i PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah) Oleh : ABDURRAHMAN KARIM G 211 12 275 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
76
Embed
PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi Tentang Efek ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi Tentang
Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap
Kehidupan Petani di Kabupaten Morowali
(Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan
Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah)
Oleh :
ABDURRAHMAN KARIM
G 211 12 275
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PETANI DI TENGAH TAMBANG
”STUDI FENOMENOLOGI TENTANG EFEK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PERTAMBANGAN TERHADAP KEHIDUPAN PETANI DI KABUPATEN
MOROWALI”
(Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah)
OLEH :
ABDURRAHMAN KARIM
G 211 12 275
Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2017
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si Ir. Tamzil Ibrahim, M.Si
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing
Mengetahui :
Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2017
Dr. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si
NIP: 19671223 199512 1 001
iii
PANITIA UJIAN SARJANA
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Judul : PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi
Tentang Efek Implementasi Kebijakan
Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali. (Studi Kasus Pada Kawasan
Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi, Kabupaten
Morowali, Provinsi Sulawei Tengah)
Nama : ABDURRAHMAN KARIM
NIM : G 211 12 275
TIM PENGUJI
Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si
Ketua Sidang
Ir. Tamzil Ibrahim, M.S.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Saleh Ali, M.Sc.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S.
Anggota
Ir. Amrulah M, M.Si.
Anggota
Dr. Rahmadnih, SP. M.Si.
Anggota
Tanggal Ujian : Agustus 2017
iv
PETANI DI TENGAH TAMBANG : Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah).
FARMERS in the MIDDLE of the MINE: A study about the effect of Policy implementation of the Phenomenology of mining on the lives
of Farmers in the Regency of Morowali (Case Study On The Area Of The Mine's Boundaries The Sub-district Of Bahodopi, The Regency Of Morowali, Central Sulawesi Province).
1Eymal B Demmallino, 1Tamzil Ibrahim, 2Abdurrahman Karim
ABSTRAK
Kehidupan petani sangat berbeda akibat dari implementasi kebijakan pertambangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi aktual kehidupan masyarakat tani di kawasan lingkar tambang Kecamtan Bahodopi serta untuk menganalisis dampak kebijakan penambangan nikel dan merekomendasikan sistem pengelolaan sumber daya alam yang menguntungkan masyarakat tani. Pendekatan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode pengambilan data yakni observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Untuk tahapan analisis data penelitian ini yakni pengumpulan data dengan menentukan informan melalui purposive sampling lalu dilanjutkan dengan reduksi data dengan metode snowball, lalu penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan penambangan nikel memiliki dampak negatif dan positif seperti memberikan kesempatan kerja dan peluang bisnis ; warung makan, toko persediaan dan bisnis perumahan, konflik antara petani dan perusahaan yang dipicu oleh semburan lumpur yang mengalir ke lahan pertanian warga sehingga mengakibatkan hasil pertanian menyusut, sebagian besar lahan pertanian diubah menjadi daerah pertambangan sehingga mengakibatkan hilangnya tanah sebagai sumber kehidupan antar generasi, pertambangan tidak menjamin kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tani. Bagi petani kehadiran pertambangan dapat dipastikan akan memberi dampak bencana jangka panjang. Pemerintah harus mengevaluasi atau mengkaji kembali kebijakan yang telah diterapkan serta efek pengelolaan pertambangan saat ini, terutama dalam hal yang berkaitan dengan pertanian ataupun kehidupan petani. Kata Kunci: Kebijakan; Implementasi; Dampak; Respon; Makna.
v
FARMERS in the MIDDLE of the MINE: A study about the effect of Policy implementation of the Phenomenology of mining on the lives
of Farmers in the Regency of Morowali (Case Study On The Area Of The Mine's Boundaries The Sub-district Of Bahodopi, The Regency Of Morowali, Central Sulawesi Province).
PETANI DI TENGAH TAMBANG : Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah).
1Eymal B Demmallino, 1Tamzil Ibrahim, 2Abdurrahman Karim
ABSTRACT
The life of a farmer is very different due to the implementation of the mining policy. The purpose of this research is to know the actual condition of the public life of farmers in the area of the mine's boundaries the Sub-District of Bahodopi and to analyze the impact of nickel mining and recommending policy management systems of natural resources that benefit the community of farmers. This approach uses a descriptive qualitative approach using observation methods of data capture i.e. participation, in-depth interviews, and documentation. For the data analysis stage of this research, namely data collection by specifying the informant through purposive sampling and continued with the reduction of the data by the method of presentation of data, and then snowball and the withdrawal of the conclusion. The results showed nickel mining has positive and negative impacts such as providing employment opportunities and business opportunities; food stalls, souvenir supplies business and housing, the conflict between farmers and companies that are triggered by a mudflow that cascaded into the farmland residents resulting in agricultural output shrank, the majority of agricultural land is converted into mining areas so that the resulting loss of land as a source of intergenerational life, mining does not guarantee social welfare economic community of farmers. For farmers the presence of mines is certain will make an impact long term disaster. The Government should evaluate or review the return policy that has been applied as well as the effects of the current mining management, especially in matters related to agriculture or farmer's life.
Keywords: Policy; Implementation; The impact; The response; Meaning.
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Abdurrahman Karim, lahir di Morowali tepatnya di
Desa Tofuti, pada tanggal 13 Oktober 1993, merupakan anak
sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Moh Najib
Karim.,S.Sos dan Ibu Fauziah.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SD 3 Bungku Tengah pada
tahun 2000-2006. SMPN 1 Bungku Tengah pada tahun 2006-2009. Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bungku Tengah pada tahun 2009-2012.
Pada tahun 2012, melalui jalur SNMPTN Tertulis penulis berhasil diterima
sebagai Mahasiswa Jurusan (sekarang menjadi Departemen) Sosial Ekonomi
Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin,
penulis aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu sebagai Ketua Bidang SDM di
Himpunan MISEKTA periode 2014/2015, Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI)
pada BEM-FAPERTA-UH serta menjadi Anggota Bidang Pengembangan
Orgaisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Unhas
Cabang MAKTIM. Koordinator LITBANG MISEKTA UNHAS tahun 2016/2017.
Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus serta
kegiatan-kegiatan lainnya seperti seminar-seminar baik tingkat fakultas, lokal,
regional, nasional.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena limpahan rahmat, inayah dan Taufik-Nyalah, sehingga skripsi
yang berjudul “PETANI DI TENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi
Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap
Kehidupan Petani Di Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan
Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali) dapat
terselesaikan. Objek studi ini adalah efek dari implementasi kebijakan
pertambangan terhadap kehidupan masyarakat tani didalam kegiatan
pengelolan tambang di Kecamatan Bahodopi. Untuk melihat potret kehidupan
tersebut maka digambarkan dalam tiga bagian utama, yaitu Dampak yang
diperoleh petani, Respon petani terhadap kebijakan tambang di Kabupaten
Morowali, Makna bagi petani terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Kesatuan dari tiga bagian ini nantinya diharapkan dapat menjawab potret
kehidupan petani ditengah kegiatan penngelolaan tambang dikabupaten
Morowali.
Menyadari keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki, maka
tentu saja skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran tetap penulis
viii
harapkan. Akhirnya penulis berharap apa yang penulis sajikan dan tulis ini
akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
membacanya, terutama bagi penulis sendiri. Disamping itu, kiranya skripsi ini
tidak hanya menjadi pajangan dan tontonan yang tak tersentuh, tapi dapat
berguna bagi kita semua, semoga apa yang tersaji dalam tulisan ini dapat
kita petik manfaatnya dan Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk
kepada kita semua. Amin .
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
stakeholder yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini, kepada keluarga
besar HAMSY GROUP, teman-teman alumni SMANSA BUNGKU TENGAH
ANGKATAN 2012, saudara seperjuangan saya selama menmpuh pendidikan
tinggi ”SPEKTA-12”.....serta ”Adik dan kakak saya” di keluarga besar
MISEKTA, BEM KEMA-FAPERTA UH, HMI, dan IPPMIM....... semoga apa
yang kita lakukan selama ini di ridhoi oleh Allah SWT dan dapat
mendatangkan berkah bagi kita semua,,,,amien
Wassallamualaikum Wr, Wb.....................
Makassar, Agustus 2017
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, merupakan kata terindah yag senantiasa
memberikan kesejukan pada jiwa manusia. Satu dari berbagai nikmat yang selalu
diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya, yakni terselesaikannya tugas akhir
penulis dalam meraih gelar Sarjana Pertanian di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Salam serta shalawat selalu
terharukan pada junjungan dan teladan umat manusia, Baginda Rasulullah SAW,
yang tiada akan terlupakan sebagai tanda kemurnian cinta kepada beliau kekasih
Allah SWT.
Izinkan penulis untuk menghaturkan rasa hormat dan terima kasih dari lubuk
hati yang paling dalam atas segala doa dan dukungan, kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Moh Najib Karim., S.Sos dan Ibunda
Fauziah yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak
terhingga dan doa yang terus terpanjatkan untuk keberhasilan penulis dalam
meraih cita-cita. Adik terkasih Syahrul Karim dan Mutiara Karim untuk
masa kecil yang bahagia dan perhatian yang saling kita bagi.
2. Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si. dan Ir. Tamzil Ibrahim, M. Si., selaku
dosen pembimbing penulis yang dalam kesibukannya senantiasa
meluangkan waktu dan perhatian untuk memberikan bimbingan, nasehat dan
saran yang berharga sejak awal pembuatan proposal, penelitian hingga akhir
penulisan skripsi ini.
x
3. Prof. Dr. Ir. Saleh Ali, M.Si, Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S dan Ir. A.
Amrullah, M.Si selaku dosen penguji penulis yang telah memberikan banyak
saran dan kritikan demi penyempurnaan skripsi ini.
4. Panitia ujian sarjana, Dr. Ir. Rahmadanih, M. Si., panitia seminar proposal
dan hasil Ibu Ni Made Viantika, S.P., M.Agr yang telah menyempatkan
waktu memberikan kritik dan saran serta memberikan petunjuk dalam setiap
pelaksanaan seminar demi terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Dr. Moh Hatta Jamil, S.P., M.S selaku ketua Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan
pengetahuan, mengayomi dan memberikan teladan selama penulis
menempuh pendidikan.
6. Prof. Dr. Ir. Sumbangan Baja M.Phil selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin,
7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian terkhusus bagi seluruh dosen pada
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin, atas
segala ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kegiatan
perkuliahan.
8. Seluruh Staf Tata Usaha Pak Ahmad, Pak Bahar, Kak Hera dan Kak Ima
yang bekerja di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian prodi Agribisnis atas
segala bantuan administrasi dan doanya, serta kepada bagian akademik,
bagian kemahasiswaan, dan bagian perlengkapan Fakultas Pertanian atas
segala bantuan kegiatan administrasi dan perkuliahan.
xi
9. Teman seperjuangan penyelesaian rangkaian tugas akhir ini, mengurus
berkas-berkas skripsi dan banyak memberi bantuan dan dukungan mulai dari
seminar proposal hingga ujian akhir September Ceria, Sriyadi Nur, Muh.
Nasrul, Yusak Tellu Lembang, Rifaldo Gisna Bayu, Ricky Wijaya, A.
Muh. Yusuf B. dan Muh. Maulana Amir Serta Teman-teman Desember
Berkah Yang Merah Gelar sarjananya pada penghujung Tahun 2017 ini
Semoga ini Menjadi Akhir sekaligus Awal bagi kita untuk menggapai harapan
dan cita-cita kita, Amien.
10. Sahabat SPEKTA12, teman-teman seperjuangan di SOSEK Pertanian
Angkatan 2012 sejak maba hingga meraih gelar Sarjana Pertanian satu
persatu. Terima kasih telah berbagi canda, tawa, tangisan dan celaan yang
telah menyatukan kita, terima kasih telah menemani selama 5 tahun lebih
dalam menjalani kegiatan perkuliahan dan organisasi.
11. Teman-teman posko KKN UNHAS Gelombang 90, Desa Kanrung,
Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Reza, Hasna, Nova, Kenangan
bersama kalian selama kurang lebih 30 hari lamanya dalam satu atap tidak
akan pernah penulis lupakan.
12. Keluarga besar Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian
(MISEKTA) Angkatan, terima kasih atas semua pengalaman dan
kebersamaan yang telah ditempuh bersama.
13. Kepada ibu Sekretaris yang telah mendampingi Penulis selama kurang lebih
lima tahun Nurul Fatimah Rusman, S.P. (Noe’Cu) dan Sekum andalan’cu
xii
Nur Fahyra, S.P. Serta Ketua Himpunanku Abang Rendy Reinhard A, S.P.
terimakasih atas segala saran dan doanya selama ini.
14. Keluarga besar Hamzy Group Kanda Moh Yasir Karim, S.Kel. Rahmawati
9. Statistik Topografi Dan Iklim Bahodopi ....................................... 80
10. Statistik Penduduk ...................................................................... 82
11. Statistik Pendidikan Bahodopi .................................................... 83
12. Statistik Kesehatan Bahodopi ..................................................... 84
13. Statistik Potensi Pertanian Bahodopi .......................................... 86
14. Statistik Potensi Perdagangan Dan Jasa Bahodopi .................... 87
xvii
D AF T AR G AM B AR
No Gambar Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran PETANI DI TENGAH TAMBANG
…………………………………… 58
2. Peta Kabupaten Morowali………………………………… 67
H 1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi
perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama,
sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap
masyarakat di Indonesia. Potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung
oleh ketersediaan sumber daya alam, serta kondisi iklim yang sangat baik
untuk bertani. Sehingga, sektor pertanian layak untuk dikembangkan secara
berkelanjutan demi kelangsungan hidup suatu bangsa. Permasalahan dalam
sektor pertanian yang dihadapi Indonesia saat ini begitu kompleks mulai dari
kebijakan, organisasi tani yang tidak berfungsi, modal, kepemilikan lahan,
teknologi dan informasi, serta tata niaga.
Permasalahan dalam pertanian saat ini begitu kompleks sehingga
perlu perhatian lebih dari pemerintah khususnya pemerintah daerah, namun
realitas dilapangan kita melihat bahwa banyak daerah atau wilayah yang
masyarakatnya mengalami masalah sosial tidak mendapat perhatian khusus
dari pemerintah.
Di Kecamatann Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi
Tengah, memiliki potensi yang besar apabila dikembangkan. saat ini sedang
terjadi kegiatan pengelolaan penambangan secara besar-besaran, disana
H 2
banyak perusahaan besar yang berdatangan untuk mengali kekayaan bumi
diwilayah yang kaya akan nikel ini. Kedatangan para pemburu hasil bumi
diwilayah yang kaya akan hasil pertanian dan hasil buminya ini (Nikel),
mendapatkan respon dari masyarakat khususnya petani, ada yang pro
terhadap kegiatan penambangan ini namun ada pula yang kontra terhadap
hal itu, mereka beranggapan bahwa kehadiran tambang di Daerah Morowali
akan berdampak positive bagi pertanian dan lingkungan disekitarnya.
Namun ada pula yang beranggapan bahwa kegiatan pertambangan akan
berdampak negative nantinya.
Dinamika yang terjadi ditengah masyarakat khususnya petani
terhadap pertambangan di Morowali akhirnya memaksa Kepala Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom1, mengeluarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang
Kabupaten Morowali2 serta hal ini juga didukung dengan peraturan
pemerintah tentang pertambangan menegaskan bahwa penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui
pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batas
luas wilayah dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Kecuali,
1 Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang wewenang kepala daerah
2 Peraturan daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 tahun 2012 Tentang Rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Morowali Tahun 2012 – 2032
H 3
kawasan hutan lindung yang jelas-jelas dilarang untuk segala aktifitas
pertambangan3.
Kegitan pertambangan di Kabupaten Morowali tidak terlepas dari
peranan pemerintah daerah Morowali terutama dalam hal kebijakan atau
regulasi yang berlaku sehingga apabila merujuk paradigma kegiatan industri
pertambangan yang mengacu pada konsep pertambangan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan serta penerapan kawasan pertambangan yang
dapat memberikan manfaat yang diantaranya adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melaksanakan program pemberdayaan
masyarakat atau dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR4),
studi kelayakan teknik, ekonomi, lingkungan (studi AMDAL), reklamasi dan
pengelolaan lingkungan, menciptakan kesempatam kerja, dan meningkatkan
pendapatan daerah.
Setelah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara terbit maka Izin Usaha Pertambangan (IUP)5 meledak di Indonesia.
Di Morowali, proses perizinan melalui kewenangan bupati terus berlanjut.
3 Baca Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010
4 Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep
bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (KBBI). 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah legalitas pengelolaan dan pengusahaan bahan galian yang
diperuntukkan bagi; badan usaha baik swasta nasional, maupun badan usaha asing, koperasi, dan perseorangan (UU No 4 tahun 2009).
Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan
Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat
dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Dalam hal ini ruang lingkup
kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.
H 16
Kebijakan dilihat dari segi istilahnya menunjukkan pengertian yang
sifatnya tetap, serta melekat pada seseorang, yang tidak berubah kecuali
karena adanya sebab untuk perkembangan. Oleh karena itu kebijakan
merupakan pengertian yang statis (static concept) (Soenarko, 2000).
Agustino (2008) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian
tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi
kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa
kegiatan pada suatu masalah.
Anderson (2006) dalam Islamy (2009) mengungkapkan bahwa
kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan
seringkali disamakan pengertiannya dengan policy. Hal tersebut barangkali
dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat istilah
H 17
policy ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir pada
hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu
masalah, upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah
dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah Hoogerwerf
dalam Sjahrir 1988: 66.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah
dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa pada hakekatnya studi tentang policy (kebijakan) mencakup
pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua pertanyaan itu
menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga lembaga yang
mengambil keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur yang
ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.
Menurut UU Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau nikel yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca-tambang.
Dalam Undang-Undang Minerba pasal 1 No 4 tahun 2009 dijelaskan
yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
H 18
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu.
3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk
secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang
berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi,
serta air tanah.
5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon
yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan
batuan aspal.
6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
pascatambang.
H 19
7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan.
8. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
9. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi.
10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah
pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan
IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di
wilayah izin usaha pertambangan khusus.
12. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
13. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
14. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
H 20
15. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari
bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup.
16. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pasca tambang.
17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan
yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian
dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
18. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk
pengendalian dampak lingkungan.
19. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
H 21
20. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan
untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
21. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan
atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
22. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral atau batubara.
23. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut
amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
24. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya.
25. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca tambang,
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
H 22
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah penambangan.
26. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar
menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
27. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan
bagian dari tata ruang nasional
Dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk
kemakmuran rakyat. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan
pembangunan pertambangan dan energi untuk memanfaatkan potensi
kekayaan sumberdaya alam mineral dan energi yang dimiliki secara optimal
dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa yang dikenal dengan
Larangan Ekspor Mineral Mentah memiliki persoalan tersendiri bagi
perekonomian daerah. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
H 23
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral Dan Batubara dijelaskan bahwa Sebelum dilakukan pelelangan
WIUP mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mengumumkan secara terbuka WIUP yang akan dilelang
kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan lelang.
Jika kita mundur kebelakang kegitan pengelolaan tambang diindonesia
sebenarnya sudah lama dilakukan. Pada tahun 1852 Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan jawatan pertambangan atau “Dienst van het Mijnwezen”.
Tugas jawatan ini adalah melakukan eksplorasi geologi pertambangan
dibeberapa daerah untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Hasil
penemuannya antara lain endapan batubaral Ombilin Sumatera Barat (1866),
namun baru berhasil ditambang oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1891 (Sigit, 1996).
Pada tahun 1899, Pemerintah Hindia Belanda mengundangkan
Pertambangan Hindia Belanda yang dikenal dengan Indische Mijnwet
(Staatblad / buku undang-undang 1899 - 214). Indische Mijnwet hanya
mengatur mengenai penggolongan bahan galian dan pengusahaan
pertambangan (Sigit, 1996).
H 24
Pada masa ini yang boleh memperoleh konsensi (hak pertambangan)
dan lisensi (izin pertambangan) hanyalah mereka yang tunduk kepada
Hukum Barat dan perusahaan-perusahaan yang telah didaftar di negeri
Belanda dan Hindia Belada. Dengan demikian sejak semula hanyalah orang-
orang asing (bukan pribumi) yang berkecimpung dalam usaha pertambangan
baik usaha perminyakan maupun pertambangan umum (Saleng, 2007).
Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda atas Indonesia berakhir pada
tanggal 8 Maret 1942 dimana Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada
Jepang. Selama masa pendudukan Jepang, Indische Mijnwet 1899 praktis
tidak jalan, sebab semua kebijakan mengenai pertambangan berada
ditangan Komando Militer Jepang yang disesuaikan dengan situasi perang.
Meskipun Jepang hanya menjajah Indonesia dalam waktu 3 (tiga) tahun,
Jepang telah berhasil mengembangkan potensi pertambangan Indonesia.
Pada tahun 1960 Pemerintah menerbitkan suatu peraturan mengenai
pertambangan yang diundangkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 37 Prp.
Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal dengan Undang-
Undang Pertambangan 1960. Undang-Undang ini mengakhiri berlakunya
Indische Mijnwet 1899 yang tidak selaras dengan cita-cita kepentingan
nasional dan merupakan Undang-Undang Pertambangan nasional yang
pertama. Dan pada tahun 1967 lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun
H 25
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebagai
undang-undang pertambangan baru. Salah satu prinsip pokoknya adalah
penguasaan sumber daya alam oleh Negara sesuai dengan Pasal 33 UUD
1945, dimana negara menguasai semua sumber daya alam sepenuh-
penuhnya untuk kepentingan Negara dan kemakmuran rakyat. Setelah
hampir selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya
Undang-Undang nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok pertambangan, maka lahirlah undang-undang yang mengatur lebih
spesifik tentang pertambangan mineral dan nikel, yaitu Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Nikel. Lahirnya
Undang-Undang ini disebabkan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya,
materi muatannya bersifat sentralistik dan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan situasi sekarang dan tantangan dimasa depan. Menurut
Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, UU tersebut
mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1) mineral dan nikel
sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh Negara dan
pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah bersama dengan pelaku usaha; 2) pemerintah
selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan
hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat
untuk melakukan pengusahaan mineral dan nikel berdasarkan izin, yang
H 26
sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing: 3)
dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan nikel dilaksanakan berdasarkan
prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah; 4) usaha pertambangan harus memberi manfaat
ekonomi dan sosial bagi kesejahteraan rakyat Indonesia; 5) usaha
pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan
mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah
serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan; 6) dalam
rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
lingkungan hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat. Sejarah
pengaturan pertambangan sejak masa penjajahan Belanda hingga terbitnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tidak memberikan dampak
kesejahteraan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pada zaman
penjajahan Belanda, semua hasil kekayaan alam Indonesia yang dikelolah
dan dikuasai oleh penjajah, di bawa ke negara Belanda untuk membangun
negaranya sendiri. Hal serupa terjadi sampai saat ini, bahwa kekayaan alam
yang telah dikuasai negara sejak masa kemerdekaan Indonesai telah dikeruk
habis-habisan yang lebih menguntungkan pemilik modal swasta dan asing
H 27
dan mengabaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang ada diatas
areal pertambangan yang diekploitasi setelah memperoleh izin dari
pemerintah.
Kebijakan pertanian ada segala bentuk aturan yang dikeluarkan demi
kalangsungan dan kelancaran kegitan pengelolaan pertanian yang
berdasarkan aturan yang ada serta tidak bertentangan dengan aturan lainya.
Dalam mengkaji kebijakan pertanian ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan yaitu Faktor produksi, petani, lingkungan hidup (Agro-
ekosistem), Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
menghasilkan Komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta
keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan10
Pada PP-RI nomor 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman
bab 1, pasal 4 menjelaskan bahwa Perlindungan tanaman dilaksanakan
dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani Bab 1, Pasal 1.
H 28
dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup.
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dalam Pasal 2 Pasal 3
Pasal 4 dan Pasal 7 menerangkan bahwa Konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan
seimbang. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan
tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis
yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Menurut Emil Salim, lingkungan hidup diartikan sebagai benda,
kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati
dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Definisi
lingkungan hidup menurut Emil Salim dapat dikatakan cukup luas. Apabila
batasan tersebut disederhanakan, ruang lingkungan hidup dibatasi oleh
H 29
faktor-faktor yang dapat dijangkau manusia, misalnya faktor alam, politik,
ekonomi dan sosial emil (Salim, 1990).
bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa
pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Perubahan
paradigma pembangunan di Indonesia diawali dengan berlakunya Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1882 tentang Pokok-pokok Lingkungan Hidup, yang
memberikan pedoman sehingga muncul pemahaman yang jelas dan
seragam antar para pemangku kepentingan mengenai lingkungan hidup.
Undang-undang ini kemudian berkembang menjadi Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
memberikan arahan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia. Kemudian kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Keluarnya Undang-undang ini adalah karena dirasakan kerusakan
lingkungan makin menjadi, sehingga perlu dikeluarkan sebuah kebijakan
H 30
yang tidak hanya mengharuskan pengelolaan lingkungan akan tetapi juga
perlindungan terhadap lingkungan. Inti dikeluarkannya
Kegiatan penambangan mengakibatkan munculnya banyak
permasalahan lingkungan. Salah satu masalah yang timbul akibat kegiatan
penambangan adalah dilakukannya penambangan kapur di kawasan karst,
sebagaimana dilaporkan dalam hasil penelitian Suhartadi (2009) dan
Wuspada (2012). Suhartadi menulis tentang “Evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Kegiatan Penambangan Batu Kapur PT. Sinar Alfa Fortuna
(NAF) di Rembang”, sementara Wuspada menulis “Implementasi Kebijakan
Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunung Kidul”.
Untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Morowali, dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah. Dalam rangka mewujudkan
keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan
yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
H 31
Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diatas maka
perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali
dengan Peraturan Daerah. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua; Undang-undang Nomor
51 tahun 1999 tentang pembentukkan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3900) sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 223; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3966); Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
H 32
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160).
Menurut Dye (1981) dan Anderson (1984), semua bentuk manfaat
dan biaya kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan datang, harus
diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata yang ditimbulkan.
Berdasarkan berbagai definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa dampak
kebijakan pertambangan adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
dari ketetapan pemerintah yang dilakukan secara sadar dan terencana, untuk
mengelolah mineral nikel dan hasil bumi lainnya yang ada diperut bumi.
Hadirnya perusahaan pertambangan menjadi magnet bagi arus masuknya
migrasi baru ke suatu daerah.
Asumsi ekonomi bahwa tumbuh suburnya investasi pertambangan di
Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, secara otomatis akan meningkatkan
H 33
nilai tukar masyarakat, ternyata tidak demikian. Hal ini diungkapkan oleh
Andika, peneliti muda asal Sulawesi Tengah, dalam sebuah laporan berjudul
Booming Nikel, MP3EI, dan Pembentukan Kelas Pekerja, Studi
Perubahan Tata Guna Lahan dan Pembentukan Kelas di Kabupaten
Morowali. Laporan ini dituliskan dalam kertas kerja yang diterbitkan oleh
Sajogyo Institute11. Dalam penelitiannya itu Andika menyebutkan bahwa
Anwar Hafid sebagai bupati periode 2008-2012, lalu kini terpilih lagi untuk
periode 2013-2017, menggalakkan kampanye program politiknya. Visi itu
adalah “Morowali Kabupaten Agrobisnis (Si‟E12) Tahun 2012.” Pengertian
Si‟E diambil dari kata bahasa daerah dua etnis terbesar di Kabupaten
Morowali yaitu etnis To Bungku dan To Mori13, yang keduanya memberikan
arti dan makna kata Si‟E adalah “lumbung pangan/beras atau bangunan
tempat penyimpanan beras”. Dengan demikian Si‟E juga dimaknai sebagai
simbol kemakmuran bagi suatu daerah oleh orang-orang Morowali pada
umumnya. “Tetapi faktanya, janji perbaikan kondisi pertanian dan perikanan
dalam program Si‟E, tak pernah terealisasi. Namun yang terjadi justru lahan-
lahan pertanian semakin masif dialih fungsi menjadi blok-blok produksi
11
Sajogyo Institute adalah Pusat Studi dan Dokumentasi Agraria Indonesia. Lembaga yang didirikan pada tanggal 10 Maret 2005 ini bergerak dalam produksi dan layanan pengetahuan untuk kemajuan gerakan sosial dan perbaikan kebijakan agraria, dan pembangunan pedesaan di Indonesia. 12
Si’E dalam bahasa bungku yaitu “Salufuno ina’ao Engkeno” yang berarti semuanya tersimpan didalam dirinya (Yasir) 13
Suku terbesar di Kabupaten Morowali yang menduduki dan tersebar di sebahagian besar wilayah kabupaten morowali (ibid).
H 34
komoditi nikel”. Hingga akhirnya saat ini para pemburu nikel datang untuk
melancarkan usaha pertambanganya ditanah yang katanya akan dijadikan
sebagai lumbung pangan ini.14
2.2 Lingkungan Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian
utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain
lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk
digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain (Wikipedia. 2016.
Petani. Diakses dari http://id.wikipedia.org).
Pengertian petani dapat di definisikan sebagai pekerjan pemanfaatan
sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan
pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya guna memenuhi kebutuhan hidup dengan mengunakan
peralatan yang bersifat tradisional dan modern. Secara umum pengertian dari
pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu
bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Petani dalam
pengertian yang luas mencakup semua usaha kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikroba) untuk
14
Baca “Booming Nikel, MP3EI, dan Pembentukan Kelas Pekerja, Studi Perubahan Tata Guna Lahan dan Pembentukan Kelas di Kabupaten Morowali” Oleh Sajogyo Institute.
H 35
kepentingan manusia. Dalam arti sempit, petani juga diartikan sebagai
kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman
tertentu, terutama yang bersifat semusim
Dari rumusan pengertian petani yang dikemukakan di atas maka dapat
diartikan bahwa petani adalah orang yang mata pencahariannya bercocok
tanam dengan melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain
lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk
digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.
Terdapat tiga golongan petani yaitu petani berlahan sempit yaitu
golongan pemilik-penyewa penggarap, pemilik penggarap dan penyewa
penggarap serta dua golongan petani berlahan luas yaitu golongan pemilik-
penyewa penggarap dan pemilik penggarap. Kendala utama bagi usaha tani
lahan luas golongan pemilik-penyewa adalah modal sedangkan untuk
golongan pemilik penggarap adalah biaya pupuk kandang. Harga bayangan
dari setiap kendala atau sumberdaya langka tersebut menunjukkan bila
menambah ketersediaan sumberdaya tersebut satu rupiah akan
mendatangkan pendapatan sebesar harga bayangannya (shadow price).
Analisis sensitivitas menunjukkan batasan perubahan dari harga dan biaya
agar tidak merubah keadaan optimal Yuningsih. 1999. Analisis Optimalisasi
H 36
Pendapatan Usaha Tani Pada Keragaman Jenis Usaha Petani. Diakses dari
http://repository.ipb.ac.id
Pertanyaan kita sekarang, bagaimanakah wujud dari “orang-orang
yang dikategorikan bekerja di sektor pertanian” tersebut di atas, apakah
mereka itu petani?. Bagaimanakah konsep kita tentang petani itu sendiri?.
Kalaupun mereka dikategorikan sebagai petani, apakah mereka sepenuhnya
mencurahkan waktunya hanya untuk kegiatan pertanian dan penghasilannya
hanya berasal dari pertanian?. Konsep ini perlu kita kritisi, karena menurut
penulis salah satu hal yang menghambat pengembangan kegiatan pertanian
selama ini adalah karena kurang jelasnya batasan kita tentang petani itu
sendiri, sebagai kelompok sasaran dari kegiatan Departemen Pertanian.
Selain itu, kejelasan tentang batasan petani dan kelompok mata pencaharian
lainnya ini menjadi penting, karena selama ini telah terjadi kerancuan dalam
melihat persoalan masyarakat pedesaan dan pertanian pada umumnya. Bila
orang berbicara tentang pedesaan banyak di ataranya langsung
mengasosiasikannya dengan petani. Seakan-akan seluruh masyarakat desa
adalah petani dan persoalan mereka melulu hanya masalah pertanian. Hal ini
juga tercermin dari sikap para pengambil kebijakan di negeri ini, ketika
berbicara tentang revitalisasi pedesan dan pertanian yang tampil hanya
mereka dari departemen teknis yang terkait dengan petani seperti pertanian,
kelautan dan kehutanan. Akibat dari cara pandang di atas, upaya