REFERAT PHACOEMUL PHACOEMUL SIFICATION CATARACT SURGERY SIFICATION CATARACT SURGERY disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya LAB/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD dr. Soebandi Jember Pembimbing : dr. Bagas Kumoro, Sp.M Oleh : Chandra Permana, S. Ked (102011101066) Irwan Prasetyo, S. Ked (082011101078) i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFERAT
PHACOEMULPHACOEMULSIFICATION CATARACT SURGERYSIFICATION CATARACT SURGERY
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya
LAB/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD dr. Soebandi Jember
Pembimbing :dr. Bagas Kumoro, Sp.M
Oleh :Chandra Permana, S. Ked (102011101066)
Irwan Prasetyo, S. Ked (082011101078)
LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2014i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa.................................................... 4
2.1.1 Struktur Anatomi Lensa................................................... 4
2.1.2 Komposisi Kimia Lensa.................................................. 6
frekuensi gelombang ultrasound.(4) Massa lensa yang sudah dihancurkan akan
diaspirasi melalui rongga pada tip fakoemulsifikasi untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam mata melalui selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.(7,25) Teknologi mesin
fakoemulsifikasi saat ini sudah memungkinkan mengeluarkan lensa dengan teknik
fako bimanual, sehingga insisi kornea hanya sebesar 1,5 mm saja.(1)
2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Fakoemulsifikasi
Indikasi pembedahan katarak dengan menggunakan teknik fakoemulsifikasi
adalah sebagai berikut:
a) Pasien tidak memiliki riwayat penyakit endotel,
b) Pada pemeriksaan dijumpai bilik mata yang dalam,
c) Pupil pasien dapat dilebarkan hingga 7 mm.
Sedangkan kontraindikasi untuk dilakukannya teknik fakoemulsifikasi adalah
a) Dijumpai adanya tanda-tanda infeksi,
b) Adanya luksasi atau subluksasi lensa.
2.3.4 Keuntungan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi
Secara teori operasi katarak dengan teknik Fakoemulsifikasi mengalami
perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena
mempunyai beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi
setelah operasi yang ringan, astigmat akibat operasi yang minimal dan penyembuhan
luka yang cepat.
Kelebihan penggunaan teknik fakoemulsifikasi pada operasi katarak menurut
Kanski dan Bowling dalam Clinical Ophtalmology A Systemic Approach adalah
sebagai berikut:(24)
a) Kinder cut, pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien.
b) Smaller incision, insisi terdahulu biasanya 2.7 mm, dengan MICS hanya 1.8
mm. Implikasinya adalah insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan
13
kornea melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme (efek
samping yang biasa terjadi pada operasi katarak) serta kecilnya insisi tersebut
juga sangat menekan resiko terhadap terjadinya infeksi.
c) Easy to operate, karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi
mikro tersebut maka tekanan pada mata cenderung stabil, sehingga
memudahkan para dokter melakukan tindakan operasi.
d) Heals faster, setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas.
Rasa tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.
Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat memperoleh
tajam penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara membuat sayatan sekecil
mungkin untuk mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi.(7) Prosedur ini
efisien, terutama jika operasi yang lancar umumnya dikaitkan dengan hasil
penglihatan yang baik. Insiden CME pada teknik fakoemulsifikasi yang mengalami
komplikasi intra operatif lebih rendah karena konstruksi insisi luka yang kecil dan
stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan teknik bedah katarak lain.(26)
Kelemahan fakoemulsifikasi diantaranya mesin yang mahal, learning curve lebih
lama, dan biaya pembedahan yang tinggi.(25)
2.3.5 Persiapan Pre - Operasi Fakoemulsifikasi
Persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukannya operasi menggunakan
teknik Fakoemulsifikasi adalah sebagai berikut:
a) Pasien sebaiknya di rawat di rumah sakit semalam sebelum operasi,
b) Pemberian informed consent,
c) Bulu mata dipotong dan dibersihkan dengan povidone-iodine 5%,
d) Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam,
e) Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas,
f) Pada hari operasi pasien dipuasakan,
14
g) Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
2.3.6 Prosedur Tindakan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi
Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak fakoemulsifikasi dengan
penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan reaksi inflamasi pasca
bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah: (27)
a) Pemberian Asam mefenamat 500 mg atau Indometasin 50 mg per oral 1 – 2
jam sebelum operasi.
b) Anastesi lokal pada mata yang akan dioperasi dengan cara menyuntikkan
langsung melalui palpebra bagian atas dan bawah.
c) Operator kemudian menekan bola mata dengan tangannya untuk melihat
apakah ada kemungkinan perdarahan, dan juga dapat merendahkan tekanan
intraokuler.
d) Operator melihat melalui sebuah mikroskip dan membuat insisi sepanjang
kira-kira 3 mm pada sisi kornea yang teranestesi.
e) Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui insisi
kecil pada kornea.
f) Setelah insisi dilakukan, suatu cairan viscoelastik dimasukan untuk
mengurangi getaran pada jaringan intraokuler.
g) Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti lensa dari
korteks kemudian dilakukan fakoemulsifikasi dengan teknik horizontal choop
menggunakan mesin fako unit.
h) Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin
fako unit .
i) Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan secara
in the bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik untuk
mengurangi komplikasi.
15
j) Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan
mesin fako unit.
k) Luka operasi ditutup tanpa jahitan.
l) Diberikan suntikan antibiotika (Gentamisin) 0,5 ml dan kortikostroid
(Kortison Asetat) 0,5 ml, subkonjungtiva.
m) Pasca bedah diberikan tetes mata antibiotika (Neomycin-Polymixin B) dan
anti-inflamasi (Deksametason) 0,1 ml., setiap 8 jam sekali.
Insisi katarak yang paling sering digunakan berukuran 3 mm (hanya
seperdelapan inchi) . Karena konstruksi insisi yang teliti dan ukurannya yang kecil,
insisi ini biasanya menutup sendiri. Disebut juga operasi tipe ‘ no-stitch ’
16
Operator kemudian membuat pembukaan pada kapsul anterior. Prosedur ini
yang disebut capsulorhexis, memerlukan ketepatan yang tinggi karena kapsul ini
tebalnya hanya 0,004 mm. Membrane ini sebenarnya lebih tipis dari sel darah merah
dan operator harus dengan lembut mengeluarkan kapsul ketika menggunakan
instrument pada bilik mata depan (yang kedalamannya hanya 3 mm).
Fakoemulsifikasi adalah prosedur dimana vibrasi ultrasonik digunakan untuk
memecahkan katarak menjadi bagian-bagian kecil. Fragmen-fragmen ini kemudian
diaspirasi keluar menggunakan alat yang sama.
17
Operator membuat groove pada katarak kemudian selanjutnya memecahkan
katarak tersebut menjadi bagian-bagian kecil menggunakan ujung fakoemulsifikasi
dan alat yang kedua dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di tepi yang lain ‘side
port’.
Prosedur pada pandangan lateral menunjukkan tip fakoemulsifikasi diletakkan
pada substansi katarak oleh operator. Aspek ‘Fako’ digunakan untuk mengeluarkan
inti lensa katarak.
18
Setelah inti lensa katarak tersebut telah dikeluarkan, kortek perifer yang lebih
lunak dikeluarkan menggunakan alat irigasi/ aspirasi. Kapsul posterior ditinggalkan
untuk menyokong lensa tanam intraokular (IOL).
Lensa intraokular dilipat dan dimasukan ke dalam insisi kecil dimana lensa
ditanam di kantong kapsular. Pada ilustrasi ini lensa dimasukan lewat ‘injektor’ yang
merupakan alat yang dirancang untuk tetap mempertahankan ukuran insisi tetap kecil
ketika memasukkan lensa yang berukuran 6 mm melalui insisi 3 mm.
19
Lensa intraokular yang terlihat disini telah berada di dalam kantong kapsular.
Kaki-kaki lensa intraokular ini yang disebut juga haptik, memegang lensa ini agar
tetap berada dalam kantong kapsular.
Pandangan lateral dari lensa intraokular memperlihatkan lensa dalam kantong
kapsular. Posisi ini sama seperti lensa sebelumnya yang mengalami katarak dan
karenanya akan menghasilkan hasil penglihatan optimal. Pada tahap ini operasi
katarak dengan lensa intraokular telah berhasil.
20
2.3.7 Inflamasi Pasca Bedah Fakoemulsifikasi
Pada dasarnya, suatu tindakan bedah akan menimbulkan trauma yang
memberi akibat kerusakan jaringan dari organ yang dioperasi. Secara normal tubuh
akan mengadakan reaksi dengan tujuan mengadakan proses penyembuhan pada
jaringan yang mengalami kerusakan tersebut. Reaksi tersebut secara umum dikenal
sebagai keradangan atau reaksi inflamasi.
Pada kerusakan jaringan terjadi robekan membran sel yang dengan aktivasi
oleh enzim fosfolipase A2 akan terbentuk asam arakidonat. Melalui jalur siklo-
oksigenase, arakidonat akan mengalami transformasi membentuk prostaglandin.
Adanya prostaglandin pada jaringan akan menimbulkan tanda-tanda klasik dari
inflamasi yaitu dolor, rubor dan vasodilatasi.
Selain itu, melalui jalur lipoksigenase, asam arakidonat akan membentuk
leukotrien yang kemudian akan menimbulkan peningkatan juga permeabilitas
vaskuler dan edema. Leukotrien juga mengaktifkan sistem komplemen jaringan serta
melibatkan faktor-faktor khemotaktik pada tempat terjadinya trauma dan memberikan
reaksi inflamasi pada jaringan.
Neufeld dan Sears pertama kali menemukan prostaglandin yang dapat
diisolasi dari jaringan iris dan menyebutkan sebagai irin. Ambache (1957)
menemukan bahwa rangsangan mekanis terhadap iris dan pada tindakan parasintesis
akan dilepaskan suatu substansi yang disebut irin ke bilik mata depan. Meningkatnya
konsentrasi irin atau prostaglandin akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas
epitel badan silier sehingga menimbulkan perubahan respon peradangan.
21
Gambar 2.6 Diagram Repon Molekuler Rantai Inflamasi pada Trauma Jaringan(Sumber : Shlevin, HH The Pharmacology of the Nonsteroidal Agents, Proceding of the
Ophthalmic NSAID Roundtable, 1996, p21)
Sama halnya dengan tindakan operasi yang lain, pada pasca bedah ekstraksi
katarak juga akan terjadi reaksi inflamasi yaitu berupa iritis atau iridosiklitis. Pada
setiap tindakan bedah katarak fakoemulsifikasi, bahkan pada pembedahan yang
sangat hati-hati sekalipun, akan selalu diikuti oleh iritis atau iridosiklitis. Hal ini
terjadi akibat adanya manipulasi iris, lisis dari zonula, adanya tindakan irigasi pada
bilik mata depan, serta adanya kemungkinan sisa materi lensa yang tertinggal.
Biasanya iritis terjadi minimal dan dapat menghilang dengan sendirinya, tanpa
meninggalkan bekas yang permanen. Tetapi pada beberapa kasus dapat terjadi
dimana reaksi tersebut tidak cepat menghilang dan cendrung menjadi kronis atau
22
bertambah berat, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyulit yang lain seperti
penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada pupil, terjadinya sinekia
anterior atau posterior, glaukoma skunder dan lain-lain.
Inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi ditandai dengan rasa tidak
nyaman (discomfort) pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi konjungtiva dan
perikornea, serta adanya flare dan sel pada bilik mata depan. Kimura, Thygeson dan
Hogan (1959) membuat gradasi flare dan sel radang pada bilik mata depan sebagai
berikut:
BAB III PENUTUP
Metode operasi yang umum dipakai untuk katarak dewasa atau anak-anak
adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal sebagai ektraksi
katarak ekstrakapsular. Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur
ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal.
Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta korteks lensanya
diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada :kantung kapsular” yang
sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Pada ekstraksi katarak
ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus lensa dikeluarkan dalam keadaan
23
utuh, tetapi prosedur ini memerulukan insisi yang relatif besar. Korteks lensa
disingkirkan dengan penghisapan manual atau otomatis. Saat ini, Phacoemulsifikasi
adalah tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering digunakan.
Tekhnik ini menggukanan vibrator ultrasonic genggam untuk menghancurkan
nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui
suatu insisi berukuran sekitar 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk
memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika
digunakan lensa intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga kira-kira 5mm.
Keuntungan-keuntungan yaang didapat dari tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi
intraoperasi lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat
dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan
intraokular pasca operasi yang semua berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang
lebih singkat. Walaupun demikian, tekhnik fakoemulsifikasi menimbulkan resiko
yang lebih tinggi terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu
robekan kapsul posterior, kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang