1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap pasangan di dunia menginginkan untuk mempunyai seorang anak, tetapi tidak setiap perkawinan dianugerahi keturunan. Terdapat 10%-15% pasangan mengalami infertilitas, keadaan tersebut dimulai saat wanita tidak mampu untuk hamil. Salah satu penyebab seorang wanita mengalami keadaan infertil yaitu Polycystic Ovary Syndrom (PCOS). Pada tahun 1935, Irving Stein dan Michael Leventhal menggambarkan adanya penderita gangguan kesuburan disertai dengan pembesaran ovarium berikut sejumlah kista kecil di dalamnya. PCOS merupakan gangguan endokrin yang paling umum diderita oleh wanita yang mempengaruhi sekitar 5%-10% dari semua wanita dan 4%- 6% dari remaja perempuan serta perempuan muda. Penyebab PCOS tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita PCOS, maka 50% wanita dalam keluarga tersebut akan menderita PCOS pula. Polycystic Ovary Syndrom (PCOS) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik yang ditandai dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir setiap pasangan di dunia menginginkan untuk mempunyai seorang
anak, tetapi tidak setiap perkawinan dianugerahi keturunan. Terdapat 10%-15%
pasangan mengalami infertilitas, keadaan tersebut dimulai saat wanita tidak
mampu untuk hamil. Salah satu penyebab seorang wanita mengalami keadaan
infertil yaitu Polycystic Ovary Syndrom (PCOS). Pada tahun 1935, Irving Stein
dan Michael Leventhal menggambarkan adanya penderita gangguan kesuburan
disertai dengan pembesaran ovarium berikut sejumlah kista kecil di dalamnya.
PCOS merupakan gangguan endokrin yang paling umum diderita oleh wanita
yang mempengaruhi sekitar 5%-10% dari semua wanita dan 4%-6% dari remaja
perempuan serta perempuan muda. Penyebab PCOS tidak diketahui secara
pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik. Bila dalam satu
keluarga terdapat penderita PCOS, maka 50% wanita dalam keluarga tersebut
akan menderita PCOS pula.
Polycystic Ovary Syndrom (PCOS) merupakan kelainan kompleks
endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan
bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal
(1935) dalam bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary
disease/Ovarium polikistik/Stein-Leventhal Syndrome), dimana gambaran dari
sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala
ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme,
retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan
sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan
konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium
yang sklerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan satu dari penyebab
paling umum dari infertilitas (Maharani, 2002).
1
2
Diagnosis dan terapi SOPK masih menjadi kontroversi. Pada pertemuan
European Society for Human Reproduction and Embryology (ESHRE) and the
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun
2003 telah ditetapkan poin diagnostik untuk menegakkan SOPK yaitu adanya
oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis
maupun biokimia, polycystic ovarian morphology (sonography), setidaknya
didapatkan 2 dari 3 kriteria tersebut maka seorang wanita dapat ditegakkan
diagnosis SOPK (Hadibroto, 2005).
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan
seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat
serasional mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun
operatif (Maharani, 2002).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui peranan pil KB kombinasi sebagai terapi pada kasus polycystic
ovary sindrome (PCOS).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar polycystic ovary sindrome (PCOS)
2. Mengetahui konsep pil KB kombinasi sebagai terapi pada kasus polycystic
ovary sindrome (PCOS).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Konsep Polyicistic Ovary Syndrome (PCOS)
2.2.1 Definisi
Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang
dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang
berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita tanpa
adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari.
Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat
dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo
pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan
peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis
dapat ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat
androgen dan naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan
androstenedion. Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya
keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik (Duarsa, 2004).
2.2.2 Prevalensi
Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar 4-6%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 %
dari semua wanita steril, 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium
polikistik serta 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang
tidak berovulasi. Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu
berkembang menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK).
Telah ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis
tampil sebagai Penyakit Ovarium Polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia
reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai
17α-hydroxyprogesterone Fase folikuler <> Menyingkirkan NCAH
Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 mmol/L)
Menyingkirkan diabetes tipe 2 atau intoleransi glukosa
Rasio glukosa puasa : insulin
≥ 4,5 Menyingkirkan resistensi insulin
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 mmol/L)
Monitor perubahan gaya hidup
Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4 mmol/L)
Monitor perubahan gaya hidup
Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring terapi
Berdasarkan komponen progestin pada Pil KB kombinasi memiliki efek
antagonis pada reseptor androgen atau menghambat aktivitas 5-α reduktase. Pil
KB kombinasi dapat menginduksi siklus menstruasi, menurunkan sekresi LH
dan menurunkan produksi androgen ovarium, meningkatkan SHBG sehingga
menurunkan androgen bebas. Estrogen dapat menurunkan kejadian kista
ovarium dan anovulatory-bleeding. Komponen progesteron melindungi
endometrium dari hiperplasia sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
kanker endometrium yang meningkat pada wanita dengan PCOS (Nader et al.,
2007).
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana
endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi
endometrium hiperplasia dan dapat terjadi endometrium carcinoma pada pasien
SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini dapat
dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti megestrol
asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.
30
Pada penelitian Goshland, 1996 menunjukkan pil KB kombinasi
berhubungan dalam penurunan toleransi glukosa, hiperinsulinemia, dan
resistensi insulin. Estrogen memilik respon tersebut, tetapi progestin dapat
memodifikasi efek tersebut dengan mengubah waktu paruh insulin sehingga
menunda metabolisme estrogen. Progestin terutama yang bersifat lebih
androgenik dapat secara langsung menginduksi resistensi insulin. Penggunaan
pil KB kombinasi dosis rendah pada tes toleransi glukosa menunjukkan
menunjukkan sedikit penurunan (Petersen et al., 1999), studi lain menunjukkan
tidak ada perubahan pada sensitivitas insulin pada pengguna cyproterone
(Scheen et al., 1993) dan studi lain menunjukkan terdapat penurunan
sensitivitas insulin pada penggunaan pil KB yang mengandung desogestrel atau
gestodene (Perseghin et al., 2001). Pengaruh pil KB kombinasi pada
metabolisme lipid pada populasi umum menunjukkan peningkatan pada
trigliserida, terutama pada yang mengandung androgenik yang rendah (Van
Rooijen et al., 2002). High density lipoprotein (HDL) dapat meningkat dengan
pil KB kombinasi yang mengandung androgenik yang rendah dan mungkin
menurun dengan pil KB dengan kadar androgen yang tinggi.
Berdasarkan responnya terhadap pil KB kombinasi, PCOS dibagi menjadi
beberapa kuartil, yaitu:
31
1. Kuartil 1: memiliki sensitifitas insulin yang normal secara genetik, bertubuh
kurus, hanya memiliki masalah hiperandrogen. Terapi dengan pil KB
kombinasi membantu dalam metabolisme karbohidrat dengan mengurangi
kadar androgen
2. Kuartil 2: memiliki kelainan sensitifitas terhadap insulin yang ringan secara
genetis, berat badan normal atau sedikit overweight, terdapat hiperandrogen.
Pil KB kombinasi juga memperbaiki toleransi glukosa dengan mengurangi
kadar androgen.
3. Kuartil 3: menderita kelainan sensitifitas insulin secara genetik yang sudah
moderat, berat badan overweight, terdapat hiperandrogen dan kelainan
pubertas. Terapi pil KB kombinasi pada kelompok ini akan menyebabkan
toleransi glukosa, sehinga kelainan yang ditimbulkannya lebih berat
daripada efeknya dalam mengurangi kadar androgen.
4. Kuartil 4: kelainan sensitifitas insulin yang berat secara genetik, terdapat
obesitas, hiperandrogen dan kelainan pubertas. Terapi dengan pil KB
kombinasi akan memperparah penyakit diabetes mellitus yang dideritanya
(Nader et al., 2008).
Menurut Legro, 2013 dalam Diagnosis and Treatment of PCOS (An
Endocrine Society Clinical Practice Guideline) kontrasepsi hormonal
direkomendasikan sebagai first-line management dalam kelainan
menstruasi, hirsutism, dan acne pada PCOS tetapi dengan skreening untuk
menentukan kontraindikasi. Selain itu, tidak direkomendasikan
menggunakan satu kandungan hormon sebagai terapi.
32
33
Pemberian pil KB pada PCOS memiliki resiko 2 kali lipat mengalami
tromboemboli dibandingankan dengan wanita PCOS tanpa pil KB mengalami
1,5 lipat terjadi tromboemboli. Keadaan ini dapat meningkatkan faktor resiko
penyakit kardiovaskular dan penyakit subklinis vaskular (Bird et al., 2012).
Sehingga skrining untuk pemberiannya harus benar-benar diperhatikan.
Pada remaja perempuan yang mengalami PCOS, pil KB kombinasi
direkomendasikan sebagai firs-line management untuk mengatasi acne,
hirsutism, gejala anovulatory, atau untuk mencegah kehamilan). Tetapi, terapi
life-style tetap merupakan saran yang utama dan pertama pada kelebihan berat
badan, selain itu metformin juga diberikan untuk mengatasi kemungkinan
sindrom metabolik. Untuk premenarche yang mengalami gejala klinik dan
biochemical hiperandrogen boleh mulai diberikan kontrasepsi oral apabila
terdapat perkembangan pubertas (perkembangan payudara/ Tanner stage > IV)
(Legro et al., 2013).
Kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme pada PCOS
dengan menurunnya androgen bebas, pertumbuhan rambut dan pertumbuhan
terminal rambut mengalami penurunan. Hal ini membutuhkan waktu 6 – 9
bulan. Pada terapi 3 – 6 bulan, infeksi jerawat menurun 30 – 60% pada 50 –
90% wanita dengan PCOS (Nader et al., 2007).
34
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan
metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan
oleh sebab lain. Prevalensi terjadinya SOPK sekitar 1% - 3 % dari semua wanita
steril, 3%-7% dari wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik
3.2 Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat
dipengaruhi oleh genetik.
3.3 SOPK menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi
gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan
ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah
terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat.
3.4
3.5 Terapi pemberian Pil KB kombinasi memiliki tujuan menurunkan produksi
steroid ovarium dan produksi androgen adrenal, meningkatkan seks hormon-
binding globulin (SHBG), menormalkan rasio gonadotroin dan menurunkan
konsentrasi total testosteron dan anrostenedione di dalam sirkulasi.
3.6 Pemberian pil KB kombinasi pada PCOS meningkatkan kejadian tromboemboli
dan faktor resiko pada penyakit krdiovaskular sehingga diperlukan skrining
sebelum memberikannya.
3.7 Pemberian pil KB kombunasi sebagai terapi PCOS pada remaja premenarche
dimulai setelah terdapat pertumbuhan kelamin sekunder (Tanner stage > 4)
dengan terapi utama tetap menjaga life-style khususnya yang mengalami
kelebihan berat badan dan resiko penyakit metabolik.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Abbott D. H, Barnett D. K, Bruns C. M et al. 2005. Androgen excess fetal programming of female reproduction: a developmental aetiology for polycystic ovary syndrome? Hum Reprod Update 2005;11:357-74.
American Diabetes Association. 1998. In: Consensus Development Conference on lnsulin Resistance; Diab. Care 1998;21:310-14.
Anonym. 2010. Ovarium polikistik Sindrom - Penyebab, Gejala dan Metode Pengobatan. (Diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://id.hicow.com/polikistik-ovarium-sindrom/kehamilan/hormon772734.html
Duarsa, M.A. 2004. Pendekatan Medisinalis Dan Bedah Pada Penanganan SOPK. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/pendekatan-medisinalis-dan bedah-pada-penanganan-sopk/mrdetail/914/
Dunaif, A. 1997. Insulin Resistance and The Polycystic Ovary Syndrome: Mechanisms and Implication for Pathogenesis. Endocr Rev l997;18:774-800.
Hadibroto, B.R. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/15588/1/mkn-des2005-%20%2811%29.pdf
Hestiantoro, A. 2009. Sindroma ovarium polikistik, penyebab gangguan haid. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://botefilia.com/index.php/archives/2009/04/10/sindroma-ovariumpolikistik-penyebab-gangguan-haid/
Homburg, R. 1996. Polycystic ovary syndrome - from gynaecological curiosity to multi system endocrinopathy. Hum Reprod 1996;1:29-39.
Legro, RS., Arslanian SA., Ehrmann DA., Hoeger, KM., Murad, MH., Pasquali R., and Welt, CK. 2013. Diagnosis and Treatment of Polycystic Ovary Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism December 2013 JCEM jc. 2013 – 2350.
Maharani, L. Wratsangka R. 2002. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan Dan Penatalaksanaannya. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://www.univmed.org/wp-content/ uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf
Melissa Conrad Stöppler. William C. Shiel Jr. 2010. Polycystic Ovarian Syndrome. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://www.medicinenet.com/polycystic_ovary/article.htm
Murfida, L. 2001. terapi metformin pada sindrom ovarium polikistik. (diunduh tanggal 08 September 2015). Dari URL : http://digilib.unsri.ac
Nader S., Diamanti-Kandarakis, E. 2008. Polycystic Ovary Syndrome, Oral Contraceptives and Metabolic Issues: New Perspectives and A Unifying Hypothesis. Human Reproduction.
Poretsky L. On the paradox of insulin-induced hyperandrogenism in insulin-resistant states. Endocrinol Rev 199
Taylor A. E. Understanding the underlying metabolic abnormalities of polycystic ovary syndrome and their implications. Am J obstet Gynecol 1998
Willis D. S, Watson H, Mason H. D et al. Premature response to luteinizing hormone of granulosa cells from anolulatory women with polycystic ovary syndrome: relevance to mechanisrn of anovulation. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:3984-91.
Zhang L, Rodriguez H, Ohno S et al. Serine phosphorylation of human P450c17 increases 17,20-lyase activity: implications for adrenarche and the polycystic ovary syndrome. Proc Natl Acad Sci USA 1995;92:106-19