Pikiran Rakyat o Senin • Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OJan OPeb OMar OApr OMei OJun OJul OAgs OSep OOkt SNov ODes Buday a Mitigasi Bencana Oleh YESMIL ANWAR S ETELAH bencana alam datang bertubi-tubi, ter- akhir peristiwa banjir di Wasior, tsunami di Mentawai, dan letusan Gunung Merapi, patut disyukuri hadirnya "payung hukum" yang monu- mental dengan disahkannya Undang-Undang' Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggu- langan Bencana pada 26 April 2007· Dalam pasal 1 angka 1 DU tersebut, ''bencana'' didefin- isikan sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengaki- batkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Regulasinya sudah cukup baik meskipun masih perlu dilengkapi lagi dengan perang- kap hukum lainnya. Tentiinya yang menjadi pertanyaan adalah seberapa mampu pemerintah dan masyarakat menerapkan peraturan perundang-undangan tersebut? Tampaknya kita masih perlu mengevaluasi implemen- tasi DUitu. Selama ini kelemahan kita adalah implementasi dari pe- rundang-undangan yang dibuat. Sangat disayangkan, kurang tumbuhnya iklim koordinasi, , sinkronisasi, dan harmonisasi penerapan di lapangan membu- at keputusan yang cepat, tepat, dan akurat sulit sekali. Padahal dalam penanggulangan ben- cana, pengambilan keputusan cepat, tepat, dan akurat sangat penting. Bangsa Indonesia pada umumnya menganggap bahwa bencana alam merupakan musi- bah, artinya di luar kemampuan manusia. Oleh karena itu, harus diterima dengan sabar dan penuh kepasrahan karena se- mua yang terjadi ada yang mengaturnya, yaitu Yang Ma- hakuasa. Hal itu tidaklah salah karena sabar dan berserah diri pada Tuhan adalah modal yang baik untuk menghadapi musi- bah. Namun, modal dasar itu Kliping Humas Unpad 2010 haruslah dikembangkan dengan sikap positif dan penuh kearifan, tidak cukup dengan meratapi riasib belaka. Ada kalanya secara sosial bu- daya upaya penanggulangan bencana tidak klop dengan kenyataan, di lapangan. Masyarakat kita masih percaya pada takhayul, contohnya fenomena Mbah Marijan. Oleh karena itu, korban bencana harus dibangunkan dari sikap yang tidak produktif tersebut agar segera keluar dari bencana dengan menggunakan kearifan lokal dan pendekatan budaya yang tepat. Tugas dari Badan Nasional Penanggulangan Ben- cana (BNPB) salah satunya adalah merumuskan kebijakan agar masyarakat mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan kete- rampilan dalam penyeleng- garaan penanggulangan ben- cana, seperti yang tertera pada pasal zo DU 24/2007. Masalah lain yang harus di- perhatikan adalah keterikatan sosiokultural masyarakat, khu- susnya korban bencana, dengan tanah leluhur yang sangat men- dalam sehingga tidak mudah untuk melakukan evakuasi. Sikap ini kurang kondusif untuk menumbuhkembangkan bu- daya mitigasi karena dalam bu- daya mitigasi dibutuhkan ke- sadaran kolektif masyarakat ataupun BNPByang tidak hanya menganggap bencana sebagai takdir atau musibah, tetapi su- atu kesadaran bahwa korban