Top Banner
1 PETERNAKAN DAN PERBURUAN 1 DI DESA DOROPETI, LERENG TAMBORA SELATAN, KABUPATEN DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT Oleh: Nurcahyo Tri Arianto Departemen Antropologi, FISIP Unair 2012 A. Suatu Kasus di Doropeti Doropeti di lereng Tambora selatan merupakan daerah sabana, yang sebagian besar berupa sera mpori (padang rumput). Ati (alang-alang) (Imperata cylindrica (L.) Beauv.), yang mampu mendukung populasi ternak dan menjangan, merupakan jenis rumput yang banyak dijumpai di sabana ini. Adanya sabana yang luas ini (sekitar 48% dari luas wilayah), 2 membuat Doropeti dikenal sebagai daerah pelepasan atau penggembalaan tadi (ternak), sahe (kerbau), jara (kuda), dan mbee’ (kambing) serta perburuan maju (menjangan) (Cervus timorensis). Populasi ternak dan menjangan di wilayah ini pada dasarnya didukung oleh adanya: 1. padang rumput, terutama alang-alang, yang sangat luas, 2. tidak ada jenis satwa buas yang mungkin menganggu keamanan ternak dan menjangan yang mencari makan dan minum di sabana tersebut, 3. sumber air yang tersedia di sabana relatif sedikit, sehingga daerah sabana ini lebih cocok untuk peternakan dan perburuan daripada untuk lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman manusia, 3 dan 1 Tulisan ini merupakan hasil editing dari Bab III Skripsi penulis, yang dipertahankan dalam ujian di Jurusan Antropologi UGM, pada tanggal 16 Juii 1986, dengan judul “Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora: Studi Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret- November 1982, yang dibimbing oleh Dr. Michael R. Dove dan Dr. Kodiran, MA dan dibiayai oleh The Ford Foundation. 2 Luas wilayah Doropeti adalah 41.895 ha, sedangkan luas sabana atau padang penggembalaan adalah 20.000 ha dan sisanya berupa hutan, lahan pertanian, dan pemukiman seluas 6.162 ha. Hutan perbukitan dan hutan pegunungan di wilayah ini luasnya 15.733 ha, yang sebagian besar dipergunakan untuk suaka margasatwa dan penebangan HPH. Dari luas wilayah tersebut di atas, ternyata Doropeti merupakan wilayah paling luas dari desa-desa yang lain. 3 Wilayah Doropeti memang terdapat banyak sungai, tetapi di musim kemarau debit airnya sangat kecil (hanya ada dua sungai yang debit airnya bisa dimanfaatkan untuk pengairan). Pada musim kemarau, kebanyakan sungai itu menjadi kering (kecuali dua sungai tersebut di atas), sehingga mata air hanya bisa dijumpai dikantong-kantong sungai di hutan dan di tepi pantai.
17

PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

Sep 08, 2018

Download

Documents

ngonguyet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

1

PETERNAKAN DAN PERBURUAN 1 DI DESA DOROPETI, LERENG TAMBORA SELATAN,

KABUPATEN DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT

Oleh:

Nurcahyo Tri Arianto

Departemen Antropologi, FISIP Unair 2012

A. Suatu Kasus di Doropeti

Doropeti di lereng Tambora selatan merupakan daerah sabana, yang sebagian besar berupa sera mpori (padang rumput). Ati (alang-alang) (Imperata cylindrica (L.) Beauv.), yang mampu mendukung populasi ternak dan menjangan, merupakan jenis rumput yang banyak dijumpai di sabana ini. Adanya sabana yang luas ini (sekitar 48% dari luas wilayah), 2 membuat Doropeti dikenal sebagai daerah pelepasan atau penggembalaan tadi (ternak), sahe (kerbau), jara (kuda), dan mbee’ (kambing) serta perburuan maju (menjangan) (Cervus timorensis).

Populasi ternak dan menjangan di wilayah ini pada dasarnya didukung oleh adanya: 1. padang rumput, terutama alang-alang, yang sangat luas, 2. tidak ada jenis satwa buas yang mungkin menganggu keamanan ternak dan

menjangan yang mencari makan dan minum di sabana tersebut, 3. sumber air yang tersedia di sabana relatif sedikit, sehingga daerah sabana ini

lebih cocok untuk peternakan dan perburuan daripada untuk lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman manusia, 3 dan

1 Tulisan ini merupakan hasil editing dari Bab III Skripsi penulis, yang dipertahankan dalam ujian di

Jurusan Antropologi UGM, pada tanggal 16 Juii 1986, dengan judul “Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora: Studi Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa”. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-November 1982, yang dibimbing oleh Dr. Michael R. Dove dan Dr. Kodiran, MA dan dibiayai oleh The Ford Foundation.

2 Luas wilayah Doropeti adalah 41.895 ha, sedangkan luas sabana atau padang penggembalaan adalah 20.000 ha dan sisanya berupa hutan, lahan pertanian, dan pemukiman seluas 6.162 ha. Hutan perbukitan dan hutan pegunungan di wilayah ini luasnya 15.733 ha, yang sebagian besar dipergunakan untuk suaka margasatwa dan penebangan HPH. Dari luas wilayah tersebut di atas, ternyata Doropeti merupakan wilayah paling luas dari desa-desa yang lain.

3 Wilayah Doropeti memang terdapat banyak sungai, tetapi di musim kemarau debit airnya sangat kecil (hanya ada dua sungai yang debit airnya bisa dimanfaatkan untuk pengairan). Pada musim kemarau, kebanyakan sungai itu menjadi kering (kecuali dua sungai tersebut di atas), sehingga mata air hanya bisa dijumpai dikantong-kantong sungai di hutan dan di tepi pantai.

Page 2: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

2

4. peranan api dalam pembakaran alang-alang yang tua dan kering (yang tidak disukai ternak maupun menjangan), sehingga tunas alang-alang yang tumbuh setelah pembakaran dapat dipergunakan untuk mengatasi kekurangan makanan ternak dan menjangan (terutama pada musim kemarau).

Page 3: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

3

Page 4: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

4

1. Teknologi

Ternak yang biasa dipelihara penduduk Doropeti adalah kerbau, kuda dan kambing/domba. Ketiga jenis ternak ini dipelihara penduduk dengan cara dilepas di sabana yang terbentang luas. Cara penggembalaan ternak semacam ini merupakan cara penggembalaan secara tradisional, yang telah berjalan selama berpuluh-puluh tahun. Cara penggembalaan secara tradisional itu pada dasarnya akan menyebabkan kaburnya wilayah penggembalaan ternak dan tidak terkontrolnya perpindahan ternak dalam mencari makan dan minum. Pemerintah maupun adat, menurut kepala kampung Doropeti, pada dasarnya tidak membuat ketentuan tentang batas wilayah penggembalaan ternak, karena masalah ini jarang menimbulkan kerugian maupun persengketaan. 4 Untuk membedakan ternak yang dimiliki seseorang, biasanya dipantat atau paha ternak diberi cap dengan mempergunakan besi yang panas. Para pemilik ternak biasanya mempunyai cap sendiri yang masing-masing berbeda, sehingga bila ada ternak yang hilang dapat diketahui pemiliknya dari cap di paha atau pantatnya. Pada waktu tertentu (misalnya, seminggu sekali), biasanya pemilik ternak mengadakan pengecekan pada ternaknya, apakah ada yang sakit atau bunting. Ternak yang sakit atau bunting biasanya dibawa pulang ke desa untuk dirawat. Peninjauan dan pengawasan ternak pada waktu tertentu, biasanya dilakukan berjalan kaki atau mengendarai kuda. Cara penangkapan ternak juga dilakukan dengan kuda dan tali laso.

Pada musim kemarau panjang, makanan ternak yang berupa rumput dan alang-alang menjadi kering. Untuk memperoleh makanan yang segar, biasanya pada waktu tertentu (misalnya, dua minggu atau sebulan sekali) penduduk membakar alang-alang yang tua dan kering. Alang-alang yang dibakar biasanya dalam waktu satu sampai dua minggu akan tumbuh tunas baru setinggi kurang lebih 20 cm sampai 30 cm. Pembakaran alang-alang biasanya dilakukan pada tempat yang banyak terdapat alang-alang dan tempat yang dekat dengan kumpulan ternaknya. Setelah tunas alang-alang tumbuh, kemudian ternak dihalau ke tempat alang-alang yang dibakar tersebut.

Alang-alang sebagai makanan ternak selain didapatkan di sabana, juga bisa didapatkan dari pematang sawah dan tegalan. Penduduk Doropeti sengaja “menanam” atau membiarkan alang-alang tumbuh di pematang sawah atau tegalan untuk disabit guna memenuhi kebutuhan makanan ternaknya, terutama pada musim 4 Batas wilayah penggembalaan ternak antara desa yang satu dengan desa yang lainnya, kemungkinan

besar jarang menimbulkan persengketaan, karena tidak ada peraturan yang melarang penggembalaan secara tradisional itu.

Page 5: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

5

kemarau panjang. Alang-alang yang disabit dari pematang itu biasanya untuk makanan ternak yang dibawa pulang ke desa karena sakit, bunting atau ternak yang akan dijual (lihat foto). Alang-alang yang disabit untuk makanan ternak biasanya akan mudah tumbuh kembali, sehingga persediaan makanan ternak di desa tersebut akan tetap terjaga.

Bagi penduduk Doropeti, berburu menjangan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan daging keluarga, menambah pendapatan keluarga, dan meneruskan tradisi berburu yang telah berlangsung sejak jaman kerajaan Dompu. Pada masa kerajaan Dompu masih berkuasa, wilayah Doropeti dipergunakan sebagai tempat berburu menjangan oleh raja dan para punggawa kerajaan tersebut. Pada masa sekarang dengan adanya rencana pembukaan Taman Buru di lereng Tambora, pemerintah telah melarang adanya kegiatan perburuan satwa liar (terutama menjangan) di sabana. Nampaknya pemerintah khawatir, apabila perburuan menjangan yang dilakukan oleh penduduk setetmpat maupun pendatang dari desa lain tidak dilarang dan diawasi, maka kelestarian menjangan akan terganggu. 5 Di lain pihak, menurut penduduk setempat, berburu menjangan sudah merupakan suatu hal yang wajar, karena mereka juga turut “memelihara” atau ‘melestarikan” menjangan, yaitu dengan mengadakan pembakaran alang-alang sebagai upaya penyediaan makanan di musim kemarau yang panjang.

Teknik dan peralatan yang dipergunakan penduduk untuk melaksanakan perburuan menjangan, adalah : (1) dikejar dengan kuda dan/atau anjing, 6 (2) senjata api, 7 (3) menggunakan perangga (perangkap), dan (4) menggunakan jerat. Teknik dan peralatan berburu yang “sederhana” seperti tersebut di atas memang penting dalam strategi berburu, tetapi peranan api dalam pembakaran alang-alang yang tua dan kering, juga merupakan bagian penting dalam teknologi dan ekologi perburuan menjangan (cf. Dove 1984d:116).

Teknik berburu menjangan dengan cara pengejaran dengan kuda dan/atau anjing merupakan teknik berburu yang sudah lama dipraktekkan oleh penduduk Doropeti. Teknik berburu secara tradisional ini memerlukan beberapa keahlian.

5 Larangan berburu menjangan ini juga termasuk dalam kawasan Taman Buru, walaupun Taman Buru ini

belum ditetapkan secara resmi oleh pemerintah. 6 Hampir semua penduduk Doropeti memang beragama Islam, tetapi sebagian besar keluarga di daerah

ini memelihara anjing. Peranan anjing dalam kehidupan sehari-hari memang besar; di samping berperan sebagai penjaga rumah atau lahan pertanian, juga sangat besar andilnya dalam berburu menjangan.

7 Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru. Asal usul peluru secara pasti tidak dapat diketahui, karena jual beli senjata ini sifatnya tertutup.

Page 6: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

6

Pertama, keahlian menunggang kuda dan keahlian mengarahkan atau menguasai tingkah laku anjingnya dalam mengejar menjangan yang lari. Kedua, keahlian memperkirakan tempat dan saat beradanya menjangan di sabana. Ketiga, keahlian dalam mengenal situasi dan wilayah perburuan.

Berburu menjangan dengan kuda dan/atau anjing biasanya dilakukan pada siang hari dan berkelompok. Pembakaran alang-alang sebelum dimulainya perburuan juga diperlukan untuk memudahkan pengejaran menjangan. Kalau pemburu tidak mempunyai kuda, berburu menjangan bisa dilakukan dengan bantuan beberapa ekor anjing. Alat bantu dalam perburuan secara tradisional ini adalah parang. Pada masa lalu, tombak yang ujungnya terbuat dari besi juga sering dipergunakan, tetapi alat ini sekarang tidak dipergunakan lagi. Tombak yang sekarang banyak dipergunakan, ujungnya tidak terbuat dari besi, tetapi terbuat dari kayu yang ujungnya runcing. Menghilangnya tombak yang ujungnya terbuat dari besi, kemungkinan besar disebabkan tidak ada lagi yang membuat dan menjualnya lagi. Parang biasanya dipergunakan untuk membunuh, menguliti, dan memotong menjangan. Daging menjangan yang akan dijual, biasanya dipotong-potong dan ditaburi garam (dibuat dendeng) agar awet. Bagian yang tidak diperlukan (misalnya perut) menjadi makanan anjing yang telah membantunya. Hasil buruan biasanya dibagi menurut besarnya andil atau jasa dari masing-masing pemburu. Pemilik kuda atau anjing biasanya mendapat bagian yang lebih banyak dibandingkan dengan pemburu yang hanya membawa parang.

Page 7: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

7

Teknik berburu menjangan dengan senjata api jarang sekali dilakukan oleh penduduk Doropeti. Pemilik senjata api di Doropeti hanya tiga orang saja. Senjata itu jarang mereka pergunakan, karena larangan dan pengawasan yang sangat ketat, baik dari petugas PPA (Perlindungan dan Pelestarian Alam) di Kempo dan Sub Dinas Kehutanan Tambora. Berburu dengan senjata api kebanyakan dilakukan oleh para pendatang dari Kempo, Kore, Dompu, dan Bima. Mereka biasanya berburu secara sembunyi-sembunyi, baik pada siang hari maupun pada malam hari. 8 Senjata api buatan sendiri kebanyakan diperoleh dari pembuatnya di Kore, Dompu dan Bima. Senjata api buatan sendiri ini diperdagangkan oleh para pemburu secara sembunyi-sembunyi, agar tidak mudah diketahui oleh Polisi, PPA, dan Dinas Kehutanan. Berburu menjangan dengan senjata api bisa dilakukan sendirian maupun berkelompok, tetapi biasanya secara berkelompok, yang terdiri atas empat atau enam orang.

8 Walaupun penduduk tidak berani mengatakan secara terus terang, namun selama observasi di lapangan

terlihat adanya keterlibatan aparat keamanan setempat dan pejabat desa tertentu di Lereng Tambora yang melakukan perburuan menjangan dengan senjata api.

Page 8: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

8

Ada beberapa teknik berburu menjangan dengan senjata api pada siang hari. Pertama, dengan membakar alang-alang yang tua dan kering untuk mengalihkan perhatian menjangan dan memudahkan melihat medan perburuan. Pembakaran alang-alang biasanya dilakukan empat atau lima hari sebelum berburu. Kedua, memperhatikan arah angin, yaitu bergerak ke tempat beradanya menjangan menentang arah angin. 9 Ketiga, menarik atau memancing perhatian menjangan dengan cara menirukan suara menjangan melalui sebuah alat tiup yang dibuat secara khusus setelah mendekati sasaran, dengan jarak lebih kurang 25 meter sampai 40 meter.

Keempat, mulai menembak menjangan apabila jarak tembak mencukupi, yaitu lebih kurang 15 meter sampai 25 meter. Teknik berburu menjangan dengan senjata api pada malam hari, disamping memakai ketiga teknik berburu pada siang hari (pembakaran alang-alang tidak perlu dilakukan), juga harus membawa alat penerangan (senter/batere) untuk memudahkan mencari dan menembak menjangan. Lampu penerangan biasanya diikatkan di kepala pemburu, sehingga gerak dan pandangan pemburu lebih leluasa. Menjangan yang sudah kena sinar yang berasal dari lampu pemburu, biasanya akan terdiam di tempat dan untuk beberapa saat lamanya tidak dapat melihat sekitarnya dengan baik. Saat seperti ini biasanya dimanfaatkan oleh pemburu untuk mulai menembak. Pada siang hari biasanya para menjangan mencari rumput di sabana, sedangkan pada malam hari mencari biasanya mencari air minum di sumber-sumber air atau di tepi pantai. Dengan demikian, tempat dan saat beradanya menjangan merupakan faktor utama yang harus diketahui oleh pemburu, agar perburuan menjangan ini bisa berhasil dengan baik.

Teknik berburu menjangan dengan mempergunakan perangga (perangkap) merupakan teknik berburu menjangan secara tradisional. Perangkap ini biasanya dibuat di sungai-sungai kering dan curam, yang biasanya banyak terdapat di hutan-hutan kecil di sabana (lihat foto). Perangkap biasanya terbuat dari kayu yang disusun menyerupai pagar yang tinggi dan rapat. Pagar kayu ini dipasang melintang sungai, yang menghubungkan tebing sungai yang satu ke tebing sungai yang lain. Pagar kayu biasanya dibuat menjadi lima bagian yang terpisah, sehingga terbentuklah empat ruangan. Pembagian sekat pagar menjadi empat ruangan dimaksudkan agar menjangan yang mampu meloloskan diri dari sekat pagar yang pertama dapat ditahan oleh sekat pagar yang kedua, ketiga, dan keempat (lihat foto).

9 Teknik ini perlu dilakukan, agar kedatangan pemburu (menjangan mengetahui kedatangan pemburu/

orang yang terbawa lewat bau pemburu/orang yang terbawa angin ke arahnya) tidak diketahui menjangan.

Page 9: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

9

Teknik berburu menjangan dengan mempergunakan perangkap ini memerlukan bantuan alat, yang terdiri dari: (1) tali agel untuk merintangi larinya menjangan, agar menjangan mudah dihalau ke arah perangkap, (2) kuda dan anjing untuk menghalau menjangan masuk perangkap, dan (3) kayu dan parang untuk memukul dan memotong daging menjangan. Dalam pelaksanaan perburuan menjangan dengan perangkap ini biasanya diperlukan beberapa orang (lima sampai sepuluh orang) yang pandai berburu dan berani. Beberapa orang pemburu terlebih dulu membuat perangkap yang berupa lingkaran tali agel yang melingkari kelompok menjangan. Menjangan tidak akan berani keluar dari lingkaran tali agel itu, karena tali agel biasanya telah diberi mantera. Menjangan yang berada dalam lingkaran tali agel tersebut kemudian dihalau dengan kuda dan anjing sampai masuk ke dalam perangkap sungai. Setelah menjangan masuk ke sungai yang telah diberi sekat pagar, mulailah para pemburu secara beramai-ramai melaksanakan pembunuhan dengan cara memukul badan atau kepala menjangan dengan kayu maupun parang. Cara seperti ini pada akhirnya akan mendatangkan hasil yang cukup banyak (bisa mencapai puluhan ekor menjangan). Menjangan yang diincar biasanya menjangan yang sudah dewasa, tetapi kemungkinan banyaknya anak menjangan yang mati karena terpukul dan terinjak menjangan dewasa sering juga terjadi.

Teknik berburu menjangan dengan mempergunakan jerat merupakan teknik berburu secara tradisional yang tergolong paling sederhana. Jerat biasanya dibuat dari tali atau kawat yang berbentuk lingkaran yang dihubungkan dengan dahan

Page 10: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

10

pohon. Jerat ini biasanya dipasang di sekitar mata air yang terdapat di hutan-hutan kecil di sabana. Dalam lingkaran jerat itu biasanya dipasang rumput atau alang-alang muda sebagai umpan. Dengan cara ini menjangan yang akan minum di sumber air dan memakan umpan itu akan terjerat. Cara semacam ini harus membutuhkan kewaspadaan dan kesabaran pemburu yang memasang jerat tersebut. Menjangan yang akan diperoleh biasanya tidak banyak, karena menjangan yang berhasil lolos dari jerat jarang sekali mau kembali ke sumber air tersebut.

2. Peranan dalam Ekonomi Pedesaan

Bagi penduduk Doropeti, ternak merupakan hewan peliharaan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Pertama, sebagai harta warisan dan tabungan keluarga. Kedua, sebagai tenaga kerja di sawah dan tegalan. Ketiga, sebagai tenaga pengangkut kayu dari hutan dan hasil panen dari sawah atau tegalan. Keempat, dengan mudah dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Kelima, sebagai hewan korban dalam upacara selamatan perkawinan, kematian, agama, dan adat desa. Dari ketiga jenis ternak yang biasa dipelihara penduduk Doropeti (kerbau, kuda dan kambing), kerbau dan kuda merupakan ternak peliharaan yang paling tinggi nilainya, di samping bernilai ekonomis juga bernilai sosial, termasuk untuk mas kawin. Kekayaan seorang penduduk Doropeti, di samping dilihat dan dinilai dari luasnya tanah pertanian yang dimilikinya, juga dilihat dan dinilai dari banyaknya ternak peliharaan yang telah dimilikinya. Semakin banyak tanah dan ternak yang dimilikinya, semakin kaya serta tinggi status sosialnya dalam masyarakat (cf. Koentjaraningrat 1975:187). 10 Bagi Pemerintah daerah Dompu dan Bima, ternak peliharaan (terutama kerbau) merupakan komoditi ekspor keluar Nusa Tenggara Barat yang sangat diandalkan.

Ternak di wilayah Doropeti biasanya bukan hanya milik penduduk Doropeti saja, melainkan juga milik penduduk desa Pekat, Konte, dan dari kecamatan Kempo serta kabupaten Dompu dan Bima. Kepala desa Doropeti mengemukakan bahwa pemilik ternak yang ada di kota juga mempunyai hubungan kekeluargaan berdasarkan keturunan atau tempat asal mereka. Orang yang telah tinggal di kota, yang mempunyai ternak di Doropeti, kebanyakan berasal dari Doropeti juga. Biasanya mereka menerima pembagian warisan dari orang tuanya sehingga ternak yang tidak bisa dibawa ke kota akan tetap ditinggal di tempat asalnya dan dititipkan

10 Koentjaraningrat (1975:187) dalam penelitiannya di Flores, Nusa Tenggara Timur, sekitar tahun 1963,

mengemukakan bahwa kerbau merupakan binatang peliharaan yang terpenting. Binatang ini tidak dipelihara untuk tujuan ekonomis, melainkan untuk membayar mas kawin, disembelih dan dikonsumsi pada upacara adat dan menjadi lambang kekayaan serta gengsi. Kuda juga merupakan binatang peliharaan yang penting, di samping dipakai sebagai tenaga memuat barang atau menghela, juga dipakai sebagai harta mas kawin.

Page 11: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

11

pada keluarganya atau orang lain. Ternak titipan penduduk kota ini biasanya tidak akan menjadikan masalah bagi penduduk Doropeti, karena kebanyakan sebagian besar penduduk Doropeti juga mempunyai kepentingan dengan ternaknya sendiri maupun dengan ternak titipan tersebut. Imbalan untuk pemeliharaan atau pengawasan ternak titipan tersebut biasanya berupa satu atau dua ekor anak kerbau, kuda atau kambing untuk satu tahun (tergantung dari jumlah ternak yang dititipkan). Keadaan semacam ini mencerminkan adanya hubungan masalah ekonomi dan sosial antara desa dan kota.

Bagi sebagian besar penduduk Doropeti, berburu menjangan merupakan mata pencaharian yang sangat besar peranannya dalam memenuhi kebutuhan atau konsumsi makanan (daging) bagi keluarga serta menambah pendapatan bagi keluarga apabila daging hasil buruan bisa laku dijual. Banyak keluarga yang semata-mata menggantungkan hidupnya dari berburu menjangan, terutama pada musim paceklik atau kemarau panjang. Pada waktu kemarau yang cukup panjang (hujan yang turun menjadi terlambat) menyebabkan kegiatan pertanian menjdi terhambat dan hasil pertanian menjadi berkurang. Berkurangnya hasil pertanian berarti pula berkurangnya pendapatan keluarga. Berburu menjangan dapat dilakukan sepanjang tahun karena populasi satwa ini masih cukup banyak.

Bulan April sampai Oktober, sebagai bulan kering, merupakan bulan paling banyak terdapat menjangan. Pada bulan-bulan kering ini satwa menjangan turun atau keluar dari hutan untuk mencari makan dan minum di sabana, sedangkan pada musim hujan menjangan banyak yang bersembunyi di hutan yang merupakan sarangnya. Dendeng menjangan sangat laku dijual di ibukota kecamatan atau kabupaten, karena dismping harganya cukup murah bila dibandingkan dengan daging sapi atau kerbau, dendeng menjangan juga mempunyai rasa yang khas yang banyak digemari atau dicari orang. Harga satu kilogram dendeng menjangan sekitar Rp. 1,000,- sampai Rp. 1,250,-, Rp. 2,000,- untuk daging kerbau, dan Rp. 2,500,- untuk daging sapi. Dendeng menjangan yang diolah secara tradisional biasanya rasanya asin, sedangkan dendeng menjangan yang telah diolah di toko di Sumbawa besar biasanya rasanya manis dan lebih mahal harganya bila dibandingkan dengan dendeng menjangan yang asin rasanya.

B. Penyebaran

1. Persamaan

a. Sistem peternakan

Dalam sistem peternakan di desa-desa di lereng Tambora, persediaan makanan yang utama untuk ternak adalah rumput dan alang-alang. Tersedianya

Page 12: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

12

rumput serta alang-alang yang cukup akan mendukung populasi ternak, baik yang digembalakan secara bebas di sabana maupun yang dipelihara dalam kandang. Pada musim kemarau yang cukup panjang, peranan alang-alang untuk makanan ternak sangat besar. Penduduk lereng Tambora dengan mempergunakan teknologi tradisionalnya dalam mengeksploitasi persediaan alang-alang yang ada (dengan menyabit alang-alang di pematang sawah dan membakar alang-alang di sabana) telah dapat mengatasi kekurangan makanan ternak pada musim kemarau. Dengan demikian teknologi penyediaan alang-alang di pematang dan pembakaran alang-alang yang tua dan kering dapat menjamin persediaan makanan ternak sepanjang tahun.

Penangkapan kerbau liar di hutan-hutan di lereng Tambora untuk dijadikan ternak, masih banyak dilakukan oleh penduduk di lereng Tambora. Kerbau liar yang habis ditangkap dari hutan itu biasanya dipelihara (dijinakkan) di kampung selama dua atau tiga minggu sebelum dilepas ke sabana agar dapat mencari makan sendiri. Tanda untuk pemilikan ternak dapat dilakukan dengan memberi cap di punggung ternak. Untuk itu masing-masing pemilik ternak biasanya telah memiliki cap untuk ternaknya yang satu dengan yang lainnya berbeda. Penggunaan cap ternak itu harus diketahui dan disetujui oleh kepala desa setempat, agar tidak sampai terjadi perselisihan dalam pemilikan ternak. 11

b. Sistem perburuan

Berburu maju (menjangan) tidak hanya dilakukan oleh penduduk Doropeti saja, melinkan juga dilakukan oleh penduduk di berbagai desa di lereng Tambora maupun penduduk kota yang datang ke lereng Tambora. 12 Di antara Doropeti dan desa-desa tersebut di atas terdapat persamaan dalam sistem berburu menjangan. Pertama, cara memperkirakan tempat dan saat beradanya menjangan umumnya sama, yang didasarkan atas musim yang sedang berlangsung serta tempat terdapatnya rumput/alang-alang dan sumber air. Kedua, teknik berburu dengan mempergunakan anjing dan jerat merupakan teknik yang banyak dipergunakan oleh penduduk lereng Tambora, karena teknik ini sangat sederhana (tidak banyak membutuhkan peralatan dan biaya). Ketiga, teknik pembakaran alang-alang sering 11 Dinas Kehutanan dan Dinas Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) setempat pada dasarnya telah

melarang kegiatan penangkapan kerbau liar di hutan-hutan di lereng Tambora. Pada masa sekarang, larangan itu diperkeras lagi dengan menjatuhkan denda terhadap penduduk yang berhasil menangkap kerbau liar tersebut.

12 Di antaranya desa Pekat, Kadindi, Calabai, Nagamiro, Labuhan Kananga, Karombo, Kawindanae, Kawindatoi sampai ke kecamatan Kore, Sanggar dan kabupaten Dompu (lihat peta). Namun demikian, perburuan menjangan bagi sebagian besar penduduk Doropeti lebih merupakan mata pencaharian yang sangat penting (selain pertanian) bila dibandingkan dengan desa-desa di lereng Tambora.

Page 13: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

13

dilakukan di padang alang-alang di lereng Tambora, terutama pada musim kemarau. Keempat, berburu menjangan terutama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi seluruh anggota keluarga, baik sebagai konsumsi makanan untuk keluarga maupun untuk dijual.

2. Perbedaan

a. Sistem peternakan

Ada beberapa perbedaan antara Doropeti dengan desa-desa lain di lereng Tambora dalam sistem peternakan. Pertama, ternak yang terdapat di wilayah Doropeti lebih banyak dibandingkan desa-desa lain (lihat juga Bab II, bagian Ekonomi). Kedua, ternak yang banyak dipelihara di Doropeti, Pekat, dan Kawindanae adalah kuda, kerbau, dan kambing; sedangkan di Kadindi ternak yang paling banyak dipelihara adalah sapi dan kambing. Ketiga, pembakaran alang-alang untuk menambah persediaan makanan ternak (terutama pada musim kemarau panjang) lebih intensif dilakukan penduduk Doropeti dibanding desa lain. Keempat, di Doropeti dan Pekat ternak lebih banyak digembalakan secara bebas di padang rumput untuk mencari makan sendiri; sedangkan di Kadindi pemilik ternak lebih banyak mencarikan rumput untuk ternaknya. Kelima, di Doropeti ternak tidak pernah dibuatkan kandang, sedangkan di Pekat dan Kawindanae ternak ada yang digembalakan secara lepas dan ada yang dikandang; di Kadindi kebanyakan ternak yang dipelihara dikandangkan di samping atau di belakang rumah.

b. Sistem perburuan

Ada beberapa perbedaan dalam sistem perburuan menjangan antara Doropeti dengan desa lain di lereng Tambora. Pertama, perangga (perangkap) pada umumnya hanya terdapat di Doropeti saja. Kedua, pembakaran alang-alang lebih intensip dilakukan di Doropeti, karena adanya padang alang-alang (sabana) yang sangat luas. Ketiga, teknik berburu dengan mempergunakan kuda ataupun anjing lebih banyak terdapat di Doropeti. Keempat, di Doropeti aktivitas dan variasi teknik berburu lebih banyak dibandingkan dengan desa lain. Kelima, wilayah Doropeti yang cukup luas (20.000 hektar di antaranya berupa sabana) mempersulit petugas PPA dan Kehutanan dalam melaksanakan pengawasan, sehingga pengawasan dalam berburu menjangan di Doropeti kurang intensip dibandingkan dengan desa lain.

C. Faktor Pembatas

1. Sistem peternakan

Ada beberapa hal yang membatasi dalam sistem peternakan di lereng Tambora. Pertama, iumlah dan lokasi rumput/alang-alang yang merupakan sumber

Page 14: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

14

makanan bagi ternak yang dilepas di sabana maupun ternak yang dikandang. Untuk Doropeti, Pekat, dan Kawindanae jumlah dan lokasi rumput tidak menjadikan masalah, sebab di ketiga desa tersebut tersedia padang rumput yang cukup luas (Doropeti 20.000 hektar, Pekat 7.939 hektar, dan Kawindanae 350 hektar). Apabila 1 hektar padang rumput alamiah dapat menjamin pemeliharaan satu unit ternak per tahun (Tim Agroekologi UGM 1982:46), maka wilayah tersebut di atas masih cukup mampu mendukung jumlah ternak yang ada. Kadindi tidak mempunyai wilayah padang rumput, sehingga para pemilik ternak perlu mencarikan rumput dan membuatkan kandang untuk ternaknya.

Apabila kemarau panjang, seperti yang telah terjadi pada tahun 1982, maka peranan penduduk dalam penciptaan padang rumput (alang-alang) sangat besar. Penggunaan api untuk membakar alang-alang yang tua dan kering agar tumbuh alang-alang yang muda memang sangat perlu, sehingga kelestarian padang rumput sebagai sumber makanan ternak tetap terjaga. Kedua, masalah sumber air dan kepadatan penduduk. Sumber air yang cukup (bahkan berlebih) akan memungkinkan adanya perluasan pemukiman penduduk serta pembukaan lahan pertanian baru. Keadaan ini mengakibatkan terancamnya atau berkurangnya jumlah rumput. Gejala berkurangnya jumlah rumput ini dapat terlihat di desa Kadindi dan Kawindanae, terutama disebabkan perluasan lahan pertanian. Beberapa penduduk Pekat juga telah mengubah pola penggembalaan secara lepas menjadi pola pengandangan ternak secara menetap, karena makin dirasakan kekurangan rumput pada beberapa tempat (terutama yang dekat dengan perkampungan).

Di Kadindi, yang 90 persen wilayahnya dipergunakan sebagai daerah penebangan HPH, telah merasakan repotnya membuat kandang dan mencarikan rumput dan hijauan makanan ternak yang lain untuk ternaknya. Untuk itu limbah pertanian (dari hasil panen) sebagai hijauan makanan ternak cukup membantu penduduk Kadindi dalam memecahkan masalah kurangnya rumput sebagai makanan ternak yang utama. Bagi Doropeti, perbandingan luas dan jumlah rumput yang ada dengan jumlah ternak masih lebih dari cukup. Sumber air di wilayah ini memang dirasa kurang, karena curah hujan sangat sedikit dibandingkan dengan desa lain. Namun demikian, kurangnya sumber air akan menyebabkan wilayah Doropeti lebih cocok untuk penggembalaan ternak dari pada dipergunakan untuk pemukiman manusia dan lahan pertanian.

2. Sistem Perburuan

Suksesnya pengelolaan satwa liar memerlukan suatu pengertian dasar tentang syarat habitat satwa tersebut, seperti: makanan, air, perlindungan, dan ruang hidup (living space) (Ngampongsai 1980:295). Pertama, masalah makanan bagi menjangan

Page 15: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

15

sebagian besar berasal dari persediaan rumput yang ada. Penyediaan rumput di Doropeti sudah lebih dari cukup, karena sebagian (48%) daerah ini berupa padang rumput alamiah, sehingga daerah ini masih cukup mampu mendukung populasi menjangan. Sebaliknya, tidak demikian dengan wilayah Kadindi dan Kawindanae, yang sebagian besar wilayahnya dipergunakan untuk pertanian dan hutan, sehingga persediaan rumput dan jumlah menjangan semakin lama semakin berkurang.

Kedua, masalah sumber air dalam mendukung populasi menjangan kebanyakan berasal dari sungai yang ada. Sebagian besar sungai yang mengalir di Doropeti kering airnya, terutama pada musim kemarau panjang. Sumber air di sungai kering biasanya di hutan dan muara sungai. Karena sekitar muara sungai sering dipergunakan sebagai tempat pemukiman penduduk maupun sebaagai lahan pertanian, maka menjangan yang akan mencari air minum di muara sungai harus menempuh bahaya/resiko ditangkap penduduk. Maka dari itu kedatangan menjangan di muara sungai untuk minum biasanya pada malam hari. Lain halnya dengan desa Kadindi, Pekat, dan Kawindanae di lereng Tambora barat dan utara, sungai yang ada dapat mengalir sepanjang tahun, sehingga penduduk, ternak, dan satwa liar tidak akan kekurangan air minum. Ketiga desa ini masih mempunyai hutan lindung yang cukup luas, sehingga mampu menjaga kelestarian sumber air.

Ketiga, masalah perlindungan dan ruang hidup merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya dengan masalah makanan dan air, karena terdapatnya perlindungan (keamanan) dan ruang hidup akan menunjang populasi satwa menjangan. Kedua maslah ini berhubungan erat dengan masalah kepadatan penduduk, yang pada akhirnya akan menyangkut pola pemukiman manusia dan tata guan lahan. Satwa menjangan pada dasarnya memerlukan tempat berlindung untuk istirahat dan berkembang biak dengan aman, dan hal ini hanya bisa didapatkan di lingkungan hutan yang jauh dari pemukiman dan gangguan manusia.

Page 16: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

16

Page 17: PETERNAKAN DAN PERBURUAN-Doropeti Senjata api buatan sendiri biasanya didatangkan dari Kore dan Dompu. Harganya berkisar antara Rp. 25,000,- sampai Rp. 40,000,- , termasuk butir peluru.

17

DAFTAR PUSTAKA

Dove, Michael R. 1984d “Man, Land, and Game in Sumbawa: Some of Observations on

Agrarian Ecology Development Policy in Eastern Indonesia.” Singapore Journal of Tropical Geography. 5 (2) : 112-124.

Koentjaraningrat 1975 “Kebudayaan Flores.” Koentjaraningrat, (ed.), Manusia dan

Kebudayaan di Indonesia, Cetakan kedua. Jakarta: Djambatan, hal. 183-197.

Ngampongsai, C. 1980 “Sambar’s Plant Food in Khao-Jai National Park Thailand.” Fortado,

J. I., (ed.), Tropical Ecology and Development. Kuala Lumpur, The International Society of Tropical Ecology, hal. 295-301.

Tim Studi Perwilayahan Agro-Ekologi, Universitas Gadjah Mada. 1982 Penelitian Perwilayahan Agro-Ekologi Untuk Pembangunan Daerah,

Daerah Sumbawa. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada.

----- @ -----