
pendidikan Eropa karena lebih pada dampak dan juga pandangannya di masyarakat
serta perolehan status. Priyayi seperti halnya orang-orang Eropa, sangat haus akan
status sosial. Untuk setara dengan orang Eropa, maka para priyayi ini harus
menempuh pendidikan Eropa. Dampaknya di masyarakat juga cukup signifikan,
karena akan dipandang lebih terhormat. Membawa gelar kepriyayian, ditambah
dengan gaya hidup Barat yang selalu dijalankan, membuat para priyayi ini merasa
setara dengan orang-orang Eropa.
3.1.2 Aturan Makan
Selain dari segi pendidikan Barat yang mereka jalani, cara makan ala Eropa
juga tak luput dari proses internalisasi. Walaupun memang tidak diajarkan secara
langsung, namun kiranya budaya makan ala Eropa ini menjadi akrab dengan
masyarakat pribumi dan dijadikan sebagai suatu kebiasaan yang mereka lakukan.
Cara makan ala Eropa ini memiliki prestise yang besar dan cukup berdampak
terhadap lingkungan dan masyarakat seperti halnya pendidikan yang mereka
tempuh.
Cara makan para priyayi tersebut sebelumya lebih pada cara makan
tradisional Jawa. Pada keluarga tradisional, biasanya orangtua akan lebih dahulu
makan, baru kemudian anak-anak. Kebiasaan makan tersebut disebut dengan
nglorod. Namun pada keluarga priyayi modern, mereka sudah tidak melakukan
89 Pardi Suratno, Masyarakat Jawa dan Budaya Barat, Kajian Sastra Jawa Masa
Kolonial, Yogyakarta: Adi Wacana, 2013, hlm.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tradisi nglorod tersebut, mereka akan makan bersama dalam satu meja. Semakin
berkembangnya kehidupan kota, mulai ada kesempatan untuk membeli makanan
ataupun jajanan yang dijajakan. Selain lauk-pauk, ada juga yang menjual makanan
ringan/snack (atau biasa disebut dengan klethik-klethik).90
Dalam tradisi keluarga Jawa tradisional pada saat makan biasanya duduk
diatas lantai/ubin/tikar yang digelar, kemudian lauk pauk di taruh di tengah-tengah
agar orang-orang yang makan bisa menjangkau lauk-pauk dan juga nasi yang
disajikan.91 Dahulu orang Jawa makan dengan menggunakan piring yang terbuat
dari daun pisang, kini tradisi makan dengan piring daun pisang sudah mulai jarang
di temui. Sebelum makan, kedua tangan terlebih dahulu di cuci, hal ini dilakukan
untuk memastikan tidak ada kotoran di tangan. Selain karena alasan kebersihan,
cara makan yang dilakukan juga mengharuskan untuk mencuci tangan terlebih
dahulu. Sebelum makan, selain harus mencuci tangan, juga harus berdoa.
Kebiasaan makan dengan menggunakan tangan ini justru tidak lazim di
lakukan di banyak negara. Contoh saja di Eropa dan juga China. Di Eropa,
kebiasaan makan dengan menggunakan tangan seperti hal yang aneh dan
merupakan sesuatu hal yang terkesan primitif dan rendahan. Hal yang sama juga
berlaku di China. Walau sama-sama dari Asia, namun makan dengan menggunakan
tangan justru tidak lazim dan di anggap aneh di China.
90 Sartono Kartodirdjo Op.cit., hlm.183
91 Dinda Sukma Kartika, Skripsi, “Pengaruh Kebudayaan Indis di Surakarta Tahun
1904-1942 (Studi Kasus Budaya Kuliner Rijsttafel)”, Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sebelas Maret Surakarta, 2018, hlm.59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Kebiasaan makan duduk beralaskan lantai sudah terjadi sejak lama. Di mesir
Kuno misalnya, pada saat mereka mengadakan andrawina.92 sebelum para tamu
masuk ke ruangan makan, ada sebuah ruangan di mana para tamu di harapkan untuk
mencuci kaki dan tangan. Di ruangan itu pula di sajikan minuman pembuka, di
sertai acara berdoa. Selesai itu barulah di mulai dengan dengan bersantap. Semua
tamu duduk di lantai dan makanan di letakkan di dekatnya.93
Makan dengan menggunakan meja dan kursi di ruang makan merupakan
kebiasaan yang di bawa oleh bangsa Eropa. Seiring dengan berjalannya waktu,
kebiasaan makan ini justru diinternalisasikan ke dalam kehidupan para elite
pribumi. Persoalan status sosial dan kedudukan sebagai seorang elite pribumi
seperti tergambar dalam kebiasaan mereka. Para elite pribumi tersebut akhirnya
mulai meninggalkan kebiasaan makan dengan cara duduk lesehan.
Walau kebiasaan lama makan dengan menggunakan piring dari daun pisang
sempat redup dan menghilang, di daerah Jawa Barat dan Banten, dewasa ini makan
dengan menggunakan piring dari daun pisang kembali populer. Seperti ingin
menghidupkan tradisi lama, makan dengan menggunakan piring daun pisang ini
justru di jadikan sebagai salah satu menu paket yang di tawarkan di restoran. Tradisi
ini dalam masyarakat sunda di sebut dengan “botram” atau ada juga yang
92 Andrawina adalah suatu tradisi makan-makan untuk menghormati tamu.
Awalnya andrawina ini dilakukan pada zaman pra sejarah, orang berkumpul untuk
bersama-sama menikmati makanan yang telah dibuat dari binatang hasil buruan. Hal ini
dilakuakn untuk mendekatkan alam pada diri, karena di masyarakat yang masih alami,
separuh binatang dijadikan sesaji para dewa dan hanya sisa yang di makan manusia.
93 “Gastronomi Dalam Sejarah: Andrawina di Masa Lampau”, Selera, edisi
November 1982, hlm.14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
menyebutnya dengan “liwetan”. Tradisi botram/liwetan ini biasanya dilakukan oleh
lebih dari 4 orang. Mula-mula daun pisang yang sudah di bersihkan digelar di
meja/lantai, kemudian di tengah-tengahnya akan ditaruh nasi sepanjang daun
pisang tersebut. Nasi yang di hidangkan biasanya adalah nasi uduk atau nasi yang
di masak dengan menggunakan santan. Biasanya nasi ini nantinya setelah matang
akan dicampur dengan teri/oncom. Di masyarakat Sunda disebut dengan nasi tutug
teri/oncom. Kemudian lauk-pauknya di taruh di samping nasi. Lauk-pauk yang
disediakan juga bermacam-macam, dan merupakan hidangan khas sunda. Seperti
ayam goreng, ikan goreng, ikan asin, karedok, sayur asem, sayur kacang, sayur
labu, sayur lodeh, aneka sambal, kerupuk, dan yang tidak boleh ketinggalan adalah
lalaban94 (biasanya berisi mentimun, daun kemangi, buncis, leunca, labu siam dan
petai). Orang-orang yang makan akan duduk berhadap-hadapan seperti pada
lazimnya makan di meja makan. Lalaban ini umumnya tidak di sukai orang Eropa
karena baunya, ditambah sayuran yang digunakan juga mentah.95
Perkembangan dan peradaban dalam hal aturan makan ternyata memiliki
berbagai macam variasi. Dahulu aturan makan yang dijalankan sehari-hari seperti
menjadi gambaran/cerminan seorang individu. Apa yang dilakukan seseorang akan
turut menggambarkan siapakah seorang individu serta status sosial. Betapa sebagai
seorang bangsawan atau sebagai orang yang berasal dari kalangan elite Jawa, tata
cara makan juga tak luput dari perhatian. Selain dari pendidikan dan juga pakaian
94 Lalaban (atau sering di baca lalapan) ini adalah sayuran-sayuran mentah yang
biasa di makan sebagai pendamping wajib untuk di makan dengan sambal.
95 Dinda Sukma Kartika, Op.cit, hlm.55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
yang di kenakan. Namun, itulah yang justru menjadi suatu keunikan jika di lihat
dari kacamata masa kini.
3.2 Elite Pribumi Menikmati Rijsttafel
Sajian di meja elite pribumi selalu menarik untuk dibahas. Status sosial yang
melekat pada diri priyayi dan bangsawan memberikan suatu batasan dan juga
dinding pemisah antara para elite dengan masyarakat kecil dibawahnya (wong
cilik). Adanya status sosial tersebut juga memberikan suatu identitas “you are what
you eat”, “kamu adalah apa yang kamu makan”. Tidak dipungkiri bahwa status
sosial yang melekat juga turut memberikan definisi apa yang para elite tersebut
konsumsi. Jamuan makan yang mewah sudah biasa dihadirkan di tengah-tengah
para elite Jawa.
Kuliner yang hadir di tengah-tengah meja makan para elite di Vorstenlanden
(Yogyakarta dan Surakarta) terdiri dari berbagai macam jenisnya. Mulailah
disajikan masakan-masakan baru yang merupakan hasil dari penyesuaian resep asli
Barat dan Cina dengan selera dan juga lidah orang Jawa. Seperti bakmi, sup, bestik,
bergedel (frikadel), sosis (sausage) dan lain sebagainya. Masakan-masakan tersebut
biasanya akan disajikan dalam jamuan rijsttafel. Masakan-masakan tradisional
Jawa perlahan mulai tergantikan dengan masakan-masakan khas Barat dan juga
Cina. Jenis makanan tradisional seperti jajanan pasar96 juga sudah mulai tersaingi
96 Jajanan pasar berarti makanan/jajanan tradisional yang dijual di pasar. Biasanya
jajanan pasar ini lebih pada kudapan-kudapan tradisional Jawa. Contohnya seperti lemper,
arem-arem, aneka kue-kue basah, bubur santan (bubur Jawa) yang dikemas dengan menggunakan daun pisang, ada juga beberapa macam gorengan, dan masih banyak lagi.
Biasanya jajanan pasar ini banyak di jual pada pagi hari. Masyarakat membeli jajanan pasar
biasanya untuk di jual kembali ataupun untuk dikonsumsi sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dengan adanya berbagai macam jenis roti dari Barat. Seperti roti kismis, bolu,
biskuit, tart, dan lain sebagainya. Minuman-minuman tradisional seperti dawet,
gempol, cao dan lainnya juga turut tergusur dengan adanya minuman-minuman
Barat seperti limun (lemonade), setrup, air Belanda, bir, cola, dan lainnya.97
Makanan dan minuman itu disajikan tidak hanya pada jamuan makan biasa,
namun juga ketika ada tamu dari Eropa yang berkunjung ke keraton. Makanan
dijadikan sebagai suatu identitas secara tidak langsung. Makanan juga dapat
mendefinisikan dari golongan manakah seseorang. Hal ini juga yang
mempengaruhi penyajian makanan di Vorstenlanden. Rijsttafel disini tidak hanya
terbatas pada orang-orang Eropa, namun juga masyarakat Jawa khususnya para elite
Jawa, juga menjadikan rijsttafel sekali lagi sebagai identitas sosial.
Sajian yang dihidangkan di meja makan ketika jamuan makan biasa dengan
menjamu para tamu Eropa bisa dibilang cukup berbeda. Pada jamuan makan biasa,
makanan yang disajikan adalah makanan-makanan tradisional khas Jawa dan juga
beberapa hidangan yang sudah diadaptasi dan disesuaikan rasanya dengan lidah
orang Jawa. Ketika ada tamu Eropa yang datang, maka jumlah hidangan yang
disajikan akan ditambahkan dan akan jauh lebih bervariasi. Hal ini bukan tanpa
sebab, selain budaya orang Jawa yang memposisikan tamu dengan kedudukan yang
lebih tinggi hingga harus dijamu dengan baik, faktor lainnya juga untuk
menunjukkan bahwa tuan rumah memiliki status sosial yang tinggi, hingga mampu
97 Sartono Kartodirdjo, Op.cit., hlm.184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
menghidangkan berbagai macam variasi menu ditengah meja makan untuk para
tamu Eropa.
Menu-menu yang disajikan oleh para elite untuk tamu Eropa disesuaikan
dengan selera Eropa yang mereka miliki. Sehingga, jika dillihat dalam setiap
jamuan rijsttafel, maka minuman berupa bir atau minuman beralkohol lainnya tidak
pernah luput. Hal ini dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan orang Eropa sejak
lama untuk selalu mengkonsumsi anggur/bir dan minuman beralkohol lainnya baik
setelah makan maupun saat jamuan makan sedang berlangsung. Hal yang sama juga
dilakukan ketika ada suatu pesta atau perayaan yang diadakan oleh bangsa Eropa.
Makanan yang dihidangkan akan lebih menyesuaikan dengan para elite Jawa yang
hadir. Walau begitu, minuman beralkohol akan selalu ada. Biasanya para elite Jawa
akan ikut juga mengkonsumsi minuman beralkohol tersebut sebagai suatu bentuk
penghormatan terhadap tuan rumah. Walau para elite Jawa mengkonsumsi
minuman beralkohol, namun bukan berarti bahwa mereka menyukainya. Kembali
lagi, itu dilakukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah. Namun,
tak sedikit pula para elite yang mulai memasukkan minuman beralkohol dalam
kehidupan sehari-hari mereka karena ikut terpengaruh dengan kebiasaan yang
orang Eropa tersebut lakukan.98
Berikut adalah beberapa masakan yang di sukai oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII dan IX. Pada masa pemerintahannya sangat menggemari beberapa
masakan ini. Ada masakan yang memang mencirikan masakan Jawa, namun ada
98 Dinda Sukma Kartika, Op.cit., hlm.62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
juga masakan yang diadaptasi dari masakan Barat baik itu dari segi bahan yang
digunakan maupun nama dan citarasanya. Masakan-masakan ini kebanyakan
mendapat pengaruh dari citarasa masakan Barat. Pada masa pemerintahan Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII dan IX sendiri budaya Eropa sedang gencar-
gencarnya masuk dan berbaur dengan budaya Jawa yang ada. Sehingga tidak heran
jika beberapa masakan yang disukai oleh Sultan memiliki cita rasa yang sudah
disesuaikan dengan lidah orang Jawa, walaupun masakan tersebut merupakan
masakan Barat. Selain disesuaikan rasanya dengan lidah orang Jawa, bahan
bakunya juga turut disesuaikan. Biasanya masakan Eropa cenderung banyak
menggunakan daging babi, dikarenakan orang Jawa mayoritas beragama Islam dan
tidak diperbolehkan mengkonsumsi daging babi, maka bahan baku masakan yang
menggunakan daging babi akan di ganti dengan menggunakan daging ayam
maupun sapi.
- Bistik Daging99
Hidangan ini terdengar seperti masakan ala Barat. Bistik daging ini biasanya
ada pada menu hidangan rijsttafel. Bistik daging dari dapur keraton akan sangat
berbeda dengan bistik daging yang biasa ditemui pada masakan Barat seperti steak.
Citarasa yang menonjol dari bistik daging ini adalah lebih pada citarasa Jawa yang
cenderung manis. Manis pada bistik daging ini karena penggunaan kecap manis
yang sangat banyak, hingga menghasilkan kuah yang kental dan berwarna cokelat
99 BRAy Nuraida Joyokusumo, Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm.26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
pekat. Bistik ini menjadi hidangan favorit Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan
IX. Jika steak biasanya disajikan dengan pelengkap berupa kentang goreng ataupun
mashed potato, maka bistik daging ini biasanya disajikan dengan ongklok kentang.
Bahan-bahan yang harus di siapkan diantaranya adalah 250gr daging sapi yang
sudah dicincang, 4 butir telur dan garam secukupnya. Bahan utamanya terbilang
sederhana dan biasanya di setiap rumah memiliki bahan-bahan ini. Selain bahan
utama, dibutuhkan juga beberapa bahan untuk saus dari bistik daging ini. Bahannya
yaitu 3sdm margarin, 8 buah bawang merah yang sudah diiris halus, 300cc kaldu,
½ sdt merica bubuk, ½ sdt pala bubuk, 5sdm kecap manis, dan garam secukupnya.
- Suwar-Suwir100
Hidangan ini terbuat dari daging bebek yang dibumbui dengan parutan
kedondong. Memiliki rasa yang gurih asam dan segar. Hidangan ini juga
merupakan salah satu favorit Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Bahan-bahan yang
digunakan antara lain 1 ekor bebek yang sudah di bersihkan, 6 buah bawang merah
yang di iris halus, 4 siung bawang putih yang juga sudah di iris halus, 3 buah
cengkeh, ½ sdt pala bubuk, ½ sdt merica halus atau merica bubuk, 1 sdt gula pasir,
garam secukupnya, 2 sdm kecap manis, dan 3 buah kedondong yang di parut halus.
Cara membuatnya pertama yaitu bebek yang sudah di bersihkan di rebus
hingga dagingnya empuk. Bebek yang sudah di rebus kemudian di angkat dan di
dinginkan terlebih dahulu. Setelah itu, goreng bebek hingga berwarna kuning
kecoklatan. Untuk membuat bumbunya, terlebih dahulu panaskan 3 sdm minyak
100 Ibid., hlm.36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
goreng, kemudian tumis bawang merah, bawang putih dan cengkeh dan kemudian
tambahkan air secukupnya. Setelah itu masukkan bebek ke dalam tumisan bumbu
tadi, dan tambahkan bumbu lainnya seperti pala, merica, gula, garam, dan kecap
manis. Tutup wajannya, kemudian biarkan hingga kuah mongering, setelah itu
untuk sentuhan akhir taburkan parutan kedondong dan kemudian aduk hingga rata.
Hidangan ini sangat unik karena memadukan dua bahan utama yang rasanya
sangat berbeda. Yaitu daging bebek dan buah kedondong. Hidangan ini juga
memiliki kekuatan yang ada pada rempah-rempah yang di gunakan. Pala, cengkeh,
dan merica akan memberikan sedikit rasa hangat di tenggorokan karena rasanya
agak sedikit pedas.
- Selat Husar101
Jika di Barat ada salad, maka di Jawa ada selat. Masakan ini sangat
dipengaruhi oleh citarasa Barat. Selain dari segi nama masakannya, bahan bakunya
juga menggunakan salah satunya komponen yang selalu ada dalam kuliner Barat.
Yaitu keju. Masakan ini mulai diperkenalkan pada masa pemerintahan Sri Sultan
Hamengku Buwono VIII. Bahan-bahan yang di pergunakan untuk membuat Selat
Husar ini adalah 250 gr mentimun, 2 buah apel, 150 gr wortel, 150 gr buncis, 1 buah
nanas, 6 butir telur, daun selada secukupnya, dan keju parut secukupnya. Bahan-
bahan tersebut dicuci bersih kemudian di potong berbentuk dadu-dadu kecil.
Setelah dipotong, wortel dan buncis direbus. Telur juga tidak boleh ketinggalan.
101 Ibid., hlm.40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Rebus telur hingga matang kemudian ambil kuning telurnya dan di haluskan.
Sedangkan putih telurnya di potong berbentuk dadu juga.
Selain bahan utama tadi, bahan untuk sausnya terdiri dari 100 gr margarin,
250 gr mayones, garam secukupnya, 2 sdm gula pasir, 1 sdm cuka, ½ sdt pala
bubuk, dan ½ sdt merica bubuk. Membuat sausnya ini cukup dengan
mencampurkan margarin dan mayones menjadi satu, termasuk juga dengan kuning
telur rebus yang sudah di haluskan tadi. Lalu ditambahkan bumbu yang tadi sudah
disebutkan. Setelah sausnya jadi, masukkan bahan utama yang tadi sudah dipotong-
potong dadu kecil, kemudian di aduk rata dan sudah bisa di sajikan. Cara
membuatnya sangat mudah sekali, dan kuliner ini terbilang unik karena terdiri dari
campuran buah, sayur, serta saus yang mengandung rempah-rempah.
- Bergedel Saos102
Makanan ini sebenarnya di adaptasi dari makanan Belanda. Disebut dengan
frikadel, namun dalam penyebutan orang Jawa disebut dengan bergedel. Makanan
ini berbahan dasar kentang yang ditumbuk halus dan kemudian digoreng. Biasa
disajikan sebagai makanan pendamping dalam jamuan rijsttafel. Bergedel ala
keraton ini agak berbeda, hidangan ini berupa bulatan perkedel kentang dan daging
yang disiram saus bercitarasa asam dari saus tomat. Citarasanya mirip dengan
gelantin. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat perkedel ini yaitu 500 gr
kentang yang sudah dikupas, dicuci bersih dan di potong-potong, minyak goreng
secukupnya, 250 gr daging cincang, 3 butir telur, dan bawang goreng secukupnya.
102 Ibid., hlm.14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Selain bahan uitama, ada juga beberapa bumbu yang dihaluskan dan nantinya akan
dicampur ke dalam adonan kentang yang sudah ditumbuk. Bumbu-bumbunya
terdiri dari 2 siung bawang putih, merica halus, pala, dan garam sesuai selera. Bahan
untuk sausnya terdiri dari 1 liter kaldu ayam, merica, pala, dan garam sesuai selera,
menghadirkan suatu rubrik yang didalamnya berisi resep-resep masakan. Baik
resep masakan Indonesia maupun resep masakan Barat, atau bahkan campuran
keduanya. Banyak sekali resep-resep masakan Indonesia yang di sukai oleh orang-
orang Belanda. Masakan-masakan tersebut juga merupakan masakan yang memang
dihidangkan dalam jamuan rijsttafel. Contohnya tertuang dalam rubrik resep
masakan dari Majalah Doenia Istri. Resep maskaan ini tertuang dalam rubrik
“Masakan Boeat Roemah-Tangga”, karena diperuntukkan untuk rumah tangga,
sehingga resep-resep yang ada dalam rubrik itu dijelaskan dengan singkat dan
mudah dimengerti, agar dapat ditiru oleh siapa saja. Beberapa masakan tersebut
diantaranya:149
Besengek150
Hidangan ini merupakan salah satu jenis hidangan yang digemari oleh orang
Belanda. Cara membuatnya yaitu pertama-tama ayam di taburi dengan
garam151 dan merica, kemudian dipanggang, 1 sendok makan ketumbar, 3
sendok makan bawang merah, 2 siung bawang putih, ½ sendok teh jinten
putih, 8 biji Lombok (cabai) merah, 1 potong laos, 1 sendok teh terasi dan
kemiri semuanya digiling halus. Kemudian di goreng dengan minyak kelapa
149 Resep selengkapnya terdapat pada lampiran
150 Doenia Istri Edisi 15 Juni 1928
151 Garam akan selalu digunakan dalam semua masakan. Di Indonesia terdapat >40
kabupaten/kota yang menjadi daerah produsen garam dan sembilan di antaranya adalah sentra produksi garam rakyat. Produksi garam rakyat sudah berlangsung lama sepanjang
perjalanan sejarah umat manusia. Bahkan garam kemudian menjadi komoditas
perdagangan yang strategis, maka sejarah perdagangan garam hampir tidak bisa dipisahkan
dengan sejarah umat manusia dan secara khusus juga amat terkait dengan sejarah pelayaran baik antarpulau atau antarbenua. Bahkan pentingnya garam sebagai komoditas
perdagangan dapat dilihat dari fungsinya sebagai ‘alat tukar’ atau means of exchange’ dan
hampir-hampir berfungsi sebagai uang. (Dhanang Respati Puguh (Ed.) dkk, Membedah Sejarah dan Budaya Maritim Merajut Keindonesiaan, Semarang: UNDIP Press kerja sama
Program Magister Ilmu Sejarah FIB Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2013,
hlm. 489-490).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
atau minyak babi campur santan kelapa ½ biji, 1 sendok teh gula Jawa dan
air dari 3 buah jeruk. Jika semua bumbu sudah dimasak hingga matang,
kemudian masukkan ayamnya dan tambahkan sedikit garam dan dimasak
sampai kental.
Botok Oedang152
Ambil udang secukupnya, 6 biji kemiri, 3 biji lombok merah tanpa isinya, 5
biji bawang putih, 3 biji bawang merah, 3 sendok teh ketumbar, sedikit terasi
dan kencur, ½ santen kelapa, ebi dan 1 telur ayam, 2 sendok kecil garam,
kemudian dibungkus satu persatu dan taruh sedikit daun jeruk kemudian
hidangkan.
Lodeh Semarang153
Kubis, buncis, wortel, kerai direbus setengah matang, kemudian ambil
lombok ijo, daun jeruk purut, bawang timur, laos dirajang, santan kelapa
dan kemiri; semuanya digoreng jadi satu campur air, lantas sayurannya
dimasukkan.
Di atas tadi adalah beberapa contoh resep masakan Indonesia yang disajikan
baik untuk hidangan rumah tangga maupun yang disajikan dalam jamuan rijsttafel.
Tidak hanya masakan-masakan utama saja yang dihidangkan, namun ada juga
berbagai lauk tambahan yang biasa menemani dalam setiap jamuan makan. Di
antaranya ada berbagai macam sambal, ataupun lauk tambahan seperti bakwan.
Sambal Kelapa154
Kelapa separuh digorengsebentar kemudian diparut, campur dengan 3
potong laos dan sedikit daun jeruk purut, 2 sendok teh garam, 3 biji lombok
merah, 1 sendok teh terasi bakar; semuanya digiling halus kemudian
dicampurkan dengan kelapa tadi.
152 Ibid.,
153 Ibid.,
154 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Sambal Babi155
Babi dipotong menjadi dadu kecil. Kemudian panggang 4 sendok makan
bawang merah yang sudh dicincang halus, 1 sendok makan bawang putih,
½ sendok makan jahe dan 2 sendok makan lombok merah dalam lemak babi.
Kemudian tambahkan daging babi dengan sedenggam kucai yang sudah
dipotong, 2 sendok makan kecap manis dan sedikit air. Goreng semuanya
sampai saus sedikit mengental.
Sambal Banten156
Sepotong daging ayam yang masih mentah dipanggang dengan garam dan
asam (asem-garem). Lalu 5 potong sereh, sepotong lengkuas, beberapa jahe,
1 sendok teh jinten dan beberapa bawang merah, semuanya dimasak dengan
sdikit daging cincang. Kemudian tambahkan daging ayam157 dan biarkan
semuanya dimasak bersamaan.
Bawan Udang158
Udang direbus dan dikupas. Setelah itu masukkan ke dalam campuran
adonan telur kocok, tepung, merica, garam, dan air. Kemudian panggang
adonan tersebut dalam bentuk adonan yang kecil-kecil. Akan lebih enak jika
ditambahkan dengan lemak babi. Akan lebih baik jika menggunakan udang
yang masih hidup.
155 De Huisvrouw in Indie Edisi Mei 1937
156 Ibid.,
157 Masakan-masakan Indonesia terutama Jawa kebanyakan menggunakan bahan
utama berupa ayam. Selain bebek, daging sapi dan juga kambing. Jenis hidangan yang menggunakan ayam sebagai bahan utama banyak ditemukan karena ayam bisa diternakan
dengan mudah di Indonesia. Selain dagingnya yang digunakan, telurnya juga dapat
dijadikan berbagai macam variasi hidangan yang lezat. Telur ayam selain bisa dibuat hidangan lain, juga biasanya digunakan sebagai bahan yang paling penting dalam setiap
pembuatan roti dan kue.
158 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Udang Goreng Kering159
Bahan-bahan yang diperlukan adalah udang yang besar, telur ayam, tepung
roti, dan minyak babi. Kupas udang hingga bersih, kemudian ambil 2 telur
ayam dikocok dengan sedikit garam, kemudian masukkan udang dalam
kocokan telur. Setelah itu baluri udang dengan tepung roti yang sudah halus
dan kemudian digoreng dengan menggunakan minyak babi. Perlu
diperhatikan, saat menggoreng udang sebaiknya menggunakan minyak yang
banyak agar tidak keras.
Indonesia memiliki banyak sekali berbagai jenis sambal. Sebagai bahan
utama dalam sambal, yaitu cabai, Vorstenlanden sama sekali tidak mengalami
kesulitan untuk urusan pasokan cabai. Contohnya di Surakarta, wilayah penanaman
cabai (lombok) cukup luas.160 Selain itu masih banyak juga wilayah lainnya di Jawa
yang memiliki lahan luas penanaman cabai. Sehingga, untuk urusan bahan baku
utama sambal tidak perlu khawatir akan mengalami kesulitan. Tidak hanya cabai,
namun untuk urusan bahan pangan lainnya di Vorstenlanden bisa dikatakan
mandiri. Dalam artian semua bahan pangan seperti sayur-sayuran ataupun buah,
banyak ditanami di Jawa, termasuk juga Vorstenlanden.
Selain masakan-masakan Indonesia yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada
juga masakan Eropa yang biasanya disajikan pada saat perayaan tertentu. Seperti
pada saat perayaan Natal. Ada hidangan yang khusus disajikan pada saat hari Natal.
Makanan yang disajikan berbahan dasar daging angsa. Selain itu juga ada berbagai
159 Doenia Istri, Loc.cit.,
160 Soeparma Satiadiredja, Tjara Menanam dan Mempergunakan Sajuran
Indonesia dan Rempah-Rempah, Jakarta: Groningen, 1950, hlm.153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
macam jenis kue-kue yang biasa disajikan pada hari Natal. Resep masakan tersebut
dihadirkan dalam salah satu majalah rumah tangga.
Gebraden Gans (Angsa Panggang)161
Bahan-bahan yang diperlukan yaitu 1 ekor angsa162, 80 gr mentega, 1
remah roti. Cara membuatnya terbilang tidak terlalu sulit. Pertama gosok
bagian dalam dan bagian luar angsa dengan menggunakan kain lembab,
kemudian goreng bawang bombai dan peterseli bersama dengan remah roti
menggunakan sedikit mentega. Kemudian oleskan campuran tadi di seluruh
permukaan angsa. Setelah itu, panaskan mentega sampai berwarna kuning
keemasan, letakkan angsa di wajan, diamkan selama 10 menit bersamaan
dengan minyaknya. Tutup wajan dan panggang angsa dengan sesekali
diolesi dengan campuran tadi. Panggang diatas api yang menyala atau dalam
oven dengan temperatur yang cukup hangat. Larutkan saus dengan air.
Setelah angsanya matang, iris daging angsa dan atur potongannya di piring
dan tambahkan sausnya.
Hari Natal seperti identik dengan berbagai makanan yang manis. Maka
resep-resep yang dihadirkan oleh salah satu majalah ini juga kebanyakan
merupakan resep-resep hidangan seperti kue-kue kering ataupun puding. Jenis kue
kering yang biasanya identik dengan hari Natal contohnya adalah Speculaas.
Speculaas ini adalah salah satu jenis kue kering khas Belanda. Ciri khas dari kue
161 Maanblad Van de Veereniging Van Huisvrouwen Djogjakarta edisi Desember
1937 (Resep lengkap terdapat pada lampiran)
162 Penggunaan jenis daging unggas lain selain ayam dan bebek, ada juga angsa.
Angsa banyak ditemukan di wilayah beriklim sedang dan jarang ditemukan di daerah
tropis. Memang bahan baku daging angsa ini kurang familiar di Indonesia. di Indonesia ada yang menyebut sejenis hewan ini dengan sebutan soang. Jarang sekali, bahkan hampir tidak
ada kuliner Indonesia yang menggunakan bahan dasar berupa daging angsa. Dalam resep
tersebut penggunaan bahan baku daging angsa lebih mengarah pada masakan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
ini adalah penggunaan rempah seperti pala dan cengkih di dalamnya. Berbeda
dengan kue-kue kering lainnya yang biasanya menggunakan berbagai macam bahan
yang manis seperti buah, krim, ataupun bahkan keju, Speculaas ini justru lebih
menonjolkan rempah-rempah dalam setiap gigitannya. Resepnya juga masih
tertuang dalam satu majalah yang sama.
Speculaas163
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kue ini adalah 625 gr tepung,
375 gr gula, 250 gr mentega164, ½ pala parut, 12½ g kayu manis, 5 gr
cengkeh halus, sedikit susu, 100 gr almond, tepung beras. Cara membuatnya
sedikit menyita waktu, karena adonan kue tersebut harus didiamkan selama
satu hari. Kupas almond, campur semua bahan dengan sedikit susu dan
tambahkan juga sedikit soda berkarbonasi ganda. Diamkan adonan selama
sehari. Bersihkan jamur speculaas dengan menggunakan tepung beras,
tekan adonan, dan gulung rapat dengan rolling pin atau botol. Balik papan,
dan tekan di atas meja dengan keras, sehingga adonan jatuh. Taburkan kue
dengan mentega, letakkan roti jahe di atasnya dan panggang dalam oven
yang tidak terlalu panas.
Selain kue kering seperti speculaas, hidangan jenis lainnya yaitu berupa
puding. Puding ini juga biasanya disajikan dalam menu hidangan penutup dalam
163 Maanblad Van de Veereniging Van Huisvrouwen Djogjakarta edisi November
1937
164 Mentega adalah salah satu produk olahan dari susu, selain yogurt dan juga keju.
Berbeda dengan margarine yang terbuat dari protein nabati, mentega dibuat dari protein
hewani. Proses pembuatan mentega adalah dengan memisahkan lemak susu dari
buttermilk. Mentega yang paling sering digunakan di Indonesia adalah mentega yang terbuat dari susu sapi. Namun ada juga mentega yang terbuat dari susu domba, kambing
atau kerbau (Margarin vs Mentega, Apa Bedanya?
https://kumparan.com/amp/kumparanstyle/margarin-vs-mentega-apa-bedanya Diakses pada 22 Februari 2020). Dalam penggunaannya, mentega biasa dipakai sebagai salah satu
bahan utama dalam pembuatan kue ataupun roti. Mentega juga biasa dijadikan sebagai
pembuatan teh itu sendiri juga tidak boleh sembarangan, ada aturannya tersendiri.
Aturan tersebut ada agar rasa teh yang sudah dipertahankan turun temurun tidak
berubah rasanya. Yang khas dari teh yang disajikan pada tradisi Patehan ini adalah
teh nasgitel (panas, legi, kentel). Dalam satu cangkir teh nasgitel ini, terdapat nilai-
nilai kehidupan yang baik. Teh nasgitel ibarat kehidupan, selalu ada yang pahit,
wangi, panas, dan kental. Teh nasgitel yang disajikan bersamaan dengan gula batu
diibaratkan sebagai suatu bentuk kenikmatan hidup. Bahwa dalam secangkir teh
yang diminum ada manis dan pahit, bahwa dalam kehidupan juga didalamnya selalu
ada manis dan pahit. Dalam teh nasgitel itu juga terdapat filosofi kebahagiaan yang
selalu dapat diperoleh melalui kerja keras dan tempaan waktu. Bila teh yang panas
bertemu dengan gula batu yang mencair bersama sehingga menghasilkan rasa yang
pas, itulah yang disebut dengan keseimbangan hidup.182
Tradisi Patehan ini juga sangat memperhatikan penggunaan
peralatan/piranti untuk menyajikan teh tersebut. Tempat penyajian teh untuk Sultan,
anak-anak, cucu, pejabat, hingga para abdi dalem sendiri dibedakan berdasarkan
pada cangkirnya.183 Dalam proses penyajiannya sendiri tidak boleh asal,
penggunaan kelengkapan minuman seperti teko, cangkir, nampan, dan sendok juga
memiliki aturannya sendiri. Aturan-aturan tersebut jika dilihat memang nampak
merepotkan. Namun, dalam semua aturan tersebut memberikan pembelajaran
182 Arifina Budi, Mengenal Falsafah Hiduo dari Tradisi Minum Teh Ala Keraton
Yogyakarta,(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/11/14/mengenal-falsafah-hidup-dari-tradisi-minum-teh-ala-keraton-yogyakarta/amp) Diakses pada 31 Januari 2020,
Kesakralan tradisi Patehan tersebut nyatanya tertuang juga dalam hal proses
penyajian dan juga peralatan yang digunakan. Seperti halnya rijsttafel yang
memiliki aturannya sendiri pada saat dilakukan jamuan tersebut. Semuanya sangat
diperhatikan. Mulai dari sesuatu yang di sajikan, hingga pada komposisi peralatan
yang digunakan di meja makan ataupun pada saat melakukan tradisi Patehan itu.188
188Banyaknya peralatan-peralatan yang digunakan di keraton cukup
mendefinisikan kedekatan antara Belanda dan keraton. Dr, Timbul Raharjo (Dosen Seni
Rupa ISI Yogyakarta) menjelaskan bahwa pada masa penjajahan, keraton banyak berinteraksi dengan budaya luar (dalam hal ini Belanda) sehingga produk-produk keraton
memiliki eksklusifisme yang tinggi. Masyarakat biasa tidak mungkin bisa memilikinya.
Eksklusifisme yang tinggi tersebut datang dari wilayah dengan budaya yang tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Banyaknya bangsa Eropa (terutama Belanda) yang berbondong-bondong
datang ke Vorstenlanden beriringan juga dengan berbagai macam kulinernya yang
semakin beragam. Semua etnis yang hadir di kota budaya tersebut turut
mendefinisikan bahwa suku Jawa sangat terbuka dengan budaya asing yang masuk.
Rijsttafel mulai dikenal pada abad ke-19. Di abad ke-20, rijsttafel semakin
dikenal sebagai suatu budaya kuliner era kolonial yang mewah. Rijsttafel tidak
hanya subur di kota pelabuhan, tapi juga di kota-kota kerajaan. Seperti di
Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta). Rijsttafel bisa dengan mudah masuk
dalam tembok keraton yang notabene kental dengan budaya Jawanya. Tembok
keraton dapat dengan mudah ditembus karena adanya suatu interaksi yang terjadi
antara budaya Jawa dan Eropa. Adanya pemukiman Eropa yang dibangun di
wilayah Vorstenlanden juga semakin memperbesar peluang terjadinya interaksi di
antara keduanya.
Elite pribumi yang merupakan agen budaya Jawa tidak luput dari pengaruh
budaya Eropa. Mereka juga turut menjalankan rijsttafel. Kuliner di meja makan
elite pribumi sangat beragam. Komposisi hidangannya terdiri dari masakan Eropa,
Cina, serta berbagai hidangan yang sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa.
Rijsttafel yang dijalankan di keraton tidak berbeda jauh dengan rijsttafel yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
dijalankan oleh orang Eropa. Hanya saja, di keraton agak lebih kaku. Jamuan
rijsttafel hanya dilakukan jika ada suatu perayaan tertentu atau suatu perayaan yang
didalamnya turut mengundang tamu Eropa. Elite pribumi memandang dalam
menjalankan budaya makan ini merupakan kesempatan yang baik untuk mereka
menjalin hubungan politis dengan orang Eropa.
Ada beberapa faktor yang mendukung bertahannya rijsttafel. Beberapa
pendukung ini bisa dibilang sama pentingnya dengan masyarakat yang
menjalankan. Pertama yaitu restoran dan hotel. Keduanya penting sebagai
permulaan karena hotel dan restoran dijadikan sebagai salah satu tempat sementara
orang Eropa menetap. Hotel memberikan fasilitas berupa tempat untuk
menginap/beristirahat, sedangkan restoran memberikan fasilitas dalam pemenuhan
kebutuhan biologis manusia. Bisa dibilang dua tempat tersebut sebagai awal
hadirnya suatu budaya makan baru di Vorstenlanden. Kedua yaitu pariwisata. Di
Vorstenlanden sendiri banyak sekali tempat-tempat yang dijadikan sebagai lokasi
pariwisata, seperti contohnya malioboro dan juga candi-candi. Pariwisata dan
makanan tidak bisa dipisahkan. Maka, dalam beberapa praktiknya, rijsttafel juga
dijadikan sebagai salah satu fasilitas dalam sebuah paket turisme. Baik itu di hotel,
restoran, maupun di kapal.
Ketiga yaitu buku resep dan rubrik resep. Buku dan rubrik resep memiliki peran
pentingnya sendiri. Rijsttafel sangat berkaitan erat dengan makanan. Oleh
karenanya, dalam membuat hidangan rijsttafel, buku dan rubrik resep sangat
penting. Dari banyaknya buku dan rubrik resep yang hadir, maka hidangan rijsttafel
jadi semakin banyak dikenal. Tidak hanya dalam rumah tangga keluarga Eropa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
namun juga di berbagai restoran. Wanita Eropa yang menjadi ikon dalam ranah
buku resep yaitu Catenius van der Meijden. Ia sudah banyak sekali menulis buku-
buku resep hidangan pribumi dan Belanda. Di tahun 1930-an, wanita pribumi juga
turut ambil peran dalam penulisan buku-buku resep. Contohnya yaitu buku resep
yang ditulis oleh Raden Ajoe Adipati Ario Rekso Negoro atau R.A. Kardinah yang
merupakan adik dari R.A. Kartini yang menulis buku dengan judul Lajang
Panoentoen Bab Olah-olah. Keempat yaitu peralatan makan. Peralatan makan
menjadi faktor yang penting juga dalam mendukung rijsttafel. Secara teknik,
rijsttafel lebih menekankan pada penyajiannya. Peralatan yang digunakan juga
sudah seharusnya mendukung acara jamuan tersebut. Maka, peralatan seperti
piring, sendok, garpu, pisau dan juga gelas sangat diperhatikan. Material yang
digunakan untuk peralatan tersebut juga tidak sembarangan, semuanya harus
terbuat dari logam/emas. Pada masa itu logam dianggap sebagai barang yang
mewah, maka peralatan makan yang terbuat dari logam/emas dinilai memiliki nilai
yang lebih.
Temuan yang menarik bahwa orang-orang Eropa yang hadir di tanah jajahan
pada dasarnya tidak memiliki status sosial yang tinggi di negeri asalnya. Hanya
saja, ketika sampai di tanah jajahan seolah-olah mereka bertingkah sebagai orang
yang memiliki status sosial tinggi yang harus dihormati. Para elit Jawa, terutama
golongan priyayi kebanyakan menjalankan kehidupan tradisional, namun juga tetap
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan Barat. Temuan menarik
lainnya, bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara rijsttafel yang ada di
kota lain (contohnya Batavia) dengan yang ada di Vorstenlanden. Perbedaan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
mengarah pada pelaku yang menjalankan budaya makan ini. Jika di kota lain,
pelakunya hanya orang-orang biasa yang memiliki status sosial tinggi, maka di
Vorstenlanden pelakunya justru para elite Jawa yang notabene erat dengan budaya
Jawanya di keraton.
Tidak disangka bahwa urusan perut juga turut mempengaruhi bagaimana
seorang individu bersikap. Tidak disangka juga bahwa urusan perut memberikan
dampak dan efek yang luar biasa terhadap kehidupan seseorang, terlebih pada
kedudukan suatu individu. Walaupun para elit Jawa secara sadar atau tidak sudah
menelan apapun yang orang Eropa lakukan dan menginternalisasikannya dalam
kehidupan sehari-hari mereka, elite Jawa tetaplah seorang Jawa yang tidak bisa
melepaskan kebiasaan dan juga budaya Jawa yang sudah melekat pada diri mereka
sejak kecil.
Kegiatan makan dan minum tidak hanya sekadar suatu kegiatan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Lebih daripada itu, makan dan minum memiliki nilai
tersendiri. Melalui rijsttafel yang dijalankan oleh elite Jawa di Vorstenlanden,
makanan tidak hanya terfokus pada rasa, namun juga dari segi estetika dalam
penyajiannya, serta makna dari suatu jamuan makan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
5.2 Saran
Kajian lainnya yang masih perlu dibahas lebih dalam adalah jejak rijsttafel
dalam karya sastra sezaman. Dari karya sastra sezaman itu dapat dilihat bagaimana
rijsttafel dipandang dalam sisi sebuah karya sastra. Selain itu, rijsttafel di meja elite
pribumi juga masih perlu dikaji dan digali lebih mendalam lagi dengan sumber yang
lebih bervariasi, sehingga bisa mendapatkan pandangan lain mengenai jamuan
makan ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
A Yoeti. Oka. Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung: Penerbit Angkasa, 1983.
Ananta Toer, Pramoedya. Jejak Langkah, Jakarta: Hasta Mitra, 1985.
Anggraeni, Pipit. Kuliner Hindia Belanda 1901-1942 Menu-menu Populer dari
Budaya Eropa, Malang: Beranda, 2019
Artha, Arwan Tuti dan Heddy Shri Ahimsa-Putra. Jejak Masa Lalu Sejuta Warisan