PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI EMPAT RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE MARET-APRIL 2007 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Katarina Ratih Triuntari NIM : 038114068 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Embed
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · Hak pasien (UU No.29/2004 tentang praktik kedokteran)..... 22: 4. Kewajiban pasien (UU No.29/2004 tentang praktik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN
PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI EMPAT RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA YOGYAKARTA
PERIODE MARET-APRIL 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Katarina Ratih Triuntari
NIM : 038114068
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persetujuan Skripsi
PERSEPSI DOKTE& APOTEKE& ASISTEN APOTEKE& DAN PASIENMENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN
PEMBACAAIT TT]LISAII DALAM RESEP (LEGIBILITN DI EMPATRUMAII SAKIT UMUM DI KOTA YOGYAKARTA
PERIODE MARET.APRIL 2OO7
Disusun oleh :
Katarina Ratih TriuntariNIM : 038114068
Telah disetujui oleh
Pembimbing Utama
Tanggal : 3 Desember 2047
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
279, darrJetis 446 untuk berbagi hidup bersama dan saling menjaga.
14. Maria, Ratna, Diah, Dita, Mbak Bintari, Mbak Dessy Ayu, Mas Hari, Mas
Heru, Mas Ian, dan Mbak Dhanik atas pinjaman pustak4 sharing, dan
masukan bagi penelitian ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dari awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Hidup tidak mensyaratkan bahwa kita harus menjadi yang terbaik, hanya
bahwa kita harus berusaha sebaik mungftin. oleh karena itu, penulis
kritik dan saran yang membangun unhrk penyempum&m skripsi
ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pembaca.
Yogyakart4 J Desember 2007
*4&'
v11
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i itr:11l r i
iii'j:l: , i
rrii . l
i 'i.i t :
itii,
ii$i',lii..i
: , ' 1 . .. . , i ;
?.0tr$:ii:iii'i
H..l , fltl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MENKES/Per/I/1981, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Sebagai media komunikasi non verbal yang sah antara dokter dan apoteker, resep berpotensi menimbulkan miscommunication. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep.
Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Instrumen penelitian berupa kuisioner skala likert. Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30% dokter, 70% apoteker, dan 89% asisten apoteker menyatakan semua aspek kelengkapan resep penting untuk dimuat dalam resep, sementara 33% pasien setuju apabila aspek alamat pasien tidak dimuat. Mengenai kemudahan pembacaan resep, 25% apoteker, dan 40% asisten apoteker menyatakan bahwa tidak ada resep yang tidak jelas dan tidak terbaca dalam pelayanan resep satu bulan terakhir, sementara 62% pasien mengungkapkan bahwa resep yang mereka peroleh tidak jelas dan tidak terbaca. Faktor yang mempengaruhi ketidakjelasan tulisan menurut 51% dokter yaitu, tulisan memang sudah terbentuk tidak jelas sejak awal, atau bakat sejak lahir tergantung kekhasan tulisan dokter. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa responden berkecenderungan setuju apabila resep ditulis dengan jelas, mudah dibaca, dan memenuhi semua aspek kelengkapan resep. Kata kunci: persepsi, dokter, apoteker, asisten apoteker, pasien, kelengkapan
resep, legibility
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
In accordance with the regulation from Minister of Public Health No.26/MENKES/Per/I/1981, a prescription ought to be writen clearly and completely. As legal non verbal communication media for physician and pharmacist, a prescription was potentially causing miscommunication. It could be a main cause of medication error. The key way to prevent that miscommunication was trying to understand and share perception from others. In the matter of this fact, a study concerning perceptions of physician, pharmacist, pharmacist assistant, and patient about the completeness and the legibility of prescription was conducted.
The research was an observational descriptive with a cross- sectional design. The main instrument of this study was questionnaire likert scales. The achieved data then analyzed by using descriptive statistics.
The result of this study indicated 30% physicians, 70% pharmacists, and 89% pharmacist assistants agreed that all completeness aspects of prescription was necessary to write on the prescription, while 33% patient agreed that address of the patient did not have to write on the prescription. While about the legibility of prescription, 25% pharmacists and 40% pharmacist assistants showed that there were not illegible and unclear prescriptions in a month service later. But, 62% patient revealed that prescriptions they got were unclear and. illegible. Factors related to unclarity of writing, 51% physicians had opinion that the handwriting was formed since childhood, depend on characteristics of physician’s handwriting. As generally, can be concluded that responden inclined to agreed if the prescription write in clear, legible, and fulfill all the completeness of prescription. Kata kunci: perception, physician, pharmacist, pharmacist assistant, patient,
completeness of prescription, legibility
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... iv
KATA PENGANTAR.......................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................... viii
INTISARI............................................................................................. ix
ABSTRACT........................................................................................... x
DAFTAR ISI........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR........................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xix
BAB I. PENGANTAR........................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
Lampiran 13. Kuesioner penelitian kepada responden pasien...................... 138
Lampiran 14. Frekuensi jawaban kuesioner oleh responden pasien............ 141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan salah satu dimensi mutu
yang menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala
nasional maupun global saat ini. Pada bulan Oktober 2004, diberlakukan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tentang Praktik Kedokteran, dimana
dalam Bab II Pasal 2 dinyatakan bahwa: “Praktik kedokteran dilaksanakan
berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien”
(Anonim, 2004 b). Konferensi The International Society for Quality in Health
Care (ISQua) yang diselenggarakan di Vancouver, Canada pada bulan Oktober
2005 juga mengangkat patient safety sebagai issue utama (Rika, 2006).
Ketepatan (appropriateness) dalam pelayanan kesehatan, kecepatan
(timeliness), dan bebas dari bahaya dan kesalahan (free from harm and error)
merupakan tiga unsur utama dari patient safety yang dapat diwujudkan dengan
adanya regulasi pelayanan kesehatan, sistem informasi yang memadai, sumber
daya manusia kesehatan yang profesional, dan pengelolaan sumber daya
kesehatan yang lain (Rika, 2006).
Sebagian besar institusi kesehatan menjadikan patient safety sebagai
fokus utama dan sebagai hasilnya, banyak dilahirkan program baru untuk
mengawasi (monitoring) keamanan dan mencegah medical mistakes. Medical
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mistakes atau lebih popular dengan istilah ’medication error’ merupakan suatu
kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan masih
dalam kontrol atau tanggung jawab tenaga kesehatan (Cohen, 1991).
Menurut Woolever (2002) penyebab utama medication error adalah
miscommunication. Miscommunication dapat berakibat kerugian atau bahkan
mengancam keselamatan pasien. Sebagai media komunikasi non-verbal yang sah
antara dokter dan apoteker, resep berpotensial menimbulkan miscommunication
(Rantucci, 1999). Satu kunci untuk mencegah terjadinya misunderstanding or
miscommunication adalah untuk mencoba mengerti dan share persepsi dari
individu lain (Applebaum et al., 1985).
Secara global, tidak terdapat suatu standar tertentu terkait dengan
penulisan resep, namun masing-masing negara memiliki otonomi dalam membuat
suatu aturan penulisan resep yang berlaku di negara itu. Secara umum resep harus
jelas, dapat dibaca, dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan,
sehubungan dengan terapi obat bagi pasien. Kejelasan dan keterbacaan tulisan
dokter dalam resep (legibility) menjadi bagian penting dari komunikasi tenaga
kesehatan (Berwick,1996).
Pramudiarja (2006) melaporkan bahwa terdapat masalah tulisan dokter
dalam resep yang tidak jelas dan tidak terbaca oleh apoteker atau asisten apoteker
di apotek yang diungkap melalui kuesioner penelitian. Hasil penelitian Widayati
dan Hartayu (2006) mengemukakan bahwa dari 2 rumah sakit dan 10 apotek yang
diteliti, tidak satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep, padahal
aspek kelengkapan sebuah resep juga menjadi bagian yang sangat penting dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
usaha pencegahan medication error. Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan di atas maka peneliti tertarik dan memandang perlu untuk
mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) di
empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang
akan diteliti dalam penelitian adalah :
a. seperti apa persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan kemudahan
pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya?
b. seperti apa persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan
pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya?
c. seperti apa persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya?
d. seperti apa persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan
pembacaan resep (legibility) yang diterimanya?
2. Keaslian Penelitian
Rahmawati dan Oetari (2002) melakukan penelitian dengan judul “Kajian
Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-
apotek Kotamadya Yogyakarta” dengan bahan penelitian adalah resep, data
pendukung didapatkan melalui kuesioner dan metode wawancara. Perbedaan
dengan penelitian ini terletak pada metodologi penelitian, lokasi penelitian, waktu
penelitian, dan fokus penelitian tersebut yang mengkaji lebih mendalam setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
bagian dari resep. Simbolon (2005) melakukan penelitian dengan judul, “Persepsi
Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan Medication
Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005”. Perbedaan
dengan penelitian ini yaitu subyek penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian
dan variabel penelitian yang hendak diukur, yang sifatnya lebih umum berkaitan
dengan potensi terjadinya medication error.
Penelitian yang bertema sama juga dilakukan oleh Widayati dan Hartayu
(2006) dengan judul, “Kajian Kelengkapan Resep dan Kombinasi Obat Untuk
Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error di 10 Apotek Kota
Yogyakarta dan 2 Rumah Sakit di Yogyakarta” dan oleh Pramudiarja (2006)
dengan judul “Potensi Medication Error dalam Resep Pediatri di 10 Apotek di
Kota Yogyakarta Periode Januari-Maret 2006 dan Persepsi Pembaca Resep yang
Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Kemudahan pembacaan tulisan
dalam resep)”. Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak
pada obyek penelitian, subyek penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian dan
fokus penelitian yang telah spesifik membahas aspek kemudahan pembacaan
tulisan dalam resep dan atau kelengkapan resep khususnya pada resep pediatri.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemaparan mengenai
persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan
resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
b Manfaat praktis
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. sebagai bahan acuan bagi pengembangan model-model resep yang
ideal di Indonesia. Penelitian mengenai pengembangan model resep
yang ideal akan dilakukan dengan mengacu pada hasil penelitian ini,
sehingga penelitian ini berkedudukan sebagai penelitian pendahuluan
(Baseline Survey).
2. sebagai bahan evaluasi dan pemberi informasi bagi dokter, apoteker
dan asisten apoteker untuk mewujudkan patient safety dengan
meningkatkan komunikasi verbal maupun nonverbal yang efektif
antar tenaga kesehatan serta berperan aktif dalam usaha pencegahan
medication error lewat terpenuhinya aspek kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility).
3. meningkatkan pengetahuan pasien mengenai pentingnya aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
(legibility) dalam usaha pencegahan terjadinya medication error,
sehingga pasien dapat bersikap proaktif untuk ikut ambil bagian di
dalam usaha pencegahan terjadinya medication error demi
terwujudnya patient safety.
4. sebagai bahan evaluasi bagi pengelola rumah sakit, untuk membentuk
suatu kebijakan dan prosedur pelayanan rumah sakit, yang mampu
meminimalkan bahkan mengeliminir terjadinya medication error
akibat ketidaklengkapan dan ketidakterbacaan resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat dirumuskan tujuan penelitian:
1. Tujuan umum
Mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien
mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) dalam
resep di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya.
b. Mengetahui persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya.
c. Mengetahui persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep
dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya.
d. Mengetahui persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan resep (legibility) yang diterimanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Teori tentang Persepsi
Notoatmodjo (1993) mendefinisikan perilaku manusia sebagai hasil
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,
minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Max weber seorang ahli sosiologi
dan ekonomi menyatakan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan
atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya terhadap suatu obyek
stimulus atau situasi tertentu (Ritzer, 1983, cit Sarwono, 2004).
Secara skematis teori aksi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
INDIVIDU
Pengalaman Persepsi Pemahaman
STIMULUS TINDAKAN
Penafsiran
Gambar 1. Teori aksi menurut Weber (Ritzer, 1983, cit., Sarwono, 2004).
Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan,
pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu (Sarwono, 2004). Persepsi
merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada
seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu (Drever dalam
Wardhani, 2004).
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Setiap orang memiliki pengamatan yang berbeda walaupun dihadapkan
pada situasi yang sama. Cara seseorang menerima, mengorganisasi, dan
menginterpretasi informasi di dalam kehidupan mereka tergantung pada persepsi
mereka. Gibson (dalam Wardhani, 2004) menyatakan bahwa persepsi merupakan
proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Setiap individu memberi
arti terhadap stimulus dengan cara yang berbeda-beda. Keadaan ini memberikan
gambaran bahwa persepsi itu bersifat subjektif.
Sasanti (2003) menyatakan bahwa individu akan dipengaruhi oleh faktor
internal yang berasal dari dalam diri individu berupa objek persepsi, perhatian,
harapan, sistem nilai, tingkat pendidikan, usia, serta faktor eksternal berupa
stimulus lingkungan dalam mempersepsi sesuatu. Menurut Walgito (1991) dan
Sasanti (2003), faktor yang berpengaruh dalam persepsi adalah:
a) perhatian, merupakan langkah pertama sebagai persiapan untuk mempersepsi.
Walaupun banyak stimulus mengenai individu, tetapi tidak semuanya akan
mendapat tanggapan dari individu yang bersangkutan.
b) obyek persepsi, dapat menimbulkan persepsi yang berasal dari individu, yaitu
langsung mengenai syaraf penerima, dan dapat berasal dari luar yang langsung
mengenai alat indera.
c) harapan, apabila seseorang memiliki harapan yang baik terhadap obyek atau
situasi tertentu, maka ia akan mempunyai persepsi yang baik. Sebaiknya bila
harapan terhadap suatu obyek buruk, maka individu akan mempunyai persepsi
yang buruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
d) sistem nilai, merupakan suatu kekuatan yang menggerakkan manusia untuk
bersikap dan berperilaku. Biasanya seseorang individu menggunakan sistem
nilai yang dimiliki untuk mempersepsi obyek.
e) tingkat pendidikan, membantu mengembangkan pikiran logis dan rasional
yang dapat menentukan hubungan antara variabel-variabel secara tepat
(Zahara dalam Sasanti, 2003)
f) usia, individu akan semakin jelas dan cermat dalam mempersepsi sesuatu
sesuai dengan bertambahnya usia (Walgito, 1991).
B. Resep
1. Definisi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002,
“Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Anonim, 2002).
Bernhard Fantus, seorang farmakolog Amerika, mendefinisikan resep
sebagai, “The key stone to the whole arch of therapeutics endeavour . It rests on
the diagnosis & prognosis of the case on the one side & the physician’s
knowledge of pharmacology and therapeutics on the other. Any weakness on
either side of the arch reflects itself in the setting of the key stone” (Lestari, 2000).
2. Arti penting resep
Joenoes (2001) menyatakan bahwa resep merupakan perwujudan akhir
dari kompetensi, pengetahuan, dan keahlian dokter dalam menerapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Menurut Howard C. Ansel
Ph D, resep merupakan representasi hubungan profesional antara penulis resep,
apoteker dan pasien (Lestari, 2000).
Hubungan profesional tersebut dinyatakan dalam gambar berikut:
dokter resep Pasien keluhan
apoteker
- Mampu membaca resep/koreksi resep
- Membuat obat/menyediakan obat
- Menyerahkan obat
Terampil menentukan: - diagnosis - terapi
Dan mampu menulis/menyusun resep yang baik dan rasional
Menyampaikan keluhan yang lengkap & jelas & disiplin terhadap:
- Petunjuk dokter
- Petunjuk Apoteker
Gambar 2. Hubungan dokter-apoteker-pasien serta tugas masing-masing untuk tujuan keberhasilan pengobatan (Lestari, 2000)
Kedudukan resep dalam tahap proses pengobatan dapat dilihat pada
gambar 3 di bawah ini:
Dokter
Diagnosis
Penyakit penderita
Terapi Obat Bentuk Sediaan Obat Resep
(Personal Drug) (Dosage Form)
Gambar 3. Tahap Proses Pengobatan (Lestari, 2000)
3. Penulisan resep
Menulis sebuah resep adalah bagian dari prescribing process. Tahap-
tahap yang ada dalam prescribing process meliputi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
a. melakukan diagnosis
b. memfokuskan objek terapi
c. melakukan verifikasi terhadap ketepatan pengobatan
d. menulis resep untuk pengobatan
e. mengawasi perkembangan pasien
(Rees, 2004).
Dalam menulis resep, bahasa yang digunakan adalah bahasa negeri
sendiri atau bahasa latin. Umumnya berupa campuran keduanya. Bahasa latin
hingga sekarang masih digunakan, karena penggunaannya memiliki banyak
kelebihan, antara lain:
a. merupakan bahasa yang statis atau mati, dimana tidak mengalami
perkembangan ataupun perubahan. Hal ini menjamin tidak akan ada salah
tafsir sepanjang zaman.
b. merupakan bahasa dunia untuk ilmu kesehatan, sehingga apabila resep
ditulis dengan bahasa latin oleh siapapun dan dimanapun selalu akan
dilayani secara tepat dan dimengerti oleh yang terkait.
c. nama obat yang ditulis dengan bahasa latin tidak akan terjadi salah tafsir
(salah obat).
d. bahasa latin dapat merahasiakan sesuatu untuk kepentingan penderita.
(Zunilda, 1998)
Menurut Lestari (2000), resep yang baik (dapat dilayani secara tepat dan
relatif cepat) harus ditulis lengkap dan jelas. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
No.26/MenKes/Per/I/1981, Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, Bab III,
Pasal 10, ayat 1 yang berbunyi, “Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap”
(Anonim, 1981 a).
4. Dispensing
Merupakan salah satu unsur vital dari penggunaan obat secara rasional.
Menurut KepMenKes R.I. No.1197/MenKes/SK/X/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Bab VI: “Dispensing merupakan kegiatan
pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik
obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat
yang memadai disertai sistem dokumentasi” (Anonim, 2004 c).
Standar pelayanan menurut KepMenKes R.I.
No.1027/MenKes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Bab III:
1. Pelayanan Resep 1.1. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.1.1. Persyaratan administratif:
- nama, SIP, dan alamat dokter. - tanggal penulisan resep. - tanda tangan/paraf dokter penulis resep. - nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan
pasien. - nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta. - cara pemakaian yang jelas. - informasi lainnya.
1.1.2 Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3 Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1.2. Penyiapan obat 1.2.1 Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2 Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3 Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang
cocok sehingga terjaga kualitasnya. 1.2.4 Penyerahan obat.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5 Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas
dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6 Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
1.2.7 Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
3. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
(Anonim, 2004 a)
5. Aspek kelengkapan resep
Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia (2004 d), Standard
Operating Procedures Farmasis di Farmasi Rumah Sakit salah satunya adalah
memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter
gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal, dengan salah satu kegiatan
di dalamnya adalah menilai kelengkapan administratif permintaan obat dari
dokter, dokter gigi, dokter hewan atau masyarakat. Penilaian kelengkapan
administratif meliputi:
a. memastikan kelengkapan resep dokter yang terdiri atas nama, umur, berat badan, serta identitas pasien, nama obat, kekuatan, dosis, cara penggunaan dan informasi khusus lain yang melekat antara lain, nama, alamat, nomor surat izin praktek, paraf atau tanda tangan dokter, tanggal penulisan resep, R/.
b. menghitung kesesuaian dosis antara individu pasien dan diagnosa penyakit pasien.
c. menilai kemungkinan adanya interaksi antar obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit, penyalahgunaan obat, pasien alergi & efek samping yang potensial.
d. berkomunikasi secara profesional dengan penulis resep jika terjadi penyimpangan, untuk dicari kesepakatan demi kepentingan pengobatan pasien.
e. jika tidak dimungkinkan komunikasi dengan penulis resep pada saat itu, farmasis perlu mengambil tindakan profesi atas persetujuan pasien berupa penyelesaian sementara masalah obat untuk menghindari meningkatnya morbiditas pasien.
f. melakukan dokumentasi semua tindakan profesi yang telah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Resep yang lengkap menurut Keputusan Menteri Kesehatan
(KepMenKes) No.280/MenKes/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengelolaan Apotek, Bab II, Pasal 2:
Disamping memuat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MenKes/Per/I/1981 resep harus memuat juga: a. nama, alamat, dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan; b. tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat; c. tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep; d. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku; e. jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan; f. tanda seru atau paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
Pada umumnya kelengkapan resep terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a. Inscriptio, bahasa latin yang isinya alamat, identitas dokter penulis resep
(nama, no. SIP) dan tanggal penulisan resep, serta tanda R/) di sebelah kiri
(pembuka resep/invocatio),
b. praescriptio, bahasa latin yang artinya perintah atau pesanan yang
merupakan inti resep, ialah bagian resep yang pokok terdiri dari nama obat,
bentuk sediaan, dosis dan jumlah obat,
c. signatura, bahasa latin yang artinya tanda, ialah tanda yang harus ditulis
pada etiket obatnya, terdiri dari nama penderita dan petunjuk mengenai
obatnya (aturan pakai), dan
d. subscriptio, bahasa latin yang artinya tanda tangan atau paraf dokter. Setiap
bagian tersebut di atas mempunyai kegunaan penting. Oleh karenanya
apabila resep tidak lengkap akan mengganggu kelancaran penyediaan obat
(Lestari, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Hasil penelitian Widayati & Hartayu (2006), menunjukkan bahwa dari 2
rumah sakit dan 10 apotek yang diteliti, tidak satupun yang memenuhi semua
aspek kelengkapan resep, dan yang menarik adalah terdapat satu buah resep yang
tidak mencantumkan nama pasien. Berdasarkan pada temuan ini maka dapat
dikatakan bahwa medication error sangat berisiko terjadi pada proses penulisan
resep khususnya saat pelayanan resep di apotek.
Tabel I. Persentase Frekuensi Ketidaklengkapan Resep Pasien Pediatri di Rumah Sakit I, Rumah Sakit II dan 10 Apotek di Yogyakarta
Tahun 2005 (Widayati & Hartayu, 2006)
No Komponen Ketidaklengkapan Resep
Rumah sakit I (n=315) (%)
Rumah sakit II (n=1051) (%)
Apotek (n=612) (%)
1 Nama dokter 1,27 0,28 1,47 2 Spesialisasi 1,90 2,38 38,40 3 Nama pasien 0,00 0,00 2,12 4 Umur 49,84 100,00 14,05 5 Berat badan 65,71 100,00 98,53 6 Nama ortu 98,73 100,00 100,00 7 Alamat 63,17 100,00 81,70 8 Kekuatan obat 3,81 5,80 48,04 9 Jumlah obat 0,95 0,19 3,59 10 Signature 0,63 0,38 3,76 11 Petunjuk bentuk sediaan 6,67 61,94 22,71
6. Kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (Legibility)
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca, misalnya nama obat ditulis
secara benar dan sempurna atau lengkap (Lestari, 2000). Tulisan dokter dalam
resep yang tidak mudah dibaca bahkan sama sekali tidak dapat dibaca oleh
apoteker berpotensial untuk menimbulkan kesalahan dalam pelayanan resep
(Lyons, Payne, Mc Cabe, Fielder, 1998). Lebih dari 15% kesalahan resep dalam
USP Medication Error Reporting Database dihasilkan dari tulisan tangan yang
buruk dan kesalahan dalam menginterpretasikan resep (Pritzker, 2006). Salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
contoh kejadian fatal yang dilaporkan oleh Hughes (2003) adalah ketika apoteker
salah membaca resep dokter akibat tulisan yang tidak jelas. Dokter yang
meresepkan tablet Amoxil® (amoksisilina), terbaca Daonil® (glibenklamida) oleh
apoteker, akibatnya ketika digunakan pada pasien yang notabene tidak menderita
diabetes, pasien tersebut mengalami kerusakan otak permanen sebagai akibat dari
pemakaian obat. Di USA dilaporkan, bahwa paling sedikit 7000 kematian per
tahun akibat kesalahan obat (tidak terbaca atau tidak dimengerti oleh apoteker),
seperempatnya berasal dari penulisan nama obat.
Maraknya peluncuran obat-obat baru menimbulkan suatu kekhawatiran
akan terjadinya kesalahan dalam pelayanan resep. Kesalahan ini biasanya
diakibatkan karena banyak obat memiliki tulisan dan bunyi yang hampir sama,
sedangkan khasiatnya berbeda satu sama lain, contohnya Lasix® dan Losec®.
Hasil penelitian Lyons et al, 1998 menunjukkan bahwa tulisan dokter
dalam resep adalah most unlegibility dibandingkan dengan profesional kesehatan
lain. Topik penelitian yang sama mengenai legibility of doctor’s handwriting juga
dilaporkan oleh Hughes (2003) yang membandingkan antara tulisan tangan dokter
dengan perawat serta staff administrasi lainnya. Hasilnya memperlihatkan bahwa
sekalipun telah diminta untuk menulis dengan rapi, tulisan tangan dokter dinilai
buruk secara signifikan bila dibandingkan dengan subyek penelitian yang lain.
C. Medication Error
Keselamatan pasien sebenarnya sudah dipelopori oleh Hypocrates sejak
2400 tahun lalu dengan fatwanya Primum, Non Nocere (First, Do No Harm),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
namun baru tahun 2000-an dunia menyadari pentingnya suatu program patient
safety yang komprehensif sebagai suatu sistem. Patient safety hendaknya
dipastikan terjamin dalam setiap proses pelayanan kesehatan, mulai dari
pemilihan pengobatan yang paling tepat, penulisan resep, penyiapan obat yang
optimal untuk mencegah penundaan terapi dan medication error (Hansen et al,
2006).
The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and
Prevention mendefinisikan medication error :
Any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm, while the medication is in the control of the health care professional, patient. or consumer. Such events may be related to professional practice, health care products, procedures, and systems including: prescribing; order communication; product labeling; packaging and nomenclature; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; and use (Anonim, 2006 a).
Hal ini juga dipertegas dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1027/MenKes/SK/IX/2004 yang juga menyatakan bahwa medication error
merupakan kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam
penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
Medication error dialami oleh lebih dari 1,5 juta orang setiap tahunnya,
dan beberapa institusi kesehatan melaporkan paling sedikitnya satu medication
error terjadi per pasien perhari (Pritzker, 2006). Studi kasus yang dilakukan di US
hospitals melaporkan bahwa prescribing errors terjadi pada 0,4-1,9% dari semua
penulisan resep (Dean, Barber, dan Schachter, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
The American Hospital Association (Anonim, 2006 a) membuat daftar
beberapa tipe medication error yang biasa terjadi:
1. ketidaklengkapan informasi pasien (sebagai contoh: tidak diketahui
adanya alergi yang dialami pasien, obat-obatan lain yang dikonsumsi,
diagnosis sebelumnya, dan hasil laboratorium);
2. tidak tersedianya informasi obat; miscommunication pada resep, yang
dapat melibatkan tulisan tangan yang buruk, obat dengan nama yang
hampir sama, penggunaan salah angka nol dan bilangan desimal,
kebingungan penggunaan sistem metric dan unit dosis lainnya, serta
singkatan yang tidak tepat;
3. pelabelan yang kurang tepat pada saat obat disiapkan dan dikemas
kedalam unit yang lebih kecil;
4. faktor lingkungan seperti cahaya, panas, suara, dan gangguan-
gangguan yang dapat menghambat tenaga profesional kesehatan dalam
melakukan tugas mereka.
Rekomendasi The National Coordinating Council for Medication Error
Reporting and Prevention untuk mengurangi potensi terjadinya medication error
yang berhubungan dengan resep:
1. resep harus dapat dibaca. Permintaan verbal sebaiknya diminimalkan.
2. resep dilengkapi dengan keterangan singkat mengenai tujuan
penggunaan (contoh: untuk mengatasi batuk).
3. resep ditulis dalam metric system kecuali untuk terapi yang
menggunakan standar unit seperti insulin, dan vitamin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4. bagi penulis resep, sangat penting untuk menyertakan umur, jika
perlu berat badan pasien pada resep.
5. resep sebaiknya berisi nama obat, kekuatan atau konsentrasi dan
bentuk sediaan.
6. a leading zero selalu mendahului tanda koma dalam penulisan
bilangan desimal yang memiliki nilai kurang dari satu, a terminal or
trailing zero sebaiknya tidak pernah digunakan setelah penulisan
desimal.
7. bagi penulis resep sebaiknya menghindari penggunaan singkatan-
singkatan termasuk untuk nama obat dan petunjuk penggunaan dalam
bahasa latin.
(Anonim, 2006 a)
Tenaga kesehatan profesional sebaiknya mengambil peran utama dalam
pencegahan terjadinya errors dan membantu melindungi pasien dari bahaya ketika
errors terjadi (Anonim, 2005 a). Dokter, apoteker, maupun asisten apoteker harus
bekerja sama secara profesional dalam kegiatan prescribing dan dispensing, untuk
mengadakan suatu “sistem periksa dan keseimbangan informasional” yang akan
meminimalkan kesalahan dan mengoptimasikan terapi obat (Siregar, 2003).
Hal yang perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menurunkan
potensi terjadinya medication error terkait dengan kelengkapan & kemudahan
pembacaan tulisan dalam resep, yaitu:
1. memeriksa informasi obat dan mengeliminasi hambatan-hambatan
dalam komunikasi. Hal ini menjadi penting mengingat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
miscommunication antar tenaga kesehatan adalah penyebab paling
umum dari medication error.
2. menghindari penggunaan singkatan, termasuk untuk nama obat
karena dapat terjadi salah paham ataupun salah mengerti
(misunderstood).
3. menulis resep dengan jelas dan terbaca. Kemudahan pembacaan
tulisan dalam resep juga menjadi salah satu hal yang perlu
diperhatikan benar oleh pasien, karena jika pasien tidak dapat
membaca apa yang dituliskan oleh dokter, mungkin apoteker juga
tidak mampu membacanya
(Pritzker, 2006).
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,
Bab VII, Pasal 71, ayat 1 dinyatakan bahwa, “Masyarakat memiliki kesempatan
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber
dayanya”. Hal ini memperlihatkan bahwa, masalah kesehatan tidak dilimpahkan
100% ke pundak tenaga kesehatan, karena dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Bab VI, Pasal 53, ayat 1 dinyatakan bahwa
“Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya”.
1. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, hak konsumen adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
(Anonim, 1999)
2. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. (Anonim, 1999)
3. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, hak pasien dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran adalah:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis d. menolak tindakan medis; dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
e. mendapatkan isi rekam medis. (Anonim, 2004 b)
4. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, kewajiban pasien dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran adalah:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
(Anonim, 2004 b)
E. Pelayanan Resep Obat di Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, Bab VI, Pasal
56, ayat 1, dinyatakan bahwa:
Sarana Kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya
(Anonim, 1992)
Menurut Anonim (2004 d), pelayanan kefarmasian dapat dilakukan di:
1. rumah sakit 2. komunitas meliputi:
a. apotek b. komunitas berdasarkan pada kebutuhan masyarakat sesuai bidang
keilmuan farmasi. 3. industri 4. lembaga riset
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Tujuan: a. menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya b. melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan (merujuk pada SK Dirjen Yanmed nomor YM.00.03.2.3.951)
Peran Apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.
(Anonim, 2004 c)
Salah satu kompetensi yang ada dalam standard operating procedures
farmasis di farmasi rumah sakit adalah memberikan pelayanan obat kepada pasien
atas permintaan dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non
verbal, dengan ruang lingkup sebagai berikut:
ruang lingkup kompetensi ini meliputi proses identifikasi kebutuhan dan masalah yang berhubungan dengan obat pasien yaitu dengan menilai kelengkapan administratif dan melakukan penilaian (assessment) kebutuhan pasien yang berhubungan dengan obat (patient’s drug-related needs), merancang rencana pelayanan (care plan), proses dispensing, serta memonitor dan evaluasi kemajuan pasien (follow-up evaluation of the patient) (Anonim, 2004 d).
Persyaratan pelayanan resep pada unit penderita ambulatori (pasien
rawat jalan) di rumah sakit yaitu: semua fungsi dispensing harus dilakukan oleh
apoteker atau di bawah pengawasan apoteker, namun personel pendukung yang
cukup (asisten apoteker, teknisi yang memahami kefarmasian, tenaga
administrasi) tetap dibutuhkan dalam Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) untuk
meminimalkan penggunaan apoteker dalam tugas yang tidak memerlukan
pertimbangan profesional (Siregar, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
E. Keterangan Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker dan pasien mengenai kelengkapan
resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) dalam resep di empat rumah
sakit umum di Kota Yogyakarta periode Maret-April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif (non
eksperimental) dengan rancangan cross sectional. Menurut Pratiknya (2001),
penelitian non eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan
terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature),
tanpa adanya manipulasi atau intervensi peneliti.
Sedangkan rancangan penelitian cross sectional merupakan penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,
dengan pendekatan atau observasi pada suatu saat (point time approach), atau
dengan kata lain tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan
(Praktiknya, 2001). Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah
dengan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan teknik statistik deskriptif
dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram batang.
B. Definisi Operasional
1. Persepsi adalah gambaran subyektif dalam bentuk pendapat atau pandangan
dokter, apoteker, dan asisten apoteker, mengenai kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan tulisan dalam resep saat menjalankan pelayanan
kesehatan dan penggambaran pendapat atau pandangan pasien mengenai
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep saat
menerima pelayanan kesehatan di empat rumah sakit umum di Kota
Yogyakarta.
2. Dokter adalah tenaga medis yang menjalankan praktik kedokteran sebagai
pegawai tetap di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
3. Apoteker adalah tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
4. Asisten Apoteker adalah tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian di bawah pengawasan apoteker di empat rumah sakit umum di
Kota Yogyakarta.
5. Pasien adalah setiap orang yang memperoleh pelayanan kesehatan
berdasarkan UU No.29 Tahun 2004, Pasal 1, dengan jenis pelayanan rawat
jalan atau setiap orang yang mewakilinya, yang melakukan pembelian obat
berdasarkan resep di empat apotek rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
6. Kelengkapan resep adalah adanya aspek yang ditulis dan merupakan
komponen yang harus ada dalam sebuah resep dokter mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia No.26
MenKes/Per/I/1981, Bab III, Pasal 10, ayat 1.
7. Kemudahan pembacaan tulisan dalam resep adalah tulisan yang dapat dibaca
dengan jelas dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran ataupun tidak
memerlukan konfirmasi dalam proses pembacaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah dokter, apoteker, dan asisten apoteker yang
berpraktek di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta, serta pasien yang
membeli obat berdasarkan resep di empat apotek rumah sakit tersebut.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada permasalahan. Menurut Umar
(2003), kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan
daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan
respon atas daftar pertanyaan tersebut.
Kuesioner untuk semua subyek penelitian secara umum terdiri dari tiga
bagian, bagian pertama berisi pertanyaan terbuka mengenai karakteristik
responden. Pertanyaan yang diberikan untuk responden dokter meliputi: nama,
usia, jenis kelamin, spesialisasi, tahun lulus Fakultas Kedokteran, lamanya praktek
(tahun), praktek di beberapa tempat, dan rata-rata pasien perhari per tempat
praktek. Pertanyaan yang diberikan untuk responden apoteker dan asisten
apoteker meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, tahun lulus
apoteker untuk apoteker serta tahun lulus pendidikan asisten apoteker untuk
asisten apoteker, lamanya bekerja sebagai apoteker atau asisten apoteker di rumah
sakit, dan rata-rata lembar resep perhari Pertanyaan terbuka mengenai
karakteristik responden pasien meliputi: usia, jenis kelamin, dan pendidikan
terakhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Bagian kedua kuesioner terdiri dari beberapa butir pernyataan yang
terdiri atas dua kelompok pernyataan, yaitu kelompok pernyataan mengenai
persepsi responden terhadap aspek kelengkapan resep dan persepsi responden
terhadap kemudahan pembacaan tulisan dalam resep. Setiap pernyataan diberi
lima alternatif jawaban yaitu jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N),
tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS), dan responden diwajibkan untuk
memilih salah satu jawaban pada setiap pernyataan. Lima belas butir pernyataan
untuk responden dokter, apoteker; dan asisten apoteker sedangkan 16 butir
pertanyaan diajukan untuk responden pasien. Pada bagian kedua ini, peneliti
melihat kecenderungan jawaban dengan menjumlahkan persentase jawaban
responden yaitu S+SS, N, dan ST+STS. Setelah diperoleh persentase dan
dilakukan interpretasi data, maka dilakukan penarikan kesimpulan. Pernyataan
dalam kuesioner ini ada yang bersifat favourable dan unfavourable, hal ini dibuat
untuk menghindari stereotipe jawaban. Menurut Berkowitz (dalam Azwar, 1988),
sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung/memihak
(favourable) yang mengindikasikan tingginya atribut yang diukur, ataupun
perasaan tidak mendukung objek tersebut (unfavourable), yang mengindikasikan
rendahnya atribut yang diukur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Tabel II. Daftar pernyataan persepsi dokter, apoteker, dan asisten apoteker mengenai aspek kelengkapan resep
No Pernyataan Sifat pernyataan
1. Resep harus memuat identitas dokter favourable 2. Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan unfavourable 3. Resep harus memuat identitas pasien favourable
4. Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat unfavourable 5. Resep harus mencantumkan aturan pakai favourable 6. Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat
(Contoh: 10 mg, 20 mg, dll) unfavourable
7. Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
favourable
8. Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
unfavourable
9. Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter favourable
Tabel III. Daftar pernyataan persepsi pasien mengenai aspek kelengkapan resep
No Pernyataan Sifat pernyataan
1. Resep harus memuat identitas dokter favourable
2. Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan unfavourable
3. Resep harus memuat identitas pasien favourable
4. Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja
unfavourable
5. Resep harus mencantumkan aturan pakai favourable
6. Resep harus mencantumkan nama pasien favourable
7. Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
favourable
8. Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien unfavourable 9. Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter favourable
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Tabel IV. Daftar pernyataan persepsi dokter, apoteker, dan asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
No Pernyataan Sifat pernyataan
1. Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
favourable
2. Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
unfavourable
3. Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
favourable
4. Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
unfavourable
5. Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
favourable
6. Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
unfavourable
Tabel V. Daftar pernyataan persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
No Pernyataan Sifat pernyataan
1. Tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca
-
2. Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
favourable
3. Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
unfavourable
4. Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
favourable
5. Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
unfavourable
6. Apoteker di apotek rumah sakit harus dapat membaca tulisan dokter walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
favourable
7. Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di apotek rumah sakit maka pasien harus kembali ke dokter
unfavourable
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Bagian ketiga dari kuesioner ini berisi pertanyaan terbuka. Kuesioner
untuk dokter terdiri atas dua kelompok pertanyaan, yaitu kelompok pertanyaan
tentang persepsi responden mengenai kelengkapan resep (sejumlah dua
pertanyaan) dan kelompok pertanyaan tentang persepsi responden mengenai
kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (sejumlah dua pertanyaan). Kuesioner
untuk responden apoteker maupun asisten apoteker berisi dua pertanyaan terkait
kelengkapan resep, dan tiga pertanyaan terkait kemudahan pembacaan tulisan
dalam resep, dan kuesioner untuk pasien hanya terdiri dari satu pertanyaan terkait
kelengkapan dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep.
E. Tata Cara Penelitian
1. Analisis situasi (orientasi)
Analisis situasi dilakukan dengan penelusuran pustaka dari buku-buku
dan penelitian sejenis. Penelusuran ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
yang lebih akurat mengenai permasalahan yang akan diteliti. Kemudian dilakukan
pengumpulan data yang mendukung pembuatan desain penelitian, yaitu pencarian
informasi mengenai jumlah rumah sakit umum yang ada di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, terdapat
sembilan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta. Tiga dari sembilan rumah sakit
yang ada, tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Adanya keterbatasan
biaya dari peneliti menyebabkan penelitian ini hanya dilangsungkan di empat
rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Pembuatan kuesioner
Pada fenomena sosial yang berkaitan dengan bidang kesehatan,
pengukuran persepsi, perilaku dan sikap yang merupakan variabel psiko-sosial
dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan baik dengan teknik
wawancara maupun teknik kuesioner (Pratiknya, 2001). Dengan kuesioner,
peneliti menggali informasi dari responden (orang yang menjadi subyek peneliti)
(Adi, 2004).
Pembuatan kuesioner ini didasarkan pada persyaratan administratif yang
harus dipenuhi saat pelayanan resep di apotek menurut KepMenKes R.I. No.
1027/MenKes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Bab III, bagian skrining resep, dan juga KepMenKes R.I. No.
280/MenKes/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek,
Bab II, Pasal 2, mengenai resep. Selain itu, hasil penelusuran pustaka pada
penelitian-penelitian sebelumnya dengan tema sejenis, turut menjadi
pertimbangan peneliti dalam pembuatan item-item kuesioner.
Kuesioner yang disusun untuk responden dokter terdiri atas 8 butir
pertanyaan tentang karakteristik demografi responden dan 19 butir pertanyaan
yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi dokter mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep. Kuesioner
yang disusun untuk responden apoteker dan asisten apoteker terdiri dari 6 butir
pertanyaan tentang karakteristik demografi responden dan 20 butir pertanyaan
yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi apoteker dan asisten
apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dalam resep dan kuesioner yang disusun untuk responden pasien terdiri atas 4
butir pertanyaan tentang karakteristik demografi responden dan 17 butir
pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi pasien
mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam
resep.
Kuesioner selanjutnya diuji validitasnya. Hadi (1991) mendefinisikan
validitas sebagai tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan
sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan
instrumen tersebut. Uji validitas yang dilakukan adalah validitas content atau isi
untuk memenuhi salah satu syarat ketepatukuran suatu alat ukur. Validitas isi
merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan
analisis rasional atau lewat profesional judgement (Azwar, 1997). Dalam hal ini,
penilaian dari dosen pembimbing dianggap sebagai profesional judgement.
Hasilnya seluruh butir pertanyaan dalam kuesioner ini dianggap cukup valid. Uji
pemahaman bahasa tidak dilakukan dalam penelitian ini, dikarenakan subyek
penelitian yang meliputi: dokter, apoteker, dan asisten apoteker dianggap
memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk dapat
memahami dengan baik bahasa yang digunakan dalam kuesioner. Uji validitas isi
diasumsikan sudah mewakili uji pemahaman bahasa. Untuk responden pasien,
bahasa dalam kuesioner juga dianggap sudah dipahami dengan baik. Hal ini
dikarenakan dalam pengisian kuesioner, responden didampingi oleh peneliti,
sehingga apabila ada kesulitan pemahaman bahasa, peneliti dapat memberikan
penjelasan secara langsung kepada responden.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Menurut Azwar (1997), alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang
tinggi apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subjek yang
sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subjek memang belum berubah. Namun uji reliabilitas dari kuesioner tidak perlu
dilakukan apabila jawaban dari kuesioner berupa opini atau fakta, sehingga tidak
dapat diberi skor. Reliabilitas hasil kuesioner tersebut terletak pada terpenuhinya
asumsi bahwa responden akan menjawab dengan jujur seperti apa adanya.
Jawaban dari kuesioner penelitian ini berupa persepsi, sehingga uji reliabilitas
kuesioner tidak perlu dilakukan.
3. Penentuan subyek penelitian
Rumah sakit umum yang menjadi tempat pengambilan data adalah RSUD
Kota Yogyakarta, RSU P.K.U Muhammadiyah, RSU Bethesda, dan RSU DKT
(Dr. Soetarto).
a. Teknik penentuan subyek penelitian untuk dokter, apoteker, dan asisten
apoteker
Pada penelitian ini digunakan seluruh populasi sebagai sumber data,
sehingga disebut dengan penelitian populasi atau penelitian dengan sampel total
(Nawawi, 2005). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari empat rumah sakit
umum yang menjadi tempat pengambilan data, didapatkan bahwa data populasi
dokter tetap berjumlah 87 orang, populasi apoteker berjumlah 21 orang, dan
populasi asisten apoteker berjumlah 83 orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Tabel VI. Jumlah subyek penelitian untuk dokter, apoteker dan asisten apoteker
en sangat penting untuk dimuat dalam resep, namun terdapat satu responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
pernyataan yang tersusun berseling antara item yang bersifat favourabel dan
onfavourabel.
d. Persepsi apoteker mengenai penulisan jumlah obat dalam resep (resep
jelas. Menurut
emperlambat pelayanan di apotek, juga akan merugikan pasien karena
berpengaruh terhadap hasil terapi dan harga obat yang harus ditanggung oleh
pasien.
e. Persepsi apoteker mengenai penulisan aturan pakai obat dalam resep
dari aspek aturan
enyatakan kesetujuannya apabila aspek aturan pakai obat dicantumkan dalam
resep.
f. Persepsi apoteker mengenai penulisan kekuatan obat dalam resep (resep
tidak setuju apabila aspek kekuatan obat tidak dituliskan dalam resep. Namun satu
n
tidak perlu mencantumkan jumlah obat)
Berdasarkan penelitian, seluruh responden tidak setuju apabila resep
tidak mencantumkan jumlah obat. Hal ini dimungkinkan karena responden
menganggap apabila jumlah total obat tidak ditulis dalam resep akan
membingungkan staf farmasi yang melayani resep, karena berapa banyak obat
yang harus diberikan kepada pasien tidak diketahui dengan
Rahmawati dan Oetari (2002), tidak ditulisnya jumlah total obat tidak selain dapat
m
(resep harus mencantumkan aturan pakai)
Tidak tercantumnya aspek aturan pakai dalam resep akan merugikan
pasien, karena berkaitan dengan dosis dan hasil terapi yang ingin dicapai
(Rahmawati dan Oetari, 2002). Hal ini merupakan nilai penting
pakai obat yang mungkin juga menjadi alasan bagi seluruh responden untuk
m
tidak perlu mencantumkan kekuatan obat)
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (95%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
orang responden menjawab netral. Alasan yang dikemukakan oleh responden
yang menjawab netral adalah bahwa dalam perkembangannya menuju suatu resep
kan dilengkapi oleh apoteker. Hal ini dikarenakan pihak apoteker dirasa lebih
memahami aspek-aspek ini, sedangkan dokter cukup menuliskan nama obatnya
saja.
Dalam penelitian ini juga terungkap bahwa ada kesepakatan tidak tertulis
dalam pelayanan resep di rumah sakit yang dianut oleh beberapa dokter maupun
apoteker dan asisten apoteker, dimana apabila penulis resep tidak mencantumkan
kekuatan obat dalam resep, staf farmasi terbiasa memahaminya sebagai
permintaan untuk mendispensingkan obat dengan kekuatan terkecil. Hal ini
berpotensi menimbulkan kesalahan, dimana pada kenyataannya kekuatan obat
yang dimaksud oleh dokter belum tentu yang terkecil. Klarifikasi dari staf farmasi
karena ketidaktahuan ataupun
ketidakh
sepsi apoteker mengenai penulisan berat badan dan umur pasien dalam resep (resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien)
agian besar responden (90%)
setuju ap
yang ideal, aspek kekuatan obat, aturan pakai obat, dan jumlah obat selanjutnya
a
kepada dokter penulis resep tetap dibutuhkan,
afalan dokter terhadap jumlah kekuatan obat yang ada dapat juga menjadi
alasan tidak ditulisnya kekuatan obat dalam resep. Dalam hal ini, berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MenKes/SK/IX/2004,
“Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan “ (Anonim, 2004 a).
g. Per
Gambar 28. memperlihatkan bahwa seb
abila dalam resep tercantum berat badan dan umur pasien. Namun 25%
responden memiliki persepsi bahwa berat badan menjadi aspek yang tidak penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
apabila pasien yang diperiksa adalah pasien dewasa, kecuali pada kasus-kasus
khusus. Responden beranggapan bahwa apabila diperlukan, kedua aspek tersebut
dapat ditanyakan pada pasien atau keluarganya yang membelikan resep obat,
sehingga tidak perlu tertulis dalam resep.
Memilih dan menetapkan dosis obat untuk bayi dan anak harus
memperhatikan banyak faktor, diantaranya adalah jenis obat dan toleransi tubuh,
karena r
resep (resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden cenderung tidak
setuju apabila resep tidak mencantumkan nama dan alamat pasien. Responden
memiliki persepsi bahwa nama dan alamat penting untuk dicantumkan dalam
resep, bahkan perlu dilengkapi dengan keterangan nomor telepon ataupun nomor
telepon seluler milik pasien atau keluarga pasien. Hal ini secara tidak langsung
dapat meningkatkan hubungan profesional antara pihak rumah sakit dan pasien.
Keterangan tambahan tersebut juga dapat membantu apabila sewaktu-waktu
diperlukan oleh pihak rumah sakit terkait dengan pelayanan kesehatan yang telah
espon tubuh bayi dan anak terhadap obat tertentu tidak dapat disamakan
dengan respon tubuh orang dewasa. Maka dari itu, responden beranggapan bahwa
untuk pasien bayi dan anak, berat badan menjadi komponen yang harus ada dalam
penulisan resep.
h. Persepsi apoteker mengenai penulisan nama dan alamat pasien dalam
dilakukan terhadap pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
i. Persepsi apoteker mengenai penulisan tanda tangan dokter dalam resep
(resep harus mencantumkan tanda tangan dokter)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1027/MenKes/SK/IX/2004, Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
tanda tangan atau paraf dari dokter penulis resep merupakan salah satu
persyaratan administrasi yang harus dipenuhi suatu resep untuk dapat melewati
skrining yang dilakukan oleh apoteker (Anonim, 2004a).
Seluruh responden dalam penelitian ini setuju apabila aspek tanda tangan
dokter tercantum dalam resep, sebagai bukti bahwa resep tersebut asli dan sah
menurut hukum.
j. Persepsi apoteker mengenai tindakan yang akan dilakukan apabila
Responden mengungkapkan bahwa hal pertama yang akan dilakukan
apabila terjadi ketidaklengkapan resep adalah menghubungi dokter yang
berkompeten (dokter penulis resep) untuk klarifikasi, terutama jika
ketidaklengkapan resep terkait dengan nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, dan
aturan pakai. Menurut responden, apabila ketidaklengkapan resep terkait dengan
nama, umur, alamat dan berat badan pasien, maka dapat langsung ditanyakan
kepada pasien ataupun keluarga pasien yang bersangkutan. Kroscek lebih lanjut
dapat melalui perawat yang bertugas di poliklinik asal resep diperoleh ataupun
dengan melihat rekam medis pasien.
Seorang responden mengungkapkan bahwa biasanya selalu dilakukan cek
ulang resep untuk menilai apakah resep yang diterima itu asli, jika ada bagian
yang tidak lengkap, perlu dilihat kembali apakah bagian tersebut sangat penting,
terjadi ketidaklengkapan resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
jika tidak terlalu penting maka apoteker akan berusaha melengkapi resep tersebut.
Hal ini mendukung pernyataan yang diungkapkan oleh Rees (2004), dimana
dalam menjalankan suatu prosedur pengecekan resep, seorang apoteker sebaiknya
menggunakan kemampuan mereka sebagai decision-maker yang profesional untuk
menentukan apakah ketidaklengkapan resep membutuhkan konfirmasi ke dokter,
ataukah apoteker dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Pada penerapan
sistem peresepan National Health Service (NHS) di United Kingdom, apoteker
yang dianggap telah memiliki cukup informasi diberi kewenangan untuk membuat
suatu keputusan berdasarkan keprofesionalannya, yang memperbolehkan resep
obat dilayani apabila dokter penulis resep tidak dapat dihubungi. Untuk mencegah
di ruang lingkup rumah sakit, beberapa
responde
(legibility)
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam pelayanan resep selama
satu bulan terakhir, ditemukan sedikitnya 1 hingga 10 resep dari 100 resep yang
masuk ke apotek rumah sakit, tulisannya tidak jelas atau tidak terbaca. Dua
responden menyatakan bahwa resep yang tidak jelas atau tidak terbaca dapat
mencapai 25% atau bahkan 50% dari keseluruhan resep. Di sisi lain terdapat lima
responden yang mengungkapkan bahwa tidak ada resep yang tidak jelas ataupun
tidak terbaca, dikarenakan responden mengaku telah mengenal dan hapal terhadap
tulisan dokter. Hal ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Siregar
keterulangan ketidaklengkapan resep
n mengusulkan agar dibuat suatu format resep yang lebih lengkap dan
melakukan sosialisasi Standard Operating Procedures Farmasis di Farmasi
Rumah Sakit.
2. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
(2003) bahwa sebagai salah satu persyaratan pengolahan resep yang baik, seorang
apoteker harus mengembangkan kebiasaan untuk mengetahui kekhasan masing-
masing dokter dalam menulis resep.
Tabel X. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam
Pernyataan (SS+S) N (TS+STS) Kecenderungan resep (legibility)
No (%) (%) (%)
1 dengan jelas 100 0 0 Setuju Tulisan dalam resep harus ditulis
2 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
0 0 100 Tidak Setuju
3 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
100 0 0 Setuju
4 Tulisan tidak jelas harus
khas dokter
dipertahankan karena menjadi ciri
5
0
95 Tidak Setuju
5 100 0 0
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
Setuju
6 dibaca dengan jelas maka apoteker
dokter
Jika tulisan dalam resep tidak dapat
harus meminta pasien kembali ke
10
5
85
Tidak Setuju
Gambar 29. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)
10
1000 100100
9585
20
40
60
120
(P)
%
80SS+SN
.
0
1 2 3 4 5 6
TS+STS
Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju P = Pernyataan seperti pada Tabel X
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Tabel X. dan gambar 29. menunjukkan bahwa seluruh responden setuju
apabila resep harus ditulis dan dibaca dengan jelas. Responden sangat memahami
bahwa tulisan dalam resep yang jelas dan terbaca, akan memudahkan petugas
da resep 20 jug a
apoteker sebaiknya jangan pernah m ncoba-coba menebak arti dari kata yang
tidak jelas ataupun singkatan yang tidak dikenal, karena akan beresiko
m rpreta ng ngarah pada medicat ror.
A las da terbac dapat m r
pe apot , mengingat bahwa rata-rata resep yang
di ih 30 lembar resep.
njuk bahw responden tidak setuju apabila
resep harus ditulis tidak jelas, apalagi jika tulisan tidak jelas itu harus
dipertahankan sebagai suatu ciri khas seorang dokter. Hal ini memperlihatkan
adanya persepsi yang baik dari responden yang menekankan bahwa kejelasan
tulisan dalam resep menjadi sesuatu yang mutlak untuk dipenuhi, walaupun masih
terdapat 5% responden yang menyatakan setuju akan ketidakjelasan tulisan
sebagai suatu ciri khas. Tidak diketahui dengan jelas alasan responden akan
jawaban setuju, karena saat pengisian kuesioner, responden tidak didampingi oleh
peneliti.
engkaji, m nafsirkan, dan menyelesaikan setiap
asalah atau ketidakpastian pada resep
a
apotek dalam menginterpretasikan resep, karena tidak perlu “memperkirakan”
sendiri apa yang tertulis pa . Scott ( 00) a menyatak n bahwa seorang
e
enyebabkan kesalahan inte si ya me ion er
pabila resep ditulis secara je n a, diharapkan emperlanca
layanan resep bagi pasien di ek
layani oleh apoteker perhari leb
Hasil penelitian menu
0
kan a
Apoteker wajib m e
m obat tersebut, sebelum resep masuk ke
lam sistem dispensing. Dari penelitian ini didapatkan bahwa seluruh respondend
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menyata
at tingkat kesibukan kedua
belah pi
ikhawatirkan akan memicu terjadinya kesalahan interpretasi, karena bisa
saja bah
kan setuju apabila konfirmasi kepada dokter penulis resep terkait
ketidakterbacaan tulisan dalam resep dilakukan oleh apoteker, dan sebanyak 85%
responden tidak setuju apabila pasien sendiri yang harus kembali ke dokter. Hal
ini memperlihatkan bahwa sebagai apoteker, responden telah menyadari penuh
kewajibannya melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya, yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
Seluruh responden mengungkapkan bahwa hal yang akan dilakukan
pertama kali apabila mendapati resep yang tidak jelas atau tidak terbaca adalah
menanyakan pada dokter penulis resep. Untuk Instalasi Farmasi di rumah sakit,
konfirmasi dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah, namun apabila dokter
yang bersangkutan susah untuk dihubungi dan menging
hak, yaitu dokter dan apoteker, maka responden akan berusaha mencari
informasi dari rekam medis pasien ataupun menanyakan langsung pada pasien
terkait identitas pasien dan dari poliklinik mana pasien melakukan pengobatan.
Alternatif lain yang dilakukan yaitu menanyakan pada sesama apoteker, asisten
apoteker ataupun perawat yang sedang bertugas.
Adanya kode-kode khusus ataupun singkatan yang tidak resmi, yang
berlaku di rumah sakit akan mempengaruhi proses pembacaan resep. Apabila
tidak dilakukan diskusi sebelumnya antara dokter penulis resep dengan staf
farmasi, d
asa yang dipergunakan tidak jelas yang mempunyai arti lebih dari satu,
atau simbol yang dipergunakan antara dokter penulis resep dengan staf farmasi
tidak sama. Menurut Siregar (2003), singkatan yang digunakan dalam resep obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
sebaiknya adalah singkatan resmi yang dibuat, diadopsi bersama oleh staf medik,
perawat, staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan staf rekam medik melalui Panitia
Farmasi Terapi.
Sebanyak 18% responden mengungkapkan bahwa tidak ada kode-kode
khusus yang berlaku di rumah sakit, kecuali kode atau singkatan yang telah lazim
digunakan dan telah menjadi aturan baku yang disepakati bersama. Biasanya kode
yang ad
uatan obat, biasanya staf farmasi
member
a hanya untuk racikan standar rumah sakit yang berisi formula khusus
dalam jumlah produksi terbatas, yang hanya diketahui oleh dokter penulis resep
dengan apotek rumah sakit yang bersangkutan, misalnya AP Caps, CE caps, DE
caps, PM cap, Inden CS, dan Mot CS caps. Hal ini sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang berlaku di rumah sakit berdasarkan KepMenKes
No.1197/MenKes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, Bab VI, bagian Produksi, dimana sediaan farmasi dengan formula khusus
dan sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran menjadi kriteria obat yang
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Apabila dalam resep tidak dituliskan kek
ikan obat dengan kekuatan terkecil dari obat. Hal ini merupakan
kesepakatan yang tidak tertulis yang telah lama berlaku dalam peresepan obat.
Adanya penulisan 2x (dua kali) dalam resep diartikan sama dengan iter 1x (satu
kali), dan penulisan aturan pakai obat seperti S1-0-0 dimaksudkan bahwa
penggunaan obat pada pagi hari 1 tablet, siang hari 0 tablet, dan malam hari 0
tablet (pemakaian satu hari satu kali). Kode-kode lain yang diungkapkan oleh
responden apoteker seperti: Pct untuk parasetamol, NG untuk Neuralgin®,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
As.Mef untuk asam mefenamat, SF untuk sulfas ferosus, dan Pza untuk
pirazinamida.
Adanya kode atau singkatan yang menjadi suatu bentuk variasi penulisan
resep a
sebut
dinamak
kan membantu mempermudah dan memperlancar pelayanan resep,
terutama apabila telah didiskusikan dan disepakati sebelumnya. Namun, dapat
pula menghambat pelayanan resep apabila pasien menebus obat di apotek lain
yang tidak mengetahui arti kode dalam resep tersebut, sehingga resep terpaksa
tidak dapat dilayani. Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, dimana pasien memiliki hak untuk menentukan tempat
transaksi jual beli.
D. Persepsi Asisten Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility) yang Dilayaninya
1. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep
Sebanyak 89% responden menyatakan semua aspek kelengkapan resep
penting untuk dimuat, karena semuanya termasuk dalam bagaimana resep ter
an lengkap (keabsahan resep).
Menurut responden, kelengkapan resep sangat mempengaruhi pelayanan
dan penyelesaian resep (dengan aman, cepat dan tepat), serta akan mempengaruhi
kesembuhan pasien. Kelengkapan resep akan mempermudah pengambilan
keputusan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien, menentukan
obat yang dimaksud oleh dokter, menentukan ketepatan dosis obat, hingga
membantu dalam pemberian informasi kepada pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Tabel XI. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep No Pernyataan (SS+S)
(%) N
(%) (TS+STS)
(%) Kecenderungan
1 Resep harus memuat identitas dokte
r 98 2 0 Setuju
2 Resep tidak perlu
penulisan
mencantumkan tanggal 0 2 98 Tidak Setuju
3pasien
Resep harus memuat identitas 98 0 2 Setuju
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
0
2
98
Tidak Setuju
5Setuju
Resep harus mencantumkan aturan pakai
98
0
2
6Tidak Setuju
Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
4
11
85
7 mur pasien 82 16 2 Setuju
Resep harus mencantumkan berat badan dan u
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan
a
2
0
98
Tidak Setuju
al mat pasien 9
Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
85
13
2
Setuju
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9
85
98
8582
98 9898
60
80
%
0
20
40
(P)
SS+SN TS+STS
Gambar 30. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep
Keterangan : ju STS = Sangat Tidak Setuju SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setu
P = Pernyataan seperti pada Tabel XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
a. Pe alam resep (resep harus memuat identitas dokter)
en cen rung s uju terha ap penulisan id ntitas
ok . Di sisi lain, 2 responden menjawab netral. Hal ini
dim karena responden menganggap re ep telah mencantumkan identitas
rum it secara lengkap pada blanko resep sehingga identitas dokter tidak
perl ya pers si dem ian me bulkan
mengingat bahwa setiap rumah sakit mang mempunyai format blanko resep
yan dapat dipastikan bahwa seluruh format blanko
ese identitas dokter di dalamnya.
. apoteker mengen i penul an tangg l dalam resep resep kan tangg penul n)
njukkan ahwa
setuju apabila resep tidak memuat tanggal. Terdapat 2% responden yang
menjawab netral. Kemungkinan yang mendasari responden menjawab netral yaitu
adanya anggapan bahwa apabila tanggal tid masi
masih dapat menanyakannya secara langsung kepada pasien me kapan
tepatnya pasien melakukan pemeriksaan kepada dokter penulis resep
c. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan identitas pasien dalam resep (resep harus mencantumk dentitas sien)
S gi be re ond (98 ) m takan bahwa komponen identitas
pasien sangat penting untuk dimuat resep, namun terdapat satu responden
yang tidak setuju. Tidak diketahui dengan jelas alasan responden
menj i mem erlihatkan bahwa konsep mengenai
rsepsi asisten apoteker mengenai penulisan identitas dokter d
Sebanyak 98% respond de et d e
d ter dalam resep
ungkinkan
%
s
ah sak
u dicantumkan lagi. Adan ep ik nim keprihatinan,
me
g mungkin berbeda, namun
r p tersebut mencakup aspek
b Persepsi asisten tidak perlu mencantum
a is a (al isa
Hasil penelitian menu b 98% responden cenderung tidak
ak tertulis dalam resep, staf far
ngenai
.
an i pa
eba an sar sp en % enya
dalam
menjawab
awab tidak setuju, namun hal in p
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
pelayanan kesehatan yang berorientasi pasien belum sepenuhnya dipahami oleh
responden.
d. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan jumlah obat dalam resep
tensi menyebabkan
. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan aturan pakai obat dalam rese
tepat, mengingat bahwa ada obat yang memiliki dua atau lebih kekuatan obat. Di
(resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat)
Sebanyak 98% responden cenderung tidak setuju apabila aspek jumlah
obat tidak dicantumkan dalam resep. Hal tersebut dianggap berpotensi
menimbulkan penyalahgunaan obat oleh pasien, karena dikhawatirkan pasien
dapat menulis sendiri jumlah obat sesuai keinginannya. Sebagai bagian dari
tenaga kefarmasian, responden tampak menyadari tugasnya untuk
mengidentifikasi dan mencegah terjadinya hal-hal yang berpo
medication error dengan lebih dini.
ep (resep harus mencantumkan aturan pakai)
Sebagian besar responden (98%) memiliki persepsi bahwa aturan pakai
obat penting untuk dituliskan dalam resep, bahkan harus dengan lengkap dan
jelas. Hal ini dimaksudkan agar tidak memicu terjadinya administration error
yang akan membahayakan keselamatan pasien, karena nantinya aspek aturan
pakai juga tertulis pada etiket wadah obat yang diterima pasien.
f. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan kekuatan obat dalam resep (resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat)
Sebanyak 85% responden cenderung tidak setuju apabila aspek kekuatan
obat tidak dituliskan dalam resep. Kekuatan obat berkaitan erat dengan dosis obat
yang berpengaruh terhadap optimasi terapi. Aspek kekuatan obat penting untuk
dicantumkan dalam resep agar staf farmasi dapat melakukan dispensing secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
sisi lain, lima responden menjawab netral dan dua orang lainnya menjawab sangat
setuju. Alasan yang dikemukakan oleh responden yang menjawab netral adalah
isalnya vitamin dan campuran.
g. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan berat badan dan umur
pasien)
Sebagian besar responden (82%) menyatakan setuju apabila komponen
berat badan dan umur harus dimuat dalam resep, namun ketika diberikan
pertanyaan lebih lanjut mengenai aspek kelengkapan resep yang tidak penting,
dua orang responden menyatakan bahwa komponen berat badan terkadang dapat
tidak dicantumkan karena seringkali aturan pakai dilihat dari umur pasien baru
ien. Adanya anggapan ini
memung
garuhi penentuan
ediaan. Pencantuman umur atau berat dalam resep diperlukan agar staf farmasi
dapat mengecek apakah dosis penderita sudah tepat (Joenoes, 2001).
h. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan nama dan alamat pasien
bahwa tidak semua jenis obat mempunyai kekuatan obat yang baku, seperti
m
pasien dalam resep (resep harus mencantumkan berat badan dan umur
kemudian perhitungan dikonversikan ke berat badan pas
kinkan pula 16% responden untuk menjawab netral.
Pada kenyataannya perhitungan dosis menggunakan umur pasien sudah
jarang dilakukan, karena perhitungan dengan cara ini dianggap masih terlalu kasar
dan diragukan ketepatannya, mengingat berat badan pasien dapat berlainan
meskipun umurnya sama. Berat badan dan umur pasien mempen
dosis obat yang akan diberikan kepada pasien serta membantu penyesuaian bentuk
s
dalam resep (resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien)
Sebanyak 98% responden tidak setuju apabila resep tidak mencantumkan
nama dan alamat pasien, di sisi lain 2% responden setuju. Persepsi ini tentu saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
menimbulkan keprihatinan karena memperlihatkan bahwa responden belum
memahami konsep pelayanan kesehatan yang mengarah pada keselamatan pasien.
Aspek nama dan alamat pasien merupakan bagian yang sederhana dan
sering terabaikan, padahal keberadaannya sangat penting dalam resep, terutama
an memberikan informasi mengenai jenis kelamin pasien,
jika aspe
resep (resep harus mencantumkan tanda tangan dokter)
Sebanyak 85% responden cenderung setuju apabila aspek tanda tangan
dokter tercantum dalam resep, namun 13,33% responden menjawab netral. Hal ini
dimungkinkan karena responden beranggapan bahwa yang dicantumkan dalam
resep tidak perlu tanda tangan dokter, melainkan paraf dari dokter penulis resep.
Menurut Joenoes (2001), tanda tangan atau paraf dari dokter penulis resep akan
menjadikan suatu resep itu otentik.
j. Persepsi asisten apoteker mengenai tindakan yang akan dilakukan
s responden
dak terjadi kesalahan diagnosis, yang berakibat kesalahan terapi yang lebih fatal.
Komunikasi dengan dokter terkait dengan nama obat, jumlah obat, kekuatan obat,
untuk menghindari kesalahan penyerahan obat oleh pihak apotek. Nama pasien
secara tidak langsung ak
k jenis kelamin pasien tidak tercantum dalam format blanko resep. Data
mengenai jenis kelamin pasien mungkin akan penting untuk penentuan ketepatan
obat bagi pasien. Sedangkan keberadaan alamat pasien akan membantu proses
identifikasi pasien apabila terdapat dua orang pasien dengan nama yang sama.
i. Persepsi asisten apoteker mengenai penulisan tanda tangan dokter dalam
apabila terjadi ketidaklengkapan resep
Menanggapi adanya resep yang tidak lengkap, mayorita
menyatakan bahwa akan langsung menghubungi dokter yang menulis resep agar
ti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dan aturan pakai dapat dilakukan secara langsung maupun via telepon dan sms.
Terkait aspek identitas pasien, responden akan menanyakan langsung pada pasien
yang be
rut
enganggap pada resep terdapat kekeliruan yang berbahaya dan tidak dapat
menghubungi dokter penulis resep, penyerahan obat dapat ditunda “ (Anonim,
1981 a).
2. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan
g dilayani selama satu bulan terakhir, tertulis
ervariatif. Responden menyatakan sedikitnya satu hingga 30 resep dari
keseluruhan resep yang masuk tidak jelas atau tidak terbaca, bahkan yang menarik
ada satu responden yang mengungkapkan bahwa resep yang tidak jelas atau tidak
terbaca jika dipersentasekan berjumlah 75%.
rsangkutan. Responden pun mengaku tidak segan untuk bertanya pada
perawat, rekan sesama asisten apoteker, ataupun pada apoteker untuk dapat
melengkapi resep. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam PerMenKes R.I
No.922/MenKes/Per/X/1993, Pasal 22, ayat 2, bahwa “Asisten Apoteker
melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan Apoteker”
(Anonim, 1993). Apabila tidak menemui titik terang, maka dengan sangat
terpaksa resep akan ditolak untuk dilayani, karena menurut responden akan sangat
fatal sekali apabila hanya mengandalkan persepsi dari satu pihak saja. Menu
PerMenKes R.I No. 26 Tahun 1981, Bab III, Pasal 12, ayat 3, “Apabila Apoteker
m
dalam resep (legibility)
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden (40%)
menyatakan bahwa semua resep yan
jelas dan terbaca dengan baik. Responden yang lain memberikan jawaban yang
b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tabel XII. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan
Pernyataan (SS+S) N (TS+STS) Kecenderungantulisan dalam resep (legibility)
No (%) (%) (%)
1 ditulis dengan jelas 96 4 0 Setuju Tulisan dalam resep harus
2 ditulis tidak jelas Tulisan dalam resep harus 0 4 96 Tidak Setuju
3 dapat dibaca dengan jelas 96 4 0 Setuju Tulisan dalam resep harus
4 dipertahankan karena menjadi 9 16 75 Tidak Setuju Tulisan tidak jelas harus
ciri khas dokter
5 Jika tulisan dalam resep tidak
Setuju dapat dibaca jelas maka Apoteker harus menghubungi dokter
94
4
2
6
meminta pasien kembali ke
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka Apoteker harus
dokter
13
16
71
Tidak Setuju
(legibility)
Gambar 31. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
96 96 94
20
0
1 2 3 4 5 6(P)
75
71
0
4
80
100
120
60 % SS+S N TS+STS
Keterangan : SP
S = Sangat Setuju S=Setuju N =Netral TS =Tidak Setuju STS =Sangat Tidak Setuju = Pernyataan seperti pada Tabel XII
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Kejelasan dan keterbacaan resep menjadi bagian penting dalam usaha
mencega error. Tabel XII. dan gambar r
9 abila rese
dengan jelas (96%). Menanggapi adanya k dakjelasa ulisan
h n (96%) enderung tidak setuju apabila resep harus
d un terdapa responden me
r awab setuju apabila ketidakjelasan tulisan dalam resep harus
dipertahankan karena m rupakan ciri khas seorang dokter. Hal ini
m kuran nya kesadaran dari responden sebagai bagian
dari tenaga kesehatan, mengenai bagaimana seharusnya resep itu ditulis, yang
salah satunya adalah penulisan resep dengan jelas. Apabila persepsi tersebut terus
dipertahankan, dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan medication error,
terutama jika persepsi tersebut menyebabkan responden meloloskan/melayani
resep yang tidak memenuhi peraturan. Ma bangkan bagi
pih r h sakit, untuk mengadakan sosialisasi penulisan resep secara benar.
sil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(94%) i apabila konfirmasi terkait ketidakterbacaan resep, dilakukan
oleh ap ker. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya pemahaman yang baik akan
garis kewenangan dan tanggung jawab antar personel dalam Instalasi Farmasi
kit. PerMenKes No. 922/MenKes/PER/X/1993 Pasal 22, ayat 2, juga
kukan p kerjaan kefarmasian di apotek, asisten
ap
dilakukan oleh/atau di bawah pengawasan apoteker. Sebanyak 71% responden
h medication 31. mempe lihatkan bahwa
6% responden setuju ap p harus ditulis dengan jelas dan dapat dibaca
eti n t dalam resep,
ampir seluruh responde c
itulis tidak jelas, nam
esponden menj
t 16% njawab netral dan 9%
e
emperlihatkan bahwa masih g
ka dari itu perlu dipertim
ak uma
Ha
menyetuju
ote
Rumah Sa
menyatakan bahwa dalam mela e
oteker berada di bawah pengawasan apoteker, sehingga selayaknya konfirmasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
tidak me
an
ada kod
nyetujui apabila pada prakteknya apoteker harus meminta pasien kembali
ke dokter, terkait resep yang tidak terbaca jelas.
Sebagian besar responden (93%) mengungkapkan bahwa tindakan yang
akan dilakukan apabila menerima resep yang tidak jelas dan tidak terbaca adalah
menghadap kepada dokter penulis resep untuk meminta penjelasan. Seorang
responden menyatakan akan melakukan konfirmasi ketidakjelasan atau
ketidakterbacaan resep melalui pasien. Upaya lain yang dilakukan responden
adalah mengadakan diskusi dengan rekan kerja, misalnya rekan sesama asisten
apoteker, asisten apoteker senior maupun kepada apoteker. Seorang responden
lainnya menyatakan secara rinci tindakan yang akan dilakukan sebagai berikut:
membaca, mencermati resep, melihat, mencocokkan dengan status rekam medis,
melengkapi dan menghubungi dokter yang menulis resep, memberi harga dan
menyelesaikan resep tersebut.
Sebanyak 73% responden mengungkapkan bahwa tidak ada kode-kode
khusus yang berlaku di rumah sakit, namun beberapa responden mengungkapk
e-kode yang digunakan sebagai variasi penulisan resep, yang tidak
didiskusikan sebelumnya. Kode yang ada seperti: NB untuk Neorobion®, Mtc
untuk Metoklopramida, Ag atau Atl untuk Antalgin, dan DMP untuk
Dekstrometorfan. Adanya singkatan yang tidak lazim pada nama obat berpotensi
menimbulkan medication error, karena resep hanya berlaku lokal, tidak bersifat
universal. Hal tersebut juga memicu terjadinya kesalahan interpretasi antara
penulis resep dan staf farmasi yang melayani resep dalam “mengartikan resep”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
E. Persepsi Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan
Pembacaan Resep (Legibility) yang Diterimanya
Menurut American Society of Hospital Pharmacists (2003), pasien
ataupun orang yang dipercayanya memiliki hak untuk mengetahui semua aspek
perawatan kesehatan yang dijalani, termasuk yang berhubungan dengan terapi
obat. Pasien harus berperan aktif dalam penggunaan obat dengan banyak bertanya
serta belajar tentang prosedur dan pengobatan yang mereka terima. Secara umum
apabila pasien lebih banyak tahu, kekhawatiran akan terjadinya pengobatan yang
tidak benar dapat dikurangi dan kesalahan dalam pengobatan dapat dicegah. Maka
dari itu, perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan pasien untuk semakin tahu
dan memahami tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban pasien dalam aspek
pelayanan resep.
Lewat penelitian ini diharapkan bahwa masyarakat yang menjadi
konsumen, dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan kesehatan terkait
kelengkapan dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep. Pasien sebagai
konsumen, memiliki hak yang dilindungi Undang-Undang, sehingga bukan
jamannya lagi untuk bersikap pasif, termasuk dalam kegiatan pelaporan kesalahan
medikasi sebagai bagian dari national monitoring program. Pengalaman dari
pasien dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan patient safety dan
pengembangan pelayanan edukasi yang bernilai sebagai pencegahan errors di
masa mendatang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
No
1. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep
Tabel XIII. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep
(%) (%) (%) Pernyataan (SS+S) N (TS+STS) Kecenderungan
1 Resep harus memuat identitas dokter 90 5 5 Setuju 2 Resep tidak perlu mencantumkan
tanggal penulisan
5
0
95
Tidak Setuju 3 Resep harus memuat identitas pasien 85 9 6 Setuju 4 Resep tidak perlu mencantumkan
jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja
14
6
80
Tidak Setuju
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
95
3
2
Setuju
6 Resep harus mencantumkan nama pasien
94
1
5
Setuju
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
49
30
21
Setuju
8 Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien
33
21
46
Tidak Setuju
9 antumkan tanda 80
9
11
Setuju
Resep harus menctangan dokter
Gambar 32 . Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep
85
49
80
80
46
95
90
0 10 20 30 40 50
70
90
94
95
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SS+S
(P)
% N TS+STS
Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS =Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju P = Pernyataan seperti pada Tabel XIII
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Responden memiliki persepsi yang baik mengenai pentingnya semua
aspek kel ila lebih
dicermati akan nampak bahwa responden belum sepenuhnya memahami
pentingnya aspek berat badan, umur dan alamat pasien untuk dicantumkan dalam
r se dakse juan ya cukup b
yang ditunjukkan oleh responden, ketika menjawab pernyataan mengenai
keharusan aspek berat badan dan umur pasien dicantumkan dalam resep.
Persentase responden yang m ju apabila resep tidak menca
a jumlah ng cu p besar 3%). Hasil t
d menganggap b a data ngenai berat badan,
u ercant pada am me ataupu
r hingga tidak perlu ditul n kem li dalam sep. Melih a
ini, diharapkan para tenaga kesehatan dapat termotivasi untuk mengadakan
Komu i form i-Edukasi yan em dayakan masyarakat, terkait apa saja
aspek kelengkapan resep dan arti pentingnya bagi keberhasilan terapi dan
pencapaian patient safety. Diharapkan masyarak t tidak hanya sebatas tahui
dan m hami saja, namun juga dapat bersikap tegas dalam berkomunikasi
dengan pihak penyedia layanan kesehatan ketika terjadi sesuatu yang tidak benar
ataupu rb i norm
resep.
2. pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
engkapan resep untuk dicantumkan dalam resep, namun b
esep. Hal ini terlihat dari persenta keti tu ng esa ) r (21%
enyatakan setu
lamat p
ntumkan
asien pun, berada pada
imungkinkan karena r
ya ku (3 tersebu
esponden
mur, dan ala
ahw me
mat pasien telah t
umah sakit, se
um rek dis n data base
iska ba re at realit
nikas -In as g m ber
a menge
ema
n be eda dar a dan aturan yang ada, terkait dengan kelengkapan
Persepsi (legibility)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Tabel Xresep
No (%) (%) (%)
gan
IV. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam
Pernyataan (SS+S) N (TS+STS) Kecenderun
1 dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan Tulisan dalam resep harus ditulis
dalam pelayanan resep di apotek
86
8
6
Setuju 2 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak
jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
26
18
56
Tidak Setuju
3 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
75
16
9
Setuju
4
tidak mudah ditiru u
Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar
34
21
45
Tidak Setuj
5 dapat membaca tulisan dokter walaupun Apoteker di apotek rumah sakit harus
secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
88
4
8
Setuju
6
rumah sakit maka pasien harus kembali
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh Apoteker di apotek
ke dokter
47
6
47
-
Gambar 33 . Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan
dalam resep
(P)
86
88
47
45
47
0
20 30 40 50 60 70
90
%
75
56
10
80
100
1 2 3 4 5 6
SS+S N TS+ST
Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
P = Pernyataan seperti pada Tabel XIV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Berdasarkan hasil penelitian, sejumlah 62% responden menyatakan
bahwa resep terima tidak n ti te e
di ni adalah kenyataan bahwa m
ya ti dengan ar res yang m eka peroleh
dokter, bahkan terkadang resep tidak di at. Pa al akan ngat me
waktu pasien di apotek, apabila sebelu enin lkan ru praktek d
pa astika bahwa resep yang diterima
te Undang-Undang Republik Indonesia No. 8
Ta n Konsu n, Bab I, Pasal 5, yang menya
ba men adalah: membaca atau mengikuti petun k
in an prosedur pemakaian atau anfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
c derungan perilaku responden yang tidak mencermati resep yang
diterim , ditemukan pada responden yang tingkat pendidikannya rendah
(SD<SLTP). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Holt and H
bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan
kesadaran responden dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan.
bel XIV. dan gambar 33. memperlihatkan bahwa sebagian besar
responden (86%) menginginkan apabila resep ditulis dengan jelas. Responden
(75%) menganggap bahwa tulisan dalam resep tetap harus jelas dan terbaca
b di
hak ia
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab III, Pasal 4,
yang mereka jelas da dak rbaca. Hal m narik yang
temukan dalam penelitian i
ng tidak pernah mencerma
asih banyak pasien
ben ep er dari
lih dah as nghem t a
m m gga ang okter,
sien mencermati resep untuk mem n jelas dan
rbaca. Hal ini juga diatur dalam
hun 1999 Tentang Perlindunga me II takan
hwa salah satu kewajiban konsu
formasi d
ju
pem
Ke en
anya
all (1990)
Ta
ahkan oleh pasien, sekalipun pasien tidak memahami artinya. Hal ini menja
pasien sebagai konsumen, dimana Undang-Undang Republik Indones
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
menyata
). Di sisi lain, terdapat 26% responden menyatakan
setuju, d
litian juga
menunju
kan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang apoteker adalah
harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan
tersebut sangat sulit dibaca. Sebagian besar responden (88%) cenderung setuju
dengan pernyataan tersebut, dikarenakan adanya opini bahwa dalam
pendidikannya baik apoteker maupun asisten apoteker pasti telah lulus dalam
kelas membaca resep, maka sudah sewajarnya jika mereka mampu mengatasi
dengan baik segala macam ketidakjelasan tulisan dalam resep.
Menanggapi masalah adanya ketidakjelasan tulisan dalam resep,
responden menolak alasan bahwa resep ditulis tidak jelas agar tidak sembarangan
orang bisa membacanya (56%
an 18% lainnya menjawab netral menanggapi ketidakjelasan resep untuk
kerahasiaan informasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya anggapan responden
bahwa tulisan dokter dalam resep memang sengaja dibuat tidak jelas demi
kebaikan pasien itu sendiri, yaitu untuk menjamin kerahasiaan resep agar resep
tidak disalahgunakan ataupun ditiru dan dipalsukan. Hasil pene
kkan bahwa masih cukup banyak responden (34%) yang menganggap
bahwa tulisan yang tidak jelas merupakan bagian yang melekat sebagai ciri khas
seorang dokter
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui terdapat persentase yang sama
antara responden yang menjawab setuju ataupun tidak setuju terhadap pernyataan
nomor enam. Kecenderungan responden menjawab setuju dikarenakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
responden merasa tidak keberatan jika harus kembali ke dokter untuk meminta
penjelasan atas tulisan dalam resep yang tidak jelas, bahkan responden tidak segan
meminta
alik dari apotek ke
ruang p
dapat dilayani di apotek karena tidak lengkap atau tidak terbaca
(%)
dokter untuk menuliskan kembali resep tersebut. Responden
menganggap pihak apotek terlalu sibuk karena masih harus melayani pasien lain
yang menunggu pelayanan obat, dan menurut responden hal ini merupakan
tanggung jawab pasien atas diri mereka sendiri untuk segera memperoleh
kesembuhan. Responden yang cenderung menjawab tidak setuju berpendapat
bahwa konfirmasi resep sepenuhnya adalah tanggung jawab apoteker. Responden
merasa keberatan apabila sebagai pasien, mereka harus bolak-b
raktek dokter dan kembali lagi ke apotek, terlebih dalam kondisi yang
tidak sehat.
Apabila resep tidak dapat dilayani di apotek rumah sakit, maka hal yang
akan dilakukan oleh responden, ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel XV. Tindakan responden pasien apabila resep yang diperoleh tidak
No Tindakan Persentase
1 Kembali ke dokter untuk memperoleh kejelasan resep 56
2 Meminta apoteker menghubungi dokter untuk konfirmasi resep demi kualitas pelayanan yang baik
31
3 Meminta dokter menulis ulang resep 9
4 Lapor pihak rumah sakit supaya pihak rumah sakit dapat melayani dengan baik
3
5 Pindah ke apotek lain 1
Total 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
F. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini memperlihatkan bahwa responden dokter, apoteker, dan
asisten apoteker memiliki pola kecenderungan jawaban yang sama tentang
persepsi mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam
resep sekalipun dengan persentase yang berbeda.
Pada aspek kelengkapan resep, responden menyatakan bahwa semua
aspek kelengkapan resep penting untuk tetap dimuat/dicantumkan dalam resep,
namun terlihat persentase yang cukup rendah (48%) dari responden dokter yang
menyatakan setuju apabila resep memuat berat badan dan umur pasien. Hal ini
dikarenakan responden menganggap aspek berat badan hanya dikhususkan untuk
pasien bayi/anak-anak sedangkan aspek umur wajib dituliskan untuk semua
kategori
hampir seluruh
, walaupun masih terdapa onden yang menganggap bahwa tulisan
ak tahankan.
ono, 1983), persepsi cenderung
rk n itu, b sanya
an itu, perlu pembentukan suatu joint guidelines m genai
sep gkapan dan kemudahan pembacaan tulisan) sesuai dengan uran
perUndang-Undangan yang berlaku, yang disepakati oleh tenaga kesehatan
terkait. Hal ini diharapkan dapat memperbaiki ataupun mengubah persepsi yang
kurang tepat atau salah, sehingga tidak mengancam keselamatan pasien.
pasien.
Mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep,
responden berkecenderungan setuju apabila resep ditulis dan dapat dibaca dengan
jelas t 21% resp
tid jelas merupakan ciri khas dokter yang harus diper
Menurut Berlyne (dalam Sarw
be embang ke arah tertentu dan sekali terbentuk kecenderunga ia
ak menetap. Maka dari en
re (kelen perat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Sehub terkait ketidakjelasan
pembaca
asing sebagai sejawat petugas
kesehata
enjalankan aturan-aturan terkait kelengkapan dan kemudahan
pembaca
apat dilakukan
peningk
ungan dengan komunikasi antar profesi
an resep, seluruh responden dokter dan apoteker menyatakan
kecenderungan setuju. Hal ini memperlihatkan bahwa hubungan antar profesi
telah terjalin dengan baik atas dasar saling mempercayai, menghargai dan
menghormati tugas dan tanggung jawab masing-m
n.
Dari keseluruhan jawaban responden, terlihat bahwa responden apoteker
memiliki jawaban paling konsisten dan mutlak untuk menyatakan kecenderungan
setuju atau tidak setuju, dengan persentase yang tidak kurang dari 90% untuk
pernyataan favourabel dan tidak lebih dari dari 10% untuk pernyataan
unfavourabel. Hal ini dimungkinkan karena responden apoteker telah benar-benar
memahami dan m
an tulisan dalam resep sesuai peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Diharapkan jawaban dari responden sungguh merupakan jawaban yang
sebenarnya sesuai persepsi pribadi, bukan sekedar ketakutan untuk disalahkan
oleh tenaga kesehatan yang lain (blaming culture), sehingga d
atan sistem keselamatan pasien di rumah sakit pada khususnya dengan
lebih baik.
Rangkuman kecenderungan setuju responden dokter, apoteker, dan
asisten apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan
dalam resep, dapat dilihat pada gambar no. 34 dan 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
99
0
100
0
96
6
48
4
78
100
0
95
0
100
0
90
0
100 98
0
98
0
98
4
82
2
85
020
40
60
80
100
%
dokter apoteker asisten apoteker
1.Resep harus memuat identitas dokter
2.Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3.Resep harus memuat identitas pasien
4.Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5.Resep harus mencantumkan aturan pakai
6.Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh:10 mg,
20 mg, dll) 7.Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8.Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
9.Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
Gambar 34. Rangkuman Kecenderungan Setuju Responden Mengenai Kelengkapan Resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Gambar 35. Rangkuman Kecenderungan Setuju Responden Mengenai Kemudahan Pembacaan Tulisan dalam Resep
93
0
95
1
100
11
100
0
100
5
100
10
96
0
96
9
94
13
0
20
40
60
80
100
%
dokter apoteker asisten apoteker
5.Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka Apoteker harus menghubungi dokter6.Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas, maka Apoteker harus meminta
4.Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter 3.Tulisan dalam resep harus dibaca dengan jelas
1.Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas2.Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
rpasien kembali ke dokte
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan
resep (legibility) yang ditulisnya, menurut PerMenKes RI No.
26/Menkes/Per/I/1981, Bab III, Pasal 10, ayat 1:
a. responden berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep harus dicantumkan dalam resep.
b. responden berkenderungan setuju bahwa resep harus ditulis dengan jelas
(93%), dan dapat dibaca dengan jelas (95%). Apabila resep tidak dapat
dibaca dengan jelas, maka apoteker harus menghubungi dokter (100%),
dan bukan meminta pasien kembali ke dokter (80%).
2. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan
resep (legibility) yang dilayaninya, menurut PerMenKes RI No.
26/Menkes/Per/I/1981, Bab III, Pasal 10, ayat 1:
a. responden berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep harus dicantumkan dalam resep.
b. seluruh responden berkenderungan setuju bahwa resep harus ditulis
dengan jelas, dan dapat dibaca dengan jelas. Apabila resep tidak dapat
dibaca dengan jelas, maka apoteker harus menghubungi dokter (100%)
dan bukan meminta pasien kembali ke dokter (85%).
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
3. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan
pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya, menurut PerMenKes RI No.
26/Menkes/Per/I/1981, Bab III, Pasal 10, ayat 1:
a. responden berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep harus dicantumkan dalam resep.
b. responden berkenderungan setuju bahwa resep harus ditulis dengan jelas
dan dapat dibaca dengan jelas (96%). Apabila resep tidak dapat dibaca
dengan jelas, maka apoteker harus menghubungi dokter (94%) dan bukan
meminta pasien (71%).
4. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan
resep (legibility) yang diterimanya, menurut PerMenKes RI No.
26/Menkes/Per/I/1981, Bab III, Pasal 10, ayat 1:
a. responden berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep harus dicantumkan dalam resep.
b. responden berkenderungan setuju bahwa resep harus ditulis dengan jelas
(86%) dan dapat dibaca dengan jelas (75%) oleh apoteker di apotek
rumah sakit, walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
(88%). Apabila resep tidak dapat terbaca jelas oleh apoteker, pasien harus
kembali ke dokter ( 47% Setuju, 47% Tidak Setuju).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan tingkat populasi yang lebih luas
yaitu se-Indonesia, sebagai dasar pengembangan model resep baik manual
maupun komputerisasi (Electronic Prescriptions/Computerized Physician
Order Entry), mengacu pada peraturan perUndang-Undangan yang berlaku di
Indonesia.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan antara
karakteristik demografi dengan persepsi responden, faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidaklengkapan dan ketidakjelasan resep, keefektifan
komunikasi antara apoteker dengan dokter terkait klarifikasi resep, serta
variasi penulisan resep yang berpotensi menimbulkan medication error.
3. Perlu dibentuk suatu joint guidelines antara prescribers dan pharmacists
mengenai aturan baku format resep, aturan penulisan resep, dan komunikasi
antar profesi.
4. Bagi pengelola rumah sakit, perlu pembentukan suatu kebijakan atau prosedur
yang mengakomodasi pencegahan medication error terkait kelengkapan resep
dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep, sesuai dengan perkembangan
IPTek dan berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
5. Perlu diadakan sosialisasi Standard Operating Procedures Farmasis di
Farmasi Rumah Sakit
6. Perlu dilakukan peningkatan sistem keselamatan pasien di rumah sakit dengan
penerapan ”no blaming culture”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
7. Bagi apoteker yang menjadi dosen pengampu mata kuliah Ilmu Farmasi
Kedokteran maupun Ilmu Farmasi Kedokteran Gigi, hendaknya memberikan
materi terkait resep, khususnya mengenai kelengkapan dan kemudahan
pembacaan tulisan, dengan berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan
yang berlaku (PerMenKes RI No.26/Menkes/Per/I/1981, KepMenKes RI No.
280/MenKes/SK/V/1981, PerMenKes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993, dan
KepMenKes R.I. No. 1027/Menkes/SK/IX/2004).
8. Perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan konsumen (pasien) untuk
semakin tahu dan memahami tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban
konsumen (pasien) dalam aspek pelayanan resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79, Granit, Jakarta Ahmadi, A., dan Sholeh, M., 2005, Psikologi Perkembangan, Cetakan II, PT
Rineka Cipta, Jakarta Anonim, 1981a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
26/MENKES/PER/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
280/MENKES/SK/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Kesehatan No.23, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tentang Perlindungan
Konsumen, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004b, Undang-Undang No.29 Tentang Praktik Kedokteran, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004c, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004d, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, 13, 77-142, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Anonim, 2005a, Recommendations to Enhance Accuracy of Prescription Writing, http://www.nccmerp.org/council/council1996-09-04.html, diakses pada 8 Februari 2007
Anonim, 2005b, Nurse and Pharmacist Prescribing Powers Extended, Departement of Health , USA
Anonim, 2006a, Medication Errors, http://www.fda.gov/cder/drug/MedErrors /default.htm diakses pada 8 Februari 2007
Anonim, 2006b, Psychiatry: Why is a doctor's handwriting illegible, http://www.parkhurstexchange.com/qa/A.php?q=/qa/Psychiatry/2006-11-33.qa, diakses pada 15 Januari 2007
Applebaum, R.L., Jenson, D.O., Caroll, R., 1985, Speech Communication, Macmillan, New York
ASHP, 1993, ASHP Guidelines on Preventing Medication Error in Hospitals, 129-136, American Society of Hospital Pharmacists Inc., USA
Azwar, S., 1988, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, S., 1997, Reliabilitas dan Validitas, Edisi III, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Berwick, 1996, Doctors’ Handwriting...The Plain Truth, British Medical Journal,
http://www. medicinenet. Com/script/main/art.asp? articlekey=590rtnership with Microsoft’s Tablet PC launch.iSOFT
Simon & Schuster Company, United States of America Christiana, D., 2005, Persepsi Asisten Apoteker terhadap Apoteker Pengelola
Apotek dalam Menjalankan Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta Periode Desember 2004-Februari 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
/issues/03/09/careers/324.php. Diakses pada 15 Januari 2007
Hurlock, E.B., 1999, Psikologi Perkembangan, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta
Joenoes, N.Z., 2001, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Edisi 2, Airlangga University Press, Surabaya
Kartono, K., 1977, Psychologi Wanita, Penerbit Alumni, Bandung
Lestari, C.S., 2000, Seni Menulis Resep: Teori & Praktek, 2-3, 6-8, Pertja, Jakarta Lyons, R., Payne, C., Mc Cabe, and M., Fielder, C., 1998, Legibility of
Mönks, F.J., Knoers, and A.M.P., Haditono, S.R., 1994, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai bagiannya, Cetakan IX, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Nawawi, H., 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cetakan ke-11, 144, 149-
151, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Notoadmodjo, S., 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan, 93-107, Andi Offset, Yogyakarta. Pramudiarja, AN.U., 2006, Potensi Medication Error dalam Resep Pediatri di 10
Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari – Maret 2006 dan Persepsi Pembaca Resep yang Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Keterbacaan Resep), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Pratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Cetakan 5, 89-107, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta
Pritzker, F., 2006, Reducing Medication Errors: Information for Healthcare Professionals, http://www.rxforsafety.com/physician/index.html, diakses pada 8 Februari 2007
Rahmawati, F., dan Oetari R. A., 2002, Kajian Penulisan Resep: Tinjauan ASPEC Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kotamadya Yogyakarta, Majalah Farmasi Indonesia, 13 (2), 86-94
Rantucci, M. J., 1999, Pharmacist Talking With Patients a Guide to Patient Counseling, 30, Williams & Wilkins, Baltimore
Rees, J.A., 2004, The Prescription, in Winfield, A.J., Richards, R.M.E.,
Pharmaceutical Practice, Third Edition, 164-165, 169, 171, Churchill Livingstone, London
Rika, C., 2006, Perkembangan Terkini Patient Safety di Dunia dan
Implementasinya bagi Indonesia, PMPK FK-UGM, http://www.mail-archive.com/desentralisasi kesehatan @yahoogroups.com/msg00340.html. Diakses pada 15 Januari 2007
Sarwanto dan Kuntara, 2003, Penentuan Besar Sampel, Medika, 12, 795-800 Sarwono, S., 2004, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya,
Cetakan Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sarwono, S.W., 1983, Teori-teori Psikologi Sosial, 85-87, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sasanti, A.R., 2003, Persepsi Pria Terhadap Penampilan Wanita, Skripsi, Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Scott, S.A., 2000, The Prescription, in Remington: The Science and Practice of
Pharmacy, 20th ed, 1691,1693, Williams & Wilkins, USA Simbolon, R.T., 2005, Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi
Menyebabkan Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Siregar, Charles J.P., 2003, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan/Charles
J.P.Siregar, Lia Amalia, 1-4, 7, 147, 172, 175, 190-195, EGC , Jakarta Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kelima, 57-61, Penerbit
Alfabeta, Bandung Sungguh, As’ad., 2000, Dua Puluh Lima Etika Profesi, Edisi I, Cetakan I, 110,
126, Sinar Grafika, Jakarta. Umar, H., 2003, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Cetakan I, 74, Penerbit
Ghalia Indonesia, Jakarta Walgito,B., 1991, Psikologi Sosial (suatu pengantar), Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta Wardhani, D.W., 2004, Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Remaja Putri
Terhadap Peran Ayah dalam Keluarga, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Widayati, A., Hartayu, T.S., 2006, Kajian Kelengkapan Resep dan Kombinasi
Obat Untuk Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 10 Apotek Kota Yogyakarta Dan 2 Rumah Sakit Di Yogyakarta, Laporan Penelitian, LPPM USD – Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Woolever, D.R., 2002, The Impact of a Patient Safety Program on Medical error,
University of North Carolina, http://www.ahrq.gov/downloads/pub/advances/vol1/Woolever.pdf. Diakses pada 15 Januari 2007
Zunilda, S.B., 1998, Pedoman Penulisan Resep/WHO, terjemahan dari “Guide to
Good Prescribing” WHO 1994 untuk program obat essensial, 67, ITB, Bandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA Propinsi D.I.Y
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Rumah Sakit P.K.U Muhammadiyah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari Rumah Sakit Bethesda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian dari Rumah Sakit Dr.Soetarto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 7. Kuesioner Penelitian Kepada Responden Dokter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Kepada Yth.
Responden (Dokter) di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI
RUMAH SAKIT WILAYAH KOTA YOGYAKARTA“ maka Saya mohon bantuan
Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam pengisian kuisioner. Bersama ini
Saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data penelitian
ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian dan akan
dirahasiakan.
Demikian permohonan Saya, besar harapan Saya Bapak/ Ibu mendukung penelitian
Saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Maret 2007
Peneliti,
Katarina Ratih Triuntari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Kuisioner Persepsi Dokter Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
Identitas Dokter:
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Spesialisasi : Umum / Spesialis.................... 5 Tahun lulus Fakultas Kedokteran : 6 Lamanya praktek (tahun) : 7 Praktek di berapa tempat : 8 Rata – rata pasien /hari /tempat
praktek :
Berikan opini Anda dengan memilih (memberi tanda “√ ”) sesuai dengan tingkat kesetujuan Anda berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang disediakan
No Pernyataan SS
(Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 1 Resep harus memuat identitas
dokter
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3 Resep harus memuat identitas pasien
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
...lanjutan
No Pernyataan SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 11 Tulisan dalam resep harus
ditulis tidak jelas
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
Mohon mengisi jawaban di bawah ini, untuk menyampaikan komentar/pendapat tentang: 1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang dokter anggap tidak penting? Mengapa?
2. Apa pendapat dokter mengenai adanya tulisan dalam resep yang tidak jelas atau
tidak terbaca ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
... lanjutan 3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep? 4. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidakjelasan penulisan resep?
Terima kasih atas kerja sama baik Anda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Lampiran 8. Frekuensi Jawaban Kuesioner oleh Responden Dokter
No SS S N TS STS K 1. 75% 24% 1% 0% 0% S
2. 0% 0% 0% 42% 58% TS
3. 72% 28% 0% 0% 0% S
4. 0% 0% 1% 31 68% TS
5. 63% 33% 0% 1% 3% S
6. 1% 5% 11% 46% 37% TS
7. 10% 38% 37% 11% 4% S
8. 0% 4% 18% 51% 27% TS
9. 35% 43% 11% 8% 3% S
10. 41% 52% 7% 0% 0% S
11. 0% 0% 7% 52% 41% TS
12. 37% 58% 4% 1% 0% S
13. 1% 0% 4% 51% 44% TS
14. 69% 31% 0% 0% 0% S
15. 0% 11% 9% 52% 28% TS
Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju K = Kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Lampiran 9. Kuesioner Penelitian Kepada Responden Apoteker
Kepada Yth. Responden Apoteker di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI
RUMAH SAKIT WILAYAH KOTA YOGYAKARTA“ maka Saya mohon bantuan
Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam pengisian kuisioner. Bersama ini
Saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data penelitian
ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian dan akan
dirahasiakan.
Demikian permohonan Saya, besar harapan Saya Bapak / Ibu mendukung penelitian
Saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Maret 2007
Peneliti,
Katarina Ratih Triuntari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Kuisioner Persepsi Apoteker Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
Identitas apoteker: No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Tahun lulus Apoteker : 5 Pendidikan terakhir : 6 Lamanya menjadi Apoteker di RS : 7 Rata – rata lembar resep / hari : Berikan opini Anda dengan memilih (memberi tanda “√ ”) sesuai dengan tingkat kesetujuan Anda berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang disediakan
No Pernyataan SS
(Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 1 Resep harus memuat identitas
dokter
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3 Resep harus memuat identitas pasien
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
... lanjutan
No Pernyataan SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 9
Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
Mohon mengisi jawaban di bawah ini, untuk menyampaikan komentar/pendapat tentang: 1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang Bapak / Ibu Apoteker anggap tidak penting? Mengapa?
2. Jika terdapat resep yang tidak lengkap, tindakan apakah yang Bapak / Ibu
Apoteker lakukan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
... lanjutan 3. Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa persenkah resep yang tulisannya tidak jelas /
tidak terbaca ? 4. Jika terdapat resep yang tulisannya tidak jelas / tidak terbaca, tindakan apa yang
Bapak/Ibu Apoteker lakukan? 5. Apakah tiap dokter memiliki kode penulisan resep yang khas di luar aturan baku
yang ada, yang sebelumnya telah didiskusikan bersama Bapak/Ibu Apoteker? Jika ada, berikan contoh:
Terima kasih atas kerja sama baik Anda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Lampiran 10. Frekuensi Jawaban Kuesioner oleh Responden Apoteker
No SS S N TS STS K 1. 85% 15% 0% 0% 0% S
2. 0% 0% 0% 40% 60% TS
3. 85% 10% 0% 0% 5% S
4. 0% 0% 0% 20% 80% TS
5. 85% 15% 0% 0% 0% S
6. 0% 0% 5% 50% 45% TS
7. 45 % 45% 5% 5 % 0% S
8. 0% 0% 0% 45% 55% TS
9. 60% 40% 0% 0% 0% S
10. 90% 10% 0% 0% 0% S
11. 0% 0% 0% 25% 75% TS
12. 80% 20% 0% 0% 0% S
13. 5% 0% 0% 45% 50% TS
14. 55% 45 % 0% 0% 0% S
15. 0% 10% 5% 55% 30% TS
Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju K = Kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Lampiran 11. Kuesioner Penelitian Kepada Responden Asisten Apoteker
Kepada Yth. Responden Asisten Apoteker di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI
RUMAH SAKIT WILAYAH KOTA YOGYAKARTA“ maka Saya mohon bantuan
Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam pengisian kuisioner. Bersama ini
Saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data penelitian
ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata-mata demi kepentingan penelitian dan akan
dirahasiakan.
Demikian permohonan Saya, besar harapan Saya Bapak/Ibu mendukung penelitian
Saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Maret 2007
Peneliti,
Katarina Ratih Triuntari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Kuisioner Persepsi Asisten Apoteker Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Tahun lulus pendidikan (SMF) : 5 Pendidikan terakhir : 6 Lamanya menjadi AA di RS : 7 Rata – rata lembar resep / hari
:
Berikan opini anda dengan memilih (memberi tanda “√ ”) sesuai dengan tingkat kesetujuan anda berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang disediakan
No Pernyataan SS
(Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 1 Resep harus memuat identitas
dokter
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3 Resep harus memuat identitas pasien
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10mg, 20mg, dll)
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
... lanjutan
No Pernyataan SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 11 Tulisan dalam resep harus
ditulis tidak jelas
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
Mohon mengisi jawaban di bawah ini, untuk menyampaikan komentar atau pendapat tentang:
1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai atau cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang Bapak/Ibu Asisten Apoteker anggap tidak penting? Mengapa?
2. Jika terdapat resep yang tidak lengkap, tindakan apakah yang Bapak/Ibu Asisten Apoteker lakukan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
... lanjutan
3. Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa persenkah resep yang tulisannya tidak jelas/tidak terbaca ?
4. Jika terdapat resep yang tulisannya tidak jelas/tidak terbaca, tindakan apa yang Bapak/Ibu Asisten Apoteker lakukan?
5. Apakah tiap dokter memiliki kode penulisan resep yang khas di luar aturan baku yang ada, yang sebelumnya telah didiskusikan bersama Bapak/Ibu Asisten Apoteker?
Jika ada, berikan contoh:
Terima kasih atas kerja sama baik Anda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Lampiran 12. Frekuensi Jawaban Kuesioner oleh Responden Asisten Apoteker
No SS S N TS STS K 1. 91% 7% 2% 0% 0% S
2. 0% 0% 2% 33% 65% TS
3. 87% 11% 0% 2% 0% S
4. 0% 0% 2% 13% 85% TS
5. 89% 9% 0% 2% 0% S
6. 4% 0% 11% 25% 60% TS
7. 44% 38% 16% 0% 2% S
8. 2% 0% 0% 36% 62% TS
9. 56% 29% 13% 2% 0% S
10. 65% 31% 4% 0% 0% S
11. 0% 0% 4% 29% 67% TS
12. 67% 29% 4% 0% 0% S
13. 2% 7% 16% 24% 51% TS
14. 69% 25% 4% 2% 0% S
15. 4% 9% 16% 27% 44% TS
Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju K = Kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Lampiran 13. Kuesioner Penelitian Kepada Responden Pasien
Kepada Yth. Responden / pasien di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI
RUMAH SAKIT WILAYAH KOTA YOGYAKARTA“ maka Saya mohon bantuan
Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam pengisian kuisioner. Bersama ini
Saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data penelitian
ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian dan akan
dirahasiakan.
Demikian permohonan Saya, besar harapan Saya Bapak / Ibu mendukung penelitian
Saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Maret 2007
Peneliti,
Katarina Ratih Triuntari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Kuisioner Persepsi Pasien Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
Identitas pasien:
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Pendidikan terakhir :
Berikan opini anda dengan memilih (memberi tanda “√ ”) sesuai dengan tingkat kesetujuan anda berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang disediakan
No Pernyataan SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju)
1 Tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca
2 Resep harus memuat identitas dokter
3 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
4 Resep harus memuat identitas pasien
5 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja
6 Resep harus mencantumkan aturan pakai obat
7 Resep harus mencantumkan nama pasien
8 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
9 Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien
10 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
... lanjutan
No Pernyataan SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak
Setuju) 11 Tulisan dalam resep harus
ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
12 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
13 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
14 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
15 Apoteker di apotek rumah sakit harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
16 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di apotek rumah sakit maka pasien harus kembali ke dokter
Mohon diisi dengan jawaban yang singkat dan jelas Jika resep yang Anda peroleh tidak dapat dilayani apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan dokter tidak terbaca / tidak jelas, tindakan apa yang Anda lakukan ?
Terima kasih atas kerja sama baik Anda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Lampiran 14. Frekuensi Jawaban Kuesioner oleh Responden Pasien
No SS S N TS STS K 1. 21 % 41% 17% 20% 1% S
2. 46% 44% 5% 5% 0% S
3. 1% 4% 0% 64% 31% TS
4. 31% 54% 9% 6% 0% S
5. 3% 11% 6% 54% 26% TS
6. 63% 32% 3% 2% 0% S
7. 44% 50% 1% 5% 0% S
8. 11 % 38% 30% 20% 1% S
9. 3,% 30% 21% 42% 4% TS
10. 37% 43% 9% 10% 1% S
11. 52% 34% 8% 6% 0% S
12. 8% 18% 18% 45% 11% TS
13. 35% 40% 16% 9% 0% S
14. 6% 28% 21% 36% 9% TS
15. 59% 29% 4% 6% 2% S
16. 20% 27% 6% 32% 15% -
Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju K = Kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
BIOGRAFI PENULIS
Katarina Ratih Triuntari lahir di Toboali, Provinsi
Bangka-Belitung pada tanggal 13 September 1985.
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Laurentius Sumardjo dan Agatha Indarwati.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Regina
Pacis Tanjung Pandan, Belitung (1989-1991), SD Regina
Pacis Tanjung Pandan, Belitung (1991-1993), SD Santa