·Pikiran Rakyat I~' === o Senin 0 Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu • Minggu ------2----3--~5-~--7--~9--1r~~--12--~3--~1-4~~1-5-------~ 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 o Peb 0 Mar 0 Apr 0 Mei 0 Jun 0 Jul 0 Ags • Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des identitas piritualitas Masyarakat Sundc K ETIKA berkunjung ke Bandung pada 1921, George Cele- menceau, Perdana Menteri Prancis kala itu, menyatakan bahwa Bandung adalah The Garden ofAllah. George Cele- menceau terpesona akan lingkungan alam Jawa Barat yang asri dikelilingi gunung menjulang, berhutan rimbun nan hijau, kaya mata air panas ataupun dingin. Bagiorang Sunda, lingkung- an alam yang harmonis mem- bentuk diri dan pandangan hidupnya. Kecenderungan spi- ritualitas Sunda yang kental tecermin dari nilai-nilai morali- tas positif. Ini dapat ditelusuri dari naskah-naskah Sunda kuno, misalnyaAmanat dari Galunggung. Naskah ini berisi pedoman bagi para pemegang kekuasaan. Dinyatakan bahwa apabila ingin menang perang, jangan suka bentrok, berselisih maksud, sating bersikeras hanya pada keinginan sendiri .. Diajarkan pula agar orang Sunda beIjiwa seperti padi, se- makin berisi semakin merun- duk; dan seperti sungai (patan- jala), yang airnya terns men- galir dari hulu ke bilir sampai tujuan, yakni di muara. Dengan pandangan hidup demikian, hidup dan kehidup- an orang Sunda cenderung ren- dab gejolak, tipis friksi,jauh sengketa, familiar, dan kolegial. Dari penelusuran sejarah, re- ligiositas orang Sunda berasal dari Hindu (abad ke-S s.d abad ke-z), lalu Buddha, dan ber- akulurasi dengan budaya spiri- tual Sunda (nilai-nilai keper- cayaan pada Tuhan) sebingga menghasilkan akulturasi tiga sistem religi: Hindu, Buddha, dan kepercayaan asli Sunda. Sunda dan Islam Kemudian, Islam masuk mewarnai spiritualitas orang Sunda. Orang Sunda yang telah memiliki kecenderungan spiri- tual religius menerima dengan damai ajaran Islam. Sebagian orang Sunda masih menggenggam nilai-nilai ajaran buhun (lama), Mereka menyembah atau menghormati arwah leluhur dengan pelbagai praktik ritual yang bertahan dan melembaga secara turun temurun.Misalnya,pada masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten De- mak, Banten Selatan. Dalam kehidupan sehari- harinya, masyarakat Baduy memiliki berbagai pantangan (tabu). Pantangan ini di- dasarkan pada aturan-aturan adat (Pikukuh) yang diwariskan oleh leluhur. Mereka beranggapan bahwa mereka tinggal di daerah yang suci atau sakral. Menurut kewajiban sosial, mereka harus memeli- hara adat yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh le1uhur. Berdasarkan adat itu, mereka harus hidup sederhana dan bekeIja keras secara sak- sarna yang disebut tapa. Melalui tapa, mereka menghin- dari hidup mewah dan tidak mau meramaikan negara. Menurut ungkapan Baduy, mereka lebih menekankan hidup jujur (bener) daripada hidup pintar, tetapi pandai menipu (pinter henteu bener). Dalam perkembangannya, ajaran Islam mewarnai agama Sunda wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Baduy. Bagimasyarakat Baduy, berladang (ngahuma) meru- pakan kegiatan utama yang di- ajarkan oleh agama Sunda uii- witan. Berbagai upacara adat yang mereka selenggarakan, seperti ngalaksa dan kawalu, terintegrasi dengan ngahuma. Upacara kawalu dianggap se- bagai cara persembahan kepa- da nenek moyang (karuhun) setelah panen padi. Upacara kawalu di Baduy dipimpin oleh pemimpin agama yang disebut Puun. Sementara upacara nga- laksa dipimpin oleh staf Puun yang disebut Jaro Dangka. Di dalam praktik berladang (ngahuma), mereka memer- cayai adanya Dewi Padi yang disebut Pohaci Sanghyang Asri atau Nyi Pohaci. Menurut kepercayaan masyarakat Baduy, Nyi Pohaci tinggal di Kahyangan yang dianggap tem- pat asa1roh manusia. Mereka sangat menghormati Nyi Po- haci karena, menurut mereka, dengan cara demikianlah mere- ka akan mulia. Merekajuga berharap bahwa kelakjika meninggal, rohnya akan diki- rim kembali ke Kahyangan dan ditempatkan bersama-sama de- ngan Nyi Pohaci. Menurut adat masya:rakat Baduy, bertani sawah (nya- wah) mengguhakan teknologi, seperti cangkul, pupuk kimia, pestisida, serta meracuni satwa liar dan ikan merupakan pan- tangan (tabu)-teu wasa. Mere- ka menghindari hal-hal terse- but karena dianggap sebagai tradisi barn. Sebalik ya, ngahuma dianggap sebagai ke- wajiban dalam agan mereka. Maka setiap tahun k luarga Baduy harus mengarap ladang. Ngahuma, dengan demikian, selain memiliki fungsi identitas dan spritualitas, juga memiliki fungsi ekonomi. Kendati secara ekonomi berladang idak atau kurang menguntungkan, prak- tik ini harus tetap m reka lakukan sebagai kewajiban. Hal itu tentu saja dinilai tidak lazim oleh pandangan ekonom Barat yang mendasarkan pemikiran- nya pada perilaku ekonomi modem (formalis). Pcrilaku berladang masyarakat Baduy bisa langgeng karena mereka menerapkan pola eko omi sub- stantif dan sangat teri t de- ngan budaya setempat (embed- ded in culture). Uga sebagai ramalan Dalam dinamika spirituali- tasnya, orang Sunda p rcaya kepada uga, yaitu ketentuan takdir yang dilahirkan dalam Kliplng Humas Unpad 2011