Top Banner
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7% penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.Salah satu PTM di Indonesia yang
42

PILOT DM

Dec 20, 2015

Download

Documents

diabetes melitus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PILOT DM

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan

dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan

beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam

pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Proporsi angka kematian akibat PTM

meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada

tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke

(15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. PTM

dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas

fisik, dan gaya hidup  tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7% penduduk usia 15

tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta 48,2%

kurang aktivitas fisik. peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan

produktivitas bangsa. Pengobatan PTM  seringkali memakan waktu lama dan

memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau

katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah

satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.Salah satu

PTM di Indonesia yang prevalensinya semakin meningkat setiap tahunnya adalah

diabetes mellitus (depkes,2012).

Meneurut depkes, diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormone insulin atau karena penggunaan

yang tidak efektif dari produksi insulin. Indonesia menduduki peringkat ke empat Negara

penderita DM terbanyak.pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia

mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada

kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%.

Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Untuk mengatasi hal

tersebut dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575 tahun 2005, telah

dibentuk Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang mempunyai tugas pokok

Page 2: PILOT DM

memandirikan masyarakat untuk hidup sehat melalui pengendalian faktor risiko penyakit

tidak menular, khususnya penyakit DM yang mempunyai faktor risiko bersama.

Dengan latar belakang fenomena tersebut penulis ingin mengimplementasikan rencana

kegiatan apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu program pengendalian DM di

Indonesia, agar angka morbiditas dan mortalitas akibat DM dapat menurun.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Membina masyarakat dalam mendeteksi dini faktor resiko DM

b. Tujuan Khusus

1. Membentuk Posbindu PTM

2. Melakukan penyuluhan dan konseling pada masyarakat untuk mencegah faktor

resiko DM

1.3 Manfaat

a. Untuk Mahasiswa

Untuk mengaplikasikan kompetensi keilmuan analisis manajemen layanan kesehatan.

b. Untuk Masyarakat

1. Menciptakan derajat kesehatan masyarakat

2. Membantu masyarakat untuk melakukan deteksi dini DM

c. Untuk Pemerintah

Membantu pemerintah untuk melakukan deteksi, pencatatan, dan pelaporan kasus

diabetes mellitus.

Page 3: PILOT DM

BAB 2. PENGKAJIAN

2.1 Gambaran umum dan perilaku penduduk

1. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Jember pada tahun 2011 adalah 2.329.929 jiwa dengan kepadatan rata-rata

707,47 jiwa/km2. Mayoritas penduduk Kabupaten Jember terdiri atas Suku Jawa dan Suku

Madura, dan sebagian besar beragama Islam. Selain itu terdapat warga Tionghoa dan Suku

Osing. Rata-rata penduduk Jember adalah masyarakat pendatang, Suku Madura dominan di

Jember bertempat tinggal di daerah utara dan Suku Jawa bertemapat tinggal di daerah selatan dan

pesisir pantai. Bahasa Jawa dan Madura digunakan di banyak temapt, sehingga umum bagi

masyarakat di Jember menguasai dua bahasa daerah tersebut dan juga saling pengaruh tersebut

memunculkan beberapa ungkapan khas jember. Percampuran kedua kebudayaan Jawa dan

Madura di Kabupaten Jember melahirkan satu kebudayaan baru yang bernama Pendalungan.

Masyarakat Pendalungan di Jember mempunyai karakteristik yang unik sebagai hasil dari

penetrasi kedua budaya tersebut. Kesenian Can Macanan Kaduk merupakan suatu hasil budaya

masyarakat Pendalungan yang masih bertahan sampai sekarang di kabupaten Jember.

2. Keadaan Ekonomi

Tumbuh dan berkembangnya suatu kota akan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor internal

dan eksternal, yang salah satunya adalah faktor perekonomian. Kegiatan ekonomi ini secara

langsung maupun tidak langsung dapat memperlihatkan cepat dan lambatnya proses

perkembangan kota. Selain itu dapat juga memperlihatkan kecenderungan perkembangan

ekonomi kota. Bagi kota-kota kecamatan di Indonesia, kehidupan ekonomi kotanya masih lebih

banyak ditunjang oleh kegiatan pertanian. Kondisi ini juga terjadi pada kota Jember di mana

sektor pertanian baik pertanian tanaman pangan maupun holtikultura. Gambaran tersebut

memperlihatkan bahwa perekonomian kota Jember masih dipengaruhi oleh kegiatan pertanian.

Sebagian besar penduduk masih bekerja sebagai petani, perekonomian Jember masih banyak

ditunjang dari sektor pertanian. Di Jember banyak terdapat area perkebunan, sebagian besar

peninggalan Belanda.perkebunan yang ada di kelola oleh Perusahaan nasional PTP Nusantara,

Trutama Nusantara (TTN), Perusahaan daerah yaitu PDP (Perusahaan daerah Perkebunan).

Jember terkenal sebagai salah satu daerah penghasil tembakau utama di Indonesia. Tembakau

Jember adalah tembakau yang digunakan sebagai lapisan luar/kulit cerutu. Di pasaran dunia

tembakau Jember sangat dikenal di Brehmen, Jerman, dan Belanda.

Page 4: PILOT DM

3. Keadaan Pendidikan

Fasilitas pendidikan di kota jember meliputi TK, SD, SLTP, SLTA, dan PT/Akademi.

Fasilitas-fasilitas pendidikan ini telah tersebar secara merata di wilayah kota Jember. Dan jumlah

fasilitas ini semakin mengecil sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Kota Jember

memiliki perguruan tinggi negeri Universitas Jember, STAIN Jember, dan politeknik Negeri

Jember. Selain itu terdapat beberapa perguruan tinggi swasta yaitu, Universitas Muhammadiyah

Jember, Universitas islam Jember, Universitas Moch. Seroedji, STIE Kosgoro, IKIP PGRI

Jember, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mandala Jember, Sekolah Tinggi Assuniyah

alfalah (Staifas) Kencong dan masih banyak perguruan tinggi lainnya. PPKIA (Pusat Pendidikan

Komputer Indonesia Amerika) salah satu lembaga pendidikan luar sekolah, ada juga PIKMI

(Pusat Pendidikan Program Satu Tahun) yang berbasis komputer (MAGISTRA UTAMA).

4. Keadaan Kesehatan Lingkungan

Pengelolaan sumber air bersih di Kota Jember dilakukan oleh PDAM Kab. Jember dengan

jumlah pegawai 98 orang. Sumber yang digunakan adalah sungai, mata air, sumur dalam dan

sumber air permukaan dengan kapasitas 239 lt/dt dengan kondisi baik. Debit sumber air baku

mengalami penurunan karena penebangan pohon-pohon di daerah resapan air. Pemenuhan

kebutuhan air bersih kota Jember masih sangat kurang. Dari perhitungan kapasitas produksi,

dihasilkan angka 1.555.200 liter/hari. Sementara dari perhitungan asumsi kebutuhan air bersih

utnuk penduduk kota sedang, didapatkan asumsi kebutuhan total kota Jember sebesar 24.434.100

liter/hari. Sehingga masih terdapat selisih produksi yang harus diusahakan sebesar 22.878.900

liter/hari. Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian di olah di

TPA Kertosari dengan sistem controlled landfill. Sistem drainase di Kota Jember dikelola oleh

Sub. Dinas Cipta Karya kab. Jember. Dalam pembuangan air limbah rumah tangga sistem

saluran drainase di Kota Jember sudah memenuhi kebutuhan pelayanan kota. Keadaan sistem

drainase yang ada menunjukkan sistem saluran yang baik terutama dilingkungan permukiman.

Disepanjang jalan arteri sekunder dari saluran pembuangan air langsung ke sungai. Sistem

pembuangan yang ada terdiri atas saluran air terbuka dari batu kali, saluran air tertutup,

sungai/jaringan irigasi. Meskipun belum keseluruhan kawasan mempunyai sistem saluran yang

baik, namun kondisi pengaliran dari air saluran cukup baik sehingga tidak ada penyumbatan

ataupun hambatan yang berarti. Pengelolaan air limbah/air buangan di kota Jember dilakukan

secara on-site, yaitu secara individual pada masing-masing rumah tangga dan komunal dengan

Page 5: PILOT DM

memanfaatkan fasilitas umum seperti jamban umum, MCK, dengn tangki septik dan cubluk serta

saluran lainnya seprti sungai dan kolam. Perkiraan produksi limbah di kota Jember adalah 48.868

liter/org/hr. Jumlah truk tinja Kota Jember adalah 2 buah dengan keadaan yang baik.

5. Keadaan Perilaku Masyarakat

Hasil penelitian epidemiologis tahun 1993 di Jakarta (daerah urban) membuktikan adanya

peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993,

kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub urban di Selatan Jakarta menjadi 12,8%.

Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dai 1,5% pada tahun

1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005 menjadi 12,5%. Di daerah

rural di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan

prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan

bahwa haya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda

yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya

prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) yang sekarang dikategorikan sebagai

diabetes tipe pankreas di Jawa Timur sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah rural.

Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama

disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat

dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan

datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Peningkatan ini

disebabkan karena faktor keturunan, faktor kegemukan, perubahan gaya hidup, pola makan tidak

sehat, kurang berolahraga.

Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan

penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar

4,6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6% juta. Berdasarkan pola pertambahan

penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta

penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan

didapatkan 8,2 juta pasien diabetes. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang

hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional

untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis

sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian). Angka itu diambil

dari hasil penelitian di seluruh provinsi. Kalimantan Barat dan Maluku Utara menduduki

Page 6: PILOT DM

peringkat prevalensi diabetes tertinggi tingkat propinsi. Dengan hasil penelitian ini maka kita

sekarang untuk pertama kali punya angka prevalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan

menurut IDF pada tahun 2006 angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi

Indonesia berada di antaranya.

2.2 Situasi derajat kesehatan

1) Mortalitas

Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab

kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking

ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

2) Morbiditas

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di

Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Penelitian terakhir yang dilakukan

oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan

bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien

diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes

saat penelitian).

Rumah Menurut data dari Sakit Umum Daerah (RSUD) Soebandi kejadian DM tipe 2 di

kabupaten Jember cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 didapatkan 250

kasus DM tipe 2 meningkat menjadi 533 kasus pada tahun 2010.

3) Dampak kesehatan akibat penyakit

DM dapat mempengahrui perubahan fisik dan psikologis dari penderitanya. Jika angka kejadian

diabetes ini tidak dilakukan penanggulangan dan pencegahan maka dampaknya akan

menurunkan kualitas kesehatan dari kabupaten Jember yang berdampak pada penurunan kualitas

hidup.

2.3 Situasi upaya kesehatan1. Pelayanan kesehatan dasar

Page 7: PILOT DM

Pada tahun 2010 Kabupaten Jember memiliki 49 puskesmas, 17 Puskesmas

perawatan dan 32 jumlah puskesmasn non perawatan serta polindes sebanyak 112.

Tahun 2011, cakupan pasien rawat jalan di puskesmas sekitar 20,2 persen dari jumlah

penduduk, yakni 474.246 orang. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan tahun 2010, di

mana cakupan pasien rawat jalan mencapai 63,43 persen dari jumlah penduduk, yakni

1,519 juta orang. Tidak hanya itu pelayanan rawat inap di puskesmas juga mengalami

penurunan Tahun 2010, cakupan pelayanan rawat inap sekitar 4 persen dari jumlah

warga Jember atau sekitar 95.843 orang. Tahun 2011 terjadi penurunan tinggal 1,6

persen, atau sekitar 39.323 orang (beritajatim.com, 2012).

2. Pelayanan kesehatan rujukan

Kabupaten Jember memiliki 2 RS rujukan yaitu RSUD dr. Soebandi dan RS

PARU Jember. RSUD dr. Soebandi merupakan rumah sakit tempat rujukan dari

rumah sakit atau puskesmas di wilayah eks Karesidenan Besuki. Dengan adanya 2 RS

rujukan tersebut secara tidak langsung Kabupaten Jember mempunyai peranan

penting dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk seluruh wilayah eks

Karisedenan Besuki. Namun dalam melayani rujukan RSUD dr. Soebandi juga

mengalami kenadala yaitu kendala pembiayaan operasi, banyaknya pasien dari luar

daerah Jember yang menggunakan SKM (surat keterangan miskin), padahal SKM

diperuntukkan hanya untuk masyarakat wilayah Jember. Namun selama ini tidak ada

kerjasamanya pihak RS dengan pemerintah diluar daerah Jember sehingga dalam

memberikan layanan kurang maksimal (Tempo, 2007).

3. Pelayanan jaminan kesehatan masyarakat

Sejak 1 Januari 2006 Pemkab Jember lalu mengeluarkan kebijakan yaitu

menggratiskan rawat jalan bagi masyarakat di puskesmas, kebijakan tersebut

mungkin baru ada di Kabupaten Jember dan hal tersebut belum pernah ada. Berobat

gratis di puskesmas tersebut bukan hanya untuk masyarakat miskin tapi juga untuk

semua kalangan , sehingga tidak alasan bagi masyarakat untuk tidak ada alasan untuk

berobat ke puskesmas. Kebijakan rawat jalan gratis tersebut juga ditunjang dengan

peningkatan dan pemeliharaan mutu lembaga pelayanan kesehatan, baik melalui

pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) secara berkelanjutan dan pemeliharaan

Page 8: PILOT DM

sarana medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat

(Jemberpost.com, tanpa tahun).

Untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mendorong keinginan untuk lebih

memperhatikan kesahatan dan mau memeriksakan kesehatannya ke pusat pelayanan

kesehatan maka masyarakat di Jember di berikan kartu Jamkesmas. Penerima kartu

jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada

tahun 2013 bertambah, dari 695.360 orang menjadi 811.144 orang. Sebelumnya data

penerima jamkesmas mengacu pada survei Badan Pusat Statistik tahun 2008 yang

tercatat sebanyak 695.360 orang dari keluarga miskin. Meski penerima jamkesmas

bertambah 115.360 orang, masih banyak warga miskin yang belum mendapatkan

kartu berobat gratis tersebut, dan sebagian kartu salah sasaran (Ciputranews,2012).

4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit

2.4 Situasi Sumber daya kesehatan

1) Sarana Kesehatan

Untuk melayani kesehatan masyrakat di Kota Jember telah dipenuhi oleh RSU,RS khusus,

RS bersalin, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu, dan Puskesmas keliling. Pada tahun

1990 jumlah dan jenis fasilitas kesehatan di daerah Kaliwates RS Bersalin sebanyak 2,

Puskesmas sebanyak 3, Puskesmas pembantu sebanyak 4, Posyandu sebanyak 121, dan

puskesmas keliling sebanyak 5. Di daerah Sumbersari puskesmas sebanyak 2, puskesmas

pembantu sebanyak 2, posyandu sebanyak 102, dan puskesmas keliling sebanyak 1. Di daerah

Patrang terdapat RSU sebanyak 3, RS khusus sebanyak 1, puskesmas sebanyak 1, puskesmas

pembantu sebayak 4, posyandu sebanyak 111, dan puskesmas keliling sebanyak 1. Pada tahun

2007, jumlah polindes sebanyak 116, jumlah posyandu masih belum terdata, jumlah puskesmas

sebanyak 49, dan jumlah pustu sebanyak 126. Pada tahun 2008, jumlah polindes sebanyak 110,

jumlah posyandu sebanyak 2.819, jumlah puskesmas sebanyak 49, dan jumlah pustu sebanyak

120. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah polindes belum terdata, jumlah posyandu sebanyak

2.819, jumlah puskesmas sebanyak 1, dan jumlah pustu tidak terdata. Sedangkan sarana rumah

sakit yang tersedia berupa RS dr. Soebandi, RS Balung, RS Paru, RS Kalisat, RS Bina Sehat, RS

Citra Husada, dan RS Jember Klinik.

Page 9: PILOT DM

2) Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan di Jawa Timur tahun 2011 yaitu dokter 8.186, perawat 21.729,

bidan 12.025, farmasi 3.026, kesehatan masyarkat 2.141, tenaga gizi 1.394. terapi fisik 243, dan

teknis medis 1.433. pada tahun 2011 tenaga kesehatan di kabupaten Jember adalah tenaga medis

59 orang, perawat dan bidan 16 orang, tenaga farmasi 2 orang, tenaga gizi 6 orang, tenaga teknisi

medis 72 orang, tenaga sanitasi 17 orang, tenaga kesehatan masyarakat 8 orang, dan dokter gigi

44 orang.

3) Pembiayaan kesehatan

Pembiayaan kesehatan provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 sebanyak 295 menggunakan

Jamkesmas, 3% menggunakan Jamkesda, 8% menggunakan Askes, 2% menggunakan

Jamsostek. Selain itu pembiayaan kesehatan bisa di dapat dari Bantuan Operasional Kesehatan

(BOK).

2.5 Perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEARO

1. Kependudukan

Berdasarkan hasil proyeksi BPS provinsi, jumlah penduduk Jawa Timur tahun 2010 sebesar

38.026.550 jiwa. Daerah dengan penduduk terbanyak adalah kota Surabaya (2.912.197 jiwa),

Kabupaten Malang (2.485.665 jiwa), dan Jember (2.395.319 jiwa), sedangkan jumlah penduduk

paling sedikit di Kota Mojokerto (120.271 jiwa) dan Kota Blitar (130.429 jiwa). Kepadatan

penduduk Jawa Timur tahun 2010 sebesar 806 jiwa/km. Kepadatan penduduk di kota umumnya

lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten dan Surabaya dengan kepadatan penduduk tertinggi

8.203 jiwa/km. Berdasarkan komposisi penduduk, kelompok umur produktif usia 15-64 tahun

masih menominasi presentase dengan jumlah terbanyak di kelompok usia 25-29 tahun 8.8%

sedangkan kelompok bayi merupakan yang terkecil.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 tercacat sebesar

228.523.342 jiwa terdiri dari 114.399.238 laki-laki dan 114.124.104 perempuan. Secara nasoinal,

dengan luas wilayah Indonesia 1.910.931,32 km2 maka tingkat kepadatan penduduk adalah

sebesar 120 jiwa /km2. Tingkat kepadatan yang tinggi masih didominasi oleh provinsi-provnsi di

Page 10: PILOT DM

Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan tertinggi adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar

13.774 jiwa/km2.

Menurut World Populations Data Sheet 2008, pada pertengahan tahun 2008, Indonesia

adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara negara-negara anggota ASEAN lainnya

dengan jumlah 239,9 juta jiwa. Dengan wilayah negara terluas, Indonesia selalu menempati

peringkat satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi di ASEAN. Jika di kawasan ASEAN,

Indonesia menempati peringkat pertama dengan jumlah penduduk terbesar, di kawasan SEARO

Indonesia menempati peringkat kedua setelah India. Kepadatan penduduk di Indonesia sebesar

126 jiwa/km2. Bila dilihat dari tahun 2006-2008 kepadatan penduduk per km2 terus meningkat.

Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat ke lima terpadat. Sedangkan di kawasan

SEARO, Indonesia menempati peringkat k delapan terpadat di antara 11 negara.

2. Derajat Kesehatan

1. Mortalitas

Berdasarkan Laporan Kematian Ibu (LKI) Kbupaten/Kota se Jwa Timur tahun 2010, AKIdi

Provinsi Jawa Timur tahun 2010 sebesar 101,4 per 100.000 kelahiran hidup, maka kondisi

tersebut menunjukkan keberhasilan Provinsi Jawa Timur dalam menekan kematian ibu.

Berdasarkan data BPS, AKB Jawa Timur tahun 2005-2010 turun dari 36.65 menjadi 29.99 per

1.000 kelahiran hidup. Besaran angka kematian bayi di negara-negara ASEAN dan SEARO

antara 2,4 dan 88. Indonesia memiliki angka kematian bayi 34 per 1000 kelahiran hidup dan

berada di peringkat 10 diantara 18 negara tersebut. Angka Kematian Balita di SEARO berkisar

antara 7 smapai 113 per 1000 kelahiran hidup. Seperi di ASEAN, Myanmar merupakan negara

dengan angka kematian balita tertinggi, sedangkan terendah adalah Thailand. Sementara di

Indonesia terdapat 31 kematian balita per 1000 kelahiran hidup. Pada kawasan ASEAN,

Indonesia menempati peringkat ke empat tertinggi kematian balitanya, sedangkan pada kawasan

SEARO, Indonesia menempati peringkat keempat terendah kematian balita per 1000 kelahiran

hidup. Indonesia berada di peringkat ke 12 dari 18 negara di ASEAN dan SEARO untuk angka

kematian maternal yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 diantara negara-

negara anggota ASEAN, Laos dan Myanmar merupaka negara dengan Angka Kematian Kasar

tertinggi yakni sebesar 10 per 1000 penduduk. Di kawasan SEARO Timor Leste merupakan

negara dengan Angka Kematian Kasar tertinggi yaitu 11 per 1000 penduduk dan terendah adalah

Page 11: PILOT DM

Maladewa yaitu 4 kematian per 1000 penduduk. Di Indonesia terdapat 6 kematian per 1000

penduduk. Di kawasan ASEAN, indonesia menduduki peringkat ke 5 tertinggi Angka Kematian

Kasar sedangkan di kawasan SEARO, Indonesia menduduki peringkat ke 2 terendah. Pada tahun

2007 di antara 10 negara anggota ASEAN, singapura merupakan negara dengan Usia Harapan

Hidup waktu lahir paling tinggi yaitu 81 tahun. Negara yang memilik Usia Harapan Hidup waktu

lahir terendah adalah Laos yauti 61 tahun, sedangkan Indonesia menempati peringkat ke 6

dengan harapan hidup waktu lahir 70 tahun. Untuk kawasan SEARO, Maladewa merupakan

negara dengan Usia Harapan hidup waktu lahir paling tinggi yaitu 73 tahun. Negara yang

memiliki umur harapan hidup waktu lahir terendah adalah Timor leste yaitu 60 tahun. Indonesia

sendiri berada di peringkat ke 5 yaitu 70 tahun.

2. Morbiditas

Penyakit terbanyak dari kunjungan pasien ke RS Sentinel di Jawa Timur adalah kasus diare

dan demam Berdarah. Kondisi tersebut memperilihatkan bahwa sampai saat ini masih banyak

masyarakat Jwa Timur yang kebersihan lingkungannya masih belum memenuhi standar sehat.

Dari kunjungan ke Puskesmas Sentinel diketahuinbahwa influenza, diare, dan hipertensi

merupakan penyakit yang mendominasi.

3. Upaya Kesehatan

Di kawasan SEARO, 7 dari 11 negara mencapai cakupan imunisasi BCG 90%. Negara-

negara tersebut adalah Thailand, Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, Maladewa, Indonesia, dan sri

Lanka. Sedangkan Timor Leste merupakan negara dengan cakupan imunisasi BCG rendah yaitu

74%. Pada tahun 2007, 50% negara anggota ASEAN telah mencapai cakupan imunisasi polio

90%. Cakupan tertinggi dicapai oleh Brunei Darussalam yaitu 99% dan terndah adalah Laos

yaitu 46%. Di kawasan SEARO telah mencapai cakupan imunisasi polio 90% dengan cakupan

tertinggi adalah Korea Utara 99% dan terendah adalah India 62%. Negara ASEAN juga

mencapai target imunisasi campak yaitu 90%, di kawasan SEARO 5 dari 11 negara mencapai

cakupan imunisasi campak 90%. Hampir seluruh negara ASEAN dan SEARO imunisasi

hepatitis merupakan imunisasi dasar yang diberikan pada bayi, namun tidak dengan yang terjadi

di India. Di Indonesia sebanyak 91% bayi telah mendapatkan imunisasi BCG, 83% mendapatkan

imunisasi polio, dan 80% mendapatkan imunisasi campak. Dari 10 negara anggota ASEAN,

Indonesia merupakan negra dengan presentase pemeriksaan ibu hamil tertinggi yaitu sebesar

Page 12: PILOT DM

81%. Sedangkan yang terendah tercatat di Kamboja yaitu sebesar 27%. Untuk kawasan SEARO

cakupan pemeriksaan ibu hamil tertinggi dicapai oleh Korea Utara yaitu sebesar 95% diikuti oleh

Maladewa 91% dan yang terendah adalah bangladesh sebesar 21%. Cakupan pertolongan

persalinan di negara-negara ASEAN bervariasi dengan cakupan tertinggi di Negara singapura,

Brune Darussalam, dan Malaysia masing-masing sebesar 100% dan yang terendah di Laos

dengan cakupan 20%. Indonesia dengan cakupan 73% berada pada peringkat ke 6 dari 10 negara.

Untuk kawasan SEARO cakupan tertinggi dicapai oleh Sri Lanka yauti sebesar 99% dan yang

terendah di Bangladesh sebesar 18%. Persentase KB aktif pada wanita subur negara-negara

anggota ASEAN yang tertinggi dicapai oleh Vietnam dengan cakupan sebesar 78% dan yang

terendah di Laos sebesar 32%. Indonesia dengan cakupan peserta KB aktif sebesar 61% berada

pada peringkat ke 4 dari 10 negara anggota ASEAN. Untuk negara-negara anggota SEARO

cakupan peserta KB aktif tertinggi dicapai oleh Thailad sebesar 72% dan yang terendah di Timor

Leste sebesar 10%.

2.6 Analisis Situasi

1) Perencanaan

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan penyebab kematian telah terjadi

pergeseran dari penyakit menular ke Penyakit Tidak Menular. Penyakit menular menyumbang

28,1% kematian sedangkan Penyakit Tidak Menular sebagai penyumbang terbesar penyebab

kematian terbesar (59,5%). Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

pada BAB X, Bagian Kedua Tentang Penyakit Tidak Menular pasal 158-161: antara lain

disebutkan: “Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan upaya pencegahan,

pengendalian, penanganan PTM beserta akibat yang ditimbulkan serta upaya sebagaimana

dimaksud di atas untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan berperilaku sehat dan

mencegah terjadinya PTM beserta akibat yang ditimbulkan”.

Kementerian kesehatan Indonesia membentuk Sub Direktorat Diabetes Melitus dan Penyakit

Metabolik (Subdit DM dan PM) untuk menangani permasalahan diabetes di Indonesia.Tugas dan

Fungsi dari Subdit DM dan PM adalah menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis,

penyusunan standar, norma, pedoman kriteria, prosedur, bimbingan teknis, evaluasi dan

penyusunan laporan di bidang pengendalian diabetes mellitus dan penyakit metabolik.

Page 13: PILOT DM

Pemerintah sudah mencanangkan program pengendalian DM dan PM pada emapat tahun

pratama (2006-2010) yang diprioritaskan pada:

1. Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2

2. Pengendalian Obesitas

Namun nampaknya program tersebut belum sepenuhnya berhasil dilakukan mengingat masih

meningkatnya penderita diabetes di Indonesia. Di Jember sendiri penderita DM menenigkat

setiap tahunnya mengingat dari faktor resiko dari DM di Jember sangat mendukung. Selain dari

perilaku hidup masyarakat Jember yang tidak sehat dan juga di dukung dari sektor pertanian di

Jember yang penghasilan pertanian tertinggi adalah tembakau sehingga perilaku merokok

masyarakat Jember juga tinggi. Organisasi masyarakat maupun LSM yang berkicumpung dalam

menangani DM memang sudah ada akan tetapi belum dapat berjalan secara optimal karena

kurangnya kesadaran dari masyarakat itu sendiri dalam menanggapi DM. Kurangnya dukungan

kebijakan dan pembiayaan dari pemda dalam pengendalian DM juga merupakan salah satu

penghambat keberhasilan program ini karena pemda lebih cenderung ke penanganan penyakit

menular misalnya TBC.

2) Pengorganisasian

WHO telah merekomendasikan bahwa strategi yang efektif perlu dilakukan secara terintregasi

dan menyeluruh, berbasis masyarakat dengan kerjasama lintas program, lintas sektor dan swasta

(organisasi profesi dan organisasi masyarakat). Menyadari upaya pengendalian diabetes tidak

dapat hanya dilakukan oleh sektor kesehatan atau pemerintah saja, WHO untuk kawasan Asia

Tenggara / South East Asian Regional Office (SEARO) telah mengembangkan South East Asian

Networking for Non-Communicable Disease (SEANET-NCD) sebagai jejaring regional dengan

memfasilitasi Negara ASEAN dalam bentuk dukungan tekhnik dan manajemen serta InfoBase

yang diperlukan untuk Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.

Salah satu langkah strategi pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia melalui kerja sama

lintas program dan lintas sektor serta kemitraan dengan dunia usaha. Sejak tahun 2009 sudah ada

jejaring kemitraan yang dikembangkan antara lain Tim jejaring kerja Nasional Pengendalian

Penyakit Menular (TIM JKN PPTM) yang dikukuhkan melalui keputusan menteri kesehatan.

Kemenkes malakukan kemitraan dengan PT. Sanofi, Perkeni, PT. Askes, dan American

Page 14: PILOT DM

Diabetes Association (ADA). Kemitraan akan dilaksanakan selama 5 tahun dalam program

Train the Trainer bagi 500 dokter spesialis penyakit dan 5.000 dokter umum.

Di Jember sendiri untuk pengendalian DM sendiri sudah tercakup dalam kegiatan posbindu.

Namun, belum berhasil dikarenakan kurangnya keaktifan kader, kurang dilibatkannya TOMA

dan TOGA dalam mempromosikan program pengendalian DM dan mengerakkan masyrakat

untuk sadar akan pentingnya pengendalian diabetes. Tidak meratanya kegiatan posbindu di

Jember juga merupakan salah satu faktor penghambat keberhasilan program ini. Hal tersebut

menyebabkan sebagian besar masyarakat merasa asing bahkan tidak tahu bahwa pemerintah

mempunyai program bukan hanya dalam menangani penyakit menular namun juga pemerintah

mempunyai program dalam pengendalian penyakit tidak menular seperti DM.

3) Pengarahan

Sebenarnya program untuk penanganan penyakit menular di Indonesia pada umumnya sudah

ada. Namun, semua kegiatan tersebut memang relatif baru karena pengendaliannya dimulai pada

2006-2007. Ini berbeda dengan penanganan penyakit menular yang sudah dimulai sejak 1950-an.

Selama ini, pemerintahmelakukan program pengendalian Diabetes Melitus dengan sungguh-

sungguh, secara komprehensif dan integritas dengan pendekatan continuum care yaitu

pendekatan yang dilakukan dari hulu ke hilir, dengan memberikan perhatian melalui

Pengendalian Penyakit Tidak Menular yaitu no tobacco, healthy diet, and healthy activity yang

dimulai sejak janin sampai dewasa tua.

Sampai saat ini, PERKENI telah membuat berbagai macam buku dan modul untuk penanganan

diabetes. Di antaranya pembuatan buku panduan mengenai Konsensus Penatalaksanaan dan

Pencegahan  Diabetes Tipe 2, Pengelolaan Dislipidemia, Petunjuk Praktis Terapi Insulin Bagi

Pasien Diabetes, dan modul untuk pelatihan kepada tenaga kesehatan hingga tenaga medis untuk

penanganan diabetes. Di sisi lain, Askes yang juga akan berperan sebagai Badan Pelaksana

Jaminan Sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia ikut serta bekerja sama berfokus pada

pengendalian biaya dalam penanganan penyakit diabetes. Upaya yang dilakukan Askes melalui

Page 15: PILOT DM

peningkatan pelatihan bagi dokter keluarga sampai pegembangan sistem informasi manajemen

aplikasi dokter keluarga (Jurnalmedika,2012).

4) Pengawasan

Monitoring dilakukan dengan metoda pengumpulan dan analisis informasi secara teratur dan

dilakukan secara internal. Sumber data yang penting dalam monitoring adalah laporan verifikasi

kegiatan dan keluaran output internal berupa laporan bulanan/triwulan/tahunan, catatan kerja

atau laporan perjalanan, catatan hasil penelitian dan notulen rapat. Monitoring dilakukan dengan

dua cara yaitu:

a. Monitoring dengan melakukan kunjungan lapangan (field visit)

b. Monitoring dengan mendapatkan laporan kemajuan (progress report) yang diperoleh dari

laporan masing-masing pengelola program. Biasanya berbentuk persentase target dan

realisasi penyerapan dana serta realisasi kemajuan kegiatan.

Monitoring dan evaluasi pengendalian DM dan PM dilakukan sebagai berikut:

a. Pelaksana monev adalah direktorat Pengendalian PTM dibantu Dinas Kesehatan Propinsi

b. Sasaran monev adalah UPT, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten /

Kota dan Puskesmas

c. Monitoring dilakukan setiap satu tahun sekali dan evaluasi output/outcame dilakukan

setiap 3 tahun sekali

d. Hasil dari monitoring dan evaluasi pengendalian DM dan PM disosialisasikan kepada

lintas program dan lintas sektor terkait dan masyrakat untuk mengambil langkah-langkah

upaya tindak lanjut.

Page 16: PILOT DM

BAB 3. MASLAH PROGRAM MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

3.1 Analisis Masalah Fish Bone

PLANNING

Belum optimalnya pelaksanaan program pengendalian DM

Kurangnya kesadaran masyrakat untuk mengendalikan DM

Keterbatasan dana dalam pelaksanaan program

Kecenderungan pemerintah lebih mementingkan penyakit menular

ORGANIZING

Pelaksanaan program belum berbasis pemberdayaan

masyarakat

Tidak meratanya kegiatan posbindu PTM

TOGA dan TOMA tidak dilibatkan secara optimal

Kurang aktifnya peran serta kader dalam pelaksanaan program

CONTROLLING

Tidak adanya pengampu program pengendalian DM di puskesmas

Kurangnya dukungan peralatan dan kegiatan deteksi dini faktor resiko

DM

Kurangnya pencegahan faktor resiko berbasis masyarakat dalam

pengendalian DM

ACTUATING

Masih lemahnya survailence epidemiologi DM

Lemahnya sistem informasi dalam pengendalian DM

Masalah Manajemen:

1. Sistem pelaporan kasus DM belum terintegrasi dengan optimal

2. Keberhasilan program pengendalian DM masih rendah

3. Belum optimalnya pelayanan kesehatan masayrakat dalam menangani DM

4. Kurang optimalnya dukungan kemitraan berbasis pemberdayaan masyarakat

5. Pelaksanaan program pengendalian DM belum optimal

6. Sistem pengelolaan program pengendalian DM masih belum optimal

Page 17: PILOT DM

3.2 Daftar Masalah Manajemen Pelayanan Kesehatan

1. Kurang optimalnya dukungan kemitraan berbasis pemberdayaan masyarakat berhubungan

dengan kurang aktifnya peran serta kader dalam pelaksanaan program; TOGA dan TOMA tidak

dilibatkan secara optimal.

2. Belum optimalnya pelayanan kesehatan masayrakat dalam menangani DM berhubungan dengan Keterbatasan dana dalam pelaksanaan program; tidak adanya pengampu program pengendalian DM di puskesmas; kurangnya dukungan peralatan dan kegiatan deteksi dini faktor resiko DM.

3.3 Prioritas Masalah

Table 1.1 penentuan peringkat masalah

No Masalah

Besarnya Masalah

Tingkat Kegawatan Masalah

Kemudahan Penanggulangan Masalah

P E A R L

0-10 0-10 0,5-1,5 0/1 0/1 0/1 0/1 0/1

1 1 8 7 1,1 1 1 1 1 1

2 2 8 7 1,3 1 0 1 0 1

Page 18: PILOT DM

BAB 4. PERENCANAAN

4.1 Perencanaan

No

Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan

Aktivitas Evaluasi

Indikator Evaluator

1 Kurang optimalnya dukungan kemitraan berbasis pemberdayaan masyarakat berhubungan dengan kurang aktifnya peran serta kader dalam pelaksanaan program; TOGA dan TOMA tidak dilibatkan secara optimal.

TUM: Aktifnya kader, TOGA dan TOMA dalam program pengendalian DM

TUK: 1. Terbentuknya pos pembinaan terpadu DM yang difasilitasi oleh kader

2. terbentuknya komunitas kontrol DM yang difasilitasi oleh TOGA dan TOMA

1. Pemberday

aan

masyarakat

melalui

pelatihan

TOGA dan

TOMA,

dan kader.

1.1 memberi

kan

pengarah

an

kepada

TOGA

dan

TOMA

tentang

pengenda

lian DM.

1.2 memberikan pelatihan kepada kader tentang program pengendalian DM

1.1.1 terlaksan

anya pengarahan

Toga dan Toma

tentang

pengendalian

DM

1.1.2 terbentuk

nya komunitas

kontrol DM

1.2.1 terlaksananya pelatihan kader tentang program pengendalian DM

1.2.2 terbentuknya pos pembinaan terpadu DM

1.2.3 terselenggaranya pos pembinaan terpadu DM setiap sebulan 2 kali

Mahasiswa

Masyarakat

TOGA dan

TOMA

Mahasiswa

Masyarakat

Kader

Page 19: PILOT DM

2. Belum optimalnya pelayanan kesehatan masyarakat dalam menangani DM berhubungan dengan keterbatasan dana dalam pelaksanaan program; tidak adanya pengampu program pengendalian DM di puskesmas; kurangnya dukungan peralatan dan kegiatan

TUM: pelayanan kesehatan dalam menangani DMmencapai target MDG’s 2015

TUK: Terselenggaranya program pengendalian DM di Puskesmas

Menjalin

kerjasama

antara

lintas

program

dan lintas

sektor

serta pihak

swasta

(praktek

dokter,

bidan,

perawat,

dan LSM)

1.1 Skrening DM

1.2 Promosi program pengendalian DM

1.3 Pelyanan rujukan DM

1.1 penemuan kasus DM di masyrakat 100%

1.2 terselenggaranya acara peringatan hari DM

1.3 terorganisirnya penderita DM

Mahasiswa

Masyarakat

Pihak Swasta

Puskesmas

Page 20: PILOT DM

deteksi dini faktor resiko DM

4.2 POA

No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan

Alokasi Dana

1 Kurang optimalnya dukungan kemitraan berbasis pemberdayaan masyarakat berhubungan dengan kurang aktifnya peran serta kader dalam pelaksanaan program; TOGA dan TOMA tidak dilibatkan secara optimal.

1. Pengarahan TOGA dan

TOMA tentang

pengendalian DM

2. Terbentuknya komunitas

kontrol DM

3. Pelatihan kader tentang

pelaksanaan program

pengendalian DM

4. Kader terlatih mampu

memberikan pelayanan

secara mandiri

5. Terselenggaranya pos

pembinaan terpadu DM

Mahasiswa

Kader

Masyarakat

Minggu I s/d minggu IV

Swadaya masyarakat

Donatur

2. Belum optimalnya pelayanan kesehatan masyarakat dalam menangani DM berhubungan dengan keterbatasan dana dalam pelaksanaan program; tidak adanya pengampu program pengendalian diabetes di puskesmas; kurangnya dukungan

1. Terselenggaranya

program pengendalian

DM

2. Terjalinnya kerjasama

antara lintas program dan

lintas sektor serta pihak

swasta (praktek dokter,

bidan, perawat, dan LSM)

Mahasiswa

Masyarakat

Pihak swasta

Puskesmas

Minggu I s/d minggu VII

Pemerintah

Swadaya masyarakat

Donatur

Page 21: PILOT DM

peralatan dan kegiatan deteksi dini faktor resiko DM.

BAB 5. IMPLEMENTASI

5.1 Pilot Project

5.1 Pilot Project

1. Judul program : Pos Pembinaan Terpadu DM

Page 22: PILOT DM

2. Deskripsi komunitas

Masyarakat di Desa A merupakan masyarakat yang kurang peduli terhadap

kesehatan. Di Desa tersebut banyak warga yang menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes mellitus. Penyakit tersebut bisa muncul karena masyarakat kurang peduli

terhadap kesehatan, pola hidup yang tidak baik, dan karena proses penuaan. pola hidup

yang ada pada masyarakat Desa A yaitu suka merokok, jarang berolahraga, dan makanan

yang tidak sehat. masyarakat Desa A juga kurang mengerti tentang pencegahan DM dan

menjaga pola hidup yang sehat agar terhindar dari DM. Dari hal tersebut maka perlu

adanya posbindu PTM untuk pembinaan pada masyarakat desa A supaya bisa

mengendalikan faktor resiko penyakit DM secara mandiri.

3. Diagnosis manajemen pelayanan kesehatan komunitas

Kurang optimalnya dukungan kemitraan berbasis pemberdayaan masyarakat

berhubungan dengan kurang aktifnya peran serta kader dalam pelaksanaan program;

TOGA dan TOMA tidak dilibatkan secara optimal.

4. Deskripsi populasi target

Masyarakat di Desa A kurang peduli dan tidak mengetahui tentang pola hidup

bersih dan sehat. Masyarakat cenderung melakukan kegiatan yang kurang mendukung

terhadap kesehatan sehingga bisa muncul masalah diabetes mellitus.

5. Model program perencanaan

Masyarakat

TOMA/TOGA

CERDIK

Mahasiswa

Kader

Posbindu PTM

MPuskesmas

Page 23: PILOT DM

6. Deskripsi program

Pos Pembinaan Terpadu DM adalah kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor

resiko DM utama melalui CERDIK. yaitu, Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap

rokok, Rajin melakukan aktivitas atau berolahraga, Diet dengan kalori seimbang, Istirahat

yang cukup, Kelola stres dengan baik serta menindaklanjuti secara dini faktor resiko yang

ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan

kesehatan dasar. Tujuannya adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam

pencegahan dan penemuan dini faktor resiko DM. Sasaran kegiatan adalah masyarakat

sehat, yang beresiko, dan yang mengalami DM. Bentuk kegiatan Posbindu DM meliputi:

a. Penggalian info faktor resiko dengan wawancara

b. Kegiatan pengukuran BB, TB, IMT, lingkar perut, dan tekanan darah

c. Kegiatan pemeriksaan gula darah setiap bulan

d. Kegiatan penyuluhan dan konseling harus dilakukan setiap kegiatan posbindu DM

e. Kegiatan aktivitas fisik atau olahraga bersama setiap minggu

f. Kegiatan rujukan ke pelayanan kesehatan dasar

Penyelenggaraan posbindu DM adalah setiap bulan atau lebih dengan tempat

pelaksanaan adalah lokasi yang mudah dijangkau seperti rumah warga, balai desa, dan

lain-lain. Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan 5 tahapan/sistem 5 meja. Unsur-unsur

pelaksanaan Posbindu DM adalah Kader Posbindu DM, petugas puskesmas,

TOGA/TOMA

7. Tujuan program

Tujuan dari posbindu DM ini adalah untuk mendeteksi dini faktor resiko penyakit

DM di masyarakat dengan melakukan pembinaan, penyuluhan, dan konseling pada

kelompok kasus dan kelompok beresiko.

8. Kriteria evaluasi program

a. Terdapatnya pembagian kerja dan penanggung jawab program

Kelompok resiko/kasus

Rumah Sakit

Page 24: PILOT DM

b. Terdapatnya kemampuan dan kemauan masyarakat dalam upaya pencegahan dini

faktor resiko DM.

c. Tersedianya pelayanan DM melalui Posbindu.

d. Insidensi DM menurun dalam rentang waktu satu tahun.

9. Aktivitas intervensi program

Aktivitas yang dilakukan yaitu dengan membina masyarakat dalam

mengendalikan faktor resiko DM. Pembinaan ini dilakukan oleh kader dengan

penyuluhan dan konseling kepada masyarakat.

10. Sumber-sumber dan keterbatasan

11. Budget

Anggaran dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Posbindu PTM di dapat dari

swadaya masyarakat. Rincian dana yaitu:

No Kebutuhan Anggaran

1. Konsumsi Rp. 500.000

2. Spanduk Rp. 70.000

3. Alat-alat Rp. 300.000

4. Lain-lain Rp. 500.000

5. Total Rp. 1.370.000

5.2 Tingkat Kegiatan Implemntasi di Komunitas

No Level Target Intervensi

6. Downstream Individu Pendidikan kesehatan

Konseling

7. Midstream Komunitas Pembinaan

Penyuluhan

Konseling

Page 25: PILOT DM

8. Upstream Pemerintah Kerjasama dengan

Puskesmas dan Rumah Sakit

terkait rencana tindak lanjut.

Page 26: PILOT DM

BAB 6. EVALUASI

6.1 Evaluasi Formatif

Page 27: PILOT DM

Evaluasi formatif berfokus pada program yang dikembangkan. Evaluasi ini yaitu melihat

tujuan dari program ini adalah untuk mendeteksi dini faktor resiko penyakit DM di masyarakat

dengan melakukan pembinaan, penyuluhan, dan konseling pada kelompok kasus dan kelompok

beresiko, sehingga masyarakat Desa A bisa bebas dari DM. Evaluasi ini dilakukan dengan

melihat insidensi DM setelah dilakukannya program.

6.2 Evaluasi Proses

Implementasi dari program ini adalah pembinaan pada masyarakat untuk mengendalikan

faktor resiko terjadinya DM. Pembinaan ini dilakukan oleh kader dalam bentuk penyuluhan dan

konseling dalam posbindu PTM.

6.3 Evaluasi Sumatif

Program ini bisa memotivasi masyarakat untuk berperilaku yang sehat dan menghindari

faktor resiko DM. Diharapkan masyarakat kooperatif dalam pembinaan ini, agar bisa

mengurangi insidensi DM di wilayah tersebut.

Bab 7. Penutup

7.1 Simpulan

Page 28: PILOT DM

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sifatnya kronis dan

membutuhkan perawatannya yang lama untuk proses penyembuhannya. Angka kejadian DM

di Indonesia sangat tinggi terbukti, dengan Indonesia menduduki peringkat ke empat Negara

penderita DM tertinggi di dunia. Prevalensi DM di Indonesia meningkat setiap tahunnya.

Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah melakukan program pengendalian DM yang

berbasis pemberdayaan masyarakat dan bekerja sama dengan pihak swasta untuk

melaksanakan programnya.

7.2 Saran

Perlu adanya koordinasi antara masyarakat dan pemerintah dalam menerapkan program ini.

Pemerintah juga harus memberi perhatian terhadap penyakit DM meskipun tidak menyebabkan

penularan. Hal ini dilakukan agar tercapai Masyarakat yang sehat.