Pikiran Rakyat o Senin o Selasa o Rabu o Kamis • Jumat CD 2 3 17 18 19 o Sabtu 4 5 20 6 7 21 22 8 9 10 11 23 24 25 ----~----~~--~~--~~----=----- OJun OJul 12 13 27 28 OSep OOId OJan OPeb o Mar eApr o Me; DARI kin, pakar hukum I Gde PantjaAstawa, advokat Kosuxira S. Taryono, dan Kepala Satuan Tugas Pengendalian Gratifikasi KPK Dedi Hartono pada diskusi ''Birokrasi dan Korupsi" di Aula Redaksi ''Pikiran Rakyat", Jln. Soekarno-Hatta 147Bandung, K~ (31/3). Pantja Astawa menyatakan, aparat penegak hukum harus bersama-sama mengubah pola pikir penanganan korupsi agar publik tidak dirugikan. * Penegak Duknm Darns. U Pola Penanganan Kornpsi Keberlangsungan Pelayanan Publik Terancam BANDUNG, (PR).- Penanganan korupsi yang di- lakukan tanpa menggunakan perspektif yang benar telah me- ngancam keberlangsungan pe- layanan publik. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus bersama-sama mengubah pola pikir penanganan korupsi agar publik tidak dirugikan. Demikian dikemukakan pa- kar hukum Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa dalam diskusi (sawala) hukum "Birokrasi dan Korupsi" yang diselenggarakan Pikiran Rakyat dan Asosiasi Advokat Indonesia di Aula Re- daksi Pikiran Rakyat, Kamis (31/3). Selain I Gde Pantja As- tawa, pembicara lainnya adalah Kuswara S. Taryono mewakili unsur advokat, dan Kepala Sa- tuan Tugas Pengendalian Gra- tifikasi di Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korup- si (KPK) Dedi Hartono. "Penanganan korupsi saat ini telah membuat publik terabai- - kan haknya. Pasalnya, aparat penegak hukum terlampau sempit perspektifnya dalam menentukan apakah suatu per- kara termasuk kategori korupsi atau tidak," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unpad itu. Menurut dia, seharusnya aparat penegak hukum jangan hanya melihat aturan dan pro- sedur dalam kebijakan yang di- ambil oleh pejabat publik, te- tapi juga harus melihat apakah kebijakan yang diambilnya te- lah berhasil mencapai tujuan pelayanan publik yang baik. • Dia menjelaskan, penangan- an korupsi telah membuat ba- nyak pejabat publik tidak bera- ni mengambil kebijakan, ter- utama saat mereka berada di dalam situasi apakah harus -memilih mengikuti aturan atau sedikit melanggar aturan demi tercapainya tujuan pelayanan publik. Pejabat publik seharusnya diberi peluang untuk menen- tukan pilihan. Dan, kata Pantja Astawa, seharusnya mereka ti- dak dijerat dengan tuduhan ko- rupsi jika mereka melanggar prosedur, tetapi berhasil men- capai tujuan pelayanan publik. "Situasi saat ini, menurut saya berbahaya, karena pejabat publik menjadi terlalu takut untuk mengambil keputusan, dan tidak berani untuk bertin- dak kreatif demi kepentingan publik. Alasannya, mereka da- pat dijerat tuduhan korupsi," ujarnya. Oleh karena itu, dia mengan- jurkan agar ada perubahan pola pikir di kalangan penegak hu- kum untuk tidak.terburu-buru menetapkan kesalahan prose- dur menjadi tuduhan korupsi. "Pelanggaran prosedur itu cukup ditindak dengan koreksi administrasi, bukan untuk di- pidanakan," kata Pantja Astawa. Ketidaktahuan Sementara itu, Kuswara oS. Taryono memaparkan, sering kali kasus korupsi teIjadi kare- na ketidaktahuan pejabat publik atas aturan hukum, dan pelanggaran prosedur sering kali ditindaklanjuti menjadi ah kasus korupsi oleh aparat penegak hukum. "Kesalahan adminstrasi atau perkara perdata tidak bisa di- tindaklanjuti menjadi perkara pidana. Persoalan ini yang se- benarnya sering muncul. Oleh karena itu, saya menyarankan agar aparat penegak hukum mengundang saksi ahli pada tahap penyelidika dan pe- nyidikan, bukan hanya di persi- dangan saja. Tujuannya, agar suatu perkara itu jelas sejak awal, termasuk kategori korup- si atau tidak," katanya. Sementara Dedi Hartono dari KPK mengata an, untuk mengantisipasi terjadinyagin- dak korupsi, KPK selalu me- nyosialisasikan langkah- langkah pencegahcp, termasuk di dalamnya sosialisasi aturan hukum. "KPKmasih terus melakukan koordinasi untuk elakukan pembenahan atu n hukum mengenai korupsi gar penera-· pannya menjadi lebih jelas," ujar Dedi. (A-132)*** ~----